Balas Review! :D
I'mYaoiChan: No prob! :V /
Teiron: "Sebagai Hero utama di squad, aku sering dipakai dalam berbagai kondisi pertempuran..." =w=a
Well, makasih Review-nya! :D
RosyMiranto18: Yah soal pisang itu, aku hanya makan jika lagi pengen dan aku sering melakukan hal yang sama ketika menentukan nama marga untuk OC Heroes Gakuen... ^^a
Mathias: "Terima kasih CD-nya dan salam kenal juga, kawan!" :D
Ikyo: "Sayangnya aku hanya suka makan daging hewan..." =_=
Kalau hubungan Edgy (Edgar Lammermoor) dengan kucing lebih ke arah benci daripada takut... ^^a
Tumma: *nunjukin CD dari film-film di Chapter lalu.* "Kukirim lewat JNE ya?"
Monika: "Aku bisa melakukannya sendiri, dan berpasangan denganmu? Nggak yakin..." -w-
Teiron: *megang dinamit.* "Buat apaan coba?" =w= *lempar dinamit ke sembarang arah.*
DUAAAAAAAAR!
Teiron: "Ora urus je..." =w='a
Luthias: "Terima kasih telah menghiburku, Hans..." TwT
Thanks for Review! :D
Happy Reading! :D
Chapter 18: Observation Diary (Sambungan dari Bonus di Chapter sebelumnya...)
"Ada pertanyaan lain?" tanya Girl-chan.
Seisi ruangan (selain pemimpin squad beserta Mathias dan Luthias) langsung menggeleng cepat.
"Baiklah, aku akan antarkan dia ke kamarnya!" ujar Mathias sambil menarik tangan Luthias untuk pergi dari ruang tengah.
Di kamar baru Luthias...
"Nah! Di sini kamarmu dan biar kubantu beres-beres!"
"Baik, Aniki!"
Setelah selesai beres-beres, Luthias mencoba berkenalan dengan beberapa anggota squad lainnya, kemudian segera tidur agar bersiap untuk menghadapi hari yang 'indah' nantinya.
1. Pagi yang Kacau
Keesokan paginya, Luthias terbangun dari tidur 'indah'-nya yang cerah.
Iya, 'indah'! 'Indah' di bagian bekas iler berbentuk pulau Greenland di bantalnya.
Anak itu mengucek mata dan bangun sambil duduk di atas kasur, kemudian berdiri dan berjalan untuk mengambil handuk. Setelah itu dia melangkah ke arah pintu kamar dan membukanya ketika...
BRAAAAAAAAK!
Pintu kamar yang baru saja terbuka langsung ditutup lagi oleh Emy yang lewat di depan kamar dan sukses menghantam wajah Luthias.
"Aduuuh..." Luthias mengelus wajahnya dan pergi ke kamar mandi sambil menggerutu.
Ketika sampai, Luthias berdiri di tembok dekat pintu kamar mandi yang tertutup karena menunggu orang di dalam.
Tapi kemudian...
BRAAAAAAAAK!
Wajahnya pun kembali terhantam pintu dan sang pelaku, Emy, keluar kamar mandi tanpa menyadari bahaya yang mengintainya.
Luthias mengambil sapu di sudut dapur dan mengendap-endap di belakang Emy, sampai akhirnya...
"THIS IS GREENLAND!"
Emy yang mendengar teriakan itu langsung menghindar, tapi sayangnya...
DUAAAAAAAK!
Pukulan Luthias...
Mengenai...
Seorang cowok berambut biru...
Yang ternyata berada di depan Emy...
Udah gitu kenanya di kepala pula!
GUBRAK!
Sampai akhirnya dia pingsan akibat pukulan keras barusan.
"HUWAAAAA! THUN-KUN!" jerit Emy histeris.
"Oy, apa yang terja- Ya Tuhan, Thundy!" Mathias yang baru tiba langsung kaget mendapati pemandangan di depannya.
"Eeeeeeh?!" Luthias sendiri langsung shock dengan apa yang dilakukannya (sampai-sampai sapu yang dipegangnya terjatuh). "Sekarang bagaimana?! Apa yang harus kita jelaskan pada gadis itu jika dia tau ini?!"
"Aku juga tidak tau, Greeny!" balas Mathias panik. "Tapi yang terpenting, apa yang harus kita lakukan pada Thundy?"
"Aku akan bawa dia ke ruang kesehatan!" ujar Emy sambil menggotong Thundy dengan bridal style. "Kalian duluan saja ya! Capcus~"
Emy pun langsung kabur ke ruang kesehatan bersama sang kekasih di gendongannya.
"Yuk Greeny, entar nggak dapet sarapan lagi!" ajak Mathias sambil menarik tangan adiknya pergi menuju ke ruang makan.
2. Rebutan Makanan
"Oh, halo Luthias, Mathias!" sapa Bibi Rilen ketika melihat kedua orang jabrik itu memasuki dapur. "Bisa bantu Bibi menyiapkan sarapan?"
"Baik..." Mereka pun segera menghampiri wanita itu dan membantu menaruh makanan di atas meja.
Sedikit info, karena ruang makan dan dapur berada di ruangan yang sama dan cukup luas, jadi jangan heran jika bisa memuat banyak orang kalau ada acara makan bersama! ^^/
Tanpa diduga...
BUGH BUGH BUGH BUGH BUGH BUGH BUGH!
"BIBI RILEN, CEPAT SIAPKAN MAKANANNYA!"
"TOLONGLAH, PERUT KAMI KERONCONGAN NIH!"
"KUMOHON CEPATLAH!"
"BUKA PINTUNYA, BUKA PINTUNYA, BUKA PINTUNYA SEKARANG JUGA! SEKARANG JUGA, SEKARANG JUGA!" (Bayangin aja pake nada lagu 'potong kue' versi rap, biar greget... :V /)
"MULAI LAPAR, MULAI LAPAR!"
"CEPAT BUKA PINTUNYA ATAU AKU MAKAN KALIAN SEMUA!"
"WOY KYO, LU MAU JADI KANIBAL?!"
PLAK! BRAK! DUAK!
Luthias hanya bisa sweatdrop mendengar suara-suara barusan, sementara Mathias langsung memukul panci pakai sendok sayur dengan laknatnya di depan pintu.
TUNG TUNG TUNG TUNG TUNG!
"BERISIK! BENTAR LAGI JUGA UDAH SIAP!" teriak Mathias sangar.
Luthias pun makin sweatdrop melihat kelakuan kakaknya.
"Nah, kalian berdua ambil posisi ya! Bibi akan buka pintunya!" perintah Bibi Rilen sambil berjalan ke arah pintu.
Mathias langsung menarik Luthias untuk duduk di sebelahnya. "Sama aku aja, Greeny!"
Saat pintu dibuka, para anggota squad lainnya langsung berebut masuk dan mengambil tempat duduk masing-masing, kemudian makan dengan khidmat.
'Hmm, enaknya makan apa ya? Eh, tunggu bentar...' Luthias yang bingung memilih lauk langsung memperhatikan lebih detail makanan di depannya.
Tapi...
'Perasaan sardennya ada dua puluh potong deh, kok udah tinggal sepuluh potong ya?'
Luthias pun memperhatikan sekitar.
Kakaknya makan telur rebus. Salem makan kentang balado. Rendy makan tempe orek. Teiron makan tempe goreng dengan kuah sayur. Alpha makan nugget. Vience makan telur dadar. Maurice makan ayam goreng. Sementara Ikyo...
'Bujug dah!'
Di piringnya terdapat sembilan potong ikan sarden, dan potongan kesepuluh terdapat di mulutnya.
Luthias buru-buru ingin mengambil beberapa potong sarden, tapi...
'Hah?! Sejak kapan jadi lima potong?!'
Ketika diperhatikan lagi, rupanya Edgar yang mengambil lima potong lainnya.
Luthias segera mengambil dua potong dan makan secepatnya, dan ketika sarden tinggal satu potong...
Cliiiiing!
Garpu Luthias, Edgar, dan Ikyo beradu di atas potongan terakhir tersebut.
Ketiganya pun saling adu deathglare dan garpu mereka saling bertarung demi potongan sarden terakhir, sampai akhirnya mereka sama-sama menusuk garpu mereka ke sarden itu. Tapi...
TRAAAAAANG!
Sarden itu justru terpental dan jatuh ke lantai yang agak jauh dari meja makan. Kemudian, Tsuchi-tan yang baru nongol melihat sarden itu dan langsung membawanya pergi. Alhasil, mereka bertiga pun kecewa karenanya.
Tapi sayangnya, perang memperebutkan makanan masih terus berlanjut.
"Woy, itu ayam gue!"
"Enak aja lu, ini ayam gue!"
"Oh ayolah, gue belum makan ayam sama sekali nih!"
Ketika Salem, Alpha, dan Maurice sibuk rebutan paha ayam terakhir, tiba-tiba ayam itu langsung diambil Vience.
"Makanan aja direbutin, entar susah dapet ce-"
Syuuuung! Kraaaauk! Syuuuung!
Perkataannya terpotong oleh seseorang yang menyambar ayam itu dari tangan Vience.
Ketika mereka mengikuti gerakan si pelaku, rupanya Ikyo membawa ayam itu dengan mulutnya.
"Woy, tangkap dia!" seru Salem heboh.
Alhasil, beberapa cowok langsung mengejar Ikyo yang udah kabur.
Luthias hanya bisa sweatdrop melihat pemandangan absurd tersebut.
"Yah, mereka memang selalu seperti itu setiap hari..." gumam Mathias sambil memasang wajah risih dan memakan telurnya.
Setelah sarapan, Luthias berniat menjenguk Thundy di ruang kesehatan setelah kejadian sebelumnya.
Tapi sayangnya, dia malah nyasar ke ruang baca dan kepergok Teiron di sana.
"Ngapain di sini?" tanya si rambut merah ketika mendapati Luthias terdiam di depan pintu ruang baca yang terbuka.
"A-aaah, kukira ini ruang kesehatan, hehehe..." Luthias tertawa garing.
Teiron mengangkat alis. "Untuk apa ke ruang kesehatan?"
"E-etto..." Luthias mulai gelagapan. "Aku hanya ingin keliling saja..."
Teiron memiringkan kepala. "Kau menyembunyikan sesuatu?"
Luthias menggeleng cepat. "Ti-tidak..."
Si rambut merah hanya menghela nafas. "Ya sudah! Lagipula aku sedang mencari Thundy karena tadi aku tidak melihatnya di ruang makan, kau tau dia dimana?"
GLEK!
Luthias menggaruk kepala dengan canggung. "A-aku tau, tapi tak bisa memberitahumu..."
CLIIIING!
"Benarkah?"
GLEK!
Luthias kembali menelan ludah karena rupanya...
Teiron sudah memasang mode serius...
Sambil melipat tangan...
Dengan wajah datar...
Disertai kilatan di kacamata...
Dan juga aura hitam yang menguar dari tubuhnya...
Oke, sepertinya mode serius Teiron benar-benar membuat Luthias ketakutan sekarang.
Bayangin aja sendiri seberapa ngerinya!
"Ba-baik, aku akan jelaskan! Tapi tolong jangan pasang wajah itu!"
Kilatan di kacamata Teiron menghilang, tapi wajah datarnya masih terlihat. "Aku mendengarkan..."
"Jadi... Aku tak sengaja memukul Thundy sampai pingsan, dan Emy membawanya ke ruang kesehatan..." jelas Luthias sedikit berhati-hati.
Teiron manggut-manggut. "Begitu..."
"Errr, mau ikut jenguk?" tawar Luthias.
Teiron memasang senyum tipis. "Boleh!"
Mereka berdua pun pergi ke ruangan kesehatan.
3. OOC-ness? (Referensi: Fancomic Blazblue yang nemu dari profil 'seseorang', nggak kuat ngeliat ekspresi Jin-nya... :V a)
Sesampainya di ruang kesehatan...
"Dia masih belum sadar?" tanya Luthias.
"Begitulah!" balas Emy seadanya.
Teiron menghela nafas. "Sebaiknya kita tunggu saja..."
Kedua orang lainnya mengangguk setuju.
Tapi tanpa diduga, si rambut biru mulai terbangun dan celingukan sesaat, kemudian dia duduk di ranjang.
"Thun, kau baik-baik saja?" tanya Teiron rada khawatir.
"Oh, Teiron..." sapa Thundy sambil tersenyum manis. "Jadi kamu yang membawaku ke sini? Aku minta maaf kalau merepotkanmu!"
Webek, webek...
Ketiga orang lainnya langsung terdiam sesaat dengan wajah shock.
"Aku sangat beruntung memiliki teman sebaik dirimu!" lanjut Thundy dengan aura bunga-bunga di sekitarnya.
'Sebenarnya apa yang terjadi padanya?!' batin Teiron cengo parah.
"Ah, Emy!" Thundy yang melihat keberadaan Emy langsung berdiri dari ranjang dan menghampiri gadis itu. "Wah, sekarang ini kamu semakin cantik saja ya! Bagaimana keadaanmu? Syukurlah kalau kamu baik-baik saja, karena aku sangat khawatir!"
"He-hey, hey! Apa yang salah denganmu?! Ini bukan Thun-kun yang kukenal! Biasanya setiap kali melihatku, kamu sering memasang wajah menggerutu atau semacamnya! Kenapa sekarang sifatmu jadi seperti ini?!" sembur Emy panjang lebar.
Thundy malah memasang wajah sedih. "Kenapa? Tentu saja karena aku sangat khawatir jika terjadi sesuatu yang buruk padamu, aku..."
Webek, webek...
Emy kicep, Teiron makin cengo, sementara Luthias hanya bisa terdiam.
"Terima kasih banyak telah perhatian padaku, maaf kalau merepotkan!" ujar Thundy sambil membungkuk.
"Yah, jangan terlalu dipikirkan..." balas Luthias ikut membungkuk sambil memasang senyum maklum.
Thundy pun langsung pergi dari ruangan itu dan Emy mengikutinya dengan takut-takut.
"Hey Luthias, tadi kau pukul Thundy di bagian mana?" tanya Teiron mengintrospeksi.
Luthias langsung berbalik dan menggaruk pipi sambil tersenyum gugup. "Errr... Ke-kepala?"
"Sudah kuduga..." Aura hitam kembali menguar dari tubuh si rambut merah. "Pokoknya, Luthias, sampai ada cara untuk bisa mengembalikan Thundy seperti semula, kau yang akan kusalahkan untuk semua ini!"
Luthias menengok sedikit dan hanya mengangguk takut.
Sebagai wakil squad yang (kelewat) sering bertarung di luar sana, dia tau betul kalau Teiron cukup mengerikan dalam mode seriusnya.
"A-aku akan diam untuk masalah ini..." Luthias pun langsung kabur karena takut dilempari batu bata.
4. Catlicious, 'NTF', and Another New Member
Di luar markas, Luthias bertemu dengan Tsuchi-tan.
"Nyaw?"
"Ku-kucing?" Luthias celingukan sesaat, kemudian dia mengangkat kucing itu dan memeluknya dengan erat. "Nyaaa~ Kau ini lucu sekali~ Aku gemas~"
"Suka kucing, he?"
"Eh?" Luthias celingukan lagi. "Siapa yang bicara?"
"Di atas sini!"
Anak itu mendongak ke atas dan mendapati Ikyo sedang duduk di atas pohon dengan wajah datar serta tanpa aksen Gumiho-nya.
"Se-sejak kapan kau di situ?" tanya Luthias kaget.
"Dari tadi..." Ikyo melompat turun dan berkacak pinggang. "Suka kucing, he?"
"I-iya, hehehe..." Luthias tertawa garing.
Ikyo hanya angkat bahu. "Yah, tidak masalah..."
"Pe-permisi..."
Kedua orang itu menengok dan mendapati seorang gadis berambut merah twintail dan berkacamata di depan mereka.
"Apa di sini Garuchan Squad?"
Ikyo mengangguk. "Benar, ada perlu apa?"
"Kakakku mengirimku sebagai anggota kalian! Namaku Elwania Phoenixia, panggil saja Elwa! Tolong bantuannya!" ujar gadis itu sambil membungkuk.
Kedua orang itu hanya ber-'oh' ria.
"Tapi sebelum kalian mengantarku menghadap pemimpin kalian, ada sesuatu yang perlu kutanyakan!" Elwa menunjuk Ikyo. "Kau itu, 'NTF' kan?"
Webek, webek...
"Apa itu 'NTF'?" tanya Luthias bingung.
"Nine Tailed Fox!" jawab Elwa to the point. "Rubah ekor sembilan, atau istilah lainnya: 'Gumiho'!"
Luthias menengok ke arah Ikyo dengan wajah skeptis. "Aku nggak percaya! Yang benar saja kau-"
"Sayangnya itu memang kenyataan..." potong Ikyo sambil memunculkan aksen Gumiho-nya (sepasang telinga rubah dan sembilan ekor).
"Eeeeh?!" Luthias langsung menjauh beberapa meter.
"Nggak usah segitunya..." gumam Ikyo sweatdrop, kemudian beralih ke arah Elwa. "Sudah puas?"
Elwa tersenyum tipis. "Baiklah, ayo kita masuk!"
Ketiga orang itu pun memasuki markas.
"Selamat datang!" sapa Girl-chan sambil menepuk pundak Elwa. "Semoga betah di sini, kawanku!"
"Hmm..." Elwa hanya mengangguk kecil, kemudian dia berjalan pergi bersama sang pemimpin squad.
"Ah iya! Aku ada janji, jadi aku harus pergi!" Luthias pun segera pergi keluar markas.
Ikyo yang ditinggal sendirian memilih untuk cuek dan pergi mencari kegiatan.
5. Klakson Bus (Referensi: Salah satu komik di fanpage 'Ghosty Comic'.)
Siang ini Luthias dan Monika sedang menjalani kerja paruh waktu sebagai supir bus.
Ketika mereka sedang berhenti sejenak, datanglah beberapa orang dari Reha Squad: Alex, Red, Rone, Lectro, Jung, Rei, dan Ethan.
"Om, om, telolet om!" pinta ketujuh orang itu di depan bus.
"Nik, tombol klakson dimana sih?" tanya Luthias kepada Monika yang menjadi supirnya.
"Entahlah, cari aja sendiri!" jawab Monika datar.
Luthias terlihat bingung saat memperhatikan tombol-tombol di depannya dan ketika menekan sembarang tombol...
DEJA VU! I've just been in this place before!
"Dafuq, salah pencet!"
Tiba-tiba bus itu melesat kencang dan ketujuh orang tadi langsung kabur karena takut ditabrak.
"Nik, sadar, Nik! Ada orang di depan!" seru Luthias panik.
Takano dan Bibi Rilen yang melihat kejadian itu berusaha mengatasi keadaan dengan segala cara yang mereka bisa.
Pesan Moral untuk Hari Ini: Pastikan tidak ada lagu 'Initial D' (cmiiw) di daftar pemutar musik jika tidak ingin itu terjadi...
Setelah aksi penyelamatan yang tak bisa dijelaskan...
Ketujuh orang dari Reha Squad itu sibuk memeluk 'ayah' mereka sambil mengucapkan rasa syukur dengan sesenggukan karena nggak jadi ditabrak.
Tapi di sisi lain...
"Sebaiknya kau jelaskan kepada Ketua setelah pulang nanti..." nasihat Bibi Rilen sambil menepuk keras punggung Monika.
"Ba-baik..." balas Monika rada merinding.
Luthias sendiri memilih untuk diam dan mengajak Monika agar melanjutkan pekerjaan mereka.
Sepulangnya dari kerja paruh waktu, Monika langsung pergi duluan karena ada janjian untuk misi paralayang dengan Alisa.
6. Rahasia Tumma
Luthias langsung terheran-heran melihat kondisi markas yang sepi ketika pulang bersama Bibi Rilen.
"Yang lainnya kemana?" tanya Luthias bingung.
"Entahlah..." balas Bibi Rilen yang tak sengaja melihat sebuah kertas kecil di atas meja ruang tengah dan langsung mengambil kertas itu untuk membaca tulisan di dalamnya.
Kami pergi main futsal sama Kyou Squad, akan kembali nanti sore!
C. T
Wanita itu hanya tersenyum tipis melihat tulisan tangan keponakannya.
"Yah, sepertinya mereka sedang bersenang-senang di luar..." gumam Bibi Rilen sambil berjalan ke arah dapur.
Luthias hanya angkat bahu dan pergi jalan-jalan keliling markas.
Ketika berada di koridor lantai atas, dia tak sengaja melihat salah satu pintu yang terbuka dan ketika mengintip sedikit...
Dia melihat sesosok pemuda berambut hijau dengan kulit hijau dan luka bakar mengerikan di punggungnya, ditemani hantu berambut plum di dekatnya.
Luthias menutup mulut karena kaget dengan apa yang dilihatnya.
Yah, sejujurnya dia tidak begitu percaya dengan hantu atau makhluk astral lainnya (kecuali, dia baru percaya kalau membahas makhluk mitologi di negara Nordic).
Begitu pemuda itu menengok, anak itu langsung balik badan dan...
"GYAAAAAAAAH!" Luthias langsung menjerit dan berniat kabur sebelum sebuah tangan mencegatnya.
"Tenanglah! Ini aku, Tumma!"
Luthias menengok dengan takut dan mendapati pemuda itu, Tumma, memegangi bahunya dari belakang.
Iya, Tumma! Tumma yang itu! Si Shaman yang sering pakai kostum bebek!
"Se-serius?" tanya Luthias agak ragu.
"Sepertinya aku perlu menceritakan masa laluku padamu, tapi tolong jangan beritahu yang lain! Ayo masuk!"
Luthias pun masuk ke kamar Tumma dengan ragu-ragu dan sang pemilik kamar menutup pintu.
"Ayo duduk!" Tumma mengajaknya duduk di lantai dan Luthias menurutinya.
"Tumma, apa tidak apa-apa?" tanya hantu tadi di sebelahnya.
Tumma hanya menghela nafas. "Dia perlu tau ini, Ashley..."
Ashley hanya mengangguk, kemudian melayang pergi meninggalkan mereka.
"Jadi begini, awalnya aku memiliki fisik yang normal seperti kalian semua!" Tumma memulai ceritanya. "Tapi kemudian, semuanya berubah sejak hari itu..."
-Flashback- (Tumma POV)
Saat itu aku sedang mengikuti perkemahan di hutan dan tersesat, kemudian bertemu dengan segerombolan orang tak dikenal yang langsung menangkapku.
Mereka memaksaku untuk meminum sebuah ramuan yang membuat warna rambut dan kulitku berubah menjadi hijau.
Setelah itu, mereka memaksaku untuk bekerja sebagai budak. Punggungku dibakar saat mencoba melawan.
Tapi beberapa bulan kemudian, tempat mereka diserang dan aku berhasil melarikan diri dengan sebuah tongkat Shaman yang kutemukan tanpa sengaja.
Beberapa hari berjalan tanpa arah dan tanpa makanan membuatku kelelahan. Aku hanya bisa duduk di bawah pohon dan jatuh pingsan dalam keadaan nyaris mati kelaparan, kalau saja...
"Hey, kau tidak apa-apa?"
Aku terbangun di sebuah kamar dan mendapati seorang gadis berambut hitam dengan kulit coklat yang terlihat cemas sambil memberiku sepotong roti. "Ini, makanlah!"
Aku memakan roti itu karena sangat lapar.
"Bagaimana bisa kau seperti ini?"
Aku menceritakan semua yang kualami padanya dan gadis itu sedikit terkejut.
"Aku merasa kasihan padamu, bagaimana kalau kau tinggal dengan kami?"
Aku ingin, tapi aku takut mereka menjauhiku!
"Itu tidak masalah! Aku punya kostum yang bisa menyembunyikan penampilanmu, setidaknya sampai kau merasa siap untuk menunjukkan dirimu yang sebenarnya!"
Baiklah, aku bersedia!
"Ngomong-ngomong, siapa namamu?"
Tumma Hekikai Anatra Magia.
Gadis itu tersenyum manis. "Nama yang bagus!"
Terima kasih...
"Ketua, bagaimana keadaan anak itu?"
Seorang wanita berambut merah mendatangi kami.
"Dia hanya kelaparan, Bibi Rilen! Selain itu, kurasa dia bisa menjadi bagian dari kita!"
"Tapi, bagaimana dengan penampilannya?"
Sepertinya Bibi Rilen juga sedikit takut melihatku.
"Tunggu sebentar!" Gadis itu pergi meninggalkan kami, kemudian kembali dengan sebuah kostum beberapa menit setelahnya. "Aku tidak yakin apa ukurannya sesuai, tapi cobalah!"
Aku mengambil kostum itu dan memakainya.
"Coba kau lihat di cermin!"
Aku menghadap ke arah cermin di kamar itu dan memperhatikan kostum yang kupakai.
Kostum berwarna kuning dengan sarung tangan putih, kaki hitam, telapak kaki yang mirip kaki bebek, lambang petir di dada, serta ekor berbentuk petir.
Ini kostum apa?
"Kostum Thunderbird, atau sederhananya: 'Bebek Petir', kalau ditambah kepalanya..."
Gadis itu membawa sebuah topeng berbentuk kepala bebek dan memberikannya padaku.
Bagaimana caranya aku melihat jika terhalang topeng ini?
"Kalau kau punya mata batin pasti bisa kok!"
Mata batin ya...
Aku memakai topeng itu dan setelahnya, gadis itu menjabat tanganku.
"Selamat datang di Garuchan Squad, Tumma-kun! Atau dengan nama samaran, 'Bebek Santet'!"
Sepertinya aku akan betah tinggal di sini!
-Flashback End-
"Sejak saat itulah aku menyembunyikan wajah asliku..." Tumma mengakhiri ceritanya dengan wajah sedih. "Sejauh ini hanya Ketua dan Bibi Rilen yang memaklumi keadaanku, begitu juga dengan Ashley dan Tsuchi-tan yang mengetahuinya belakangan!"
Luthias merasa kasihan setelah mendengar cerita barusan. "Maaf telah membuatmu menceritakannya..."
"Tidak apa-apa..." Tumma tersenyum tipis. "Tapi bagaimanapun, aku belum siap untuk memberitahu yang lainnya... Aku takut mereka akan menjauhiku..."
"Kalau kau sudah merasa siap untuk melakukannya, aku bisa membantu!" tawar Luthias sedikit prihatin.
Tumma merasa terharu dengan keperdulian Luthias. "Terima kasih, Luthias..."
"Tapi, aku ingin bertanya satu hal!"
"Apa itu?"
"Siapa Tsuchi-tan?"
Webek, webek...
"Kau tidak tau Tsuchi-tan?" tanya Tumma agak skeptis dan mendapat gelengan dari Luthias. "Seharusnya kau sudah bertemu dengannya di halaman depan!"
"Yang kau maksud itu, si rubah ekor sembilan bukan?" terka Luthias.
"Itu Ikyo!" ralat Tumma. "Tsuchi itu hewan beneran, lho!"
Luthias mencoba mengingat-ingat, kemudian menyadari sesuatu. "Jadi, Tsuchi itu... Kucing?"
"Tepatnya, kucing peliharaan Teiron!" Tumma kembali tersenyum tipis.
Luthias langsung merinding mendengar nama barusan. Pasalnya, dia teringat ancaman di ruang kesehatan tadi pagi.
"Be-begitu ya..." Luthias tersenyum canggung. "A-aku harus pergi..."
Tumma melambaikan tangan. "Yah, terima kasih karena kau mau mendengarkan ceritaku..."
Luthias mengangguk kecil, kemudian dia keluar sambil menutup pintu kamar Tumma.
7. Pembuat Martabak Misterius
Luthias melanjutkan jalan-jalannya dan turun ke lantai dasar.
"Are?" Luthias langsung tercengang ketika melihat sekumpulan martabak di atas meja makan.
"Kenapa, Thias?" tanya Maurice yang baru balik dari futsal.
Luthias menunjuk martabak di atas meja. "Ini siapa yang naruh martabak?"
"Entahlah..." Maurice angkat bahu.
Para cowok lainnya berkumpul di ruang makan dan langsung mangap melihat martabak tersebut.
"Kamu yang bikin, Greeny?" tanya Mathias.
"Bukan, aku aja baru ngeliat!" bantah Luthias.
Vience yang melihat seseorang langsung memanggilnya. "Bibi Rilen!"
"Iya?" Wanita itu berjalan menghampiri mereka.
"Ini buatan Bibi?"
"Eh? Bibi juga tidak tau itu buatan siapa!"
"Terus?" Semua orang langsung terheran-heran.
"Biarlah, yang penting makan!" Alpha langsung mengambil satu potong dan melahapnya. "Hmm, enak juga..."
Beberapa orang ikut mengambil bagian dan mencobanya.
Luthias yang melirik ke arah pintu sempat melihat sejumput rambut biru di balik tembok dan memilih untuk tidak memperdulikannya.
Lagipula, dia tau kalau orang yang bersangkutan sedang bermasalah.
8. Catlicious Part 2
Setelah memakan martabak (dari si pembuat yang tidak bisa diberitahu namanya), Luthias memilih untuk pergi ke ruang baca.
Ketika sedang membaca sebuah buku, dia mendapati Tsuchi-tan sedang mendekatinya.
"Nyaw?"
Luthias berusaha menahan diri untuk tidak memeluknya mengingat Tumma memberitahu dia siapa pemilik kucing itu.
Tsuchi-tan mengusel kaki anak itu, kemudian naik ke atas pangkuannya sambil melingkarkan tubuh.
Yah bagaimanapun, Luthias tidak tahan melihatnya dan mengelus punggung kucing itu perlahan.
"Aku suka padamu, Tsuchi... Tapi aku takut dengan pemilikmu..."
Tsuchi-tan terbangun dan menatap intens Luthias. "Nyaw?"
Walaupun tidak mengerti bahasa kucing, Luthias yakin dia sedang bertanya 'kenapa'. "Aku tidak bisa menjelaskannya..."
Tsuchi-tan kembali tidur di pangkuan Luthias sambil mendengkur nyaman, terutama ketika tangan itu kembali mengelusnya.
Tapi beberapa menit kemudian, terdengar panggilan dari depan pintu. "Tsuchi-tan, kau dimana?"
"Nyaw!" Kucing itu langsung bangun dan pergi untuk menghampiri sang 'papa' yang menggendongnya.
Luthias langsung menutupi wajahnya dengan buku karena takut melihat si rambut merah.
"Nyaw nyaw nyaw!" jelas Tsuchi-tan di gendongan Teiron.
"Hah?" Teiron memperhatikan seseorang yang wajahnya tertutup buku, kemudian mendekatinya. "Luthias?"
Yang bersangkutan langsung terlonjak sampai bukunya jatuh di atas meja, kemudian menengok ke arah si rambut merah dengan wajah canggung. "Ha-hay!"
"Kau suka kucingku ya?" tanya Teiron sambil menurunkan kucingnya di atas meja.
Luthias sedikit memalingkan wajah. "Be-begitulah..."
Teiron tersenyum tipis. "Tidak apa-apa jika kau suka Tsuchi-tan, tapi aku punya satu syarat!"
"Kalau membantumu mengembalikan Thundy seperti semula, akan aku lakukan!"
"Baiklah!"
Kedua orang itu segera keluar dari ruang baca. Sementara Tsuchi-tan, dia malah asik mengejar lalat yang berterbangan di ruangan itu.
Ketika berada di ruang tengah, mereka mendapati sebuah pemandangan mencengangkan.
9. Kelanjutan dari 'OOC-ness?' (Aku males nyari judul yang lebih bagus... -w-/)
Elwa sempat mencemooh prediksi ramalan cuaca hari ini yang mengatakan bahwa 'langit berawan dan hujan merintik bumi', karena nyatanya matahari bersinar terang di langit.
Lagipula, dia tidak mau repot-repot membawa barang tambahan seperti baju ganti.
Tapi akhirnya, dia menyadari sesuatu.
Elwa harus mempelajari kembali kebijakan yang sempat terlupakan olehnya: Jangan pernah meremehkan sesuatu yang kecil, karena hal kecil itulah yang dapat menjadi besar.
Tapi untuk kasus ini, masalah yang super-duper-hyper teramat sangat besar.
Sejak baru pertama kali masuk Garuchan Squad hari ini, dia tidak melihat nada sinis, gumam gerutu, ataupun wajah cemberut dari si rambut biru sama sekali. Sekarang yang terlihat dari pemuda itu malah senyuman manis dan aura bunga-bunga yang sangat tidak Thundy sekali.
Iya, Thundy. Thundy yang itu. Si Lightning Mage. Si Tsundere yang selalu menyalak, memaki, dan menyemburkan umpatan-umpatan seolah mulutnya tak pernah disucikan kepada siapapun atau apapun yang dianggapnya menyebalkan.
Mimpi apa Elwa semalam sampai dia melihat Thundy menyapanya dengan suara LT2 (lembut-teduh-tenang), ditambah senyuman penuh cinta disertai efek 'bling-bling' dan sinar matahari dari jendela yang menyoroti wajahnya.
Ini akan menjadi masalah yang lebih besar dibandingkan bajunya yang menjadi 'saputangan dadakan' oleh Emy yang entah sudah berapa jam menempelkan ingus karena shock dengan perubahan sifat kekasihnya.
Demi 'Lalat Hijau' yang berkeliaran, dia menyesal tidak bawa baju ganti.
Di sisi lain, Rina menempel erat pada Lisa yang sudah pasrah karena terlalu frustasi dengan masalah sekitar dan lebih memilih untuk diam sambil duduk manis di sofa (daripada menarik kakaknya yang sedang sesi tebar ejek kepada Maurice yang langsung tebar amuk di belakang).
Untuk pertama kalinya di dunia, dia merasa kalau rupa Thundy dalam konteks 'baik hati' dan 'sabar' yang sebenarnya adalah yang paling mengerikan dibandingkan hujan makian (kadang juga hujan barang sih).
Mungkinkah dia sakit? Apa karena Rina diam-diam memasukkan leci yang diblender ke dalam kue buatan Thundy tadi pagi? Atau seperti Teiron yang langsung sakau setelah makan cupcake buatan Alex ketika berkunjung ke Reha Squad?
Karena alasan-alasan yang makin absurd terus bermunculan di pikirannya akibat rasa penasaran, Rina mencolek lengan si rambut biru dan bertanya dengan ragu, "T-Thundy kenapa?"
Thundy hanya diam dan menggeleng. Rina semakin takut dan berharap bukan karena leci tadi pagi yang membuat pemuda itu sakit perut akut sampai mempengaruhi kinerja otaknya.
"Thundy tidak salah makan, kan?" Rina mengguncang bahu pemuda itu yang kembali dijawab gelengan disertai senyum tipis mendengus. Iya, senyum!
Rina semakin takut kalau pemuda itu kenapa-napa, tapi sepertinya dia baru saja mendapat pencerahan untuk alasan 'kenapa Thundy bertingkah layaknya putri istana' yang ternyata adalah: versi baru kemarahannya.
"Thundy marah padaku ya?" Rina bertanya dengan hati-hati (karena takut ada api yang menyembur telak di wajahnya) dan hanya bisa gemetar karena tidak ada jawaban dari pemuda itu.
Rina dengan menitikkan air mata langsung menerjang pemuda itu dan bersimpuh di kakinya. "Huwaaa! Aku minta maaf soal leci tadi pagi! Kumohon jangan marah! Aku janji tidak akan mengulanginya lagi! Ayo katakan sesuatu, aku takuuuut!"
Setelah merengek-rengek mengucapkan permohonan ampun, gadis itu menutup mata dengan ketakutan dan bersiap menghadapi semburan Thundy seperti biasanya.
Puk!
Bukannya mendapat bentakan, Rina malah merasakan hangat di kepalanya disertai senyum indah dari pemuda di depannya.
"Tidak apa-apa... Tapi kalau kau tau aku tidak suka, jangan coba-coba memasukkannya lagi... Tenang saja, aku tidak akan marah kok..."
Thundy masih tersenyum hangat sambil mengacak-acak rambut Rina.
"HUWAAAAAA! THUNDY JADI ANEEEEEH! HUWEEEEEEEEE!"
Kesalahan teknis dari otak seorang Thundy Shocka pun sukses membuat geger dan trauma beberapa anggota lainnya.
Ketika Tumma ditanyakan soal kemungkinan kerasukan, dia menjawab: "Tidak mungkin dia dirasuki, atau jangan-jangan... Apa mungkin dia berubah sifat karena terbentur ya?"
Dan kalimatnya barusan sukses menyadarkan mereka semua akan kemungkinan terjadinya perubahan sifat.
Setelah berhasil menidurkan Thundy dengan obat tidur dan mengikatnya di kursi agar tidak kabur, sebagian anggota squad langsung mengadakan rapat di ruang tengah untuk membahas masalah perubahan sifat si rambut biru dengan satu alasan: merepotkan!
Teiron tidak bisa terus-terusan mengasuh Rina yang horror dengan keanehan Thundy, atau mendengarkan curhatan Emy yang bisa menjadi dongeng pengantar tidur (kesampingkan dia akan memanggil Golem-nya untuk menampar gadis itu).
"Sekarang apa yang akan kita lakukan pada Thundy?" tanya Elwa memulai rapat dengan bersunggut-sunggut karena tidak rela bajunya terpeper ingus dari Emy dengan indahnya.
Setelah ini dia akan meminta Emy untuk membayar biaya laundry. Catat itu!
Semua orang langsung melirik si biang masalah yang sedang tertidur lelap dalam keadaan tak berdaya dan terikat.
"Kira-kira kenapa dia bisa sampai begitu?" tanya Monika dan menyadari betapa bodohnya berharap pertanyaan itu akan ditanggapi dengan normal oleh anggota squad lainnya.
"Penyakit menular?"
"Bakteri? Virus?"
"Sudah pasti karena alien!"
"Errr, sepertinya jawaban yang paling normal adalah benturan!" jelas Lisa. "Jika seseorang mendapat benturan keras di kepala karena dipukul atau menabrak sesuatu, dia akan mengalami berbagai macam kemungkinan seperti hilang ingatan atau perubahan sifat!"
"Begitu ya..." Ikyo mendengarkan sambil manggut-manggut. "Lalu, apa kau tau cara untuk mengembalikannya?"
Lisa menggaruk kepala. "Hmm, setauku... Satu-satunya cara adalah... Mengulangi hal yang sama dengan apa yang menyebabkannya berubah sifat!"
Webek, webek...
"Sebentar, bisa ulangi lagi intinya?" tanya Emy yang merasakan firasat buruk.
"Dengan kata lain, dipukul lagi..." jawab Luthias datar.
Seisi ruangan langsung hening tanpa ada yang menyela sama sekali.
"Kita hanya perlu memukul kepalanya saja, kan?"
Sampai Alisa angkat bicara untuk berbaik hati menjadi relawan dalam penyelesaian tercepat 'Peristiwa Ubah Sifat' dengan mengarahkan senjatanya kepada sang korban yang tengah mengerang terbangun.
Dan yang pasti, tidak ada kekasih yang mau begitu saja melihat belahan jiwanya terancam bahaya dan melihat wajah pasangannya berlumuran darah akibat ulah oknum tak bertanggung jawab yang inginnya main gampang.
Tentu saja Emy tidak akan mengizinkan hal itu dan lebih memilih untuk hidup dengan suasana baru (dimana dia akan merindukan bentakan dan semburan yang biasa didengarnya setiap hari dan juga harus berusaha menahan diri untuk tidak mencubit pipi Thundy yang tersenyum) daripada melihat pacarnya terbaring tak berdaya.
Jadi penolakkan keraslah yang merespon tindakan (dengan niat baik tapi salah) dari Alisa.
Emy pun langsung mengambil benda terdekat untuk melemparkannya ke arah Alisa (yang menghantam wajahnya dengan telak).
"TIDAK AKAN! JANGAN HARAP BISA MENYENTUH THUN-KUN TANPA TERLUKA ATAU KUHAJAR KALIAN!"
Angin bertiup melambaikan poni-poni dan rambut mereka seperti opening adegan laga. Manik hazel berkacamata itu menatap Alisa setajam-tajamnya sambil membawa sang kekasih yang diam merona di dalam dekapan.
Di suatu sudut ruangan, terlihat kamera video yang menyorot adegan 'oh so dramatik sekali' itu dan tak lupa kipas angin yang menjadi alasan kenapa kertas-kertas di meja ruang tengah bertebangan dengan tidak elitnya di lantai.
Sebaiknya kau matikan itu, Salem! Karena sepertinya Ikyo ingin sekali memakan seseorang sekarang!
Teiron pun berusaha membujuk Emy yang sangat keras kepala itu. "Emy, pikirkan lagi! Kalau memang itu satu-satunya cara untuk mengembalikan dia seperti semula, kita harus melakukannya!"
Setidaknya kali ini saja dia berharap Emy bisa berpikir jernih (karena vaccum cleaner tercanggih sekalipun bisa soak mendadak jika harus membersihkan kabut di kepalanya).
"Aku tidak akan menyerahkan Thun-kun! Weeek!" Emy memeletkan lidah dan langsung kabur membawa Thundy.
Seharusnya Teiron tau kalau batu bata yang biasa dipakainya untuk menimpuk orang jauh lebih lunak dibandingkan kepala Emy.
Markas Garuchan Squad yang biasanya tenang dan damai telah diubah dengan tidak layak oleh para anggotanya sebagai medan pertempuran.
Mereka terus mencari ke setiap sudut ruangan. Mulai dari meja-kursi yang diterbalikkan, menyibak tirai-tirai, bahkan sampai ke lubang-lubang terkecil yang secara logika tidak mungkin ada manusia yang bisa masuk ke dalam sana, sampai akhirnya tidak ada hasil sama sekali alias nihil.
Tapi sayangnya, mereka tidak cukup cerdas untuk mencari di balik tumpukan kardus (yang jelas berada di tengah koridor lantai atas yang bukan merupakan tempat semestinya) dan entah kenapa bagian itu tidak diperdulikan sama sekali, padahal kain penutupnya bergerak-gerak tanda ada kehidupan.
Hahaha... Ide-nya bagus juga sembunyi di situ!
Emy hanya menghela nafas panjang sambil melirik pemuda di dekatnya.
Thundy yang sekarang menjadi pendiam memang tidak wajar.
Thundy yang sekarang menyebut namanya dengan berbisik dan bukan berteriak memang nyaris tidak mungkin.
Dan Thundy yang sekarang menunjukkan kecintaannya dalam diam itu memang manis sekali.
"Emy?" Manik biru di tengah kegelapan itu terlonjak karena pelukan yang melingkarinya, kemudian bergidik geli ketika kepala gadis itu menyandar di bahunya dan berbisik pelan.
"Aku menyayangimu, Thun-kun..."
"Oy, mereka di sini!"
Momen indah di tengah gelap itu dikacaukan begitu saja oleh sebuah sibakan kain tempat mereka bersembunyi dan memperlihatkan wajah seorang Vivi yang nyengir lebar, kemudian langsung rusuh untuk memanggil kawan-kawan yang lain.
Alhasil, Emy langsung menghadiahinya sebuah pukulan yang cukup untuk menutup mulutnya sampai pingsan.
"Dasar mulut ember!" gerutu Emy.
Ketika mendengar suara derap kaki yang mendekat sudah cukup untuk menyadari kalau mereka akan terkepung.
Kalau Emy menerjang maju, itu sama saja dengan menyerahkan diri untuk dibantai.
Kalau begitu satu-satunya jalan...
Seringai pun mulai terlihat ketika melihat satu-satunya jalan yang akan menyelamatkan mereka dari 'monster-monster' yang mendekat.
Gadis itu mengangkat kekasihnya dengan bridal style sambil menginjakkan kaki pada jendela yang terbuka, kemudian memperhatikan kondisi sekitar.
Seringai yang terpampang menyadarkan Thundy atas apa yang akan dilakukan pacarnya dan sukses membuatnya bergidik ngeri.
"E-Emy... Kau tidak serius ingin melakukan ini kan?"
Senyum jahil yang terpampang di wajah cantik itu menatap sayang pada wajah ketakutan kekasihnya. Dia pun mencium dahi pemuda itu, kemudian membisikkan sebuah kalimat yang membuatnya terdiam dan memerah.
"Tidak perduli seperti apapun dirimu, yang kucintai hanyalah sifatmu sebagai dirimu sendiri..."
Dan dia pun melompat ke bawah.
BRAAAAAK!
Satu lompatan dengan pendaratan yang sangat tidak mulus itu berdampak pada kepala yang membentur tanah. Setelah saling meringis selama beberapa saat, salah satu dari mereka langsung mengeluarkan raungan protes.
"SAKIT, BEGO! NGAPAIN LU PAKE LONCAT BEGITU, HAH?!"
Emy langsung tercengang.
Bukan. Bukan karena dia sadar kalau posisi mereka sangat mudah mengundang salah paham: bertumpuk dua, sebelum akhirnya Emy segera bangun dan menjauh.
Tapi karena hal lain...
"T-Thun-kun..."
Emy yakin kalau suara yang memaki tadi itu adalah suara Thundy.
Dan dia yakin betul kalau tamparan keras di pipi yang diterimanya memang berasal dari si rambut biru.
Mungkinkah...
Dia sudah...
Thundy hanya bingung melihat pacarnya yang diam saja. Mungkinkah dia menamparnya terlalu keras sampai otak Emy terbalik? (Tentu saja dia tak akan menyalahkan dirinya untuk itu...)
"Oy! Kau dengar nggak sih, be- Huwaaa!"
Thundy hanya bisa duduk terpaku karena tiba-tiba dia diterjang sang kekasih yang sesenggukan dan tidak berhenti mengucapkan kata syukur seakan dunia tidak jadi kiamat hari ini.
"Sorcerer bodoh, kau ini berat tau..." sembur Thundy sambil mengalungkan tangannya untuk mengusap pelan punggung Emy.
Cengiran lebar dari gadis itu membuat wajahnya memanas. "Walaupun dirimu yang pendiam sangat manis, tapi aku lebih suka dirimu yang begini, setidaknya kau memang 'Thundy' sekarang!"
Thundy mengangkat alis. "Kau itu bicara apa sih? Mabuk?"
Emy menggeleng. "Tidak mengerti juga tidak apa-apa! Moncong-moncong, aku belum menciummu kan?"
"A-a- Woy, jangan sekarang!"
Emy langsung menarik wajah kekasihnya ke dalam ciuman panas, sampai suara tembakan menyerempet mengakhiri semuanya.
Seorang Luthias Oersted memiliki insting kuat berkat pengalaman selama beberapa abad menjadi koloni Denmark yang telah mengasah firasat dan batinnya ketika menghadapi bahaya.
Dia melirik ke arah Elwa yang (entah sejak kapan) sudah siap mengokang senapan 'curian' untuk menembak siapa saja yang memiliki rambut coklat twintail.
Jika dalam lima menit gadis Sorcerer itu tidak segera ditemukan, Luthias yakin pasti bakalan ada meteor yang akan menghanguskan kamar Emy.
Tapi sekarang, dia berharap untuk tidak menemukan mereka kali ini. Tidak dalam posisi menumpuk dan bercumbu buas yang sukses membuat banjir darah disertai kedipan flash bertebaran hingga menyulut amarah Elwa untuk menembaki Emy dengan brutal sampai menghancurkan sebagian halaman markas dan memulai adegan 'Tom and Jerry' sebagai bahan tontonan untuk disoraki.
Sisi baiknya, setidaknya orang yang dipermasalahkan sudah kembali normal sekarang.
Tapi baru beberapa menit, Luthias sudah ditarik oleh sang kakak yang memberikan sebuah note. "Bantuin aku ngecek daftar ya!"
"Ta-tapi-"
"Ayolah~" Mathias memasang puppy eyes.
Luthias menghela nafas dan mengambil note itu. "Terserah Aniki..."
Mathias langsung nyengir dan segera menyeret adiknya pergi.
10. Daftar Iseng
Luthias hanya menghela nafas panjang sambil memeriksa daftar dari kakaknya.
Memasukkan cabe ke dalam cupcake Teiron, cek!
Menukar salah satu buku milik Ikyo dengan sebuah album berisi foto-foto Adelia ganti baju, cek!
Mengganti wallpaper laptop Alpha dengan gambar tikus, cek!
Menyelipkan kondom di dalam buku yang biasa dibaca Thundy, cek!
Menyemprot parfum berbau kucing di seluruh sudut kamar Edgar, cek!
Menempelkan poster Ikyo tanpa baju di depan pintu kamar Adelia, cek!
Meletakkan bangkai burung hantu di atas tempat tidur Lisa, cek!
Menuang obat perangsang ke dalam jus Emy, cek!
Wait, wait, wait! WHAT THE?!
Mari kita lihat kondisi para korban!
"HAAAAAAAAAAAH! PEDAAAAAAAS!" (Teiron yang baru saja makan cupcake isi cabe.)
"I-ini..." (Ikyo menutup mata setelah melihat isi album yang dipegangnya.)
"GYAAAAAAAAAAAAH!" (Alpha langsung kabur saat melihat gambar tikus di wallpaper laptop-nya.)
"Mein Gott..." (Thundy shock plus blushing parah saat memegang kondom yang ditemukan di dalam buku kesayangannya.)
"KENAPA KAMAR GUE JADI BAU KUCING BEGINI?!" (Edgar yang jijik dengan bau kucing di kamarnya.)
"..." (Adelia berusaha untuk tidak nosebleed melihat poster barusan.)
"HUWAAAAAAAA! TOLOOONG! ADA BANGKAI BURUNG HANTU DI KASURKU!" (Lisa yang takut burung hantu segera meminta bantuan.)
"Aduh, kenapa ini? Thun-kun mana ya?" (Emy mulai tidak bisa menahan hasratnya setelah meminum jus campur perangsang barusan.)
Yah, doakan saja semoga Mathias selamat nanti... -w-/
Malam harinya, Luthias tergeletak dengan posisi tengkurap di atas kasur setelah beragam kenistaan yang dialaminya dan karena kelelahan, dia pun tertidur.
Mathias yang memasuki kamar Luthias hanya tersenyum tipis, kemudian merapikan posisi tidur adiknya dan menyelimuti anak itu.
"God nat og sove godt, min lillebror..." gumam Mathias sambil mengelus rambut Luthias dan segera keluar kamar.
To Be Continue, bukan Tampol Bantal Celeng (?)...
Fun Fact:
1. Thundy tidak suka leci.
2. Lisa takut burung hantu.
3. Tumma memiliki kemampuan untuk mendeteksi kemungkinan kerasukan pada seseorang.
4. Bibi Rilen hampir nggak pernah marah. Sekalinya marah, dia cuma ngasih kode keras doang.
5. Di antara para anggota squad, cuma Luthias yang manggil Girl-chan dengan nama asli, itupun kalau cuma berdua (Mathias juga sih kadang-kadang). Berbeda dengan anggota squad lain yang rata-rata manggilnya 'Ketua', 'Kaichou-chan', atau 'Master' (Ashley only).
6. Ikyo bisa menghilangkan aksen Gumiho-nya untuk sementara, itupun tergantung kondisi.
7. Bagian Tsuchi-tan tau wajah asli Tumma bisa dilihat di fic 'The Story of Tsuchi-tan'.
8. 'Lalat Hijau' adalah istilah untuk Tao Ulti Evo bersayap. (Bagi yang belum tau aja!)
9. Martabak rasa coklat-kacang lumayan enak sih... *nggak nyambung.*
10. Gambaran penampilan Tumma bisa dilihat di salah satu album foto FB-ku.
Bonus:
Elwania Phoenixia/Elwa (Fire Mage): Anggota baru yang dikirim ke Garuchan Squad atas permintaan kakak angkatnya. Gadis pendiam dan rada judes, tapi sebenarnya baik. Hanya saja, dia tidak suka melihat Emy bermesraan tanpa tau sikon (lebih tepatnya, dia benci orang yang nggak tau malu).
Haha, sedikit rumit untuk menjelaskan yang satu ini karena judul dan isi agak nggak nyambung... ^^a
Bocoran Chapter depan:
'The Melancholy of Tumma-kun': Di saat dia ingin membongkar wajah aslinya, tapi takut dijauhi karena penampilannya yang mengerikan...
Kira-kira begitulah... ^^/
Review! :D
