Balas Review! :D

I'mYaoiChan: Selera humornya memang seperti itu kok... :p

Tsuchi: *menggeleng.* "Nyaw, nyaw nyaw, nyaw nyaw nyaw..." (Tidak, itu memang asli, walaupun aku tidak tau bagaimana bisa...)

Makasih Review-nya! :D

StrideRyuuki: Trio Kucing itu Tsuchi-Flore-Kopen, kalau Nigou itu anjing... ^^/ Ini udah lanjut! :D

RosyMiranto18: Aku nggak suka nonton itu... .w.a

Lucy: "Yah, begitulah..." ._.

Thanks for Review! :D

Happy Reading! :D


Chapter 74: Kunjungan Danish Family (Bonus Enara dan Vilhelm)


"Besar ya!" celetuk Ema kagum.

"Iya!" balas Aksel.

"Ayo masuk!" ajak Mathilda bersemangat.

Para Danish Family yang berada di depan markas berjalan ke depan pintu dan Margie memencet bel pintu.

Ting tong!

Tiba-tiba Victor teringat sesuatu. "Køben, kita lupa cerita soal Tum-"

"Ya?"

"Kyaaaaaaaaaaah!"

"-ma..."

"Hey, apa yang terja- di?" Luthias langsung cengo karena mendapati...

Tumma sedang menangis di depan pintu, Andersen sedang menenangkan Margie di pelukannya, Victor berusaha menghibur Tumma, Fiorel hanya terdiam di tempat, dan saudara-saudara lainnya sembunyi di pohon terdekat.

"Greeny, tadi itu sia- Kalian ngapain ke sini?" tanya Mathias agak skeptis.

"Kami hanya berkunjung, Aniki..." balas Fiorel pelan.

"Dan mereka kaget melihat Tumma..." lanjut Andersen sambil menepuk punggung Margie. "Tenanglah, sayang..."


Setelah penjelasan kemudian...

"Oooh... Begitu..." gumam para Danish Family yang belum kenal Tumma.

"Kok rame ya?" tanya Lectro yang baru nongol.

"Ini, saudara-saudara gue berkunjung!" jawab Mathias.

"Oh, kirain adek lu cuma Luthias doang!" balas Lectro datar.


Di sisi lain...

Sebuah mobil terlihat berhenti di depan markas.

"Kau yakin mereka ke sini, Syster?" tanya seorang anak kecil berambut putih dengan baju ala 'perompak'.

"Yap!" balas gadis pirang yang menyetir mobil itu sambil turun diikuti anak tadi.


Begitu masuk ke perkarangan, mereka melihat seekor domba yang makan rumput.

"Ini domba siapa?" tanya anak itu bingung.

'Ini nggak mungkin domba milik Aries, pasti ada orang lain yang punya domba di sini!' batin gadis pirang itu.


Back to Danish Family...

Ketika sedang berada di lantai dua, Luthias teringat sesuatu. "Oh iya! Ngomong-ngomong, Froya, kamu nggak bawa si Bin-"

"SIAPA YANG NARUH DOMBA DI SINI?!"

"-bo..."

Mereka semua melihat dari balkon dan mendapati Daren sedang marah-marah di depan Binbo beserta dua orang asing yang berdiri tidak jauh dari situ.

Alhasil, mereka semua melirik Froya dan yang bersangkutan hanya menunduk takut. "Ja... Aku memang membawanya, Broder Grøn..."

"Kami sudah larang dia untuk bawa Binbo, tapi ya begitu deh..." jelas Andersen sambil mijit kening.

Mereka segera turun ke bawah dan menghampiri mereka.


"KAU!" seru Luthias sambil menunjuk gadis pirang itu.

"Wah, ketemu lagi sama tetangganya Matthew!" celetuk gadis pirang tadi watados.

Luthias menggertakkan gigi dengan wajah sebal dan berniat menghajar gadis itu kalau saja tidak ditahan Andersen dan Victor.

"Slow aja, Greeny! Slow aja!" pekik Victor panik.

"Jangan marah-marah, ini markas orang!" timpal Andersen.

"WOY! GUE KAN TINGGAL DI SINI, BODOH!" bentak Luthias sewot.

Daren hanya bisa sweatdrop karena baru pertama kali melihat Luthias marah-marah.

"Maaf Kak, itu dombaku..." gumam Froya tidak enak hati.

"Dan tolong maklumi Greeny, dia hanya marah-marah di depan orang yang menyebalkan baginya..." jelas Mathias risih.

Daren hanya ber-'oh' ria.

Setelah agak tenang, Luthias melepaskan diri dari kedua saudaranya dan baru menyadari keberadaan anak kecil tadi. "Du er Vilhelm, ikke?"

Dia hanya mengangguk.

"Lebih baik kita masuk saja!" usul Mathias.


Well, mari kita lihat apa yang sedang mereka lakukan!


~Fiorel~

"Dia siapa, Kak?" tanya Nigou yang melihat Fiorel sedang asik bermain dengan Kopen di ruang anak-anak.

"Entahlah, kakak juga baru lihat, woof!" balas Hato.

"Itu saudaranya Mathias, Fiorel!" jelas Girl-chan yang menghampiri mereka.

Kedua anjing itu hanya ber-'oh' ria.

Kemudian datanglah Enara yang menghampiri Fiorel dan mengajaknya mengobrol.

"Kalau yang itu temannya, Enara!" jelas Girl-chan lagi.


~Andersen~

"Paman, liat Kowen nggak?"

"Uhuk!" Andersen langsung tersedak salmiakki yang dimakannya, kemudian menengok ke arah Flore di belakangnya. "Tadi kamu bilang apa?"

"Paman liat Kowen nggak?" ulang Flore polos.

"Maaf ya, biar kuurus anak ini sebentar!" Luthias segera menarik Flore menjauh dari Andersen menuju ke ujung ruang tengah, kemudian menjewer telinga kucingnya (yang lebih kecil dari telinga kucing biasa). "Kamu ya! Jangan tanya sama dia, dia cuma tamu! Mending kamu cari ke perpus aja!"

"Iya, Paman..." Flore langsung pergi.

"Anak itu siapa, Greeny?" tanya Andersen ketika Luthias kembali menghampirinya.

"Hanya salah satu orang sini, tadi dia nanyain Kopen!" jelas Luthias datar.

Andersen mengangkat alis. "Tapi kenapa tadi dia nyebutnya 'Kowen'?"

"Dia sering salah sebut..." balas Luthias agak risih.

Andersen hanya sweatdrop mendengarnya.


~Margie~

Margie sedang jalan-jalan bersama Emy dan Adelia, sampai tiba-tiba mereka dicegat seorang preman.

"Eh, ada tiga cewek cakep di sini! Eneng bertiga mau sama abang?"

Adelia memeluk tangan Emy karena ketakutan, sementara Margie hanya diam. Ketika preman itu mendekati mereka dan berniat menyentuh-

Greep!

Margie mencengkeram tangan preman itu dan...

GUBRAK!

Membantingnya dengan gaya judo.

"DASAR MESUM! GUE LAPORIN KE POLISI KELAR LU!" bentak Margie sangar.

"A-ampuuuun!" Preman itu langsung kabur.

Adelia hanya bisa terdiam melihat kejadian tadi, sementara Emy berbinar-binar.

"Woah, keren! Ajari aku dong, Margie-sensei!" seru Emy tiba-tiba.

"Heeeh?" Margie hanya bisa sweatdrop mendengarnya.


~Victor~

"Boleh aku bertanya sesuatu?" tanya Jean yang dibalas anggukan dari Victor. "Kenapa Kakak pakai eyepatch?"

"Hmm, gimana ya..." Victor berpikir sejenak. "Sebenarnya aku punya luka di mata, kau yakin mau lihat?"

Jean hanya mengangguk.

"Oke..."

Victor membuka eyepatch-nya dan terlihat luka vertikal di mata kirinya.

"Sekarang sudah puas kan?" tanya Victor sambil memakai kembali eyepatch-nya.

Jean kembali mengangguk.


~Mathilda~

"Burungnya bagus Kak, bulunya biru dan sayapnya putih!" celetuk Mathilda polos saat melihat Greif di pundak Thundy.

Thundy menengok ke arahnya. "Oh, Greif bukan burung biasa! Dia Griffin!"

"Griffin?" tanya Mathilda bingung.

"Makhluk setengah elang setengah singa!" jelas Thundy sambil tersenyum.

Greif turun dari pundak Thundy dan mendarat di lantai.

Mathilda mengangkatnya dengan berbinar-binar. "Wah, ternyata dia punya empat kaki!"


'Apa dia nggak keberatan dengan Griffin seukuran anak singa yang bertengger di pundaknya?' batin Enara yang melihatnya dari kejauhan.


~Aksel~

"Vil, katanya kamu punya kapal layar ya?" tanya Aksel.

Vilhelm mengangguk. "Benar!"

"Kapan-kapan aku boleh naik nggak?" pinta Aksel. "Sebenarnya aku lebih suka kapal pesiar, tapi kapal layar juga cukup menarik!"

"Tentu!"

Dan mereka berdua terus mengobrol tentang perkapalan.


~Ema~

Ema memperhatikan Tsuchi dengan intens.

Tsuchi hanya memiringkan kepala. "Nyaw?"

"Kenapa 'nyaw'?" tanya Ema bingung.

"Dia hanya bisa mengeong, jadi maklumi saja..." jelas Lisa.

Ema ber-'oh' ria.


~Froya~

"Domba-nya besar ya!" ujar Vilhelm.

Froya hanya mengangguk.

"Ngomong-ngomong, Froya, boleh aku bicara sesuatu?"

"Apa itu?"

"Aku suka padamu!"

Webek, webek...

"Heeeh?" Froya memiringkan kepala dengan wajah bingung. "Tapi kita kan sama-sama cowok..."

JLEB!

"WAAAH, MAAFKAN AKU!" pekik Vilhelm yang langsung kabur.

Froya malah makin bingung dibuatnya.


~Vinter~

"Kamu nggak gerah pakai baju tebal?" tanya Ashley penasaran.

Vinter menggeleng. "Aku sudah terbiasa, karena di tempatku sangat dingin."

Ashley ber-'oh' ria.

"Hmm, sebentar..." Vinter berbalik sebentar, kemudian menunjukkan sebuah selaput di jarinya dan mata kirinya berwarna hitam sementara mata kanannya berwarna ungu. "Aku pakai softlens karena mataku minus dan tidak suka pakai kacamata."

"Ah iya, apa telinga di kepalamu itu hiasan?" tanya Ashley.

Vinter menggaruk kepala. "Hmm, sebenarnya ini asli..."

"Baiklah, aku harus pergi, jadi sampai jumpa!" Ashley melayang pergi meninggalkan Vinter.


Bonus:

"Kemana gadis itu?" tanya Ryuuga saat mendapati Girl-chan tidak ada di ruang makan.

Teiron angkat bahu. "Entahlah, mungkin nanti akan kuperiksa ke kamarnya..."


Di kamar si ketua Garuchan...

"Hey, nggak sarapan?" tanya Teiron yang melihat gadis itu sedang meringkuk di kasurnya.

"Tidak selera..." balasnya dengan suara serak.

Teiron mengangkat alis. "Kenapa?"

Girl-chan terbatuk sesaat. "Tidak enak badan..."

Dia mendekati gadis itu dan meletakkan tangan di keningnya. "Hangat... Jangan bilang kau sedang demam?"

"Sedikit pusing, dan juga sakit tenggorokan..."

Teiron ber-'oh' ria. "Kalau begitu aku akan meminta Bibi Rilen membawakanmu bubur..."

Gadis itu hanya mengangguk, kemudian Teiron keluar kamar.


Beberapa menit kemudian...

"Setelah ini kau harus ke dokter!" usul Bibi Rilen setelah meletakkan bubur di atas meja dan mengusap kepala gadis itu.

"Iya..." balas Girl-chan pelan.

Bibi Rilen keluar kamar dan si ketua Garuchan mengambil buburnya untuk dimakan.


To Be Continue, bukan Trash Blind Counterpart (?)...


Setelah HP dan orangnya sakit (dalam arti konotasi dan denotasi) selama beberapa hari, akhirnya publish juga nih Chapter. Well, that's enough... -w-/

Review! :D