I Can't Change Your Death, But I Can Make Your Life Better
Rate T
Naruto milik Masashi Kishimoto. Author hanya meminjam karakternya dan latarnya.
Warning! Fanfiksi ini mengandung beberapa unsur kebencian, kalau tidak suka mohon tekan tombol kembali. Time Travel AU. NO PAIR (ada ShiIta sedikit, selain itu sama sekali gaada). Alur tidak jelas dan pendek, karena aku hanya ingin fanfiksi cepat (walau aku tahu alur ini bisa dikembangkan lagi). Ada kemungkinan OOC (aku usahakan tidak).
Fanfiksi ini terinspirasi dari [Ashes and Dust] by RecklessWriter di AO3.
Link fanfiksinya: /works/27864413/chapters/68223693
Oke, selamat membaca!
.
.
.
"… sangat disayangkan."
Uchiha Sasuke tidak dapat bernapas diantara rasa sakit yang memenuhi dadanya. Dia mencoba meraup napas, namun tersedak sesuatu yang hangat dan—
Oh.
Oh.
Benar, darahnya sudah memenuhi paru-parunya, naik ke tenggorokannya hingga mau tidak mau dia memuntahkan darah hangat dari mulutnya.
'Seperti inikah akhirnya?' pikir Sasuke. Bintik-bintik hitam mulai memenuhi penglihatannya dan tenaga mulai meninggalkan tubuhnya seiring dengan darahnya yang menetes membasahi tanah dibawahnya. 'Aku penasaran, apakah ini yang dirasakan nii-san saat aku membunuhnya?'
Sasuke ingin tertawa miris. 'Bodoh, tentu saja tidak. Dia dibunuh oleh orang yang dicintainya dan mati dengan senyuman bodohnya itu. Bagaimana hal ini bisa sama?'
Suara peperangan yang terjadi di sekitar mereka berangsur-angsur memudar hingga Sasuke tidak dapat mendengar apapun lagi.
Dia dapat merasakan tubuhnya yang mulai mendingin. Dapat merasakan kesadarannya yang memudar. Dia juga dapat merasakan tangan tidak kasat mata menuntunnya pergi dari tubuhnya yang sudah tidak lagi bernapas.
'Tidak… aku tidak boleh mati… nii-san…'
Sesuatu yang dingin dan lembut mengusap kepalanya, dan Sasuke tanpa sadar menutup mata.
.
.
.
Beberapa detik setelahnya, Sasuke kembali membuka mata hanya untuk melihat sekelilingnya yang penuh dengan kehancuran. Langit berwarna merah cerah, bulan dengan Eternal Tsukuyomi bersinar terang diatasnya, petir menyambar di langit tanpa awan, dan kobaran api hitam yang abadi menyala disekelilingnya.
"Apa…?"
Tiga sosok duduk diseberangnya, tampak tidak peduli dengan kehancuran disekeliling mereka. Mata mereka menatap Sasuke, dan Sasuke tidak dapat menahan rasa takut yang muncul.
"Kau sudah bangun," salah satu dari mereka berkata.
Sasuke tidak mengenali mereka. Tapi dia dapat merasakan bahwa mereka sangat kuat. Dia dapat merasakan hubungan dengan mereka. Chakranya menyanyi dengan bahagia, mengelilingi tubuhnya seperti jubah, dan kekuatan itu terus mengalir hingga berfokus di kedua matanya.
Tiba-tiba saja Sasuke mengingat apa yang pernah keluarganya lakukan saat dia masih kecil.
Dia ingat bahwa ibunya pernah berlutut di kuil Amaterasu, membakar lilin hingga habis sambil berdoa.
Shisui pernah membawanya dan Itachi ke kuil Susanoo, membakar dupa dan melelehkan besi hingga mencair.
Dan dia ingat bahwa ayahnya dan Itachi pernah membawanya ke kuil Tsukuyomi pada tengah malam, membawa buah-buahan dan memanjatkan doa dengan sharingan yang aktif.
"Amaterasu… Susanoo… dan… Tsukuyomi?"
Ketiganya tersenyum, "halo, anak yang diberkati Amaterasu."
Sasuke menelan ludah, "jadi pada akhirnya aku mati."
Semuanya akan sia-sia. Konoha belum hancur, dan nama Itachi belum dibersihkan. Dan Sasuke sekarang sudah mati karena Madara menusuknya dengan pedangnya sendiri—
"Kau belum mati, anak yang diberkati Amaterasu. Belum."
Mata gelap Amaterasu terlihat seperti memiliki api yang menari didalamnya. Dan sang dewi tersenyum lembut padanya. "Semuanya akan segera berakhir, anakku. Kalian berperang pada sisi yang kalah."
Dada Sasuke nyeri seperti ada orang yang menusuknya dengan jarum. "Jadi, Madara menang."
Tsukuyomi menggeleng. Mata putihnya terlihat bersinar ditengah-tengah kegelapan. "Ini belum selesai. Takdir dunia ini bukanlah seperti ini. Semuanya harus dihentikan sebelum bunga keabadian mekar."
Kalimat itu membuat Sasuke mengangkat alis. "Apa maksudmu?"
"Tsukuyomi tidak memberkati Madara dan Obito dengan kekuatannya. Mereka mencoba melawan kehendak takdir dan berakhir menghancurkan dunia ini!" Petir menyambar, menunjukkan kemarahan Susanoo. "Kami akan memperbaikinya dan menghentikan apa yang tidak seharusnya terjadi."
Sepasang tangan dingin tiba-tiba menangkup pipi Sasuke dengan lembut, membuat Sasuke terperanjat dan berhadapan langsung dengan Amaterasu. "Kami bisa mengirimmu kembali, Anakku. Kembali ke waktu kehancuran ini belum dimulai."
"Kami berencana mengirimmu kembali ke tubuhmu di masa lalu." Tsukuyomi memejamkan matanya dan menunduk. "Kau akan memiliki semua kemampuan dan ingatanmu sekarang, termasuk chakramu. Kau akan bisa menghentikan pertumpahan darah yang tidak perlu, anak yang diberkati Amaterasu."
Sasuke lagi-lagi menelan ludah. Perjalanan waktu adalah hal yang mustahil. Tapi jika tiga sosok didepannya ini adalah dewa, maka hal yang mustahil sekalipun bisa saja terjadi.
Tapi—"Kenapa aku? Kenapa kalian memilihku? Kenapa bukan Itachi? Atau Shisui? Atau bahkan Obito atau Madara! Kenapa aku?"
Amaterasu mengusap kedua pipi Sasuke dengan jempolnya, seperti seorang ibu yang mengusap pipi anak kesayangannya dengan penuh kasih. "Karena, anakku, hanya kau satu-satunya yang tersisa. Hanya kau Uchiha yang memiliki kemampuan kami, diberkati olehku dan juga pengikut kedua saudaraku."
Hati Sasuke dicengkram rasa sakit.
Klan Uchiha selalu besar, penuh dengan orang-orang hebat yang sangat kuat. Tapi sekarang hanya dia yang tersisa. Tidak ada siapapun lagi.
"Kau sekarat, Uchiha Sasuke. Kami tidak ingin melakukan ini, tapi kami para dewa juga bisa serakah. Kami ingin kau memperbaiki dunia ini sebelum mati." Susanoo ikut menunduk, "kau akan mati di usia 17 tahun, sebagai bayaran dari apa yang kami lakukan sekarang. Dan kami juga tidak dapat menyelamatkan pengikut kami yang tersisa."
"Jadi maksudmu, kau tidak akan mengembalikanku di waktu klanku masih hidup?"
"Tidak, anakku."
Hati Sasuke tiba-tiba dipenuhi kemarahan dan kebencian. "Kenapa kalian mengirimkanku kembali jika kalian tidak berniat menyelamatkan klan Uchiha? Mereka adalah pengikut kalian selama ratusan tahun!"
Sasuke tidak pernah takut akan kematian. Dia tahu bahwa dia bisa saja mati. Tapi dia tidak ingin mati sebelum membakar Konoha hingga ke tanah—membunuh semua yang menyebabkan penderitaan Itachi. Dia tidak ingin mati sebelum membersihkan nama kakaknya.
"Anak yang diberkati Amaterasu, yang menentang dewa adalah seorang Uchiha, sekalipun dia membalikkan badannya pada kami, dia tetap pernah memiliki berkat kami. Untuk itu, kami harus mengambil kembali berkat yang kami berikan."
"Anakku, biar aku memberitahumu sesuatu, kau mungkin tidak bisa menghentikan kematian anak yang diberkati Tsukuyomi, tapi kau bisa membuat hidupnya lebih baik sebelum kematiannya."
Sasuke ingin berteriak marah. Bagaimana bisa mereka mengorbankan seluruh klan Uchiha hanya karena kekacauan yang disebabkan Madara? Ini tidak adil! Klannya tidak bersalah!
Tapi dia mengingat ibunya. Dia mengingat ayahnya. Dia mengingat paman dan bibinya, dia mengingat kakek dan neneknya. Dia juga mengingat Shisui—yang dengan senyum hangatnya mengusak rambut Sasuke dan berbagi tatapan lembut dengan Itachi.
Dia mengingat kakaknya. Tersenyum lembut namun sedih dengan retakan yang terjadi di tubuhnya dan menyatukan dahi mereka, berjanji bahwa—"Aku akan selalu mencintaimu."
Sasuke sadar bahwa dengan berjalannya waktu, dia tidak lagi peduli dengan klannya. Yang dipedulikannya hanyalah Itachi—kakaknya yang mengutamakan keselamatannya sekalipun harus menyakitinya dan meninggalkannya seorang diri—dan cara untuk menyelamatkannya, membersihkan namanya setelah Sasuke membunuhnya dalam kebohongan yang menyakitkan.
Sasuke menahan rasa panas yang muncul di belakang matanya ketika mengingat Itachi. Dia menelan ludah beberapa kali, "setelah Obito mati dan Kabuto tidak dapat membangkitkan Madara… apakah aku akan mendapatkan kedamaian?"
Amaterasu tersenyum sedih—sama seperti Itachi saat Edo Tensei dihentikan—"aku janji, anakku."
Sasuke memejamkan mata dan membiarkan setetes air mata membasahi pipinya. "Baiklah. Kirim aku kembali, aku ingin menyelamatkan Itachi."
Sesuatu yang dingin menempel di dahinya dan walaupun menutup mata, Sasuke tahu bahwa Amaterasu sedang menatapnya. "Persiapkan dirimu, Uchiha Sasuke. Jangan kecewakan kami."
Dua tangan lain memegang bahunya, dan hal terakhir yang Sasuke dengar sebelum rasa panas membakar seluruh tubuhnya adalah—
"Hati-hati dengan Zetsu, Uchiha Sasuke."
.
.
.
Dua jam setelah tim 7 tiba di Konoha dan melapor ke Hokage tentang misi panjang di Negeri Ombak, Uchiha Sasuke tiba-tiba saja jatuh pingsan dengan suhu tubuh yang meningkat tajam di kediamannya.
.
.
.
Tbc.
