DADDY DADDY DO!

Disclaimer : Naruto Belongs to Masashi Kishimoto

Pairing : NaruHina

Rated : T+

Genre : Romance and Drama

Warning : OOC, typo, Age-Gape!AU, Modern!AU

Fanfiction by : Astrophile_san


Naruto menghela napas, tatapannya jatuh pada seorang gadis kecil yang duduk di sudut kamarnya. Kondisi anak itu jelas tidak baik – baik saja, pakaiannya yang basah membuat seluruh tubuh kecilnya bergetar kedinginan, bahkan jika diperhatikan ada jejak darah di dahinya.

"Kemarilah, aku tidak akan menyakiti mu." Naruto berusaha membujuknya, ia mengulurkan tangannya tapi anak itu justru semakin beringsut menjauhinya.

"Ja-jangan, hiks… Mendek-kat!" Suaranya terdengar lirih bercampur di antara tangisan dan ketakutan.

"Aku hanya ingin menolong mu. Lihat, pakaian mu basah dan dahi mu terluka." Untuk kesekian kalinya Naruto berusaha membujuk anak kecil itu. Tangan kirinya memegang handuk, pakaian dan kotak P3K secara bersamaan sedangkan tangan kanannya masih terulur ke depan.

Anak itu menggelengkan kepala sebagai jawaban, ia bahkan menggigit bibirnya, mati – matian menahan tangis.

"Nama mu Hinata kan? Aku teman kakak mu, jangan takut."

Mendengar kata 'Kakak', kesedihan gadis kecil bernama Hinata itu tiba – tiba tidak bisa dibendung. Bibirnya bergetar hebat, air matanya tumpah bahkan suara tangisannya semakin kencang dari sebelumnya.

"Hiks, Huaaa… Aku ingin pulang, Ayah, Kak Neji…Huaaa!" Melihat Hinata kembali menangis membuat pria berusia dua puluh tahun itu hanya bisa menggaruk kepalanya yang tidak gatal.

Naruto sendiri sebenarnya kebingungan, ia tidak pernah menghadapi situasi seperti ini. Setelah kedua orangtuanya pergi entah ke mana, Naruto mulai terbiasa hidup sebatang kara, jadi ketika ada seseorang yang tiba – tiba datang ke kehidupannya ia tidak tau harus memperlakukannya seperti apa terlebih orang itu masih berusia tujuh tahun.

Sebenarnya, pada saat Neji mendorong Hinata padanya Naruto bisa saja menolak, tapi kata – kata pria itu adalah kelemahan terbesar dalam hidup Naruto. Ia tau Naruto tidak akan bisa menolak jika sudah menyangkut masalah yang terjadi di antara keluarga mereka.

Dahulu Ayah dan Ibu Naruto meminjam sejumlah uang pada keluarga Hyuga, uang itu digunakan untuk mempertahankan perusahaan mereka yang hampir bangkrut, tapi karena persaingan dan saham yang terus anjlok pada akhirnya satu tahun kemudian perusahaan tidak dapat dipertahankan dan benar – benar bangkrut.

Nominal yang dipinjam bukanlah sedikit, setengah dari hutang – hutang itu baru bisa dibayar setelah seluruh harta mereka terjual. Tidak ada yang tersisa, Perhiasan, tabungan, mobil bahkan rumah tempat mereka tinggal semuanya lenyap dalam seketika. Tapi mimpi buruk yang sebenarnya baru saja dimulai.

Kala itu mereka menyadari Keluarga Hyuga tiba – tiba menaikkan bunga dari setengah hutang yang belum dibayar, bunga yang bertambah tersebut tidak ada dalam perjanjian, tapi Keluarga Hyuga beralasan bunga itu diberikan karena mereka juga ikut terkena dampak dari bangkrutnya perusahaan Keluarga Naruto.

Melihat nominal hutang yang tidak masuk akal, kedua orangtua Naruto memilih lepas tanggung jawab dan melarikan diri.

Naruto tidak tau kapan mereka pergi, pada saat itu ia baru saja pulang dari sekolah dan mendapati kedua orang tuanya sudah tidak ada di rumah. Naruto kecil kebingungan, ia menangis, berlari tak tau tujuan sambil berteriak memanggil kedua orangtuanya, tapi seberapa keras ia berteriak ayah dan ibunya tidak pernah kembali.

Di malam hari, beberapa orang berpakaian hitam tiba - tiba datang membawanya ke Kediaman Hyuga. Mereka menanyakan keberadaan kedua orangtuanya yang bahkan Naruto sendiripun tidak tau.

Kepala Keluarga Hyuga pada saat itu sangat marah, ia kemudian memerintahkan beberapa orang untuk menyiramkan seember air padanya setiap kali mendapatkan jawaban yang tidak memuaskan.

Seember air berganti menjadi tamparan, kemudian tendangan dan pukulan menggunakan tongkat rotan. Naruto hanya bisa menangis sambil menahan rasa sakit di sekujur tubuhnya.

Naruto hampir lupa apa yang terjadi setelah itu, tapi yang ia ingat seseorang dari cabang keluarga Hyuga telah menolongnya. Pria itu membantu Naruto melunasi hutang kedua orangtuanya bahkan merawatnya sampai ia berusia tujuh belas tahun.

Pria yang menyelamatkan Naruto adalah ayah dari gadis kecil di hadapannya yang juga merupakan ayah angkat dari Hyuga Neji.

Hyuga Hiashi dialah yang menjadi alasannya tidak bisa menolak permintaan Neji. Ia tidak akan pernah lupa dengan semua kebaikan yang berikan Hiashi, jika bukan karena pria itu Naruto ragu dirinya masih bisa membuka kedua matanya sampai saat ini.

Naruto hanya bisa tersenyum masam ketika mengingat semua kejadian di masa lalu, tapi biarlah sekarang ia hanya harus menjaga anak ini sampai Neji ataupun Hiashi menjemputnya pulang kemudian ia akan kembali menjalani hidupnya yang membosankan.

Perhatian Naruto kembali teralih pada Hinata yang masih menangis sesenggukan, hatinya merasa iba tapi gadis kecil itu tidak mudah untuk dibujuk. Pada akhirnya Naruto hanya bisa meletakkan semua yang ia pegang di samping Hinata, ia kemudian berdiri bermaksud meninggalkan kamar itu.

"Baiklah, aku akan pergi ke dapur untuk membuat susu hangat kemudian mengobati lukamu, tapi sebelum itu ganti pakaianmu dulu ya." Ucap Naruto sambil mengusap pelan rambut gadis kecil itu, baru kemudian ia benar – benar pergi.

Di dapur, meski samar Naruto masih bisa mendengar suara tangisan Hinata menyatu dengan suara hujan. Naruto paham bagaimana perasaan gadis kecil itu, ia pernah berada di posisi yang sama dengannya, hidupnya jungkir balik hanya dalam beberapa jam ia pasti merasa kebingungan dan ketakutan terlebih lagi Naruto merupakan orang asing bagi Hinata.

Melindungi Hinata menjadi bentuk balas budi Naruto pada Hiashi, meski begitu ia tidak mau repot – repot memaksa Hinata, ia ingin gadis kecil itu secara sadar membuka hatinya dan menyadari bahwa ada seseorang yang mau menolongnya. Akan tetapi, jika memang hatinya belum bisa mempercayai Naruto biarkan saja karena pada akhirnya Hinata akan tetap bersamanya.

Selama tidak ada Keluarga Hyuga lain yang bisa ia percayai, maka Hinata tidak akan memiliki siapapun di sampingnya, setidaknya sampai Hiashi dan Neji membawanya kembali.

Setelah beberapa menit berkutat di dapur, Naruto kembali membawa secangkir susu dan beberapa camilan tapi begitu ia tiba di kamar, ternyata gadis itu telah terlelap dengan pakaian yang sudah diganti.

"Pantas saja dia berhenti menangis." Pikir Naruto, sambil tersenyum pasrah. Ia kemudian duduk di samping Hinata setelah meletakkan susu dan camilan yang ia bawa di meja belajar.

Ia mungkin kelelahan setelah semua yang terjadi, bahkan dalam tidurnya Naruto masih bisa melihat Hinata mengerutkan kedua alisnya. Tatapan Naruto tanpa sadar jatuh pada jejak darah di dahi Hinata, perlahan – lahan menyibak surai indigo yang menutupi sebagian wajah kecil itu, bermaksud melihat luka di dahinya.

"Mungkin karena benturan tapi syukurlah bukan luka sobek." Ucap Naruto dalam hati.

Luka itulah yang menyebabkan Hinata pingsan beberapa jam yang lalu, meski tidak terlalu serius tapi luka itu sudah membengkak karena terlalu lama diguyur hujan.

Naruto membuka kotak P3K, tidak banyak yang bisa ia lalukan jadi untuk sementara ia hanya bisa membersihkan darah dan mengoleskan alkohol di luka gadis kecil itu. Begitu selesai Naruto tiba – tiba merasa malu dengan perban yang melilit di kepala Hinata. Naruto mengakui kalau ia adalah bukan pria yang pintar, bahkan melilitkan perban saja ia tidak becus.

"Sudahlah, besok aku akan membawa mu ke klinik." Setelah semua yang terjadi Naruto tiba – tiba merasa lelah dan memutuskan berbaring di samping Hinata, tak lupa ia menyelimuti tubuh mereka berdua dengan selimut. Setelah Hinata berhenti menangis suasana di kamar itu menjadi sunyi, hanya terdengar suara rintik hujan yang belum kunjung berhenti. Suara hujan itu seperti lagu pengantar tidur, Naruto beberapa kali menguap bahkan tanpa sadar mulai memejamkan matanya.

Pada akhirnya, setelah hari yang panjang dua orang di kamar itu bisa sama – sama beristirahat. Sebelum tertidur Satu orang berharap, ia bisa melalui hari esok dengan tenang sedangkan yang lainnya berharap semua yang terjadi hari ini adalah mimpi dan kemudian ketika ia bangun ia bisa melihat Ayah dan Kakaknya.

Sementara itu di saat yang bersamaan, beberapa orang berpakaian hitam mengelilingi seorang pria yang terbaring dengan penuh luka di sekujur tubuhnya. Kulitnya hampir membiru, darah segar masih terlihat mengalir di antara sudut bibir dan hidungnya, matanya setengah terbuka, tidak bisa dipastikan apakah pria itu masih hidup atau tidak.

"Pastikan dia benar – benar mati kemudian buang mayatnya dan pastikan kalian tidak meninggalkan jejak apapun." Ucap seorang wanita dari dalam mobil.

"Baik!" Orang – orang berpakaian hitam itu menjawab bersamaan, mereka kemudian membawa tubuh pria yang sekarat itu ke dalam mobil lain.

"Ibu, bagaimana dengan putri pak tua Hiashi?! Kita tidak bisa menemukannya! Pasti ada orang lain yang membantunya." Ucap seorang pria samping wanita tersebut.

Wanita itu terdiam beberapa saat, tatapannya tidak lepas dari mobil di depannya. "Tenang saja, Ibu sudah tau di mana anak itu berada. Ibu sudah memerintahkan beberapa orang untuk menangkapnya."

Mendengar hal tersebut ia tertawa senang bahkan tanpa sadar bertepuk tangan kegirangan, "Luar biasa! Hahaha…, Ibu merencanakan semuanya dengan sangat sempurna, bahkan jika suatu hari seseorang dari Keluarga Hyuga mengetahuinya, mereka tidak akan mampu melakukan apapun!"

Sudut bibir wanita itu terangkat, "Benar, setelah ini tidak ada yang berani melawan ku."

Mobil di depan mereka perlahan – lahan melaju, membuat senyuman wanita itu semakin lebar.


====TBC====

.

.

.


Terimakasih yang sudah mampir ~ semoga kalian suka~

And don't forget to always support and follow me ( ˘ ³˘)

Bye byee~