Balas Review! :D
I'mYaoiChan: Ehe...
Salem: "No way!" *angkat papan dengan tanda silang.*
Makasih Review-nya! :D
RosyMiranto18: Entahlah, aku tidak yakin... Tapi mungkin bisa saja kucoba... .w.a
Tumma: "Aku tidak bisa menjelaskannya..." ._.
Thanks for Review! :D
StrideRyuuki: Ehmm...
Salem: "Bukan, dia masih seumuran anak-anak squad ini..." =w="
Ini udah lanjut! ^^/
Happy Reading! :D
Chapter 104: MisScenario
Maaf ya kalau judulnya begitu (soalnya sedang bingung), jadi simak saja oke? -w-/
~Scared as Always~
Inilah yang sebenarnya terjadi di pintu depan saat Chilla membawa orangtuanya ke markas.
Ting tong!
Tumma membukakan pintu, tapi setelah itu malah kabur ke pojokan.
"Aneh, kenapa bisa terbuka sendiri?"
"Mungkin ada yang membukanya dan pergi."
Chilla melihat Tumma yang pundung di pojokan dan menghampirinya. "Kenapa pundung di sini? Tidak ada yang takut kok!"
"Ehmm..."
Orangtua Chilla menengok ke arah Salem yang sudah berada di sana sejak tadi.
"Oh, apa kamu Salem?" tanya ibunya.
"Iya, apa yang terjadi?"
Wanita itu menunjuk Tumma. "Kami tidak mengerti kenapa dia memojokkan diri seperti itu..."
"Dia selalu begitu karena penampilannya..." jelas Salem risih. "Hey, sudahlah Tum! Tidak ada yang perlu ditakutkan!"
Tumma mulai menengok ke arah mereka. "Maaf..."
Setelah itu...
"Jadi kalian tidak kaget denganku?"
Chilla mengangguk untuk membenarkan.
"Oooh... Begitu... Aku pergi dulu..." Tumma berjalan meninggalkan mereka.
Kemudian ketiga tamu itu mengikuti Salem keliling markas.
~Question about Wolf~
"Ron, kalau kau takut dengan segala jenis hewan dari keluarga anjing, kenapa kau tidak takut pada Maurice?"
Pertanyaan itu dilontarkan Luthias saat dia dan Teiron sedang berada di perpus setelah Hayabusa (adiknya Yamagi) pulang ke markas Reha.
Yang ditanya hanya menggaruk kepala dengan bingung. "Aku juga tidak tau kenapa..."
"Heeeeh... Yang benar saja?"
"Aku seri-"
"Kalian membicarakanku?"
Keduanya langsung jantungan setelah mendapati Maurice sudah berada di dekat mereka.
"Se-sejak kapan kau muncul?!" tanya mereka berdua shock.
Maurice hanya berkedip sesaat, wajahnya terlihat bingung. "Dari tadi, aku hanya penasaran saat kalian menyebutku barusan..."
"Tadi kau kemana saja saat Haya datang ke markas?" tanya Teiron.
Maurice memiringkan kepala karena tambah bingung. "Haya?"
"Adiknya Yamagi, Hayabusa Kunihiro. Dia ke sini karena diajak Iris tadi, sekarang sudah pulang." jelas Luthias.
Maurice ber-'oh' ria. "Tadi aku mengunjungi makam orangtuaku dengan Paman Grayson..."
Suasana langsung hening seketika, bahkan sampai membuat kodok yang sering mengiringi cerita ini tak berbunyi lagi. *plak!*
"Kenapa?" tanya Maurice memecah keheningan.
"Tidak apa-apa, silakan kembali mengurus kegiatanmu." Kedua makhluk itu langsung kabur.
Maurice semakin bingung dengan tingkah mereka, kemudian dia memilih untuk mengabaikannya dan pergi.
~Hawkeye-Reaper~
"Kenapa gue harus pergi sama lu berdua?!" gerutu Edgar karena dipaksa menjalani misi dengan Mathias dan Vience di hutan.
"Kalau lu mau protes juga percuma, lu kan tau sendiri seperti apa ketua kita..." balas Mathias datar.
Edgar mendengus sebal.
Ketiga makhluk pirang itu terus berjalan menyelusuri hutan, sampai tak sengaja bertemu kerumunan monster yang menghadang. Menyadari tak bisa lari, mereka memilih untuk segera menyerang.
"Shackle!"
Vience yang mendengar teriakan itu mulai lengah dengan kondisi sekitar, Mathias yang melihat itu segera menebas monster yang akan menyerangnya.
"Jangan meleng!" sembur Mathias.
"Tau, tapi tadi ada yang aneh!" balas Vience.
Mathias mengangkat alis, tapi hanya sesaat karena ada monster yang menyerang dan segera menebasnya. "Aneh kenapa?"
Vience menahan serangan monster di depannya, kemudian segera menendang dan menebasnya. "Bukannya di squad kita nggak ada Grim Reaper ya?"
"Hah? Lalu?"
Mereka tak menyadari monster yang akan menerjang. Tapi tanpa diduga, ada rantai yang muncul untuk mengikatnya dan sebuah Glaive menancap di dadanya sampai jatuh.
Mathias baru menyadari kejadian barusan. "Maksudmu rantai itu?"
Vience mengangguk. "Ya..."
"Kalian jangan ngobrol, bahaya!" nasihat Edgar sambil berjalan ke arah monster yang sudah mati itu untuk mengambil Glaive-nya yang menancap.
Webek, webek...
Edgar hanya mengangkat alis ketika melihat kedua temannya terdiam seketika. "Kenapa?"
Mereka masih terdiam karena pikiran mereka masih belum connect dengan apa yang terdiam.
Setelah beberapa menit kemudian, pikiran mereka mulai connect dan...
"EDGAR, LU NGGAK CERITA KALAU LU PUNYA SKILL GRIM REAPER!" pekik Mathias dan Vience sewot.
Edgar facepalm. "Gue terpaksa, soalnya keluarga gue rata-rata Grim Reaper semua!"
"Terus kenapa lu sendiri milih jadi Hawkeye?" tanya keduanya bersamaan.
Edgar hanya menghela nafas. "Nggak betah, makanya gue lebih suka begini..."
Mereka berdua hanya ber-'oh' ria.
Kemudian ketiganya segera pulang ke markas.
~Secret Photo~
Rendy sedang berada di pojok perpus sambil memperhatikan sebuah foto.
"Ren, itu foto apa?"
Rendy buru-buru menyembunyikan foto yang dipegangnya di belakang punggung ketika Salem datang menghampiri.
"Nggak, bukan apa-apa!" sahut Rendy gelagapan.
Salem mengangkat alis. "Yakin?"
"Beneran! Mending lu urusin Chilla aja deh, entar dia keburu bikin 'Mystery Food X' lagi!" usul Rendy.
"Iya iya!" Salem segera ke dapur.
Setelah temannya pergi, Rendy menghela nafas panjang dan mengeluarkan kembali foto yang tadi disembunyikan, kemudian mengusapnya dengan jari.
"Aku tidak mau siapapun tau masa lalu kita, Hendry..."
~Alasan untuk Memasak~
"Berjanjilah kau tak akan menggodaku di depannya, oke?"
"Baiklah."
"Pria itu siapa?" tanya Chilla ketika melihat Salem bersama Alfred di dapur.
"Aku temannya Salem, Alfred Lanceford." ujar Alfred ramah.
Chilla ber-'oh' ria.
"Sebaiknya kau keluar dulu, aku harus mengajarinya tanpa gangguan." usul Salem sambil mendorong Alfred keluar dari dapur.
Setelah beberapa menit menunggu, mereka berdua datang ke ruang makan dengan tiga piring makanan (yang untungnya tidak ada bumbu-bumbu 'Mystery Food X').
"Sebenarnya aku belajar memasak hanya untuk membantu kakakku setelah kehilangan matanya, tapi pada akhirnya aku harus memasak sendiri untuk bertahan hidup, apalagi saat bertualang dengan Rendy..." jelas Salem.
Chilla berbinar-binar karena kagum, sementara Alfred hanya manggut-manggut.
Bonus:
Ketika beberapa temannya seperti Mathias dan Raimundo menenggak brandy 60 persen seolah seperti minum soft drink, Vience tidak pernah ikut menenggak minuman keras tersebut. Karena menurutnya, minuman-minuman itu sama sekali tidak soft.
Pada malam itu, Mathias dengan sengaja mengganti air putih di gelas Vience dengan vodka ketika yang bersangkutan sedang pilek.
Edgar tidak perlu tau berapa persen alkohol yang dikandung si vodka untuk mengetahui kadar toleransi si Dragon Rider, karena malam itu akan terjadi hal yang absurd.
Bayangan Vience yang menempel manja di pundak orang terdekatnya sambil melingkarkan tangan pada pundak si orang (yang memasang wajah 'wtf') plus senyum-senyum dan bergumam tidak jelas itu membuat Edgar merasa yakin kalau bayangan mengerikan itu tidak akan bisa dilupakannya seumur hidup.
Jika dia tidak ingat kalau petugas kebersihan di markas malam itu adalah dirinya sendiri, dia pasti sudah muntah-muntah di tempat.
Kalau orang yang menjadi korban adalah Ikyo, mungkin dia tidak akan sengeri ini.
Sialnya, korban Vience itu sepupunya sendiri!
Tartagus sendiri tidak menyangka kalau Vience yang mabuk bisa bertingkah separah ini. Dia membuat catatan mental untuk mendudukkan Vience di sebelah Edgar, Mathias, atau Ikyo lain kali.
"Vieny... Sepertinya kau sudah mabuk, kembalilah ke kamar..."
"Tidak bisa, Cinta. Kau dan aku ditakdirkan untuk selalu bersama... Lagipula, aku nggak mau ke kamar. Kecuali kalau ke kamarmu aku mau..."
"Vieny, setidaknya kalau kau mau mabuk begini, menempellah pada Edgar, jangan padaku!"
"Hah? Kenapa jadi gue tumbalnya?! Yang nuker air di gelasnya kan si Kambing!" protes Edgar sewot.
"Gelas... Gelas apa, Cinta? Pecahkan saja gelasnya biar ramai! Gelas... Gelas... Mana gelas gue?"
Tartagus tidak sempat mencegah Vience meraih gelas berisi 'air putih yang ternyata vodka' itu dan menenggak isinya beberapa teguk.
Efeknya tidak main-main. Setelah perubahan ekspresi yang sangat drastis, Vience langsung menyerang Tartagus sampai terjengkang dari sofa.
"Gus... Agus I love you, love you, love you so much..." Vience menggumamkan lagu tersebut dengan nada yang kacau sambil terus berusaha menempel pada sepupunya.
Kenapa dia masih ingat dengan lagu lama sebuah girlband lokal tersebut masih menjadi misteri.
Untungnya si pengguna sekop itu cukup gesit untuk bangun dan menghindari sepupunya yang entah akan melakukan apa jika berhasil menggencetnya di lantai.
Dan hal terakhir yang Vience ingat dengan sangat samar-samar malam itu adalah ketika dia mulai bergerak mendekati Tartagus sambil membuka satu per satu kancing kemejanya sendiri.
Hal selanjutnya yang teringat, dia berada di atas ranjangnya dengan kepala yang terasa seperti baru saja dihajar dengan panci penggorengan.
"Oh, kau sudah bangun?"
Vience yang baru saja membuka mata disambut oleh suara Tartagus yang baru saja masuk ke kamar mereka sambil tersenyum penuh arti.
Dia baru menyadari kondisi tubuhnya yang telanjang plus kondisi kamar yang seperti terkena angin topan.
"Sarapan sudah siap! Sebaiknya kau makan dulu! Kau tidak makan apa-apa kan semalam? Kami tunggu di ruang makan!" Tartagus berjalan keluar.
"Oh iya Vieny, tadi malam kau hebat sekali lho!" celetuk Tartagus sambil mengoleskan mentega pada roti tawar.
Dia mengatakan itu dengan sangat kasual agar tidak mengundang pertanyaan dari para makhluk 'polos', tapi cukup ambigu untuk membuat Edgar jawdrop dan Vience menyemburkan kopinya.
Saat ini Vience merasa bibirnya kelu, otaknya macet, dan juga lemas. Dia tidak mau dan tidak ingin mengakui atau mengetahui apapun yang sebenarnya terjadi semalam. Biarlah itu menjadi rahasia yang terkubur dalam-dalam di dasar bumi.
Edgar sendiri memutuskan untuk tidak berkomentar, karena dia juga mengakui bahwa satu gigabyte foto-foto dan video Vience yang hilang akal sambil melambaikan boxer di atap markas hasil jepretan mereka semalam memang merupakan masterpiece.
To Be Continue, bukan Temperance Bride Chariot (?)...
Mau gimana lagi, terserah mau bilang apa... .w./
Jangan tanya soal bonus-nya, aku juga geli bayanginnya... :V a
Review! :D
