Balas Review! :D
RosyMiranto18: Kau akan tau nanti... .w./
Luthias: "Aku tidak begitu akrab dengan kalian, maaf... Mungkin lain kali..." ._.
Thanks for Review! :D
StrideRyuuki: Terserah padamu... ~(-w-)~ Oh, di fic itu gue sengaja nggak bikin jadi rate M karena males mikirnya! And the last, jangan lupa bantuin lengkapin style Hikari dan Mira, harus! *maksa mode on.* Well, ini udah lanjut... -w-/
Happy Reading! :D
Chapter 106: The Geom-Secret
"Belakangan ini dia sedikit aneh lho! Sal, lu tau nggak kenapa?" tanya Alpha.
Salem menggeleng. "Nggak tau... Gue juga bingung..."
Saphire memasang pose berpikir. "Dia pasti menyembunyikan sesuatu, entah apa itu..."
"Masa lalu?"
"Hah?" Mereka bertiga menengok ke arah Luthias.
Luthias menaikkan kacamatanya dengan wajah serius. "Hanya dia yang masa lalunya tidak kita ketahui..."
"Kalau itu benar... Kenapa dia menyembunyikannya?" tanya Salem.
Luthias angkat bahu. "Entahlah... Kita tidak bisa mengira-ngira seperti apa masa lalunya..."
Sekarang dia sedang memperhatikan foto yang dipegangnya di pojok kamarnya.
Foto itu memperlihatkan sepasang anak laki-laki berambut perak dengan mata abu-abu dan biru.
Dia menghela nafas panjang dan mengusap foto itu dengan jari.
"Kenapa kau pergi begitu cepat dan memberikan kehidupanmu padaku?"
Kemudian dia memutuskan untuk tidur karena kelelahan akibat terlalu banyak pikiran.
Keesokan harinya...
"Selamat pagi!" sapanya sambil berjalan ke meja makan.
"Bagaimana tidurmu?" tanya Paman Grayson sambil menaruh sepiring pancake di meja makan.
Dia duduk dan mengambil makanannya. "Aku sedikit kelelahan karena banyak pikiran, tapi tidak apa-apa... Aku sudah lebih baik, Paman."
"Yah, syukurlah... Soalnya kemarin kau terlihat murung." Paman Grayson tersenyum kecil dan mengusap kepalanya. "Jangan terlalu banyak pikiran, nanti kau bisa sakit."
Dia mengangguk. "Aku akan mengingatnya, Paman."
Setelah sarapan, dia berniat jalan-jalan ketika melihat Girl-chan sibuk membawa banyak berkas.
"Kaichou, mau kubantu?"
Gadis itu menengok. "Oh ya, tentu saja! Ini agak berat soalnya!"
'Kenapa suaranya terdengar lebih berat ya?' batin Girl-chan yang menyadari sesuatu, tapi memutuskan untuk mengabaikannya.
Dia membantu gadis itu membawa setengah berkas ke ruangannya.
"Makasih ya Ren!"
Dia hanya mengangguk dan segera pergi.
Di jalan raya, terdapat sepasang anak kembar berambut perak.
Salah satu dari mereka menyeberangi jalan dan tak menyadari truk yang lewat. Saudaranya yang melihat itu segera berlari dan mendorongnya ke pinggir jalan, tapi hal itu membuatnya tertabrak truk.
"Hendry!"
Dia terbangun dengan wajah pucat dan nafas tersenggal-senggal, kemudian duduk di tempat tidurnya dan memeluk lutut sambil menangis sesegukan.
Tok tok!
"Ren, kau di dalam?"
Dia segera menghapus air matanya dan turun dari tempat tidur, kemudian membuka pintu.
"Ada apa, Tum?" tanyanya pada sang tamu di depan pintu.
Tumma melihat kesedihan pada wajah pemuda itu, tapi tidak ingin menyinggungnya. "Mathias mengajak kita nonton tengah malam, mau ikut?"
Dia menggeleng.
"Baiklah..." Tumma berjalan pergi.
Dia menutup pintu dan berniat untuk kembali tidur, tapi dia merasa melihat bayangan seseorang yang dikenalinya di dalam cermin. Dia pun mendekati cermin itu dan merabanya sesaat.
Terlihat bayangan seseorang yang mirip dengannya dengan mata tertutup dan tersenyum padanya.
"Hendry?"
Bayangan itu terlihat bingung. "Kau kenapa? Baru saja menangis?"
Dia hanya diam dan menunduk sedih.
Bayangan itu mulai khawatir. "Kau masih tidak bisa menerimanya ya?"
Dia hanya mengangguk.
"Apa kau butuh waktu sendiri?"
Dia kembali mengangguk.
"Baiklah, aku akan membiarkanmu sendiri untuk sementara. Aku akan berbicara denganmu lagi jika perasaanmu sudah lebih baik."
Kemudian bayangan itu menghilang dari cermin dan menyisakan bayangannya sendiri yang dipenuhi kesedihan dan rasa bersalah.
Dia pun kembali tidur.
Keesokan harinya...
"Ren, mau karaoke?" tanya Maurice saat melihat pemuda itu lewat di depan perpus.
Dia hanya mengangguk dan menghampiri mereka.
Dia melihat-lihat katalog dan menemukan sebuah judul yang menarik perhatiannya karena teringat sesuatu, kemudian menunjuknya.
Luthias mengerutkan kening melihat judulnya. "Kau yakin dengan lagu itu? 'My House is Quiet'?"
Dia mengangguk lagi.
"Baiklah..."
Kemudian musiknya diputar.
fukai mori no zutto oku
sanpo ni dekakeru besa
buruuberii wo tsunde na
juusu ni suru be
mizu mo kuuki mo sundenna
suion nyuusu de kiite kita
oi, omee hima nano kai?
tegami onegai na.
are nananin shimai, mienbe?
gairangerufiyorudo wa
ichiou sekai shizen isan na
omiyage wa kore na torooru ningyou
Var så god
hirari hirari oorora ga
yukkuri yuretenbe
nosori nosori torooru ga
kossori itazura shitera
Oi… tonari no anko wa
uzee kedo
uchi wa… shizuka.
"oo sore naa baante shitokee."
berugen no uoichiba ha
saamon kani ebi tara saba ya
kujira mo kyabia mo arube
mayocchimau na
karafuru na sankakuyane ga
midori to macchi shiterube
buriggen utsukushikute
tameiki ga deru na
hadangerufiyorudo no
dangaizeppeki meibutsu na
torooru no shita tteiun zu…n?
shashin omee mo issho ni hainnai kai ?
Appelsin!
merara merara sekaiichi
ookii kyanpufaiyaa no
ooresun no omatsuri wa
sugee hakuryoku dabe
Oi… ten made todokisou na
honoo gensouteki
"souieba konaida ii nyuusu mitakke ka, chotto kiitemin be
pipipi… tto naa…"
"o, aisu kai?"
"nani? kyou wa tanjoubi janai kedo"
"omeentoko no dourou, yousei no tame ni kouji yameta ttsutte na"
"un…dakara?… nani?"
"n, i-hanashi dana-to omotte na"
"e, soredake?"
"n jana"
"n aisun toko no yousei mo… yorokonderu besa"
usura usura… arawareru
ikemen no yuurei mo
norudikku seetaa kita
chiisana nisse mo
"minna… tomodachi"
hirari hirari oorora ga
yukkuri yureten be
nosori nosori torooru ga
kossori itazura shitera
Oi… tonari no anko
kyou mo yakamashi
uchi wa… shizuka.
"Entah kenapa lagu itu mengingatkanku pada teman di Norwegia..." gumam Mathias.
"Aku juga bingung kenapa dia memilih lagu itu..." timpal Luthias.
Setelah itu dia segera pergi keluar dan membuat yang lainnya kebingungan.
'Ada apa dengannya?'
Dia pergi ke kamarnya dan memutuskan untuk tidur.
Malamnya...
Dia sedang berada di atap markas sambil memperhatikan foto di tangannya.
"Kau sedang apa di sini?"
Dia menengok dan mendapati Ashley menghampirinya.
"Aku hanya sedang mengingat masa lalu..."
"Seperti apa?" Ashley ikut duduk di sebelahnya.
"Tapi sebelum itu, kau harus tau satu hal..." Dia menghela nafas. "Sebenarnya, aku sedang menempati tubuh saudara kembarku..."
"Saudara kembar?"
Dia mengangguk. "Namaku Hendry Espada Volante. Sebenarnya aku sudah mati, tapi ada suatu hal yang membuat rohku terjebak di dalam tubuh Rendy."
Dia memperlihatkan foto yang dipegangnya, kemudian menunjuk gambar anak bermata biru. "Ini aku."
Lalu telunjuknya berpindah ke gambar anak bermata abu-abu. "Dan ini Rendy."
"Dulu saudaraku buta sejak lahir. Beberapa tahun yang lalu, aku menyelamatkannya saat hampir tertabrak truk dan mengorbankan nyawaku. Sebelum mati, aku memberitahu orangtuaku untuk menggunakan mataku padanya agar dia bisa melihat dunia." Dia menghela nafas panjang. "Tapi aku tidak mengerti kenapa dia tidak bisa menerimanya sampai sekarang..."
"Jadi begitu."
Keduanya terkejut ketika mendapati si ketua Garuchan sudah berada di sebelah mereka sejak tadi.
"Ka-Kaichou?"
"Master?"
Gadis itu menghela nafas panjang. "Hendry, jika Rendy sampai depresi dan berniat bunuh diri, kau harus bisa mencegah dan menyadarkannya, apapun caranya."
Dia menggeleng. "Tapi aku tidak tau harus bagaimana membujuknya, aku tidak ingin melukai hatinya."
Ashley menepuk punggungnya. "Cobalah memahami perasaannya, mungkin itu bisa membantu."
Dia menghela nafas panjang. "Baiklah, aku akan mencobanya nanti..."
"Tapi ada sesuatu yang ingin kutanyakan." Girl-chan memasang pose berpikir. "Kalau kau memakai tubuh Rendy, bagaimana dengan jiwanya?"
Dia tersenyum miris. "Tenang saja, dia sedang tertidur di dasar alam sadarnya. Aku hanya bisa menggunakan tubuhnya jika dia sedang banyak pikiran karena teringat masa lalu, jadi dia tidak akan tau apa yang terjadi saat aku menggunakan tubuhnya."
"Ini sudah malam, kau harus tidur." nasihat Girl-chan.
"Baiklah..." Dia berdiri dan menatap si ketua Garuchan dengan senyuman pahit. "Terima kasih..."
Mereka bertiga masuk ke dalam markas.
Pemuda itu membuka matanya dan melihat saudara kembarnya sudah berada di sebelahnya.
"Hendry..." Dia terbangun dan duduk di sebelah saudaranya.
"Kau harus menjelaskan semuanya pada mereka." usul saudaranya.
Dia menggeleng, kemudian memeluk lututnya. "Aku tidak bisa... Ini semua salahku... Membiarkanmu mengorbankan semuanya untukku..."
"Itu bukan salahmu, aku melakukan demi kebaikanmu."
"Aku tidak mau!" pekiknya frustasi. "Untuk apa aku bisa melihat jika ternyata kau mati? Seharusnya aku yang tertabrak truk saat itu, seharusnya aku saja yang mati!"
Kemudian dia mencoba untuk mencongkel matanya sendiri dan saudaranya segera mencegahnya dengan menahan tangannya.
"Jangan lakukan itu, Rendy!" Saudaranya mulai marah. "Aku tidak ingin melihatmu terus terbebani rasa bersalah karena kematianku!"
Tubuhnya mulai bergetar hebat dan air mata mulai menetes di ujung matanya. Dia melepaskan tangannya dan segera memeluk tubuh saudaranya sambil meletakkan kepala di atas dada, kemudian menangis sesegukan.
Saudaranya mulai tidak tega dan ikut memeluk pemuda itu sambil mengusap kepalanya. "Maafkan aku, Rendy... Tapi hanya itu yang bisa kukatakan padamu..."
"Aku yang harus minta maaf, Hendry... Aku hanya tidak bisa menerima semuanya..." balasnya pelan.
"Jangan terlalu banyak pikiran, nanti kau bisa sakit..." nasihat saudaranya.
Dia sedikit terkejut mendengar nasihat itu. "Siapa yang mengajarimu kalimat itu?"
"Paman Grayson." Saudaranya tersenyum lembut dan kembali mengusap kepalanya. "Sebaiknya kau tidur, besok pagi kau harus menceritakan semuanya. Aku akan selalu mengawasimu, jadi jangan takut."
Dia hanya mengangguk dan mulai tertidur di pelukan saudaranya.
Keesokan paginya...
"Kau sedang banyak pikiran belakangan ini?" tanya Salem.
Dia mengangguk pelan.
"Bisa diceritakan?"
Semua orang yang berada di ruang tengah mendengar itu dan segera mengerumuni mereka.
Pemuda itu menghela nafas. Sebenarnya dia tidak ingin melakukannya, tapi dia tidak punya pilihan.
Dia menceritakan masa lalunya, dimana dia dulu buta sejak lahir dan selalu bersama saudara kembarnya sampai sebuah kejadian telah memisahkan mereka.
Teman-temannya mulai prihatin mendengar semua ceritanya.
"Jadi itu yang membuatmu murung belakangan ini."
"Seharusnya kau ceritakan itu dari awal."
"Tidak apa-apa, kebanyakan dari kami juga mengalami hal yang sama."
"Kehilangan itu wajar, hanya saja kau jangan terpuruk terlalu dalam."
"Jangan sedih, saudaramu pasti tidak akan senang jika melihatmu seperti itu."
Kehangatan dari nasihat teman-temannya membuat perasaannya menjadi lebih baik.
Pada malamnya, dia sedang duduk di depan cermin kamarnya untuk menunggu bayangan saudaranya muncul di sana.
Kemudian bayangan saudaranya muncul di depannya. "Apa sekarang perasaanmu sudah lebih baik?"
"Ya..."
Bayangan saudaranya tersenyum lembut disertai kesedihan. "Kurasa ini sudah waktunya..."
"Apa kau akan pergi meninggalkanku lagi?"
"Ya..." Saudaranya menunduk sedih. "Seharusnya aku tidak berada di dalam tubuhmu, tapi melihatmu terbebani rasa bersalah membuatku terjebak di dasar alam sadarmu seperti ini..."
"Apa kita bisa bertemu lagi?"
"Mungkin, tapi itu hanya masalah waktu..." Bayangan di cermin itu mulai memudar, kemudian memasang senyuman pahit. "Jangan terlalu memikirkan masa lalu lagi, kau harus bisa menatap masa depan sekarang."
"Ya, aku janji tidak akan memikirkan masa lalu lagi. Selamat tinggal, Hendry..."
Bayangan saudaranya menghilang dari cermin meninggalkan dirinya yang tersenyum miris dengan perpisahan mereka.
"Ren?"
Dia menengok ke arah pintu yang terbuka dan melihat teman baiknya di sana.
"Ada apa, Sal?"
"Ayo ke ruang tengah, yang lain sudah menunggu!" ajak Salem.
Dia mengangguk dan berdiri, kemudian menghampiri temannya dan mereka berdua keluar kamar.
Pada hari berikutnya di tengah malam, dia sedang duduk di tepi atap sambil melihat pemandangan langit malam.
"Kau yakin tidak ingin menghidupkannya lagi?" tanya Ashley di sebelahnya.
Dia menggeleng. "Aku lebih senang membiarkannya beristirahat dengan tenang. Tapi..."
Dia menatap langit malam yang dipenuhi bulan dan bintang. "Jika ada kesempatan kedua, aku ingin dia hidup kembali sebagai roh pelindungku..."
To Be Continue, bukan Tumbler Blitz Cen (?)...
Entahlah, ini sudah kesekian kalinya bikin Chapter nyesek... .w.a
Aku tidak tau harus bagaimana membuatnya, jadi jangan heran kenapa nggak baper dan membingungkan... .w./
Review! :D
