Balas Review! :D

RosyMiranto18: Yah, kalau aku suka makan apa saja yang mengandung rasa cokelat, pisang, alpukat (kalau dijadiin jus), jeruk dan mangga (yang manis sih, aku kurang suka yang asam), serta salak, hanya saja aku tidak suka ada semut yang menempel di makanan... :p

Thundy: "Itu sebabnya kenapa aku lebih suka berada di pantai daripada menyeberangi samudra... Sebenarnya aku bisa berenang, tapi bukan di laut! Aku lebih suka di sungai atau kolam renang!"

Alpha: "Situ laki? Masa berenang cuma di kolam renang?"

Thundy: "Berisik!" *setrum Alpha.*

Alpha: *gosong.*

Hmm, aku tidak yakin untuk itu, Zhunei... 'w'a

Tumma: "Aku suka sekali keluar rumah saat masih kecil, setidaknya sebelum, yah, 'kejadian itu'..." *mulai murung karena teringat masa lalu.*

Ashley: *menepuk pundak Tumma.* "Yah, terkadang aku suka mengunjungi makamku sendiri untuk mengetahui hal itu..."

Teiron: "Terkadang aku pernah memergoki Bibi Rilen menangis di kamarnya setiap kali numpang tidur... Dia sering bilang padaku, 'kemarahan adalah cara lain untuk sakit hati'..."

Mathias: =w= "Aku rasa itu bukan ide yang bagus, dia pernah muntah karena dipaksa makan sup jagung... Yah, sepertinya rebung bisa jadi alternatif selain lobak..."

Well, Thanks for Review! :D

I'mYaoiChan: Ahaha... :V

Thundy: "Nggak sudi gue jadi harem!" =w=

Me: "Cie yang setia sama pacar!" :V

Thundy: "Diem lu!" *setrum Girl-chan.*

Oke, makasih Review-nya! :D

Happy Reading! :D


Chapter 30: Daily Life of The Blind Girl


Sanaya Morihayashi Al-Qamariah, anggota terbaru Garuchan Squad. Panggilannya Naya. Kakak perempuan Salem.

Terpisah selama dua tahun karena badai pasir dan ditemukan oleh seorang pedagang kaya. Entah bagaimana caranya dia bisa menemukan markas Garuchan Squad, tapi dia sangat bahagia bisa bertemu kembali dengan adiknya.

Sepertinya apakah kisah barunya di Garuchan Squad?

Yo kita liat aja!


~Sister Complex~

"Kak Naya?" Salem kebingungan melihat kakaknya memakai gaun putih.

"Ada apa?" tanya Naya bingung.

"Kenapa kakak pakai gaun?"

"Kakak mau menikah."

Si Saladin mengerutkan kening. "Dengan siapa?"

"Nanti kamu juga akan tau." Jawaban itu membuat alis si pirang spiky mengerut semakin dalam.


Tiba-tiba sekitarnya berubah jadi putih dan Salem berpindah tempat secara ajaib ke sebuah taman. Dia melihat beberapa orang sedang duduk di kursi dan kakaknya berdiri paling depan, kemudian seorang pria dengan jas putih mendatanginya.

Tapi, kok pengantin prianya kayak kenal ya?

Rambut pirang, cek! Mata merah rubi, cek! Badan agak kekar, cek! Wajah rada sinis, cek!

Wait a second...

Salem langsung tercengang seketika begitu mendapati...

'What the Hell?! Bukannya itu Edgar?!'

Kakaknya...

Menikah...

Dengan si Hawkeye?!


"HUWAAAAAAAAAAA!"

"Teriak nggak usah sekenceng itu juga lha, ini masih jam enam pagi!"

Salem celingukan sesaat di sofa ruang tengah, kemudian mendapati Tumma berdiri di depannya hanya memakai celana loreng harimau dengan segelas air putih di tangannya.

Tunggu sebentar!

JADI YANG TADI ITU HANYA MIMPI?!

TERUS KENAPA DIA BISA TIDUR DI SOFA COBA?!

"Eh? Tumben lu bangun jam segini, Tum!" Salem kebingungan dengan pemandangan di depannya.

"Aku biasa bangun jam setengah lima..." Tumma meminum airnya. "Justru aku yang mau tanya, sejak kapan kau tidur di sofa?"

Salem memiringkan kepala. "Hmm, entahlah... Seingatku aku tidur berdiri di depan dispenser, tau-tau udah di sini..."

Tumma langsung sweatdrop mendengarnya. "Sepertinya Ikyo memindahkanmu ke sofa saat sedang patroli..."

Salem menaikkan alis. "Patroli? Dia demen banget begadang ya?"

"Begitulah... Dia bilang dia tidak butuh tidur, setidaknya sampai siang..." Tumma berbalik dan berjalan pergi. "Sebentar lagi sarapan, sebaiknya kau mandi dulu!"

Salem hanya mengangguk dan segera pergi.

Sebenarnya dia ingin bertanya tentang luka bakar di punggung Tumma, tapi mengurungkan niat karena takut mengungkit masa lalu.


Siang harinya di ruang baca...

"Yosh, gimana kalau main UNO dabe?" ajak Mathias sambil mengocok kartu yang dibawanya. "Tapi biar lebih seru, yang kalah harus dikasih ToD!"

"Ayo aje lha!"

Mereka pun mulai bermain.


Beberapa babak kemudian...

"Aku kalah..." keluh Tumma karena kartunya masih 12 buah, sementara yang lainnya sudah habis. "Truth saja, untuk main aman..."

"Hmm..." Mathias berpikir sejenak. "Begini saja! Kasih tau aja tampang asli lu kayak gimana, maksud gue yang pas sebelum kayak sekarang!"

Tumma langsung menghilang seketika, kemudian beberapa menit setelahnya muncul lagi dengan membawa sebuah foto.

Mathias mengambil foto itu dan yang lainnya ikut mengintip, kemudian mereka semua langsung mangap lebar.

Tumma sendiri hanya menghela nafas. "Yah, memang begitu adanya..."

Mau tau seperti apa fotonya?

Foto itu memperlihatkan diri Tumma secara full body, hanya saja rambutnya hitam dan kulitnya putih, serta memakai baju training berwarna kuning.

Mereka semua hanya memasang wajah skeptis, tapi dalam hati berkoar-koar seperti ini: 'ANJRIT! INI MAH CAKEPAN TUMMA YANG DULU!'

"Udah puas kan?" tanya Tumma sambil menengadahkan tangan untuk meminta fotonya kembali.

Mathias hanya mengangguk dan memberikan foto itu.

Kemudian Salem muncul di ruang baca.

"Lho? Thun, bukannya kau- Ah lupakan!" Salem memalingkan wajah karena teringat sesuatu dan mulai salah tingkat.

Alpha, Vience, dan Mathias menahan tawa melihat Salem yang salah tingkat.

Sebenarnya Thundy yang asli sedang pergi keluar, jadi tau sendiri lha siapa 'Thundy kw' di sini!

"Udah, duduk aja sini! Asal jangan ikutan aja, udah kebanyakan orang soalnya!" 'Thundy' bergeser sedikit agar bisa ngasih tempat duduk untuk Salem yang langsung duduk di sebelahnya.

"Lanjutin aja lha!" usul Edgar.

Permainan pun kembali dilanjutkan.


"GAME!" teriak Vience sambil membanting kartu terakhirnya.

"Geez, baiklah..." Ikyo yang kartunya masih 10 buah hanya bisa pasrah karena kalah. "Beri aku Truth..."

"Kalau ada kesempatan buat comblangin orang, lu mau jodohin siapa?" tanya Vience.

Ikyo melihat sekitar dan tanpa sengaja mendapati Naya sedang duduk tidak jauh dari tempat mereka, kemudian sifat liciknya langsung keluar.

'Kok firasatku buruk ya?' batin Salem agak merinding.

"Kalau boleh nih ye..." Ikyo menyeringai licik. "Apa kita perlu jodohin Edgar sama Naya?"

Webek, webek...

Ups! SP 1 untuk Ikyo!

'Thundy' yang merasakan aura hitam di sebelahnya mulai jaga jarak dan langsung ngumpet di belakang Tumma.

"Iya, perlu sekali, sangat perlu untuk menghajarmu..."

Yang lainnya langsung tercengang melihat aura hitam di tubuh Salem.

"Ada yang salah? Kupikir mereka cocok lho!"

Selamat Ikyo, SP 2 untukmu!

"Cocok endasmu?!" sembur Edgar pelan karena dia juga tau kalau Naya berada di dekat mereka.

"Emang bener kan? Bukannya tadi pagi lu nggak mau ngobrol sama dia pas sarapan? Jangan-jangan, lu emang suka sama dia ya? Oh, apa gue perlu kasih tau ke dia aja? Mumpung orangnya lagi di sini!"

Tanpa diduga, aura hitam itu malah semakin besar.

SP 3, ini yang terakhir! Berjuanglah Kyo, semoga masih hidup!

"KITSUKAMI IKYO, KESEMPATAN HIDUP EKORMU SUDAH HABIS!" Salem langsung mengejar Ikyo yang kabur duluan demi menyelamatkan nyawa(beserta ekor)nya.

Sepertinya terlalu lama terpisah dengan Naya membuat Salem menjadi pengidap 'Sister Complex'.


Setengah jam kemudian, mereka semua dihukum membersihkan ruang baca yang berantakan (akibat ulah Salem yang melempar buku-buku) oleh sang ketua squad karena terlalu ribut.


~Tragedy on the Sofa~

"Hergh, capek..." keluh Ikyo lemes sambil berjalan ke sofa dengan langkah gontai, kemudian berbaring dengan posisi tengkurep.


Beberapa menit kemudian, Naya muncul dan duduk di sofa tanpa menyadari sesuatu.

"AAAAAAAAAAAAAAAAARGH!"

"Hey, siapa yang teri-" Bibi Rilen yang baru nongol di depan pintu ruang tengah langsung cengo begitu mendapati...

Naya menduduki punggung Ikyo yang tengkurep di sofa.

Ah iya, karena saat ini Ikyo sedang menyembunyikan aksen rubahnya, jadi ekornya tidak ikut kegencet.

"Ada yang salah?" tanya Naya bingung.

"Errr, tolong kamu berdiri dulu!" perintah Bibi Rilen.

Naya pun berdiri dan Ikyo segera bangun sambil mengelus punggungnya.

"Ugh..." Dia hanya meringis kesakitan.

"Naya, seharusnya kamu mengecek sofa dulu sebelum duduk! Tadi kamu menduduki punggung Ikyo!" nasihat Bibi Rilen.

Naya sedikit terkejut mendengarnya. "Benarkah? Kalau begitu, aku minta maaf."

"Yah, tidak masalah..." Ikyo beranjak pergi dari ruang tengah.


Di lain kesempatan, lagi-lagi Naya tidak menyadari ada seseorang yang tidur di atas sofa.

"Nyaaaaaaaaaaaaaaaaaa!"

"Kak Naya, cepat berdiri! Di sofa ada Tsuchi!"

Baiklah Salem, lain kali ingatkan kakakmu untuk memeriksa sofa sebelum mendudukinya!


~Naya and Edgar~

Naya ingin tau, apa benar Edgar adalah orang yang pernah menyelamatkannya dulu.

Walaupun tidak bisa melihat wajahnya, tapi dia sangat hafal dengan suaranya yang terkesan ketus.

Tapi dia harus membuktikannya dulu, karena apa yang dia dengar dari Ikyo di ruang baca tadi masih belum meyakinkan.

"Apa ada yang bernama Edgar di sini?" tanya Naya kepada Rina.

"Oh, itu? Dia sedang berada di sofa sana!" Rina menunjuk Edgar yang sedang baca koran di sofa.

"Terima kasih." Naya segera menghampirinya. "Permisi."

Edgar mendongak sesaat dan langsung terbelalak sampai menjatuhkan korannya.

"Apa benar kau Edgar?"

'Tau dari mana dia? Apa harus gue jawab?'

Edgar mulai bimbang, saudara-saudara! :V

'Jawab nggak ya? Jawab nggak ya?'

Jawab aja Gar, biar lu nggak sengsara ngejomblo mulu! :V (Edgar: "Apa hubungannya woy?!")

"Gar, lu kenapa diem?" tanya Thundy yang baru balik.

'Jangan jawab, jangan jawab, jangan jawab!'

"Hmm, kau ini beneran Edgar kan?"

"Gar, ditanya tuh!"

Oke Thun, coba beri dia 'terapi anti gugup'!

"Terapi- Apa?" Thundy menaikkan alis sambil menatap langit-langit.

Maaf, ini bukan saatnya untuk 'Break the Fourth Wall', jadi lupakan saja!

Thundy langsung sweatdrop.

"Tadi yang bicara itu siapa?" tanya Naya.

"Abaikan saja!" usul Thundy datar, kemudian melipat tangan. "Gar, jangan bilang lu beneran homo ya, sampe nggak mau ngobrol sama cewek!"

"GUE BUKAN HOMO!" bentak Edgar sebal, kemudian langsung tutup mulut dan melirik Naya. "Errr, maaf... Naya, bisa kita bicara berdua saja?"

"Tentu, ayo kita di belakang." Naya pun berjalan pergi diikuti Edgar.

"Yah, semoga nggak nyasar aja..." gumam Thundy was-was.

Tenang aja Thun, dia punya ekolokasi tersendiri lho! :V (Salem: "Emangnya lu kate lumba-lumba?" =w=")


Di halaman belakang...

"Ngomong-ngomong, terima kasih untuk yang waktu itu."

"Hanya itu?"

"Iya."

"Hmm, tidak masalah..."

Mereka berdua pun masuk ke dalam untuk melanjutkan kegiatan masing-masing.

Singkat amat! -w-'


Keesokan harinya...

"Tuan Edgar, bisa temani aku belanja?" pinta Naya. "Tadinya aku ingin mengajak Salem, tapi dia terlalu sibuk hari ini."

"Hmm, baiklah, tidak masalah..." Edgar berdiri dari sofa dan mereka berdua pergi keluar markas.


Di sisi lain...

"Wih, kayaknya bakalan seru nih!" seru Teiron yang lagi dipeluk Hato dan langsung mendorong pria anjing itu. "Minggir lu!"

"Kamera siap!" Vience mengeluarkan kameranya.

"Buku catatan siap!" Mathias menyiapkan buku catatan.

"Pasukan stalker siap mengintai!" Rendy memakai kacamata hitam.


Di supermarket...

"Tuan Edgar, menurutku apa yang harus kumasak hari ini? Sup bayam atau sup jagung?"

"Hmm, mungkin sup jagung..."


"Edgar kalau ngomong sama Naya suaranya berubah jadi pelan!" ujar Vience melalui walkie-talkie sambil bersembunyi di balik rak penyimpanan bunga kol.

"Oke!" Mathias yang berada di belakang pot bunga samping meja kasir langsung mencatatnya.


Ketika Naya berjalan sendirian di depan lemari es, tiba-tiba segerombolan pria datang mendekat dan berniat menggodanya. Edgar yang melihat itu langsung mengusir mereka dengan tatapan tajam dan (ajaibnya) mereka segera pergi dari situ.

"Kau tidak apa-apa?"

"Iya, aku baik-baik saja."

"Baguslah..." Edgar memalingkan wajahnya yang memerah.


"Jangan ganggu Naya kalau Edgar (dan juga Salem) berada di dekatnya!" jelas Rendy di balik tempat penyimpanan es krim.

"Hem, Roger!" Mathias mencatat lagi.


Edgar berhenti sebentar karena melihat sesuatu yang menarik perhatiannya.

"Ada apa, Tuan Edgar?" tanya Naya bingung.

"Tidak ada..." balas Edgar.

"Katakan saja, aku bisa membantu."

"Errr, mau jalan-jalan?"

"Boleh."


"Mereka mau jalan-jalan, tapi sepertinya ajakan Edgar terdengar meragukan!" Pemberitahuan dari Teiron yang ngumpet di balik tumpukan snack dalam rak makanan ringan langsung dicatat oleh Mathias.

"Oke, mari kita lihat sejauh mana mereka!" Mathias langsung pindah tempat persembunyian.


"Butuh sesuatu?" tanya Edgar selagi menunggu antrian di depan kasir.

"Tidak perlu, aku tidak ingin merepotkanmu." tolak Naya.

"Aku tidak keberatan jika kau berubah pikiran..."

"Kalau begitu, bagaimana kalau minum smoothie setelah keluar?"

"Hmm, ide yang bagus..."


"Naya tetap menerima tawaran Edgar walaupun sebelumnya menolak karena takut merepotkan!" Mathias yang ngumpet di dalam tong sampah yang agak jauh dari tempat mereka langsung menulis apa yang dilihatnya.

Tapi tanpa diduga, terdengar suara gaduh dari walkie-talkie di saku long coat Mathias.

"AAAAAAAAARGH! NGAPAIN LU NGIKUTIN KE SINIIIIIIIII?!"

PRANG! BRAK! DUAK!


"Ren, itu Teiron kenapa?" tanya Vience yang sweatdrop setelah mendengar suara barusan.


"Errr, kurasa Hato ngikutin dia dari tadi dan sekarang dia lagi ngobrak-abrik rak makanan ringan!" jelas Rendy yang masih ngumpet di tempatnya dengan wajah risih.


Tidak jauh dari tempatnya, Teiron lagi mengobrak-abrik rak makanan ringan dan melempar beberapa snack ke arah Hato yang sukses membuat panik pengunjung sekitar.

Kalau udah begini mah siap-siap dieksekusi lagi deh!


"Wadoh, bakalan berabe dah tuh! Mending kalian urusin dia dulu, entar gue nyusul!" usul Mathias yang langsung mematikan walkie-talkie miliknya, kemudian mengirim pesan melalui Handphone-nya.


Sementara itu...

"Kata Mathias kita disuruh ngikutin mereka duluan pas keluar nanti, entar yang lainnya nyusul, soalnya di dalam lagi ada masalah gara-gara Teiron diikutin Hato dan sekarang dia lagi ngobrak-abrik rak makanan ringan..." jelas Salem dengan sweatdrop besar di kepalanya setelah membaca pesan yang diterimanya.

"Wadoh, kacau dah tuh!" Alpha langsung tepuk jidat. "Ya udah deh, kuy ajalah!"


Ketika kedua orang itu telah keluar dari supermarket, Salem dan Alpha keluar dari tempat persembunyian mereka di balik tong sampah, kemudian mengikuti diam-diam dengan menyamar memakai jubah panjang bertudung.

Tapi yang jadi pertanyaan, untuk apa Salem berpartisipasi dalam misi stalking ini?

Oh, sepertinya dia masih mengidap 'Siscon' sekarang ini...


Kedua orang itu pergi ke sebuah café dekat supermarket dan membeli smoothie. Setelah mereka selesai, kedua stalker itu kembali mengikuti setelah sebelumnya membeli milkshake.


Mereka pun berhenti di taman dan duduk di kursi taman, sementara Duo Stalker segera ngumpet di semak-semak terdekat. (Awas ada Mbah Lauren mengintai! :V)


"Tuan Edgar, ada sesuatu yang ingin kukatakan padamu."

"Katakan saja..."

"Apa, kau mau menjadi suamiku?"

KREK!

Salem langsung meremas gelas milkshake-nya begitu mendengar pertanyaan barusan, sementara Alpha sendiri hanya mangap lebar.

Edgar langsung nengok dengan wajah shock. "A-apa? Su-suami?"

"Iya. Aku merasa kita sangat dekat walaupun baru kenal beberapa hari. Jadi sepertinya kita bisa memulai hubungan yang lebih jauh."

Edgar mulai bimbang, saudara-saudara! :V

"Errr, anu, bagaimana ya? Aku, merasa tidak yakin..."


Yang lainnya sudah bergabung dengan kedua orang itu.

"Ada perkembangan apa?" tanya Vience.

"Naya nembak Edgar!" jelas Alpha singkat dan melirik mereka. "Tapi moncong-moncong, Teiron mana?"

"Jangan ditanya, sesuatu yang berhubungan dengan Hato bisa membuatnya dieksekusi..." jelas Mathias sambil mijit kening dengan wajah risih.

Alpha yang mendengarnya langsung merinding, dia tidak berani membayangkan eksekusi Red yang akan jauh lebih mengerikan dari yang pernah dia lakukan sebelumnya.


"Kalau kau tidak mau juga tidak apa-apa, aku bisa memakluminya."

"Tapi, soal adikmu bagaimana?"

"Dia pasti akan mengerti."

Edgar melakukan apa yang tidak pernah dilihat orang lain sebelumnya.

Dia tersenyum.

Walaupun hanya 5 detik dan itu pun senyum tipis pula!


Para stalker pun langsung cengo di tempat.

"Apa itu, apa itu?!" (Mathias)

"Tolong diulang, tolong diulang! Gue belum ambil kamera!" (Vience)


"Baiklah... Aku, bersedia..."

Kemudian mereka melakukan hal yang (sebenarnya) sangat mudah ditebak.

.

.

.

.

.

Ciuman.


Salem yang melihat kakaknya ciuman dengan Edgar langsung pingsan di tempat.

"Woy Salem, lu ngapain pingsan?!" pekik Alpha kaget.


Edgar langsung menengok begitu mendapati keempat temannya menggotong Salem kembali ke markas.

'Sejak kapan mereka di sana?' tanya Edgar bingung.


~Little Brother's Instinct~

Insting Salem terhadap apa yang akan terjadi pada kakaknya hampir tidak pernah meleset.

Dia teringat mimpi pertamanya saat masih kecil, tepatnya lima tahun yang lalu, dimana mata sang kakak berubah putih seluruhnya. Kemudian seminggu setelahnya, Naya mengorbankan matanya demi sang adik hingga membuatnya menjadi buta.

Dan hal itu masih terbawa sampai sekarang.

Sebelumnya dia bermimpi Naya menikah dengan Edgar dan dua hari kemudian, kakaknya mengatakan sesuatu yang mengejutkan pada Edgar saat mereka jalan-jalan: Dia ingin Edgar jadi suaminya, coy!

Kali ini dia memimpikan kakaknya melahirkan anak kembar, dan Salem hanya bisa berharap Naya dan Edgar tidak melakukan 'itu' sebelum mereka benar-benar menikah.


~Your Eyes~ (Plesetan dari judul English 'Kimi no Na wa'... :V a *plak!*)

Edgar sering bertanya-tanya: seperti apa bentuk mata Naya sebelum dia jadi buta?

Sebenarnya dia bisa saja bertanya pada Salem, hanya saja dia masih sayang nyawa setelah apa yang (hampir) menimpa Ikyo sebelumnya.

Oh, dan ngomong-ngomong, Edgar mencurigai Ikyo sempat melihatnya menyelamatkan Naya waktu itu, mengingat dia satu-satunya orang yang bersamanya saat itu.

Bertanya langsung pada orangnya? Entahlah, dia sedikit tidak yakin.

Tapi bagaimanapun, dia terpaksa memberanikan diri untuk melakukannya.


"Hmm, Naya..."

"Iya, Tuan Edgar?"

"Aku, boleh bertanya sesuatu?"

"Tanyakan saja."

"Errr, kalau boleh tau, seperti apa matamu dulu?"

"Eh? Kenapa kau bertanya tentang itu?"

"Aku hanya penasaran..."

"Ikut aku."


Setelah beberapa saat, mereka tiba di kamar Salem (iya, Naya numpang di kamar adiknya). Naya membuka laci samping tempat duduk, kemudian mengambil sebuah buku dan menyodorkannya kepada Edgar.

Edgar mengambil buku itu dan membukanya, rupanya sebuah album foto.

Setelah melihat semua foto di dalam album itu, Edgar menarik satu kesimpulan: Naya memiliki mata coklat yang indah.

"Tapi kenapa sekarang kau jadi buta?"

"Ini sebagai bukti, pengorbanan besar untuk adikku."

Edgar hanya mengangguk, tapi pikirannya tertuju pada satu hal: 'Pantesan Salem jadi murung kalau ditanya soal mata kakaknya...'

"Jadi, kau masih mencintaiku, Tuan Edgar?"

"Tentu saja..." Edgar tersenyum tipis. "Kita kan sama-sama punya adik, mungkin aku akan melakukan hal yang sama jika terjadi sesuatu pada Edward..."

Naya tersenyum manis. "Terima kasih."

"Ehem!"

Begitu menengok, rupanya Salem sudah berada di depan pintu sambil melipat tangan. Mathias dan Vience juga ikutan nyempil di balik pintu.

"Mau apa lu pada?!" tanya Edgar sewot.

"Nggak, cuma ngeliatin aja!" jawab Salem dengan cengiran watados.

"Gar, bisa senyum lagi nggak? Gue gemes liatnya!" pinta Mathias jahil.

"Iya, sekalian difoto ya!" timpal Vience sambil keluarin kamera.

"Aaargh! Pergi lu semua!" Edgar langsung keluarin sebuah scythe dan segera mengejar ketiga makhluk pirang yang udah kabur duluan.


Sementara itu...

"Sabitku kemana ya?" tanya Eugene kebingungan.


Bonus: (Lanjutan 'Sister Complex')

"Kita lanjutkan saja di ruang tengah!" usul Alpha setelah mereka selesai dihukum.

Yang lainnya mengangguk dan bergegas ke ruang tengah, tapi ketika mereka baru mulai...

Ting tong!

"Biar aku yang buka pintunya!" Tumma memakai topeng bebeknya dan langsung teleport ke depan pintu.

Oh iya, FYI, yang bisa teleport di squad ini hanya Teiron, Thundy, Tumma, Emy, dan Elwa. (Alpha: "Eh? Lisa tidak dihitung?"/Me: "Maaf Al, tapi senjatanya suntikan, jadi tidak masuk hitungan walaupun dia Hero Magic!"/Alpha: "Oke..." *Saitama face.*)


Tumma membuka pintu dan mendapati Eris berdiri di depannya.

"Hey Tum, lu kenapa masih pake kostum?" tanya Eris bingung.

"Yah, aku hanya takut ada orang asing yang ketakutan melihatku nanti, misalnya dia..." Tumma menunjuk seorang pria di belakang Eris.

Eris hanya geleng-geleng. "Udahlah, nggak usah malu! Dia nggak bakalan takut kok!"

"Hmm, baiklah..." Tumma membuka topengnya sambil menunduk karena takut menunggu reaksi dari pria itu.

Pria itu tersenyum lembut. "Penampilanmu tidak buruk kok!"

"Hmm, terima kasih..." balas Tumma dengan senyum tipis. "Ayo masuk!"


Di ruang tengah, semua orang langsung terkejut melihat Eris datang bersama seorang pria berambut merah muda.

"Wah, Eris! Eh, siapa yang di belakangmu itu?" tanya Alpha sambil menunjuk pria di belakang Eris.

"Errr, ini... 'Mantan' gue..." jelas Eris agak risih.

"Salam kenal! Aku Alfredo Lanceford, panggil saja Alfred!" ujar pria itu ramah.

"Kukira cuma Revan doang yang pacarnya cowok..." celetuk Vience sambil nahan tawa.

"Kok lu nyebutnya 'mantan' sih, Ris?" tanya Mathias bingung.

Eris sedikit gelagapan. "Errr, soalnya..."

'Thundy' memperhatikan Alfred dengan detail, tapi...

Dia terbelalak begitu melihat kaki Alfred yang melayang.

"HANTUUUUUUUUUUUU!" jeritnya sambil kabur tunggang-langgang.

"Lho, kok Thundy kabur? Bukannya yang takut hantu itu Rendy?" tanya Eris bingung.

"Itu emang Rendy, dia lagi cosplay jadi Thundy!" jawab Mathias watados.

"Oooh..." Eris langsung sweatdrop mendengarnya.

'Jadi ini alasan Reha bikin gue jadi hantu...' batin Alfred ikutan sweatdrop.


Sementara itu...

"Master, untuk apa guci itu?" tanya Ashley ketika mendapati Girl-chan membawa sebuah guci Amrita.

"Oooh, ini di dalamnya ada 'holy water', buat netralisir kamar Teiron!" jelas Girl-chan watados.

Ashley hanya ber-'oh' ria. "Eh iya, kenapa Master memutuskan kontak dengan Bigfoot?"

"Dia hanya masa lalu..." balas sang ketua squad dengan senyum tipis. "Lagipula, kudengar dia sudah lulus dan mungkin sedang cari kerja sekarang... Selain itu, dia juga sudah tertarik dengan dunia baru dan membuatnya melupakan Kyou Squad... Jadi lebih baik kami berpisah saja untuk masa depan masing-masing..."

Ashley tersenyum puas mendengar jawaban itu dan melayang pergi, sementara Girl-chan melanjutkan pekerjaannya.


To Be Continue, bukan Timbang Baju Cewek (?)...


Fun Fact:

1. Salem terkadang suka tidur berdiri kalau terbangun tengah malam, paling sering di depan dispenser.

2. Setelah ditemukan oleh sang pedagang, Naya sempat ditawari untuk mendapatkan mata pengganti, tapi sayangnya dia menolak dengan alasan tertentu.


Hmm, yah agak sulit juga membuat ini karena aku tidak begitu bisa menghayati sudut pandang orang buta (maksudku yang benar-benar nggak bisa melihat lho, nggak kayak 'seseorang' yang penglihatannya agak buram)... ^^a

Sebenarnya gue rada geli bayangin Naya ngomong dengan suara Nico Robin dan Edgar ngomong dengan suara Raven 'si tangan nasod', lucu kalau mereka ngobrol satu sama lain... :V a

Oh iya, di sini ada sedikit easter egg yang berhubungan dengan Chapter depan. Silakan ditebak! ^^/

Review! :D