Aku berlari dengan cepat melewati beberapa orang di jalanan. Sesekali untuk menghindari prajurit yang berpatroli, aku memanjat gedung dan melompati atap-atap.

Tak lama kemudian, aku berhenti sebuah atap dan melihat ke arah sedikit kejauhan. Sebuah gedung satu lantai berbentuk panjang dengan nuansa yang sangat berbeda dengan gedung-gedung lain di sekitarnya. Jika gedung-gedung lain memiliki arsitektur layaknya nuansa Eropa saat abad kegelapan atau abad pertengahan, maka gedung itu memiliki arsitektur layaknya bangsa Tiongkok kuno.

Pilar-pilar penopangnya memiliki warna merah terang. Pintunya memakai rangka kayu yang digeser dengan ditutupi semacam kain yang tebal. Atapnya sendiri juga berbentuk seperti sebuah pagoda zaman dulu.

Aku menengok ke bawah gedung yang kupijaki dan mendapati sebuah gerobak yang penuh dengan jerami-jerami pakan ternak. Tanpa takut, aku menerjunkan diri ke arah gerobak itu. Setelah aku sedikit jungkir balik di udara, akhirnya keseluruhan tubuhku bisa mendarat di dalam gerobak dengan selamat.

Kemudian, aku mengeluarkan diri dari gerobak itu, mengibaskan sisa-sisa jerami yang masih menempel di bajuku, dan melangkah ke dalam gedung itu. Gedung yang sebenarnya adalah kedai teh itu tampak ramai dikunjungi oleh orang-orang.

Aku menengok kesana-kemari untuk mencari Sona, namun aku tidak bisa melihatnya karena saking banyaknya orang yang berkunjung.

"Naruto." Sebuah suara bisikan bernada lembut terdengar di telingaku. Aku menoleh dan melihat sosok bertubuh sedikit mungil yang memakai sebuah jubah kulit bertudung berwarna coklat tua. Samar-samar aku melihat iris berwarna violet yang terbingkai kacamata berada di balik bayangan sosok bertudung itu.

Sosok itu duduk di pojokan dekat jendela. Ada sebuah gelas keramik berisi teh hijau panas di depannya. Aku pun menghampiri sosok itu.

"Apakah kau harus memakai pakaian itu?" tanyaku.

Ia mendengus lalu membuka tudungnya secara perlahan, menampilkan rambut hitam pendeknya. Wajahnya yang menawan menatapku dengan sedikit kesal.

"Kau ini ... begini lebih baik daripada aku ketahuan oleh ayahku kalau aku pergi dari rombongan inspeksi wilayah," ujarnya.

Aku tertawa keras. "Jangan khawatir. Ayah dan ibumu tengah pergi ke Istana Duke Harrington. Jadi kalaupun kau ketahuan, aku tidak yakin bahwa mereka bisa mendapatkan laporan tepat waktu. Karena perjalanan dari kota ini ke Istana Duke memakan waktu lima hari."

Ia menghela nafas lega. Aku hanya tersenyum dan memanggil salah satu pelayan untuk memesan minuman.

"Jadi ... apakah Dervis mengatakan sesuatu? Sepertinya kau sempat berhubungan dengannya saat mengendap-endap masuk ke kota," tanyaku.

Sona mengangguk. "Kebetulan saat aku memasuki gerbang kota, aku bertemu dengannya. Ia akhirnya membawaku ke salah satu penginapan miliknya agar aku bisa beristirahat sambil menghindari Mansion Sitri. Di saat itu, dia bilang ke aku kalau ia membutuhkan bantuanmu lagi," jawabnya panjang lebar.

Aku berpikir sejenak. Tak lama kemudian, seorang pelayan datang sambil membawa minuman pesananku. Sambil menyesap minuman pesananku, aku memikirkan kembali perkataan Sona tentang Dervis yang membutuhkan bantuanku.

"Apa sekarang kau tau dia ada di mana?" tanyaku.

"Dia ada di salah satu kios miliknya di distrik Akord," balas Sona dengan cepat.

Aku pun meminum tehku dengan cepat. "Kalau begitu tunggu apa lagi? Aku penasaran dengan apa yang diinginkan oleh Dervis kali ini," ujarku.

Sona pun menghabiskan teh yang ia pesan dan memakai kembali tudung jubahnya. Aku dan Sona mendatangi bagian kasir yang kebetulan dijaga oleh pemilik dari kedai teh itu sendiri.

Pemilik itu merupakan seorang pria cukup tua keturunan Asia atau Tiongkok kalau dibandingkan dengan duniaku sebelumnya. Kepala bagian dan dahinya sedikit botak, namun bagian belakang kepala memiliki rambut yang panjang dan lebat. Rambut panjang milik pria itu sedikit dikepang sehingga tidak terurai secara sembarangan.

"Halo Tuan Wei," sapaku.

Pria yang biasa dipanggil Tuan Wei ini menoleh ke arahku. "Ah ... Naruto. Tumben sekali kau datang ke distrik ini. Lalu siapa orang yang di belakangmu?"

Aku membisikkan nama Sona di telinga pria itu, sontak saja ia terkejut. "Maafkan saya, Nona Sitri. Saya tidak tahu jika anda berada di kedai saya yang sederhana ini. Apakah nona adalah seorang penikmat teh herbal juga sama seperti Naruto?" ujarnya sambil sedikit berbisik.

"Tidak apa-apa, Tuan Wei," tanggap Sona, "Dan ya ... saya memang penikmat teh herbal sehingga saya menyukai teh yang disajikan di kedai ini."

"Syukurlah kalau anda menyukainya," balas Tuan Wei yang sedikit lega. Ia berdiri serta merapikan pakaian cheongsam yang dipakainya dan menunduk. "Silahkan datang lagi jika anda berkenan."

Sona mengangguk. Kemudian, aku mengeluarkan beberapa koin perak dari kantung milikku. "Segini cukup 'kan?" tanyaku.

"Tentu saja." Tuan Wei langsung mengambil koin-koin perak itu dari tanganku. "Terima kasih, Naruto."

Aku hanya mengangguk dan kami berdua pun segera meninggalkan kedai teh itu.


.

REINCARNATED HITMAN

I walk in the shadows to serve the light

.

Naruto by Masashi Kishimoto

Highschool DxD by Ichiei Ishibumi

Assassin's Creed by Ubisoft Entertainment

.

.

Summary : Seorang pembunuh bayaran terkenal dari organisasi yang paling dicari di seluruh dunia telah dikhianati oleh organisasi tempat ia bernaung sehingga harus tewas dalam misinya. Namun ia tidak menyangka kalau ia harus berenkarnasi di dunia abad pertengahan yang penuh konflik. Bagaimana caranya ia menghadapi konflik tersebut? -THE ASSASSIN

WARNING!! Fanfic ini akan penuh dengan darah, gore, ataupun bahasa kasar!

.

.

Sequence I : My New Story

.

.

Memory 2

Cargo's Investigation

.

.


"Memang harga tehnya semurah itu, Naruto?" tanya Sona ketika kami tengah berjalan melewati kerumunan orang di pasar. Aku hanya tertawa.

"Sebenarnya harga satu cangkir teh herbal paling murah adalah dua keping koin emas, namun karena dia tahu bahwa itu adalah pertama kalinya kau datang ke kedainya, maka dia memberikan diskon kepadamu," jelasku sambil terkekeh.

Sona hanya menepuk dahinya. "Terkadang sifat jahilmu aneh juga, Naruto."

"Hei, setidaknya kita bisa meminum teh herbal dengan harga murah," kataku.

Kami terus berdebat di sepanjang jalan menuju distrik Akord. Distrik Akord merupakan distrik komersial yang ada di Kota Leviatainn. Banyak sekali pasar, pub, penginapan ataupun kedai makanan dan minuman yang berjejeran di sepanjang jalan distrik ini.

Kemudian, aku dan Sona memasuki sebuah gedung yang berada di pinggir distrik itu. Gedung itu sedikit lebih tua dari yang lain. Ketika kami memasuki gedung itu, kami mendapati dua orang tengah berbincang serius. Orang pertama merupakan seorang pria bertubuh tambun yang memakai pakaian terusan yang terbuat dari denim. Pria itu sedikit botak di tengah namun memiliki rambut tipis di pinggir-pinggirnya.

Untuk orang kedua, aku tidak bisa memperkirakan secara pasti mengenai gender orang itu. Ia memakai baju bertudung yang sangat rapat, sebuah baju khas dari timur tengah yang diberi tudung kepala yang menyatu dengan pakaiannya. Tudung kepala itu sedikit mengaburkan wajah dari orang yang memakainya sehingga aku masih belum bisa memperkirakan gender orang itu.

Keduanya tampak membahas sesuatu dengan serius sehingga aku dan Sona hanya menunggu saja di dekat pintu.

Samar-samar, aku bisa mendengar pembicaraan mereka.

"Apa kau yakin bahwa itu adalah barang yang kau cari?" tanya Dervus

"Aku sangat yakin, hanya saja jika aku yang bergerak, maka aku takut bahwa pihak Ordo mencurigai kalau pergerakan mereka sudah dipantau Persaudaraan." Orang berjubah tudung itu menanggapi dengan santai.

"Sebenarnya barang apa itu? Sehingga kalian harus turun tangan untuk mengambilnya." Dervis kembali bertanya lagi.

"Aku tidak bisa menjelaskan secara detail, namun yang pasti jika benda itu digunakan oleh seseorang yang berhati jahat, maka seluruh dunia dan peradaban akan lenyap." Si orang berjubah itu kembali mengutarakan pendapatnya.

"Ehem." Aku berdeham agar mereka berdua memperhatikan aku dan Sona. Aku bisa melihat bahwa senyum sumringah telah terukir di wajahnya.

"Akhirnya kau datang juga Naruto, Nona Sona," kata Dervis.

"Hai Dervis," sapaku. "Jadi ... siapa dia?"

"Dia adalah se-" " Untuk sekarang, kau hanya perlu tahu bahwa aku adalah klienmu. Tidak kurang, tidak lebih." Perkataan Dervis dipotong oleh orang berbaju tudung itu.

"Baiklah ... baiklah ..." kataku dengan lelah. Kemudian aku menarik sebuah kursi dan duduk di atasnya. "Jadi, ada tugas apa untukku?" tanyaku.

Sona sedikit menyikutku hingga membuatku meringis kesakitan. "Hei! Untuk apa itu!?" tanyaku sambil mengelus-elus bagian yang disikut oleh Sona.

Sona mendesah pelan kemudian ia membungkuk kepada Dervis. "Aku minta maaf, Dervis."

"Tidak masalah, madame," balas Dervis dengan terkekeh, "lagi pula bukankah dia sudah sering seperti itu?"

Lagi-lagi Sona hanya bisa mendesah pelan. Dervis hanya terkekeh dan mengajak kami ke meja utama yang ada di dalam ruangan itu. Di atas meja itu, terdapat peta Kota Leviatainn yang sangat detail dari setiap distriknya.

Orang dengan pakaian bertudung itu menunjuk ke arah sebuah distrik. "Sebuah kapal kargo akan tiba di Distrik Pelabuhan Levi hari ini. Tapi aku tidak tahu apakah kapal itu membawa sesuatu yang telah kami incar sejak lama dan kapan kapal itu tiba. Aku ingin kalian pergi ke sana dan mencari informasi terkait hal itu," jelasnya.

Aku mendengus kesal. "Hadeh, ternyata hanya misi pengintaian dan investigasi. Aku kira kita mendapatkan misi infiltrasi dan pencurian," jawabku.

Sona lagi-lagi menjitak kepalaku karena telah berbuat tidak sopan. "Tapi seingatku karena adanya sebuah festival di wilayah Duke Harrington, banyak kapal dari wilayah kerajaan yang singgah ke Distrik Pelabuhan Levi untuk transit sebelum akhirnya melanjutkan perjalanan menuju wilayah Duke Harrington. Apakah kita bisa mengetahui kapal mana yang kau maksud?" tanyanya.

Sambil mengelus kepalaku, aku menunjuk sebuah gedung di Distrik Bastream, distrik yang berdekatan dengan Distrik Pelabuhan Levi. "Di distrik ini, ada sebuah bar dan penginapan yang selalu menjadi tempat singgah para penumpang atau kru kapal yang transit di kota ini. Kita bisa mencari informasi mulai dari bar itu," kataku.

Orang dengan pakaian bertudung itu lalu berkata demikian, "Kalau begitu, kalian carilah informasi di bar yang kau maksudkan itu. Setelah kalian tahu kapal mana yang membawa kargo yang aku cari, carilah informasi kapan kapal itu berangkat dan ke arah mana tujuannya."

"Memangnya kargo apa yang kau cari?" tanyaku. "Kami tidak akan bisa mencari tahu kapal mana yang kau maksud jika kami tidak tahu kargo apa yang dimuat kapal itu."

Orang dengan pakaian bertudung itu terdiam sejenak, seolah-olah tengah memikirkan sesuatu yang tidak kami ketahui. "Baiklah, kargo itu adalah sebuah peti batu dengan ukiran kuno berwarna keemasan. Isinya sendiri masih belum diketahui," balasnya.

Aku pun segera berjalan menuju pintu keluar. "Karena target sudah diketahui, maka kami bisa pergi sekarang. Sore nanti kami akan memberikan informasinya kepadamu." Setelah sampai di pintu keluar, aku menengok ke arah Dervis. "Jangan lupa dengan bayaranku, Pak Tua. Ayo Sona!!"

Setelah itu, kami berdua segera keluar dari gedung itu. Aku berjalan dengan pasti menyusuri tiap jalanan yang ada di Distrik Akord menuju ke Distrik Bastream, Sona hanya mengikuti dari belakang.

"Apakah kamu tahu tempat yang harus dituju?" tanya Sona kepadaku.

"Tentu saja." Aku tersenyum dengan penuh percaya diri. "Aku bahkan kenal dengan pemiliknya."

Aku mengulurkan tanganku ke arah Sona dan menariknya mengikutiku.


.

~Reincarnated Hitman~

.


Bastream, salah satu distrik yang terkenal dengan bidang komersialnya. Berbeda dengan Arkod yang memang dikhususkan sebagai tempat perdagangan dan pasar, Bastream lebih dikhususkan kepada penginapan dan bar sebagai tempat peristirahatan para pedagang ataupun pelaut yang membawa kargo para pedagang.

Bar dan penginapan yang aku maksud saat masih di toko milik Dervis, berada tak terlalu jauh di perbatasan antara Distrik Bastream dengan Distrik Pelabuhan Levi. Bangunannya paling berbeda dari yang lain. Jika bangunan yang lain memiliki dua hingga tiga lantai, bar dan penginapan itu hanya memiliki satu lantai saja.

Bar dan penginapan itu terlihat biasa saja di luar, bergaya arsitektur modern yang mungkin hanya aku saja yang mengenalinya. Aku dan Sona memasuki bar itu.

Bar itu dipenuhi oleh banyak orang, mulai dari pedagang, pelaut, hingga petugas administrasi yang ada di Distrik Pelabuhan Levi beristirahat di sana.

Di balik meja bar, aku bisa melihat seseorang pria memakai pakaian layaknya sommelier, memiliki rambut berwarna pirang kecokelatan, dan dua buah barang yang dikalungi di lehernya, yang satu kalung khusus milik para sommelier, dan satu lagi sebuah kamera analog berwarna magenta. Ia tengah sibuk melap meja karena baru saja pelanggan yang ada di meja bar itu pergi.

"Hei Tsukasa," panggilku sambil mendekati pria itu.

Pria itu menoleh ke arahku dan berkata, "Ah, Naruto. Duduk-duduk."

Aku dan Sona duduk di kursi dekat bar itu. Pria itu menghampiriku dan berkata, "Sudah lama sekali kau tidak datang ke mari. Apakah ada sesuatu yang bisa kubantu?"

Aku memberikan kode kepada Tsukasa untuk mendekatkan kepalanya ke arahku. Kemudian, aku membisikkan misi yang kuemban kepadanya. Pria itu mengangguk dan menunjuk ke suatu arah di mana sekelompok pria berbadan kekar dengan berbalut kain merah tengah berkumpul. "Jika yang kau maksud kapal kargo yang datang pagi tadi, maka orang-orang itu merupakan kru kapalnya. Aku dengar mereka baru saja membongkar beberapa muatan yang akan dikirim ke Kediaman Duke Harrington melalui jalur darat," balasnya.

Aku menganggukkan kepalaku dan memberikan beberapa koin emas kepada Tsukasa. "Terima kasih atas infonya, Tsukasa. Ngomong-ngomong, aku pesan segelas whiskey dengan es serta segelas sampanye untuk wanita di sebelahku," kataku.

"Segera datang." Tsukasa mengambil koin-koin emas itu dan mulai membuat pesananku.

Setelah itu, aku menarik tangan Sona dan duduk di meja dekat dengan sekumpulan awak kapal yang dimaksud oleh Tsukasa tadi. Sambil mengelus-elus tangannya yang kutarik tadi, Sona merengut.

"Apakah harus kau tarik segala?" tanyanya ketus.

"Maaf ... maaf ..." timpalku. Aku pun mencoba untuk memfokuskan pendengaranku kepada sekumpulan awak kapal itu.

Berbeda denganku yang harus menajamkan indra secara manual, Sona hanya mengucapkan sebuah mantra saja, "Ακούστε (Dengarkan)!" Kemudian di telinganya, muncul sebuah lingkaran sihir berwarna biru.

Sayup-sayup, kami bisa mendengarkan pembicaraan antara kru kapal itu.

"Aku tidak habis pikir, mengapa kita harus membongkar muatan agar barang itu bisa diantarkan lewat darat jika kita bisa pakai jalur laut?" ujar salah satu kru itu.

"Entahlah, kapten kita hanya dibayar untuk membawa barang-barang itu dan membongkarnya di sini, sementara sisanya dikirimkan lewat jalur laut. Dia bilang bahwa salah satu dari pengiriman itu hanyalah kamuflase," ujar kru yang lain.

"Memangnya benda apa sih yang kita kirim?" kata kru yang kutaksir sebagai orang paling muda.

"Sebuah artefak." Seorang kru dengan banyak bekas luka di sekujur tubuhnya menjawab singkat. "Tersimpan di dalam sebuah peti dengan banyak sekali segel sihir di atasnya."

Ketika aku dan Sona tengah asyik menguping pembicaraan mereka, Tsukasa datang dan membawa dua buah gelas kepada kami. "Ini dia, tuan dan nona, satu gelas whiskey dan satu gelas sampanye untuk anda."

"Terima kasih, Bung." Baru saja aku menjawab demikian, tiba-tiba pintu depan didobrak menampakkan sosok seorang pria paruh baya dengan pakaian ala kapten kapal berada di situ. Di saku pria itu, terukir sebuah nama yaitu 'Pierrente'. Entah apakah itu nama kapal atau bukan. "Oi Pemalas! Di sini kalian rupanya. Ayo cepat kembali ke dermaga, kita harus berlayar sekarang!" ujar pria itu.

Aku melihat kru kapal yang menjadi target kami langsung bergegas keluar dari situ. Aku pun menghabiskan gelas whiskeyku dan langsung ikut bergegas keluar, namun Sona menahanku.

"Kau mau ke mana?" tanyanya.

"Ke Distrik Pelabuhan. Kita harus mencari laporan kargo yang dimuat untuk perjalanan darat maupun laut dan melaporkannya ke klien kita," balasku.

Sona pun meminum sampanye hingga habis dan bergegas mengikutiku. Distrik Pelabuhan memang berdekatan dengan distrik Bastream. Tidak butuh waktu lama bagi kami untuk sampai ke gerbang Distrik pelabuhan.

Aku mengintip dari balik gerbang dan melihat bahwa banyak orang berlalu lalang di sana, belum lagi para penjaga yang terus berpatroli kesana-kemari sambil mengecek barang muatan yang diturunkan dari kapal.

"Sial, banyak sekali penjaganya." Aku sedikit menggerutu.

"Berapa banyak?" tanya Sona.

"Aku juga tidak tahu jelas, tapi pasti sangat banyak," jelasku.

Sona tiba-tiba berpikir di sebelahku. Kemudian, ia berkata, "Aku akan menjadi back up-mu dan melihat dari jauh tentang para penjaga. Buku laporan mereka biasanya di simpan di ruangan pemimpin penjaga pelabuhan."

Lalu, ia mengambil sebuah batu yang berbentuk agak pipih di dekat kami. Ia menorehkan sebuah goresan di batu itu sambil memantrainya, "Να επικοινωνείτε (Jadilah bisa berkomunikasi)!"

Goresan pada batu itu mengeluarkan cahaya ungu yang cukup terang. Dan kemudian, goresan itu telah berubah warna menjadi ungu muda. Lalu, Sona memberikannya kepadaku.

"Gunakan itu agar kita bisa berkomunikasi jarak jauh. Aku akan memperingatimu jika ada penjaga yang mendekat," ujarnya.

Aku mengambil batu itu dan mengangguk. Kemudian, aku mengambil kain yang kebetulan tergeletak di dekat kami, melilitnya ke kepalaku untuk menutupi identitasku dan berkata, "Doakan aku berhasil."

Sona hanya mengangguk. Aku tersenyum dari balik kain itu, kemudian masuk ke dalam lingkup distrik pelabuhan itu.


.

~Reincarnated Hitman~

.


Aku bersembunyi di balik sebuah gerobak di dekat gerbang dan mengamati sekitar. Distrik Pelabuhan tengah dipenuhi oleh banyak orang yang berlalu lalang. Ada yang membongkar muatan, ada yang mengecek keadaan kapal, dan masih banyak lagi. Bahkan para penjaga terlihat bekerja ekstra keras dengan terus berpatroli.

Seharusnya, ini menjadi kesempatan bagi siapa pun untuk menyusup ke dalam kantor penjaga pelabuhan dengan cara berbaur. Tetapi dengan kewaspadaan para penjaga menjadi maksimum, akan menjadi sulit jika mereka melakukan pemeriksaan melalui wajah.

Aku mengambil batu yang diberikan Sona. Kemudian, aku membisikkan sesuatu, "Hei Sona, kau di sana?"

"Aku bisa mendengarmu dengan jelas, Naruto. Ada apa?"

"Apakah ada penjaga di sekitarku? Aku harus bisa berbaur dengan tepat di antara kerumunan orang ini."

"Mereka ada di arah jam dua darimu, kurang lebih lima belas meter jaraknya."

Aku mengintip dari balik gerobak dan melihat ke arah yang ditunjuk oleh Sona. Memang benar, aku melihat sepasang penjaga tengah berjalan di arah jam dua. Aku pun memutari gerobak itu dan mulai membaur. "Terima kasih Sona."

Aku terus berjalan di dalam kerumunan, membaur sambil menghindari penjaga sesuai dengan petunjuk yang diberikan oleh Sona. Hingga aku bisa mencapai gedung milik para penjaga.

"Aku sudah sampai di gedung para penjaga," kataku kepada Sona melalui batu komunikasi itu.

"Bagus. Buku laporan itu berada di lantai paling atas. Terdapat masing-masing tiga penjaga yang berjaga di setiap lantai, jadi berhati-hatilah," balas Sona.

"Apakah ruangannya ada jendela yang terbuka?" tanyaku sambil melirik ke atas.

"Iya. Tapi jika kau ingin masuk lewat jendela, kau harus ekstra berhati-hati dengan menara pengawas di dekat gedung penjaga."

"Kalau begitu ... lumpuhkan menara pengawas dan menyusup melalui jendela," ujarku, "Terdengar seperti sebuah rencana yang bagus bagiku."

"Cepatlah! Aku melihat beberapa penjaga mulai mendekatimu!"

Aku pun kembali membaur di kerumunan sambil menghindari para penjaga yang berpatroli. Setelah sampai di menara pengawas, aku melihat ke sekeliling agar tidak ketahuan para penjaga dan segera memanjat tangga menara itu.

Menara pengawas itu memiliki ruangan yang cukup sempit, hanya terdapat dua orang penjaga yang tengah saling membelakangi. Dengan gerakan perlahan, aku menghampiri penjaga yang menghadap ke arah barat.

Dengan sigap, aku menutup mulut penjaga itu dan memukul tengkuknya. Penjaga itu pingsan dalam sekejap. Agar tidak ketahuan oleh rekannya, aku menidurkan penjaga yang kubuat pingsan itu dengan perlahan. Setelah itu, aku langsung melumpuhkan penjaga kedua.

"Sepertinya kau sangat ahli dalam hal ini, Naruto." Aku bisa mendengar Sona berkomentar dari batu komunikasi.

"Anggap saja ini sudah jadi pekerjaan sehari-hari di kehidupan lamaku," jawabku dengan sedikit asal.

"Kehidupan lama?"

"Sudahlah, lupakan saja." Aku melihat-lihat ke sekeliling dan mendapati seutas tali yang tersambung langsung ke arah gedung para penjaga. Aku menaiki tali itu dan meluncur langsung ke arah gedung itu.

Tali itu terhubung dengan tiang yang ada di atap gedung itu sehingga aku pun mendarat di atap. Aku mengambil kembali batu komunikasiku dan berkata, "Jendela ruangan Kapten Penjaga berada di sebelah mana?"

"Ada tepat di bawahmu."

Aku pun melirik dan menemukan sebuah jendela yang terbuka. Aku langsung menggantung di sisi atas jendela itu dan langsung masuk ke ruangan itu.

Ruangan itu terbilang cukup luas dengan ornamennya yang cukup mewah. Aku mencari ke sekeliling, mulai dari lemari, rak-rak hingga meja-meja. Semua perkamen dan buku aku baca untuk mencari informasi terkait catatan muatan hari ini.

Hingga akhirnya aku menemukan sebuah buku di suatu meja dekat jendela. Buku itu kebetulan berisi catatan terkait muatan hari ini. Aku mencari daftar nama di buku itu dan menemukan 'Pierrente' di sana.

"Aku menemukannya, Sona. Barang muatan yang dikirim lewat darat diantar oleh sekelompok karavan kuda dengan bendera berwarna kuning merah, sedangkan jalur laut sudah berangkat sekitar dua jam yang lalu."

"Karavan kuda yang kau maksud juga baru saja berangkat sekitar setengah jam yang lalu."

"Jika kita memberitahukan kepada klien kita tentang informasi ini, aku rasa mereka akan terlambat untuk bertindak karena perjalanan dari kota ini menuju kediaman Duke Harrington memakan waktu tiga hari menggunakan kuda."

"Jadi, apa pendapatmu Naruto?"

"Bagaimana kalau kita mengambil peti yang dikirim oleh karavan itu? Salah satu dari peti yang dikirim adalah pengalih, jadi jika kita mengambil peti pengalih, setidaknya itu memberikan informasi terkait peti yang menyimpannya."

Sona terdiam sejenak. "Baiklah, aku setuju dengan pendapatmu."

"Kalau begitu, temui aku di depan gerbang kota," ujarku. "Kita akan segera mengejar karavan itu."


.

To be Continue

.


Halo semuanya, kembali bersama saya FI.Antonio no Emperor. Seperti yang saya katakan di chapter sebelumnya, chapter kali ini akan menjadi konflik awal yang akan dihadapi Naruto di kehidupannya yang kedua ini. Konflik awalnya saya ambil dari referensi dari misi pertama Assassin's Creed Mirage di mana Basim diminta untuk menginvestigasi kargo yang dibawa ke Khalifah Abdullah.

Perbedaannya untuk saat ini adalah adanya dua kargo berbeda dan salah satunya adalah sebuah decoy atau kamuflase untuk mengecoh para Hidden Ones untuk mengejar salah satu.

Dan karena fanfic ini termasuk ke dalam fanfic Grand Project, maka tentu saja saya harus memasukkan Mamang Penjelajah kita di salah satu chapternya dan saya memutuskan di chapter ini.

Chapter depan akan mengenai salah satu kargo yang diincar oleh Naruto dan Sona. Apakah kargo itu benar-benar sebuah kamuflase saja? Ataukah kargo itu salah satu barang yang asli dipesan oleh Duke Harrington? Tunggu jawabannya di chapter depan.

Akhir kata, sampai jumpa di chapter selanjutnya.