Disclaimer : Jujutsu Kaisen by Gege Akutami
A Fanfiction by Noisseggra
Pair : Gojo Satoru X Fushiguro Megumi
Genre : Drama, Supernatural, Romance
Warning : OOC (Out of Character), iya di fanfic ini sengaja OOC, nggak terlalu mirip sama Manga/Anime, demi plot.
YAOI, BL, RATED M, Semi Canon, maybe typo (s)
You have been warned !
This fic inspired from manhwa The Ordinary Lifestyle Of A Universal Guide by Kang Yoonwoo
A/N : Fanfic ini ditulis untuk kepuasan pribadi, jadi serah aing mau nulis apa :"V
..
.
Kiseki no Hiiraa
.
.
Megumi tersenyum-senyum sendiri setelah pulang dari misi. Ia sudah mandi serta berganti baju, dan kini ia tengah rebahan sambil memeluk bantal guling dan senyum-senyum mengingat kejadian tadi. Ia menyentuh lehernya, ia sudah melihat di kamar mandi tadi kalau kissmark di lehernya bertambah. Dan ia tahu ia juga sudah membuat kissmark di leher Gojo. Itu artinya…mereka sudah resmi kan? Iya kan?
Lagi, Megumi berguling-guling di tempatnya. Tapi ia lalu ingat kalau dia belum sempat melakukan heal pada Gojo tadi. Ia sweatdrop. Padahal niatnya setelah misi mau melakukan heal. Tapi kalau sudah bersama Gojo, menciumnya, Megumi jadi lupa diri. Ia bahkan sampai lupa hal yang terpenting.
Megumi meraih ponselnya. Mungkin sebaiknya ia menghubungi Gojo? Malam belum terlalu larut, ia masih bisa melakukan heal. Tapi saat menulis pesan untuk Gojo, Megumi kembali menghapusnya. Mengundang Gojo di jam segini untuk heal, rasanya seperti Megumi meminta dia ingin melanjutkan kegiatan mereka yang tertunda tadi. Megumi pun hanya bisa menaruh layar ponselnya di dahi dengan wajah yang memerah.
Ketika tengah berkutat dengan pikirannya sendiri itu, Megumi mendapat telepon dari Shoko. Ia sedikit heran saat yang terpampang di sana adalah group call. Saat Megumi menerima panggilan itu, yang pertama ia dengar adalah suara Gojo.
"...–ku tidak mau! Bisa dibilang kan ini hari liburku! Kenapa aku masih harus melaksanakan misi!"
Megumi mengerutkan dahi, Gojo terdengar sedang marah-marah.
"Tapi tidak ada yang lain yang bisa mengambil misi level ini," terdengar suara Yaga membalas. "Suguru sedang misi, Okkotsu masih di luar negeri, Tsukumo sekarang posisinya terlalu jauh dari lokasi misi ini."
"Tck! Panggil special-grade 1 kan bisa!" Gojo masih membantah.
"Sudah kubilang semua sedang dalam misi, kalau tidak semendesak ini HQ juga tidak akan mengusikmu."
"Sudahlah Satoru. Lagipula besok kan masih misi kelas D. Fushiguro-Sensei akan baik-baik saja meski tidak didampingi olehmu," Shoko menimpali.
Megumi terbelalak, sekarang ia tahu, jadi Gojo menolak pergi misi karena besok mau pergi dengannya.
"Lalu siapa yang akan mendampingi dia selama misi? Kau bilang semua jujutsushi level atas sedang sibuk semua!" lagi, Gojo mengomel.
"Itu urusan HQ. Lagipula misi Fushiguro-Sensei juga resmi dari HQ, jadi HQ pasti mencari alternatif untuk pelaksanaannya," balas Yaga.
"Aku tidak akan pergi sampai aku dengar nama jujutsushi yang akan mendampingi Megumi-Sensei!"
"Tck, ssshhh…" Yaga terdengar kewalahan menghadapi Gojo.
Megumi masih bungkam, ia takut memperparah keadaan, dan sepertinya Gojo belum sadar Megumi sudah masuk dalam group call itu.
Sebenarnya mungkin kalau Megumi ikut membujuk, Gojo akan mau mengambil misi itu. Tapi…sebenarnya Megumi sedikit ragu apa ia juga ingin Gojo pergi. Terlebih karena ia belum sempat melakukan heal. Kalaupun Gojo akan pergi misi, Megumi ingin melakukan heal terlebih dulu.
Untuk beberapa lama suasana hening, hanya terdengar bunyi static dan beberapa obrolan di belakang telefon yang suaranya terdengar jauh.
"Fushiguro Toji," ucap Yaga setelah diam sekian lama. "HQ akan mengirim Fushiguro Toji untuk mendampingi misi besok. Beliau jujutsushi kelas satu, dan juga ayah Fushiguro Megumi-Sensei. Kau bisa tenang."
"..." Megumi bungkam, soalnya ia tahu ayahnya sedang dalam misi saat ini. Mungkin HQ hanya sedang mencoba menenangkan Gojo saja.
"..." Gojo terdiam sejenak. "Sekarang dia di mana?" tanya Gojo kemudian. "Di HQ ground? Aku akan melihatnya dulu sebelum pergi."
"..." Yaga tak menjawab. "...dia masih dalam misi."
"HAH?! Terus bagaimana bisa dia mendampingi misi besok!" lagi, Gojo mengomel.
"Menurut perkiraan dia akan kembali malam ini, jadi besok bisa mendampingi."
"Perkiraan? Yang benar saja. Tahu sendiri kondisi misi tidak bisa diprediksi. Ja–..."
"Sudahlah, yang jelas HQ akan mengurus soal itu. Kau harus pergi sekarang, pesawatmu jam 11, dan asisten manager sudah menunggu di depan kompleks paviliun mu. Mengerti!" potong Yaga dan mengakhiri seluruh sambungan group call itu.
"..." Megumi hanya bisa sweatdrop menatap ponselnya yang sudah lengang kini. Menghela nafas lelah, tak berapa lama kemudian gantian Gojo mengiriminya chat.
'Sensei, etto…soal besok, maaf, aku tidak bisa menemani. Aku dapat misi mendadak dari HQ,' tulis Gojo.
Megumi tersenyum, kalau dari chat terlihat Gojo baik-baik saja, padahal sedetik lalu dia baru saja tantrum.
Megumi memikirkan sesaat untuk membalas apa, kemudian ia mengetik. 'Mendadak kah? Bisa ketemu sebentar sebelum kau pergi?' tanyanya. Megumi masih ingin mencoba melakukan heal meski sedikit.
'Gomen, tidak bisa. Kalau ketemu Sensei aku pasti kepikiran dan malah tak jadi ingin pergi misi. Haha.'
Menghela nafas lelah, Megumi pun pasrah. Ia akan lakukan heal saat Gojo kembali saja nanti. Ia beralih meraih tablet kerja nya, memantau status Gojo. Persentase nya ada di angka 76% kini. Bagi jujutsushi normal sebenarnya masih tinggi, tapi sepertinya HQ sudah terlalu terbiasa dengan angka 98% Gojo sehingga menganggap angka 70an adalah angka kecil.
'Hati-hati ya,' Megumi pun mengirimkan chat itu pada Gojo.
'Ryoukai,' balas Gojo ditambah emoticon senyum dan blushing, mau tak mau Megumi tersenyum membaca itu.
.
~OoooOoooO~
.
Keesokan paginya benar saja, Toji belum kembali. Tapi Megumi tetap berangkat, meski belum tahu ia akan ditemani siapa nanti. Saat ia menemui asisten manager yang akan mengantar, rupanya hari itu dia ditemani Ijichi, dan jujutsushi yang menemaninya adalah Nanami.
"Ohayou gozaimas," Ijichi memberi salam.
"Ohayou Gozaimas, Ijichi-san, Nanami-san," sapa Megumi. "Jadi hari ini ditemani kalian ya."
"Ya, karena Gojo-san pergi, dia jadi menyuruh orang yang dia percaya untuk mendampingi Anda," jawab Ijichi seolah santai, tapi bisa Megumi lihat sweatdrop menggantung di kepalanya.
Mereka pun berangkat dari HQ menuju lokasi misi. Megumi sambil melihat data misi yang akan dia datangi. "Hah? Gang? Misi kali ini sebuah gang?" Megumi sedikit heran dengan lokasi nya. Ya, biasanya kan di gedung, entah itu sekolah atau ruko. Dan kali ini gang. Aneh saja.
"Ya, katanya beberapa anak sekolah menghilang setelah masuk ke gang itu, padahal gang nya gang buntu," balas Ijichi.
"Souka…" Megumi sambil terus membaca. "Eh, tapi di sini ditulis anak-anak itu kembali setelah satu atau dua hari. Intinya dari kasus lenyap 47 orang, semuanya kembali meski setelah beberapa hari."
"Ya, memang. Tapi tetap saja mengkhawatirkan kan. Apalagi kalau yang hilang anak kecil. Jadi penduduk lokal menghubungi HQ. Ditambah, khawatir juga jika suatu saat ada korban yang tak kembali."
Megumi mengangguk-angguk mendengarkan itu.
Sekitar setengah jam berkendara, Megumi sampai di lokasi. Ijichi menatap tablet. "Tim jujutsushi yang bertugas sepertinya belum datang, biar kuhubungi mereka dulu."
"Baiklah," balas Megumi.
Nanami keluar dari mobil. "Aku mau cari vending machine dulu," ucapnya. Megumi ikut turun dan mengikuti Nanami. Sambil membeli minuman dari mesin, Megumi menatap ke arah gang yang mereka tuju, tampak beberapa bocah SD berkeliaran di sana. Mungkin kelas lima atau enam.
"Nanami-san, apa sebaiknya kita peringatkan mereka," tanya Megumi setelah mengambil minuman yang keluar dari mesin. Nanami menoleh sambil menyesap minumannya.
"Ya, mungkin. Yang penting jangan masuk ke site dulu," balas Nanami. Mereka pun menghampiri bocah-bocah itu.
Saat melihat Nanami dan Megumi, bocah-bocah itu tampak siaga. Dan benar saja, mereka membentangkan tangan mereka seolah menghalangi.
"Seragam itu. Kalian pasti jujutsushi ya. Jangan masuk!"
"Iya benar, pergi sana!"
Megumi dan Nanami tentunya bingung, kenapa mereka malah diusir?
Megumi berjongkok untuk menyamakan tinggi dengan bocah-bocah itu. "Apa kalian tahu? Di dalam sana ada kutukan," ucap Megumi hati-hati.
"Sudahlah, pokoknya kalian jangan ikut campur."
Bocah-bocah itu tetap tak mau mengalah dan terus mengusir, lalu gantian beberapa bocah SMU menghampiri.
"Woy ada apa ini, jangan bikin ribut di lingkungan sini," omel Mereka.
"Kalian sendiri bagaimana, bukankah ini jam sekolah. Kenapa kalian di sini," jawab Nanami tenang.
Mereka tampak bungkam dan tak mau menjawab.
"Aki-nii-san, mereka jujutsushi, mereka pasti mau membersihkan tempat ini," adu bocah-bocah itu.
"Oyy, man, sudahlah. Laporan itu cuma dibuat oleh warga sekitar karena gang ini sering dibuat tempat ngumpul anak-anak muda. Bukan karena hal lain. Kalian pulanglah," bujuk anak-anak SMU itu.
"Kau pikir sebelum menurunkan orang, HQ tidak melakukan pengamatan terlebih dahulu," ucap Megumi.
Bocah-bocah itu langsung speechless, tapi mereka tetap tak mau mengalah. Mereka terus mengusir sampai Megumi dan Nanami kewalahan karena banyaknya ocehan yang ada.
Saat tengah ribut itulah seorang cowok SMU lainnya menghampiri, penampilannya tampak sangar, ia memakai kaos punk dan kalung sok keren, seragam outer SMU nya ia ikatkan di pinggang.
"Oi kalian, pergilah, kami tak ingin ada masalah di sini," ucap orang itu tegas sambil mencengkram pundak Megumi.
"Huuh?!" balas Megumi dengan tampang sama mengerikannya.
"..." tapi Nanami menyadari sesuatu. "Fushiguro-san, ayo pergi," ajaknya sembari menepuk pundak Megumi.
"Tapi, Nanami-san…" Megumi tampak tak terima, tapi melihat Nanami melangkah menjauh, Megumi mengikuti. Bocah-bocah itupun bersorak kegirangan. Saat mereka sudah pergi ke tempat yang lumayan berjarak menjauh dari sana, barulah Megumi sadar kalau bocah SMU berandalan yang muncul terakhir tadi mengikuti mereka.
"Mau apa dia? Mau lanjut cari masalah kah?" gumam Megumi.
"Dia jujutsushi, mungkin dia yang ditugaskan untuk kasus ini," balas Nanami.
"Eh?!" Megumi shock, ia sama sekali tak menyadarinya.
Saat sudah mendekat, cowok itu membungkuk hormat. "Maaf sudah melakukan hal kurang sopan tadi, tapi itu perlu saya lakukan supaya mereka mengira aku juga orang yang mau menggunakan tempat itu," ucapnya lalu kembali menegakkan badan. Ia memakai seragam outer nya yang dipinggang, barulah Megumi bisa melihat kancing emas bermotif spiral hitam di seragamnya. Ah, pantas. Mungkin Nanami menyadari itu duluan.
"Perkenalkan, saya Kazu, jujutsushi yang bertugas untuk kasus ini," ia memperkenalkan diri. "Sebenarnya tadi saya sudah sempat melakukan penyelidikan, soalnya saat saya mau masuk ke sana, sama seperti kalian, saya dihentikan oleh anak-anak itu. Jadi saya mencoba cara lain.
Saya menghampiri anak-anak bolos yang ada di konbini sana, lalu pura-pura bergabung dengan mereka untuk mencari informasi. Rupanya kenapa mereka tak mau tempat itu dibersihkan, karena mereka memanfaatkan kutukan yang ada di sana."
"Huh? Memanfaatkan kutukan?" bingung Megumi.
Kazu mengangguk. "Ya, bisa dibilang, kutukan itu memang tidak berbahaya, dan mereka menyukainya. Saat kutanya lebih detail, mereka hanya menyeringai dan bilang 'kau coba sendiri saja, aku yakin kau suka,' begitu katanya. Makanya saya ke sana masih dalam keadaan menyamar tadi, biar dikira mau bolos ke sana juga."
"Begitu, jadi kalau mau ke sana kita juga harus melakukan hal yang sama?" ucap Megumi.
"Saya rasa begitu. Karena sejak populer, gank itu terus dijaga oleh bocah-bocah tadi secara bergantian. Kalau kita dikira tidak mau pakai tempatnya, maka akan diusir," jelas Kazu. "Sebenarnya saya tak tahu tugas kalian apa karena asisten manajer ku bilang kalian hanya akan mengawasi, jadi saya ingin tanya, apa kalian mau ikut ke gank itu atau tidak? Atau cukup mengawasi dari luar dan melihat kinerjaku saat kasus ini selesai?"
"Hmmm…" Megumi tampak berpikir. Sebenarnya ia sebaiknya ikut karena itu bagian dari misi, tapi itu artinya ia juga harus ikut menyamar. "Kurasa aku sudah terlalu tua untuk menyamar jadi anak SMU," ucap Megumi yang langsung menyesali ucapan dua detik berikutnya. Kalau ia setua itu bagaimana dengan Nanami?
"Ditambah mereka sudah mengenali wajah kami," tambah Megumi dengan keringat dingin bercucuran, mencoba mengalihkan pembicaraan.
"Dari informasi yang kudapat tadi, gank itu dijaga secara bergilir, dan pergantian jaga nya sekitar…" Kazu melihat jam di ponselnya. "...15 menit lagi. Kalau kalian mau bisa saja ikut saat penjaganya sudah ganti, supaya wajah kalian tak dikenali. Tapi kurasa kalian harus melepaskan seragam HQ kalian."
"Bagaimana Nanami-san?" Megumi meminta pendapat.
"Aku menyarankan tidak ikut. Seragam HQ dibuat khusus untuk melindungimu, Fushiguro-Sensei. Meskipun aku bersamamu, aku juga bukan bisa menjamin 100% keselamatanmu, selalu ada celah di setiap misi manapun," balas Nanami.
"Jadi intinya terserah aku kah mau ambil resiko atau tidak," ucap Megumi. Tapi tentu saja, pada akhirnya Megumi memilih ikut. Karena memang sudah tugasnya. Ia hanya berharap semua berjalan lancar.
.
Sama seperti Kazu, akhirnya Megumi dan Nanami melepas seragam HQ mereka, dan mengikatnya di pinggang supaya terlihat seperti berandalan. Mereka juga membeli masker hitam di konbini dan memakainya, untuk jaga-jaga. Setelah itu mereka pun kembali ke tempat tadi.
Benar saja, tak lama kemudian bocah-bocah itu memang bergantian jaga, berganti tim. Jadi bukan orang-orang yang mengenali muka Megumi dan Nanami tadi. Kali ini sepertinya sekumpulan bocah SMP. Mereka tampak siaga saat Kazu dan tim mendekat, sepertinya sudah teriak saja. Tapi Kazu maju dan memimpin tim.
"Api benderang di selatan dan lautan bara di tenggara. Kami datang membawa bisikan yang menggema," ucap Kazu.
Megumi hanya sweatdrop saja, tadi Kazu bilang ada password khusus untuk orang yang mau memakai gang itu, dan itu password nya? Tapi benar saja, setelah itu bocah-bocah tersebut menjawab dengan kata-kata lain yang sama absurd nya, barulah mereka mempersilahkan Kazu dan tim masuk ke gang itu.
"Astaga, bocah sekali," gumam Megumi setelah mereka melewati bocah-bocah tersebut dan berjalan menyusuri gang.
"Hahaha memang bocah," balas Kazu.
"Fushiguro-Sensei, sebaiknya kau memakai seragammu kembali," ucap Nanami.
"Ah, ya," Megumi pun menurut. Kalau terjadi apa-apa dia juga yang repot, dan merepotkan yang lain juga. Megumi tak mau itu.
Mereka terus berjalan sampai tiba di ujung gang buntu tersebut.
"Itu…" ucap Megumi saat melihat tembok di ujung gang. Ada sebuah kutukan berbentuk gurita yang menempel di sana. Tentakel nya menyebar, tapi dua tentakel yang ke bawah, membentuk seperti pintu, membentuk portal.
"Mungkin ini tempat para korban masuk dan menghilang," ucap Kazu. Ia lalu menatap Megumi dan Nanami. "Aku mau coba masuk," ucapnya, seolah mengatakan terserah kalian mau ikut atau tidak.
Megumi mengangguk dan ikut melangkah mengikuti Kazu, Nanami mengikuti di samping Megumi persis, seolah melindungi. Dengan sedikit berdebar mereka masuk ke portal itu dan…
Wush…
Hembusan angin kencang terasa begitu mereka tiba di seberang pintu. Cahaya yang terlalu terang membuat mereka menutup mata, lalu perlahan membukanya setelah mulai terbiasa. Dan…pemandangan yang mereka lihat setelah membuka mata adalah…
Pantai.
"..." keduanya mematung di tempat. "Huh…?"
Mereka menoleh ke belakang, di belakang mereka kini adalah tebing batu yang ada kutukan gurita seperti tadi, hanya saja yang ini berwarna ungu, sementara gurita di gang tadi berwarna coklat. Tempat mereka berdiri kini lumayan tersembunyi, ada beberapa tumbuhan yang menutupi, tapi masih terlihat jelas kalau di depan sana adalah pantai. Bahkan tanah di bawah kaki mereka adalah tanah pasir.
Mereka masih setengah bingung saat mendengar suara tawa beberapa orang. Saling berpandangan sejenak, mereka pun mengendap endap ke balik semak tinggi untuk mengintip. Di sana, berlarian dan bermain di pasir pantai, adalah anak-anak SMU dan bocah-bocah SD yang tadi sempat menahan dan beradu argumen dengan mereka. Bocah-bocah itu tampak baik-baik saja, terlalu baik malah. Mereka terlihat gembira.
"Jadi inikah alasan kenapa mereka melarang tempat ini dibersihkan? Mereka…pakai buat liburan," sweatdrop Kazu.
"Woy, setelah dari sini kita ke district sebelah yuk. Aku tahu tempat yang enak buat makan," obrol bocah-bocah yang ada di pantai itu.
"Boleh boleh, aku sudah bawa uang jajan ekstra nih."
"Hah? Makan? Apa itu berarti ini tempat nyata? Bukan dunia dalam kutukan atau semacamnya?" ucap Megumi.
"Ya, sepertinya begitu," balas Nanami yang tengah mengotak-atik ponselnya. Ia lalu menunjukkan layar ponsel ke Megumi dan Kazu, yang menunjukkan map lokasi mereka saat ini. Seketika Kazu dan Megumi terbelalak.
"Heeeeeeeee…?" ucap mereka tak percaya saat membaca tulisan Okinawa di sana. Ya. Mereka kini tengah berada di Okinawa. Dan seketika mereka melongo. Saat masih dalam keadaan shock, mereka mendengar kembali ucapan bocah-bocah itu.
"Hey, bagaimana kalau kita ke tempat yang dikunjungi Kiba dan geng nya kemarin?"
"Hish, jangan, itu jauh. Mereka saja sampai menginap tiga hari kan. Nanti kita dicari dan dianggap hilang. Tau sendiri sekarang jujutsushi sudah mengintai tempat ini, sebaiknya kita jangan terlalu menarik perhatian sekarang-sekarang ini."
Seketika Megumi dan Kazu menatap mati mendengar ocehan mereka. Jadi selama ini…semua korban menghilang bukan hilang, tapi liburan.
"Sudahlah, segera basmi saja kutukannya," ucap Kazu lelah.
"Tunggu, kalau dibasmi sekarang, mereka harus pulang secara manual, sebaiknya suruh mereka pulang dulu baru basmi kutukannya," ucap Megumi.
"Iya juga. Dan…" Kazu menatap ke arah pintu. "Kalau melihat posisinya, apa kita harus membasmi dua kutukan ini sekaligus? Soalnya kalau dibasmi satu arah, takutnya yang di sisi sebelahnya membuat portal ke area lain lagi, menciptakan duplikat baru."
Nanami mengangguk. "Ya, bisa jadi. Typical kutukan lemah memang semacam itu," balas Nanami.
"Kalau begitu, berarti orang yang membasmi kutukan di sebelah sini…akan terjebak di Okinawa, dan harus kembali secara manual."
"..." mereka seketika diam.
"Apa…aku bisa minta tolong," Kazu hanya bisa lemas mengatakannya. "Soalnya…meskipun aku ingin liburan di Okinawa, tapi aku bisa pergi misi pagi karena aku sekolah siang. Bisa dimarahi habis-habisan kalau aku bolos."
Megumi sama-sama sweatdrop nya. Itu artinya dia dan Nanami yang harus stuck di Okinawa. Ia pun menatap Nanami. "Apa…kau tak keberatan?"
"Terserah saja. Aku hanya menjalankan tugas untuk mengawalmu," jawab Nanami.
"Kalau begitu baiklah," balas Megumi.
"Arigatou gozaimas," Kazu menangkupkan kedua tangannya seolah merasa bersalah.
"Baiklah, sekarang bawa bocah-bocah itu kembali dulu," ucap Megumi. "Harus memaksa kalau mereka sampai melawan seperti tadi."
"Sepertinya bakal sedikit ramai, aku akan hubungi Ijichi dulu untuk memanggil para Madou. Tapi kalian coba dulu berbicara pada mereka," ucap Nanami.
Keduanya mengangguk, lalu mereka pun berjalan menuju arah bocah-bocah itu.
"Woy," ucap Kazu mencoba terlihat seram. Ia sudah memakai kembali seragam jujutsushi nya.
"Hah?"
"Wh-...bagaimana bisa mereka di sini?"
"Yang jaga pintu siapa sih sekarang?"
Bocah-bocah itu terlihat panik. "Kami mau basmi kutukannya, kalian cepat kembali," ucap Kazu galak sambil melipat tangan di depan dada.
Bocah-bocah itu langsung ribut dan melayangkan protes. Kataya tak mau lah, bilang kutukannya tak berbahaya lah, segala macam.
"DIAM. Pokoknya akan kami basmi. Perintah HQ," bentak Kazu. "Kalian kembali cepat!"
"Keh, kalau kami tidak mau bagaimana?" seringai salah satu bocah SMU itu. "Kalau kami kabur dari sini, kalian terpaksa tak bisa membasmi kutukannya kan."
Kata-kata itu membuat yang lain tersenyum dan menyeringai juga.
"Kuh…" Kazu sedikit gentar.
"Ayo, siap-siap kabur saja," sahut yang lain.
Giliran Megumi yang maju. "Kabur saja. Kami akan tetap basmi kutukannya. Jadi kalian akan terjebak di Okinawa. Asal kalian bawa uang untuk membeli tiket pesawat tak masalah kok, sana. Pergi," ancam Megumi.
"Kh…" bocah-bocah itu gantian ciut. "Ka-kami akan lapor ke HQ kalian!" ancam balik mereka.
"Lapor saja," balas Megumi santai. "Kami sudah menjalankan tugas sesuai SOP. Kalian tidak menurut itu sudah diluar tanggungjawab kami. HQ juga tak akan melakukan reimburse atau membayarkan tiket untuk kalian pulang. Oh, atau kami bahkan bisa laporkan ini ke orang tua dan sekolah kalian, kurasa setidaknya bisa menurunkan surat peringatan di catatan sekolah kalian. Ganbatte buat cari kerja atau masuk kuliah dengan catatan kasus ini."
"..." bocah-bocah itupun bungkam, dan akhirnya dengan muka kesal, mereka memberesi barang-barang mereka dan pergi menuju portal. Saat mereka sampai di depan portal, Nanami sudah bersama dua orang Madou.
"Oh, mereka sudah kembali," ucap salah satu Madou.
Mereka pun melewati portal itu lagi, dan pemandangan di luar sudah ngeri. Di ujung gang sana terdengar ribut sekali ocehan bocah-bocah, ada beberapa Madou yang menahan mereka. Ijichi ada di dekat portal kutukan yang ada di gang untuk menanti.
"Uwaah, ributnya," komentar Kazu. Dua madou yang ikut masuk ke pintu okinawa tadi menggiring pergi bocah-bocah yang dari pantai, sementara Megumi dan Nanami serta Kazu tetap berada di dekat portal bersama Ijichi.
"Fushiguro-Sensei sebaiknya segera keluar dari sini, kami akan pasang kekkai supaya anak-anak itu tidak masuk selama pembersihan," ucap Ijichi.
"Ah, sebenarnya itu…" Megumi lalu menjelaskan soal mereka yang harus membasmi kutukannya dari dua sisi.
"Hee? Jadi kalian akan berada di Okinawa?" ucap Ijichi terkejut.
"Begitulah."
Ijichi menghela nafas lelah. "Baiklah. Saya ikut. Gojo-san akan rewel kalau saya sampai kehilangan Anda," ucapnya lemas.
Megumi hanya tertawa kecil mendengar itu.
"Kalau begitu kita samakan timing untuk membasminya," ucap Kazu. "Saat ini jam 10.13, kalau begitu kita basmi di jam 10.15, bagaimana?"
Megumi mengangguk. "Baiklah, kalau begitu sampai nanti," ucapnya. Ia pun kembali memasuki portal bersama Nanami dan Ijichi.
"Woaahh…" Ijichi juga terkejut begitu berada di sisi seberang dan melihat pantai.
"Inilah alasan kenapa bocah-bocah itu tak mau kutukannya dibasmi," jelas Megumi sekedar memberitahu Ijichi, ia lalu meraih senjatanya dari sabuk kaki. Menekan tombol untuk mengubah ke mode pedang.
"Nanami-san," Megumi menoleh sebelum menghampiri kutukan itu. "Kalau ternyata tidak lenyap saat kutebas, tolong bantu ya."
"Baiklah," ucap Nanami.
Lalu Megumi pun mendekat ke arah kutukan itu sambil melihat waktu di ponsel. Sebenarnya ia bisa saja menyuruh Nanami yang membasmi, tapi ia juga ingin melakukan ini. Biar semakin terbiasa menggunakan senjatanya. Lagipula tugas Nanami seharusnya hanya mengawal dirinya, bukan ikut partisipasi dalam misi.
"Baiklah, 10…" Megumi menyakukan ponsel saat tinggal 10 detik lagi. Ia menghitung mundur secara manual. "...3…2…1."
Slaasshh…!
Megumi pun membelah kutukan gurita itu di bagian tengah secara vertikal, lalu horizontal untuk jaga-jaga. Ia berdebar, tapi saat melihat kutukan itu mulai menguap seperti abu yang runtuh, Megumi merasa lega. Sepertinya memang kutukan itu lemah.
Megumi menghela nafas lega, meski jantungnya masih sedikit berdebar. "Ini sudah selesai kan?" ia menoleh ke arah Nanami.
"Ya, aku sudah tidak bisa merasakan energy kutukan apapun," balas Nanami.
"Tapi untuk memastikan, sebaiknya kita kontak dengan Madou yang ada di sana," ucap Ijichi lalu menghubungi rekan mereka yang ada di sisi seberang. Tak berapa lama Ijichi mendapatkan jawaban dari mereka. "Ya, sepertinya yang di sana juga sudah beres," jelasnya.
"Jadi sekarang…" mereka menoleh ke arah pantai, lalu saling tatap. Ya, waktunya libu–...istirahat sejenak dari pekerjaan.
Mereka pun menuju pantai, tapi menuju tempat yang lebih banyak pengunjung karena disitu terlalu sepi sehingga tak ada fasilitas sama sekali. Tapi beruntungnya mereka karena itu masih hari kerja, meski ada pengunjung tetapi tak terlalu ramai. Entah terlalu bersemangat atau terlalu menikmati istirahat mereka, mereka menyempatkan diri membeli baju santai di toko dekat pantai, lalu kini menyeruput es kelapa muda di bawah payung pantai besar. Payung pantai yang menaungi meja serta kursi melingkar di bawahnya, mereka duduk di sana menikmati kelapa muda masing-masing.
Tak terlalu banyak obrolan di antara mereka. Mereka hanya menatap ke arah laut sambil menikmati hembusan angin pantai yang lumayan kencang.
Tek…tek…tek…
Tapi sesekali Megumi melihat Ijichi sibuk dengan ponselnya.
"Kau sibuk Ijichi-san? Ada pekerjaan?" tanya Megumi.
"Ah," Ijichi mendongak dari ponselnya untuk menatap Megumi. "Sebenarnya…" Ijichi sweatdrop.
"Hah? Laporan rutin untuk Gojo-san?" Megumi terkejut saat mendengar penjelasan Ijichi.
Ijichi mengangguk sambil menangis bombay, menunjukkan layar ponselnya.
"Uwaah, sudah seperti log book saja," komentar Megumi melihat layar ponsel Ijichi. Isi chatnya kurang lebih begini :
'Berangkat dari HQ.'
'Sampai di lokasi misi di alamat xxx xx xx.'
'Membeli minum dengan Nanami-san.'
'Dihampiri anak-anak SD.'
'Dihampiri anak-anak SMU.'
'Sempat bertengkar tapi mereka mundur.'
'Pergi bersama jujutsushi yang bertugas.'
Begitu terus sampai kegiatan mereka saat ini yaitu di pantai Okinawa sambil meminum es kelapa.
"Benar-benar harus sedetail ini?" sweatdrop Megumi.
"Dia akan mengunyah saya kalau sampai satu kegiatan saja ter skip, makanya saya juga ikut ke Okinawa," Ijichi masih berderai air mata bombay.
Megumi masih memperhatikan chat-chat itu, chat sebanyak itu tapi sepertinya Gojo belum membukanya satupun. Mungkin ia betulan sibuk misi saat ini.
Nanami sempat memperhatikan Megumi yang terdiam akan tingkah Gojo itu. "Kalau kelakuannya terlalu mengganggumu, sebaiknya katakan padanya dengan tegas. Dia memang seperti itu sejak dulu, tidak tahu yang namanya personal space, seperti bocah lima tahun."
"He?" Megumi berhenti untuk menatap Nanami, menyerahkan kembali ponsel Ijichi. "Sejak dulu? Nanami-sah juga sudah kenal dia sejak lama kah? Kalau Ijichi-san aku sudah tahu dia kouhai Gojo-san."
"Gojo-san adalah senpai kami," terang Ijichi.
"Oh, begitu," sebenarnya Megumi lumayan shock. Untung saja bisa mengendalikan diri. Ia pikir setidaknya Nanami yang di atas Gojo usianya. Tapi mengingat Ijichi juga kouhai Gojo, Megumi jadi merasa pantas saja kalau Nanami ternyata juga kouhai, bukan senpai. Meski wajah mereka seperti lebih senpai dari Gojo.
"Benar. Nanami-san satu tahun di bawah Gojo-san, saya dua tahun di bawahnya."
Megumi speechless dengan sweatdrop bercucuran. Ia pikir setidaknya Ijichi lah yang setahun di bawah Gojo, dan Nanami dua tahun. Kenapa rasanya terbalik begini.
"Oh, begitu. Pantas dia menyuruh kalian yang menemaniku, katanya dia butuh orang yang dipercaya ya," Megumi mencoba bersikap sebiasa mungkin.
"Iya, begitulah," sweatdrop Ijichi, kembali menangis bombay.
"Jadi…dari dulu dia sudah begini?" Megumi kembali bertanya, kali ini lalu menyeruput kembali es kelapa muda di tangan.
"Ya, selalu seenaknya. Dia seperti anak manja yang kemauannya harus dituruti. Tapi karena kemampuannya juga di atas rata-rata makanya tak ada yang berani menghentikannya. Sangat menjengkelkan!" ucap Nanami penuh penekanan.
"Haha, iya. Sepertinya hal itu sampai sekarang belum terlalu berubah ya," ucap Ijichi. "Mungkin yang paling berubah adalah sifatnya."
"Eh? Dulu dia tak begini?" Megumi jadi ingin mengorek lebih jauh. Ia sudah dengar dari Yuuji sih, dan Yuuji juga dari Geto, kali ini Megumi ingin dengar langsung juga dari orang yang dulu pernah satu sekolah dengan Gojo.
"Dulu dia orangnya ceria, kurang lebih seperti Geto-san, malah lebih parah. Sering melakukan prank, sering sekali menjahili adik-adik kelas juga. Soalnya dulu satu kelas masih hanya dua tiga orang saja, dan di kelas dia hanya ada Geto-san dan Ieiri-san, jadi target kejahilannya adalah adik-adik kelas," jelas Ijichi.
"Serius?" Megumi nyaris tertawa. "Kalau melihat Gojo-san yang sekarang aku merasa hal itu mustahil. Aku tak bisa membayangkannya, haha."
"Memang sih. Ah, kurasa aku masih punya beberapa foto dan video saat kami SMU. Mau lihat?"
Mata Megumi membola. "Mau mau," ucapnya bersemangat.
"Tunggu sebentar, kucari dulu. Di mana ya…" Ijichi mengotak atik sebentar ponselnya. "Ah, ini dia," ia menggeser ponselnya ke meja depan Megumi.
Dengan berdebar Megumi melihat foto-foto tersebut. Gojo terlihat masih bocah sekali di sana. Memakai seragam sekolah berwarna hitam, juga mengenakan kacamata bulat belas warna gelap. Senyumannya…lebar sekali, seperti tertawa lepas. Wajah yang tak pernah Megumi lihat, bahkan membayangkan pun tak bisa.
Jemari Megumi menggeser foto-foto itu, melihat satu per satu foto. Hampir di semua foto nya Gojo tertawa. Ada juga video, seperti saat Nanami baru masuk SMU, dia yang menjahili Nanami memakaikan topi kerucut dan selempang selamat datang. Juga dia yang dikejar seorang cewek yang tampak kesal sekali, pasti habis dijahili entah apa. Ada juga foto saat ia main basket dengan Geto, tampak ceria sekali, juga foto saat keduanya kena hajar oleh Yaga, yang mungkin saat itu kepala lembaga atau semacamnya Megumi tak tahu.
Benar-benar…berbeda dengan Gojo yang sekarang. Kini Megumi paham ucapan Yuuji waktu itu, di mana Yuuji bilang Geto ingin Gojo kembali seperti dulu. Seperti masa itu. Karena memang perbedaannya jauh sekali. Kini bahkan senyuman pun hampir tak pernah terlihat di wajah Gojo, apalagi tawa lepas seperti di foto.
Sepertinya seberat itulah beban Gojo selama tak ada healer yang bisa menanganinya. Ia menanggung semua itu sendirian selama bertahun-tahun. Karena bahkan memiliki orang-orang terdekat pun, tak ada yang bisa membantunya.
Dada Megumi serasa diremas. Ia ingin mengembalikan senyuman itu. Ia harus berusaha keras demi itu. Mungkin nanti suatu saat Gojo bisa kembali menjadi dirinya yang dulu.
Bzzzttt…
Lamunan Megumi buyar saat ponsel di tangannya bergetar, ada sebuah panggilan masuk. "Ijichi-san, ada tele–..." Megumi berniat memberikan kembali ponsel itu pada Ijichi, tanpa sengaja ia sempat melihat siapa penelfonnya. Gojo.
Ijichi sempat menatap Megumi sesaat sebelum meraih panggilan itu, menempelkan ponselnya di telinga.
"Moshi-moshi…" jeda. "Hai…okinawa desu…"
Ijichi mendengarkan lalu membalas dengan beberapa patah kata.
"EEEHHH?" Ijichi tampak shock. "De-demo…" Ia kembali mendengarkan, lalu menghela nafas lelah. "Baiklah, akan coba saya sampaikan. Nanti saya hubungi kembali," tambah Ijichi. Setelah itu ia mematikan telefon.
"Ada apa?" tanya Megumi.
"..." tak langsung menjawab, Ijichi menatap Megumi dalam diam selama beberapa saat. "Gojo-san bilang mau menyusul kesini. Dan meminta kita–...maksud saya Anda khususnya, untuk menunggu sampai dia selesai misi dan datang ke sini."
"...eh?" Megumi ikutan sweatdrop. "Memangnya dia sedang ada di mana?"
Ijichi menyebutkan daerah tempat Gojo misi, Megumi menge cek nya di google map.
"Tapi bukannya ini lumayan jauh ya," ucap Megumi.
"Gojo-san bilang hanya satu jam naik pesawat."
"Ya satu jam pesawat kan memang jauh," ucap Megumi tak percaya.
"Ya tapi Gojo-san sudah bilang begitu. Tahu sendiri tidak akan ada yang bisa menghentikannya meski bilang tidak."
Untuk beberapa saat mereka bungkam. Megumi lalu ganti mengecek penerbangan dari Okinawa ke Tokyo. Penerbangan terakhir ada di jam 8 malam. Masih ada banyak waktu sih, tapi Megumi tak enak pada Nanami dan Ijichi.
"Maa, ii deshou. Masih ada banyak waktu juga," jawab Nanami santai. "Kalau kita pulang duluan buntutnya akan lebih panjang lagi berurusan dengan orang itu."
"Nanami-san," ucap Ijichi lega.
Megumi masih diam, mereka harus apa sampai Gojo datang? Hanya liburan saja?
"Ano, Ijichi-san. Apa di Okinawa tidak ada misi yang bisa kita ikuti. Kau tahu, sekalian menjalankan misi ku dari HQ," tanya Megumi.
"Ada sih, tapi kalau di luar Tokyo kebanyakan misi level tinggi. Tapi coba saya cek lebih dahulu," Ijichi membuka tab kerja nya. Untuk beberapa waktu dia mencari, tampaknya sulit sekali. "Ah, ada, tapi letaknya agak jauh dari sini," ucapnya setelah mencari beberapa saat.
"Di mana?" Megumi ikutan melongok ke tab Ijichi.
"Dari sini naik kapal kecil ke pulau tersebut, sekitar satu jam perjalanan."
Megumi ganti menatap Nanami. "Tak apa kah?"
"Ya, tak masalah. Sudah kubilang tugasku hari ini hanya mengawal. Misi nya terserah kau saja."
"Baiklah kalau begitu. Ayo kita pergi. Kita bisa makan siang di perjalanan saja atau kalau sudah tiba di sana."
Setelah itu mereka pun berganti pakaian kembali ke pakaian resmi mereka, lalu pergi naik ke kapal yang menuju pulau tersebut. Mereka menemui jujutsushi yang akan bertugas nanti begitu tiba di pulau tersebut. Rupanya beliau seorang pria usia 50 tahunan, dan ia bahkan tak memakai seragam jujutsushi.
"Aku mendaftar menjadi jujutsushi hanya karena disuruh oleh anak-anak muda di sini, haha," obrol ringan pria yang mengaku bernama Hatake itu sambil menuju lokasi misi. "Sejak sebelum jujutsushi populer seperti sekarang, aku sudah terbiasa membasmi kutukan-kutukan kecil di rumah warga, soalnya sering membuat anak bayi mereka demam atau menangis. Kulakukan hanya untuk membantu tetangga, kadang diberi sayuran dari kebun mereka atau semacam itu. Ya saling membantu antar warga saja," jelasnya.
"Tapi semenjak jujutsushi populer, anak-anak muda menyuruhku mendaftar. Katanya biar dapat uang juga dari pusat. Aku cuma ikut saja apa kata mereka. Bahkan yang mendaftarkan aku juga cucuku, hahaha."
Mereka menuju sebuah pasar ikan yang sudah terbengkalai. Terlihat kutukan mirip ikan melayang di dalam salah satu gedung yang jendelanya sudah rusak.
"Itu kah?" tanya Megumi.
"Ya, katanya beberapa anak melihat kutukan itu dan ketakutan, jadi warga minta dibersihkan," jelas Hatake. Dia berjalan santai menuju kutukan itu diikuti Megumi, Nanami berhenti, mengawasi dari luar area untuk jaga-jaga.
Saat masuk ke ruangan, Megumi tak merasakan tekanan apapun, kutukan itu juga tampak tenang. Kutukan tersebut mirip campuran antara ikan dan belut listrik, ukurannya lumayan besar, ia tampak seolah berenang santai di air, hanya saja dia berenang santai di udara. Melihat tubuhnya yang bergerak dengan elegan, entah kenapa Megumi jadi ingin menyentuhnya. Lagipula tak apa kan menyentuh? Gojo pernah menangkapkan kutukan untuk ia pegang. Tak ada masalah dengan itu.
Tangan Megumi pun terulur, menyentuh tubuh kutukan tersebut.
"Jangan dipeg–..." teriak Hatake tapi terlambat.
"Eh?" Megumi sudah menyentuh kutukan itu.
Seketika kutukan itu mengeluarkan suara bising dan membelokkan bagian kepalanya ke arah Megumi, mirip ular yang kena injak ekornya. Spontan Megumi menyilangkan kedua tangan di depan muka dalam posisi defensif, kutukan itu membuka mulutnya lebar, lalu menutup mulutnya yang bergerigi tajam untuk mengunyah tangan Megumi. Megumi merasakan sakit dan panas di punggung tangannya, tapi untunglah bagian pergelangan tangannya terlindung pakaian khusus dari HQ sehingga ia tak mendapat luka di sana.
Detik berikutnya kutukan itu sudah ditarik menjauh oleh Hatake.
"Fushiguro-Sensei!" Nanami juga langsung mendekat. Ia mendekap tubuh Megumi dan menariknya mundur saat kutukan itu masih berusaha mencaplok Megumi meski ekornya sudah dipegang Hatake.
"Ssshhh…" Megumi mendesis perih melihat tangannya yang kini terluka. Seberkas asap hitam juga mengepul dari sana.
"Maaf, aku yang salah," ucap Megumi. Ia sempat melihat saat Hatake membasmi kutukan tersebut, tapi ia terlalu fokus pada rasa panas dan perih di tangannya.
"Uwaah waa waa waa," Ijichi juga jadi panik sendiri. "Healer, kita harus hubungi healer fisik," ia kelabakan.
Hatake juga mendekat untuk melihat kondisi Megumi. "Akh, benar juga harus segera ditangani," ia berganti menatap Nanami dan Ijichi. "Kalian tak ada yang bisa reverse technique?" Keduanya menggeleng. "Cucuku bisa meski bukan healer profesional, mungkin bisa sebagai pertolongan pertama. Nanti bisa ditangani lebih lanjut."
Mereka pun setuju dan mengikuti Hatake menuju kediamannya.
"Ah, kakek, kakek sudah pu–...," seorang wanita yang mungkin beberapa tahun lebih tua dari Megumi menyambut, tapi lalu terpaku saat melihat siapa saja yang datang bersama kakeknya.
"Na-na-na-Nanami-san? Betulan Nanami-san?" wajahnya memerah total.
"Oh, kau tau jujutsushi ini? Haha, sudah, minta foto nya nanti saja," ucap Hatake lalu menjelaskan apa yang terjadi. Mereka pun dibawa ke sebuah gazebo di samping rumah yang posisinya lumayan tinggi, pemandangan gazebo menghadap ke arah laut, indah sekali. Ditambah dinding gazebo yang hanya setinggi setengah badan orang dewasa, membuat mereka bisa merasakan hembusan angin laut yang lumayan kencang. Mereka duduk di kursi yang melingkar sepanjang dinding gazebo.
Gazebo itu cukup besar. Megumi duduk di salah satu sisi gazebo untuk diobati oleh cucu Hatake yang mengaku bernama Mia itu, sementara Nanami dan Ijichi di sisi lainnya tampak mengobrol sendiri, sementara Hatake menghilang ke dalam rumahnya.
"Mia-san, kau bisa reverse technique, tidak bergabung dengan lembaga jujutsushi?" tanya Megumi sambil lukanya diobati.
"Untuk sekarang belum. Aku hanya tinggal berdua dengan kakekku, jadi belum tega meninggalkan beliau sendirian saja. Mungkin suatu saat nanti," ucap Mia dengan senyum ramah.
Selama mengobati, Megumi sempat melihat Mia yang curi-curi pandang ke arah Nanami. Megumi tersenyum melihat itu.
"Kau ngefans padanya?" goda Megumi setengah berbisik.
Wajah Mia kembali memerah. "Aku sering melihatnya di iklan dan di majalah, tentu saja aku ngefans," ucap Mia sama-sama berbisik.
"Coba saja minta foto atau tandatangan."
"Apa tidak apa-apa? Apa tidak akan mengganggu?"
"Kurasa tak apa. Meski terlihat dingin sebenarnya dia ramah loh."
Mia pun tersenyum senang dan mengangguk. "Nanti aku coba minta deh," ucapnya senang.
Tak berapa lama heal mereka pun selesai. Megumi mencoba menggerakkan tangannya. Luka nya memang sudah menutup sempurna, tapi entah mengapa ia masih merasakan sedikit panas di sana. Mungkin hanya after effect saja, pikir Megumi.
"Bagaimana? Apa masih ada yang luka?" tanya Mia.
"Uhm, tidak ada," balas Megumi setengah berbohong.
"Syukurlah kalau begitu," balas Mia lalu kembali melirik malu-malu ke arah Nanami.
Megumi tersenyum. Ia pun lalu memanggil Ijichi. "Ijichi-san, kemarilah," ucapnya.
Mia menatap Megumi dengan tatapan senang.
"Sana, beranikan dirimu," bisik Megumi pada Mia. Mia pun mengangguk dan pergi dari tempatnya sementara Ijichi mendekat ke arah Megumi.
"Ada apa, Fushiguro-Sensei?" tanya Ijichi.
Megumi sweatdrop, sebenarnya ia belum punya alasan kenapa memanggil Ijichi. Masa iya harus jujur hanya supaya Ijichi memberikan ruang untuk Mia mendekati Nanami. Di balik tubuh Ijichi Megumi bisa melihat kalau Nanami mengangguk dan Mia pun dengan gembira mengambil selfie dengan Nanami. Melihat itu…Megumi jadi teringat sesuatu.
"Ano…" ucap Megumi dan kembali menatap Ijichi. "Foto…apa boleh, minta foto…yang tadi kau perlihatkan padaku…?"
"..." untuk sejenak Ijichi terdiam lalu terbelalak singkat. Ia kemudian tertawa kecil sambil duduk di samping Megumi, mengeluarkan ponselnya.
"Apa ada yang lucu…?" ujar Megumi sedikit tersipu.
"Tidak. Aku hanya senang…sepertinya, Fushiguro-Sensei juga menyukai Gojo-san ya," ucap Ijichi sambil memainkan ponselnya.
"H-hah…i-itu…" angin laut yang sejuk tak mampu mendinginkan wajah Megumi yang memanas.
"Tak perlu malu begitu, aku justru senang kalau Sensei menyukainya," ujar Ijichi. "Sebagai kouhai, aku tahu benar kalau banyak sekali yang tak suka pada Gojo-san. Bahkan sejak dulu saat di SMU, di mana kepribadiannya masih ceria. Banyak yang jengkel padanya dan tak suka dengan sikap kekanakannya itu. Apalagi setelah dewasa di mana dia tak menemukan healer yang cocok, membuat sifat buruknya bertambah saja. Aku…sering sekali mendengar bisik-bisik dan keluhan, baik dari para healer maupun jujutsushi, bahkan rekanku sesama manajer," Ijichi sedikit tertunduk dengan tatapan sayu. Ia terdiam sesaat sebelum melanjutkan ucapannya.
"Aku tak bisa membayangkan bagaimana jika setelah ia menemukan healer yang bisa menanganinya, tapi healer tersebut juga sama seperti mereka," Ijichi menatap Megumi sambil menyerahkan ponselnya. "Jadi…aku benar-benar bersyukur, kalau Sensei justru menyukai Gojo-san."
"..." wajah Megumi masih sedikit panas, tapi kini dadanya juga terasa hangat. "Arigatou…" lirih Megumi sembari meraih ponsel Ijichi.
Megumi pun mulai menyeleksi foto dari ponsel Ijichi, bahkan video juga. Ia kirimkan semuanya ke ponsel Megumi. Melihat senyuman Gojo di foto-foto itu ia jadi kepikiran juga ucapan Ijichi tadi. Megumi sendiri sudah pernah mendengarkan beberapa kali bagaimana orang-orang itu berbicara mengenai Gojo. Tidak hanya membenci, tapi juga berharap ia ditelan energy kutukan nya sendiri dibanding berserk.
Bagaimana kalau…saat Gojo menemukan Megumi, Megumi juga bersikap hal yang sama. Bagaimana kalau Megumi mengikuti kata Toji, menuntut ke atasan karena itu di luar ekspertise nya. Bagaimana kalau dia seperti Ado-Sensei, yang ikutan kesal dan marah saat tahu energy Megumi habis terkuras setelah heal dengan Gojo, bahkan bisa dikatakan membuat Megumi nyaris koma. Bagaimana…kalau Megumi tak menerima Gojo kembali untuk heal kedua…
Dada Megumi terasa sesak hanya karena membayangkan skenario yang tak terjadi. Ah, mungkinkan karena alasan itu juga Gojo selalu mencoba bersikap baik padanya? Bahkan di pertemuan kedua, yang notabene energy kutukannya masih tinggi. Ia bahkan berpakaian rapi dan mencoba tersenyum serta bersikap ramah pada Megumi, padahal hari sebelumnya ia berpakaian amburadul dan bersikap sebegitu dinginnya, selain itu ia juga berlaku kasar ke orang lain di rumah sakit itu selain pada Megumi.
Selama Megumi di HQ juga sama, Gojo belum merubah sikap pada yang lain, hanya pada Megumi saja Gojo selalu bersikap baik apapun yang terjadi. Mungkin ia takut kalau sampai satu-satunya healer yang bisa menanganinya malah membenci dia.
"Haha," mau tak mau tawa kecil lolos dari bibir Megumi. Ia merasa ia harus memperlakukan Gojo lebih baik supaya jujutsushi itu tak insecure lagi.
"Aku yakin kalian belum makan siang kan," ucapan Hatake membuyarkan lamunan Megumi. Ia melihat ke arah pria tua itu datang dengan membawa nampan besar berisi makanan. "Ayo, makan siang bersama. Ini dari hasil melaut pagi tadi."
Sebenarnya Megumi merasa sungkan, tapi melihat Hatake yang sepertinya sengaja sudah masak banyak demi mereka, mereka pun saling tatap, dan seolah dengan persetujuan tanpa kata, mereka pun menerima tawaran itu. Dan ya, mereka memang belum sempat makan siang tadi.
"Terimakasih banyak," ucap Ijichi mewakili mereka, dan mereka pun menikmati makan siang di gazebo dengan pemandangan memukau itu.
.
.
.
~ To be Continue ~
.
Support me on Trakteer : Noisseggra
