Halo, Readersssssssssssssssssssssss!!
Akhirnya setelah sekian lama Author bisa up new chapter nihhh!
Yo wes lah monggo dibaca~
Boboiboy milik Monsta
"Satu jari dua jari": berbicara
'Lanjutin pantunnya anjir': berpikir/membatin
Enjoy~
Sedetik
Dua detik
Selang tiga detik kemudian Solar baru bertindak dengan memegang kepalanya dan nyaris berteriak.
"Kak! Kak Ice bangun plissssss!!! Ini nggak lucu!!" Solar tak terima dengan apa yang dia lihat, lebih tepatnya shock.
Kalau ini prank dari TTM mah terlalu niat, tapi Solar seenggaknya fasih dengan kebiasaan kakaknya yang sukanya tidur. Kakaknya ini nggak bakal mau tidur di sofa tanpa sandaran dan sekarang dia melihat si kakak sedetik duduk di sofa langsung tergeletak dengan tarikan nafas tak karuan.
Ini bukan guyonan lagi, melainkan keadaan darurat!
"Masalah apa lagi ini woeyyyy pingin nangis gua " btw pas selesai mengatakan ini Solar beneran menitikkan air mata, air mata meratapi nasib. Dia membiarkan rasa panik menyelimutinya, baru setelah dia merasa bisa mengontrol rasa panik itu Solar mulai bertindak.
"Pucat— nih orang bernapas nggak— ya Tuhan?!" Makin sintru pas Solar ngeliat Ice dalam kondisinya yang tak sadar mengalami kesusahan untuk bernafas.
Solar berfikir sejenak. Kuasanya bisa menyembuhkan, tapi belum tentu itu akan berefek pada Ice di dimensi ini. Dia takut jika dia gegabah, malah akan berdampak lebih buruk pada kakaknya. Mungkin dia akan mencobanya pada hewan yang terluka nanti, pastinya dia tidak akan menjadikan kakaknya sendiri menjadi percobaan. Saudaranya disini tak sekebal saudaranya yang ada di dimensinya.
Satu hal yang bisa si bungsu lakukan sekarang adalah menggeledah kembali kamarnya. Dia sempat melihat inhaler dan juga ada tabung oksigen yang kemarin dia gunakan.
Kepala Solar sedikit pusing saat harus naik dan turun tangga dengan terburu - buru, bahkan penglihatannya tadi berkunang - kunang. Sengaja dia gubris karena masih ada yang lebih penting.
Masing - masing barang berada ditangannya, si bungsu langsung gerundeng. "Sialan inhalernya sisa sedikit! Tabung oksigennya juga!"
Nasib apes macam apa yang menimpanya bertubi - tubi hari ini. Baru juga beberapa hari disini. Solar tidak habis pikir bagaimana perjuangannya nanti untuk pulang.
"Oke... tenang dulu... Ngopi duls— nggak ada waktu buat bikin kopi njir! Okeh! kita pasang masker oksigennya dulu" Tangannya dah separuh jalan melakukan apa yang dipikirkannya, sangking handalnya menyiapkan alat beginian. Hampir setiap selesai misi melakukan itu. Agak miris sih, tapi saudaranya sering seperti itu. Mereka sering kehabisan nafas selesai melaksanakan misi ekstrim, bahkan sering dari mereka yang tak sadarkan diri penuh dengan luka dan Solar paling benci jika harus menatap wajah kesakitan saudaranya. Sama persis yang terjadi sekarang. Solar paling benci tidak bisa melakukan apapun saat kakak - kakaknya mengalami sesuatu diluar jangkauan bidangnya. Jadi jangan heran jika Solar menghabiskan waktunya berada di dalam kamar atau di tempat yang sepi. Dia menghabiskan waktu agar sesuatu yang sudah terjadi pada mereka, apalagi yang buruk, tak akan terjadi kembali. Itu semua dia lakukan agar dia siap, agar apa yang terjadi di kemudian hari, dia bisa menanganinya.
Contoh dedek terlalu banyak mikir.
Solar melihat nafas Ice berangsur membaik, namun dirinya tak kunjung lega. Kakaknya masih dalam jangkauan bahaya dan si bungsu hanya memiliki satu ide lain, memanggil bala bantuan, alias laporan ke saudaranya yang lain.
"Aduhhhhh"
Solat sedikit ragu. Reaksi mereka kemarin membuat si pemegang kuasa cahaya enggan melakukan hal - hal yang menyulut emosi kakak - kakaknya... tapi tak mungkin dia membiarkan Ice seperti ini.
"... mau idup kek mati kek urusan belakang, pertama ini dulu diselesain" setelah Solar menemukan sedikit ketenangan, bahwa matinya nanti berpahala karena menyelamatkan nyawa kakaknya, akhirnya si pertamina berjalan meraba tubuh Ice.
Eits, jangan salah kalian! Dia melakukan ini dengan tujuan untuk menemukan gadget milik kakaknya! Itu pun kalau Ice punya sih.
Untungnya punya dan lebih untung lagi tidak ada password yang harus Solar pecahkan, hanya geser ke atas dah masuk ke beranda dengan suguhan gambar polar bear.
"Nggak beda jauh sih— eh fokus!"
Solar mah main tekan tombol panggil entah siapa yang dia telepon. Nyatanya, menunggu jawaban kakak - kakaknya yang lain serasa nunggu jawaban dia yang nggak menentu.
"Halo?"
"Kak! Tolong Solar!!"
Lah loh seharusnya dia sudah tenang kok tiba - tiba panik lagi?!
"Kenapa Sol?!" Kakaknya juga ikut panik.
"Kak Ice pingsan, Kak. Dia susah nafas! Tabung oksigen sama inhalernya mau habis!!" Bukan maksud si bungsu untuk membuat yang lain khawatir, tapi baru kali ini Solar melihat Ice seperti itu. Bahkan Ice di dunianya tak pernah seperti ini.
"Bentar, habis ini aku kesana. Kamu tungguin Ice aja"
Bokyo, maksudnya Solar dia ini tetap diajak ngomong supaya tidak overthinking yang aneh - aneh gitu, eh malah dimatikan.
"Terus kelanjutannya aku harus gimana ini kak?!"
Kalau begini terus lama - lama Solar butuh perawatan rambut dan wajah.
Hari ini tuh niatnya Taufan mau santai sebentar menikmati es choco buatan kakek tercinta terus lanjut main skateboard bareng teman - temannya satu klub.
Iyaaa Taufan tuh orangnya mudah banget gaet orang untuk diajak kesana kemari. Ada orang banyak, dia eret supaya meramaikan kedai Atoknya. Biar dapat pelanggan banyak gituuu supaya nggak susah - susah nyari pelanggan lain (Emang agak encer nih anak kalau sudah masalah perduitan).
Cuman ada aja yang mengganggu kek nih panggilan dari Ice.
"Tumben Ice nelpon aku? Minta jatah Teh Hancur kah? Halo?"
Ketentraman yang awalnya singgah di tempat jualan Tok Aba terusik saat Taufan menggebrak meja dimana sekumpulan temannya lagi enak - enak minum.
"MAKKAUIJO!!"
"Matamu tiga, mak ku kuning sawo"
"Apah? Sawo? Mauuuu"
"Irpan gua pinjam motor lu!"
"Woey, bentar—"
Punya temen kek Taufan tuh rasanya pingin ngelus dada muluk. Tuh manusia main ambil kunci tanpa dengerin ucapan yang punya terus balik lagi ke tempat duduknya mengambil tas mininya.
Melihat gerak gerik kakak mereka yang agak sus lantas membuat dua adik yang tersisa kepo dong.
"Kak kenapa kok ninggalin temen - temen kakak?" Si polos bertanya. Tidak biasanya kakaknya itu meninggalkan teman - temannya. Mottonya kan setia kewan—err mohon maapkan Thornie, maksudnya dia tuh setia kawan.
"Solar" jawaban Taufan yang singkat dan padat membuat adiknya yang lain langsung overthinking yang nggak - nggak.
"Apa lagi yang tuh bocah lakuin? Perasaan baru kemarin keluar dari RS, dah beraksi aja dia?" Blaze sudah tidak heran lagi kalau adik mereka yang terakhir kumat. Dia saja masih tidak percaya kalau Thorn, oleh Solar dipanggil dengan embel - embel kak.
"Dia nelpon, panik banget"
"Panik???" Kedua adik saling bertatap - tatapan.
"Eh bentar, Solar kan nggak punya hp—"
"Ice"
"Kenapa dengan Ice?!" Blaze yang awalnya biasa saja kalau sudah bersangkut paut dengan Ice pasti ikut khawatir juga.
"Solar telpon kalau penyakit Ice kumat"
"Ha?!"
"Kak, Aku ikut"
Nggak ada basa basi lagi sehabis itu. Mereka sendiri pamit ke Tok Aba dengan alasan Taufan melupakan sesuatu di rumah dan teman - teman Taufan tak mempermasalahkan mau kemana anggota mereka, mereka malah mengecoh pria sepuh kepala keluarga Boboiboy agar Taufan bisa cepat minggat dari TKP.
Tujuan pertama mereka ke apotek dengan Taufan yang sedikit ngebut. Disitu juga ada sedikit drama dimana uang Taufan nggak cukup yang ditalangi oleh Blaze. Selama perjalan pulang itu, si suka stres merasa melayang sangking cepatnya kakaknya itu ngegas.
'Curiga nih Bang Taufan ikut balap liar'
Sampai di rumah mereka disuguhi Solar yang ribet sendiri. Entah obat dapat dari mana aja itu dijejer di meja ruang keluarga.
"Kak!"
Ekspresi Solar yang panik membuat kedua orang itu tertegun. Mereka mana pernah melihat sisi Solar yang ini, yang sangat khawatir dan ketakutan, yang membutuhkan kawalan dan bimbingan dari kakak - kakaknya.
"Kak! Kak Ice! Dia susah bernafas kak" Solar sampai mengguncang badan Taufan sangking out-nya si kakak dengan realita.
"Kau apakan Ice?!" Blaze berteriak pas pada wajah Solar, menyekik kra bajunya bagai dia benar - benar ingin membuatnya tumbang juga.
Sisi baiknya, Solar sudah terbiasa diginiin oleh mereka yang iri dengan apa yang dia punya. Beranggapan bahwa membully yang muda jauh lebih gampang daripada harus berhadapan langsung dengan saudara - saudaranya. Huh, tidak heran jika para pembully itu berakhir naas.
Sisi buruknya, Solar tak akan bisa melupakan sisi Blaze yang ganas, yang akan melakukan apapun untuk adik favoritnya.
'Shit, kokoro ku sakit'
"Blaze tenang dulu! Belum tentu ini salah Solar!" Taufan melerai, mencoba untuk melepaskan cengkraman Blaze pada Solar.
"Kamu apain si Ice, Solar?" nada Taufan terkesan menuduh si bungsu. Pandangan matanya beralih pada Blaze yang menatap khawatir Ice.
"Solar beneran nggak ngapa - ngapain kak Ice! Solar nggak tahu! Tiba - tiba aja Kak Ice pingsan di sofa pas ngasih nasi tadi!" Solar tentu saja membela dirinya sendiri. Lupakan soal dia dituduh tadi, Solar lebih khawatir dengan apa yang terjadi dengan Ice. Dari ciri - cirinya Solar bisa membedakan mana luka dan penyakit, dan kakaknya itu masuk dalam kategori kedua.
Solar menghentikan pemikirannya untuk merajalela yang nggak - nggak fokusnya pada Taufan yang masih menatap dirinya.
Wajah panik si bungsu mengingat mereka kalau si anak terakhir beneran kehilangan ingatannya.
'Beneran Solar lupa dengan penyakit Ice? Apa yang dia lupakan selain ini? Apa Solar berpura - pura lupa ingatan agar kita lengah lalu menusuk kita dari belakang? Apa ini beneran Solar?' Taufan kalut dalam pemikirannya sendiri. Adiknya yang terakhir ini tampak sangat berbeda, bahkan pada tatapan matanya (meski dilindungi oleh visor jingga pembelian ayah mereka).
"Solar tenang dulu"
"Aku udah tenang"
'Kamu nggak tenang sama sekali dek' ingin berkata seperti itu tapi Taufan ngerasa bakal diculek di mata oleh adeknya.
"Jadi... gini Ice punya penyakit..."
Solar menelan ludah saat asumsinya tepat sasaran.
"Kak Ice sakit apa, Kak?"
"Sesak napas"
Adiknya itu marah - marah dan memukulinya, menggembungkan pipinya lalu berdecak sambil berkata "Dibela - belain sampai panik tadi eh ternyata cuman sesak nafas"
.
.
.
.
.
.
.
.
.
.
.
.
.
.
itu yang Taufan bayangkan. Mungkin malah mengharapkan reaksi tersebut, Sayangnya Solar malah menatapnya sengit malahan amarah mulai terpancar.
"Sesak napas nggak kayak gitu kak"
"Beneran kok"
"Jangan bohong kak. Solar bisa nge-browse sekarang juga dari gejala yang dialami Kak Ice. Tapi Solar lebih percaya kalian daripada Google"
Perkataan itu menusuk ke ulu hati kedua kakak yang mendengarkan.
'Tapi apa aku/kami bisa percaya padamu?'
Bersambung~
Sampai jumpa lagi~
