"Silahkan, Yang Mulia Ratu."

Kakashi mempersilahkan tamu agungnya memasuki ruang tamu. Shizune, sang istri segera menata tatami untuk diduduki oleh ratu Kushina. Tampak sekali bahwa sang ratu agak berhati-hati dalam tindak-tanduknya, melindungi kehamilannya.

'Oh,' Kushina tiba-tiba meringis sambil mengelus-elus perutnya.

"Apakah ada yang salah?' Tanya Shizune.

"Bayi ini menendang. " jawab Kushina sambil tersenyum, "Dia semakin sehat di dalam sini."

Shizune yang duduk di samping Kakashi ikut tersenyum senang. "Anda pasti sangat bahagia.'

Kakashi melirik tajam pada Shizune. Shizune seketika mengatupkan bibirnya. Namun, kushina mengamini kata-kata Shizune.

"Ya, aku sangat bahagia. Di usiaku ini, aku akan memiliki anak lagi. Ini membahagiakan. Dan aku ingin membagi kebahagiaan ini dengan putra mahkotaku. Bagaimana kabarnya di sini? Dia bahkan tidak mau pulang padahal ayahandanya akan pulang sebentar lagi."

"Putra mahkota adalah siswa yang cerdas. Dia semakin tangkas dalam hal fisik. Dia juga cepat menganalisa masalah, bahkan mengatur strategi. Putra mahkota pasti akan menjadi raja yang hebat nantinya."

Kushina merasa lega dengan penjelasan Kakashi. "Syukurlah. Aku rasa dia betah berada di sini. Bolehkah saya menginap di sini? Saya ingin merasakan keramahan lingkungan padepokan ini.'

Kedua suami-istri itu saling memandang.

Kushina menunduk mengelus perutnya. "Aku merindukan putraku. Aku ingin meyakinkannya untuk pulang. Ayahandanya akan segera pulang. Dia harus menyambutnya di istana."

"Yang Mulia Ratu, biarlah kami yang membujuknya, anda tidak perlu..."

"Aku ibunya, hanya aku yang tahu betapa keras kepalanya dia. Hanya aku yang bisa membujuknya. Anda tidak perlu memberikan perlakuan khusus pada saya. Saya bisa tidur di mana saja. Lagipula, ini sudah sore, saya perlu menginap." Tampak sekali pandangan putus asa di mata ratu cantik itu.

"Baiklah, anda bisa bermalam di paviliun para siswi." Kata Kakashi, "Shizune, siapkan kamar untuk Yang Mulia Ratu."

Shizune mengangguk.

Ketika Shizune keluar dari ruangan itu, kakashi memgutarakan hal serius pada Kushina. "Bagaimana nasib klan Uchiha selanjutnya?"

"Genosida adalah hukuman bagi pemberontak."

"Salah satu murid saya adalah Uchiha. Dia juga teman putra mahkota. Saya akan melindungi murid saya. Saya yakin jika putra mahkota akan melindunginya juga."

"Sayangnya, keputusan bukanlah di tangan saya."

Kakashi mengangguk. Demi melihat teh yang sama sekali tidak disentuh oleh sang ratu. Kakashi mempersilahkan,"Silahkan diminum, yang Mulia. Anda pasti membutuhkannya. Bersantai saja sambil menunggu kamar anda siap."

Kushina mengangguk. Dia mengangkat gelas dan meminum teh di dalamnya. Aroma teh membuat syarafnya tenang seketika. Hingga seorang gadis datang, memberitahukan bahwa kamar untuk Kushina sudah siap.

"Oh, terima kasih, Hinata." Kata Kakashi.

"Cepat sekai? Istri anda luar biasa."

"Hinata pasti menolongnya."

Kushina menoleh pada gadis itu,"Jadi, namamu Hinata?" Pandangan matanya seketika menelisik sosok Hinata, "Kau... dari klan Hyuga?"

Hinata bersujud. "Saya hyuga Hinata dari klan Hyuga."

"Hinata adalah putri sulung dari Hiashi Hyuga. Dia salah satu siswi di sini."

"Hiashi Hyuga? Jadi, kau adalah sepupu suamiku?"

"Iya, yang mulia ratu,"Hinata bersujud lagi.

Wajah Kushina seketika sumringah. "Senang sekali bertemu denganmu. Pantas saja kau tidak hadir saat kami menikah."

Pandangan mata Hinata jadi gamang seketika.

"Neji-kun selalu menceritakan tentangmu. Aku bahkan cemburu. Dia bilang, pernikahan kami serasa kurang karena kau tidak hadir. Serasa kau tidak merestui kami."

Ingin rasanya Hinata berteriak bahwa dia juga menentang pernikahan mereka. Pernikahan yang membuat hubungannya dengan Naruto berantakan. Namun, melihat wajah cantik Kushina yang memohon sambil mengelus perut hamilnya itu, Hinata merasa tidak tega.

Kakashi menepuk tangan Hinata menyadarkannya dari konflik batin yang dialaminya. Dengan terbata, Hinata berkata,"Saya sedang ujian saat pernikahan berlamgsung. Putra mahkota bahkan tidak menghadiri pernikahan. Lagipula, itu hal konyol ketika pangeran selir kerajaan, Neji Hyuga merasa bahwa saya tidak merestuinya. Restu saya tidaklah penting. Saya bahagia jika kakak saya bahagia. Dan sepertinya memang begitu. Kalian bahagia, menantikan anak. Berapa bulan umur kehamilan anda?"

Kushina takjub dengan sopan-santun Hinata,"Hinata adalah putri yang anggun dan teratur. Jika saja bayi dalam rahim ini perempuan, saya ingin memilik anak seperti anda. Oh ya.. anda sepupu Neji. Bisa jadi.. kalian berbagi gen yang sama. Oh, masih lima bulan lagi hingga bayi ini lahir."

"Jadi, empat bulan?"

Kushina mengangguk."Hadiah dari ulang tahun pernikahan kami yang pertama."

Kushina terkekeh geli. Hinata merasa kata_kata Kushina terlalu vulgar. Warna merah menyebar di pipinya.

Kakashi berdehem. "Saya rasa, ini sudah waktunya anda menuju ke kamar anda, yang Mulia. Anda perlu istirahat. Mari, saya antar."

"Tidak perlu, Kakashi-san. Ada Hinata di sini. Aku ingin diantar Hinata. Hinata, kau tidak keberatan mengantarkan sepupu iparmu ini, kan?"

Sepupu ipar? Bahkan Neji hanyalah pria bodoh yang dia nikahi untuk aliansi. Dan ratu kushina menganggapnya sepupu ipar.

Biar bagaimana pun, Hinata mengangguk.

"Baiklah, bantu yang mulia ratu selama di sini, Hinata."

Hinata menyanggupi permintaan Kakashi.

"Baiklah, mari yang mulia ratu,"

Kushina mengulurkan tangannya. Tanda agar Hinata membantunya berdiri dari tatami. Hinata menyambut uluran tangan Kushina. Dia bisa merasakan kelembutan kulit Kushina. Dia paham sekarang. Dia paham kenapa Neji begitu tergila-gila dengan wanita ini. Kushina bahkan semakin cantik ketika dilihat dari dekat.

Kushina berdiri dengan pelan. Tampak bahwa dia berusaha menegakkan tubuhnya demi untuk mengangkat benjolan perutnya. Dengan dipapah Hinata, dia berjalan lambat sambil menikmati lingkungan padepokan.

'Udara di sini sangat segar,' komentar Kushina pada lingkungan di sekitarnya.

'Ya, di sini sangat tenang untuk belajar."

"Tak heran Naruto sangat betah. Oh ya.. apakah kau berteman baik dengan Puta mahkota-ku?"

'Ya, kami berteman baik" kata Hinata. Terlalu baik malah, katanya dalam hati.

"Apakah kau tahu siapa kekasih Naruto? Dia sudah tujuh belas tahun sekarang. Anak seusianya pasti punya pacar, bukan?'

Hinata menjawab dengan hati-hati,'Saya.. saya tidak tahu."

"Kenapa tidak Hinata saja yang jadi pacarnya?"

Hinata jadi gelagapan. Tawa Kushina mendayu. "Saya hanya bercanda. Kau adalah sepupu Naji bisa dibilang kau adalah bibi Naruto karena pernikahan kami."

Mungkin itu adalah candaan bagi Kushina, namun tak tahukah Kushina bahwa hati Hinata menjadi gundah gulana. Kekasih hatinya tak mungkin lagi bersatu dengannya. Perkataan kushina bagaikan pisau yang mengiris hati.

Sampailah dia di depan kamar yang akan ditempati Kushina. Mereka memasuki kamar dan ternyata pelayan setia Kushina sudah berada di kamar itu.

"Oh, kau sudah datang?" Kata Kushina pada pelayan.

"Neji-sama yang mengirim saya, Ratu. Beliau akan segera kemari."

"Aku sudah bilang padanya untuk tidak usah kemari. Dia terlalu kawatir." Kata Kushina sambil duduk. Dia menatap Hinata lalu menepuk tatami di sampingnya. "Duduklah di sini, Hinata. Aku masih ingin ngobrol denganmu."

Hinata pun duduk.

"Pelayan, ambilkan teh dan camilan untuk kami."

Kushina seketika menggenggam tangan Hinata."Kau mengenal putraku, bukan? Apakah menurutmu, dia akan bahagia memiliki adik? Dia belum tahu kalau aku hamil. Aku ingin mengejutkannya."

Hinata berdehem. Dia tidak tega memberitahukan yang sebenarnya. Tapi..

"Kamisama pasti sangat merestui cinta kami sehingga kami bisa memberikan adik pada Naruto." kushina bermonolog.

"Anda... anda samgat memcintai Neji? Anda tahu, bukan... Hyuga memanfaatkan itu untuk..."

"Aliansi?"

Itu adalah tindakan memalukan klannya sehinga Hinata mengangguk lemah.

"Tapi aku jatuh cinta pada sepupumu. Apakah aku salah menikmati cinta ini? Bahkan aku seorang ratu. Peraturan kerajaan melegalkan aku bersuami lebih dari satu. Sementara tahun tahun bersama suami pertamaku begitu hambar. Beliau adalah jenderal hebat tapi waktunya habis di medan perang, meninggalkanku dalam kesepian."

Kushina mendesah,"Lalu, kakakmu datang. Seorang pemuda tampan bahkan mengagumiku secara terang-terangan. Dia mendobrak kesepianku."

Kushina meraih tangan Hinata. Hinata tersenyum tulus,"Saya bisa mengerti perasaan anda, tapi.. Naruto... Dia memliki pemikiran lain karena ini menyangkut ayahnya."

"Ya, aku tahu itu,' Kushina menghela nafas. 'Aku ingin minta maaf padanya. Tapi, semua ini tidak bisa ku tahan. Aku sangat mencintai Neji."

Pelayan datang membawa makanan. Dan Neji ternyata memasuki ruangan itu juga. Kushina menjadi sumringah. "Sayang, kau sudah datang." Tangannya terlentang menyambut Neji.

Neji bahkan memberikan semyuman tulus pada Kushina. Dia duduk di samping Kushina dan seketika wanita itu tenggelam dalam pelukannya. Neji bahkan mencium bibir ratu berambut merah itu dan mereka lupa diri.

Hinata terkesiap melihat itu semua. Tidak ada sujud hormat dari harem ke ratunya. Hinata bahkan melihat bahwa itu benar-benar interaksi sepasang kekasih.

Pelayan memberikan kode pada Hinata untuk meninggalkan pasangan itu sendirian. Hinata mengikuti pelayan untuk keluar dari kamar. Pelayan menutup pintu kamar dan menoleh pada Hinata, "Mereka tidak akan memperdulikan orang lain jika sudah seperti itu."

Hinata mengerti. Dia mengangguk. Sepertinya, Hubungannya dengan Naruto akan semakin menjauh.

TBC