Balas Review! :D

StrideRyuuki: Silakan tunggu tanggal mainnya saja! :V / Ini udah lanjut! ^^/

Note: Aku lupa bilang pada balasan Review di beberapa Chapter sebelumnya kalau waktu yang kumaksud itu jam sepuluh pagi atau setengah satu siang atau (khusus hari Rabu doang) setengah dua, soalnya aku nggak bisa main malam... .w.a

RosyMiranto18: Maksudku itu bagian Rendy mukul bola tapi bolanya malah hancur... -w-/

Edgar: "Beberapa bulan lagi dua puluh..." =w=a

Sebenarnya aku tak begitu paham apa yang dimaksud dengan 'tipuan tertua'... .w.a Well, Thanks for Review! :D

Happy Reading! :D


Chapter 112: Absurdillery Insane


Judulnya aja aneh, apalagi isinya... -w-/


~Dangdutan dan Dengkuran~

Rina lagi bete karena uangnya sekarat.

"Gimana kalau kamu dangdutan sambil goyang aja? Pasti ada yang nyawer!" usul Primarin tiba-tiba.

"Eh, boleh juga tuh!"

Tanpa mereka sadari, Arie diam-diam menguping pembicaraan mereka dari balik pintu kamar Rina.

'Rina mau dangdutan?!'


Kemudian...

"Oy Zen, lu tau nggak?"

"Apaan, Rie?"

"Si Rina mau dangdutan!"

"HAH?! SERIUS?!"

"Iya, gue denger sendiri barusan!"

"Entar mau nyawer ah!" celetuk Zen.

"Emang lu punya duit?" tanya Arie meremehkan.

"Punya lha!" balas Zen sambil mengeluarkan celengan yang disimpan di dalam peti mati.

Bulu kuduk Arie langsung berdiri, dia tak menyangka kalau ternyata Zen menyimpan benda seperti itu.

"O-oy! Lu nggak ada tempat lain buat nyimpen ya? Itu peti mati siapa?!" tanya Arie gemetar.

"Oh, ini? Gue dapet dari mbak-mbak psycho yang nawarin peti matinya ke gue, jadi gue ambil aja satu." tutur Zen watados.

(Di suatu tempat, seorang wanita mulai tertawa seram sampai seorang pria di sebelahnya mulai merinding. "Zishang, tolong jangan mengeluarkan tawa seram di sini. Nanti banyak yang takut.")

Arie hanya terdiam karena gagal paham, kemudian mencoba mencari topik lain sampai tak sengaja melihat celengan yang digenggam iblis bertudung tersebut. Anehnya, celengan itu berbentuk persis seperti kepalanya.

"Lu nge-fans sama gue ya?" tanya Arie.

"Dih, GR ah!" bantah Zen sewot.

"Terus itu apa?" Arie menunjuk celengan itu dengan cengiran nista dan Zen langsung kalah telak. Kok dia mau aja nunjukin celengannya di depan Arie?


Di lantai dua, Ikyo malah asyik mengarungi alam mimpi. Dengkurannya terdengar seperti motor butut, keras banget pula!

"Lex, lu bangunin Ikyo kek! Ngoroknya kebangetan, kuping gue budek nanti!" protes Maurice sambil tutup kuping.

"Bangunin pake apa? Lu kan tau sendiri dia tuh susah dibangunin!" balas Alexia.

"Sumpelin aja mulutnya pake kaos kaki si Kambing!" usul Maurice.

"Ih, ogah! Jijay banget!" tolak Alexia.

"Lu kan sering ngoleksi!" celetuk Maurice ngumbar aib.

"Eh? Kak Alexia kolektor kaos kaki Kak Mathias? Demen banget sih!" timpal Jean heran.

"Heh, bukan begitu! Mathias-nya aja yang donasi kaos kaki ke gue!" bantah Alexia.

"Banyak alesan lu! Udah, sumpelin aja ke mulut Ikyo!" balas Maurice yang udah nggak tahan dengan suara ngorok si Gumiho.

"Iya deh..."

Alexia pun pergi ke kamarnya untuk mengambil koper penyimpanan kaos kakinya dan baru kembali lima menit kemudian.

"Itu apa?" tanya Jean.

"Kaos kaki si Kambing!" jawab Alexia singkat sambil membuka koper tersebut dan di dalamnya terdapat banyak sekali kaos kaki yang menumpuk.

Entah sudah berapa kali dia nyolong kaos kaki dari si pirang jabrik tersebut. Dia salah apa, Lex? Salah apa?

Aroma yang tidak barokah pun langsung menyebar dan bisa membuat siapapun yang menciumnya akan kehilangan batang hidungnya.

"Buset dah, Lex! Itu banyak banget, bau pesing pula!" sembur Maurice sambil tutup hidung.

"Kak, cepetan! Nggak kuat nih!" protes Jean yang sebentar lagi bakalan kena asma gara-gara wangi yang tidak barokah tersebut.

"Bau pesing apaan? Ini mah kayak wangi parfum mahal!" balas Alexia watados.

"Gile lu!" bentak Maurice sewot.

Alexia langsung memasukkan tiga pasang kaos kaki sekaligus ke dalam mulut Ikyo, kemudian yang bersangkutan langsung terbangun sambil memuntahkan benda terkutuk itu dan batuk kronis stadium empat.

"HEH, APAAN INI?!" pekik Ikyo sambil memperhatikan benda abstrak nan nista tersebut.

"Itu kaos kaki, Kyo! Buat bangunin lu!" balas Alexia kalem.

"LU GILA YA?!" bentak Ikyo kesal.

"Lu susah banget dibangunin sih, ngorok lu udah kayak mesin giling." celetuk Alexia tanpa ekspresi.

Tadi motor butut, sekarang mesin giling! Maunya gimana sih?


Malamnya, Rina bersiap untuk melancarkan aksinya.

Sebenarnya agak gugup sih, tapi dia harus melakukannya demi mengisi dompetnya yang sekarat.

"Udah siap?" tanya Primarin.

"Malu..." gumam Rina.

"Eh, intip DJ Luthias sana." celetuk Primarin.

Intip? Intip lagi mandi? Intip lagi berduaan sih nggak masalah.

"Ha-hah? Kok diintip? Nanti kalau mataku bintitan gimana?" tanya Rina ragu.

"Kamu mah mikirnya jangan ngeres! Tuh, dia ada di sono!" Primarin menunjuk Luthias yang melambaikan tangan ke arah mereka.

"Oooh..." Rina pun berjalan ke arahnya. "Luthias."

"Eh, Rina. Udah siap tampil?" tanya sang DJ.

"Iya, dangdut remix-nya satu ya." pinta Rina.

"Sip!" Luthias dan Kopen mengacungkan jempol.

Eh sebentar, bukannya kucing nggak punya jempol ya?


Sementara itu, Arie dan Zen sudah anteng menunggu di depan panggung. Zen benar-benar pengen nyawer, makanya ambil posisi paling depan. Bahkan sebagian cowok dari Garuchan dan Reha plus Hibatur sudah berada di sana sejak tadi.

"Lu beneran mau nyawer?" tanya Arie pada iblis bertudung itu.

"Ya iyalah!" balas Zen sambil memperlihatkan uang receh yang bejibun di genggamannya.

"Itu gope-an semua?"

"Enak aja! Ada seribuannya juga lha! Gue kan rajin menabung, ganteng, dan tidak sombong!"

"Ganteng endasmu, ngomong sama kapak Mathias aja sono!"

Tiba-tiba tirai panggung terbuka lebar dan memperlihatkan sesosok gadis berpucuk coklat yang membawa mic, di sebelah kiri panggung juga terdapat Luthias yang saat ini berstatus sebagai DJ dan mengenakan headphone.

"MARI DIGOYAAAANG!" seru Rina bersemangat.

Musik dugem pun mulai terdengar dan tangan sang DJ mulai asik beradu dengan alat-alatnya. Sorakan yang meriah langsung terdengar dari para penonton, kemudian Rina mulai menyanyikan lagu dangdut sambil melancarkan aksi goyangnya.

Goyangannya benar-benar mantap sampai membuat para penonton bersorak lebih keras, terutama Zen. Udah paling depan, paling berisik pula. Sepertinya Arie ingin sekali memasukkan api hijau milik Lady Zela ke dalam mulut iblis bertudung itu.

"TAAAARIIIK MAAAANG!" seru Zen yang sekarang ikut goyang sambil melempar uang recehannya. "TAMBAH LAGI GOYANGANNYA!"

Para penonton yang lain pun juga ikut terhanyut dengan dangdutan tersebut.


~Kebosanan dan Dendam Mbah Giro~

"Hoaaaam! Bosen nih!" keluh Emy sambil menopang dagu di atas meja, kemudian meregangkan tangan. "Booooseeeeeeen!"

"Gue bisa gila kalau begini terus!" gerutu gadis itu kesal.

Dia pun berdiri sambil memainkan gitar yang entah didapatkannya dari mana.

"Ada yang mau request lagu?" tanya Emy.

"Lagi ngapain sih? Ribut sendiri aja!" protes Tumma yang sedang baca buku.

"Konser dadakan! Mau ikut? Mau request?" tawar gadis Sorcerer itu senyam-senyum sendiri.

"Nggak mau!" tolak Tumma singkat.

"Berisik woy! Ganggu konsentrasi orang aja deh!" protes Giro yang sedang mojok di ujung ruangan dengan tablet-nya.

"Emangnya kenapa, Ro?" tanya Emy sambil mengerutkan kening.

"Kalau lu mau ngerumpi jangan di sini, dan nama gue bukan Ro, lu kate apaan?!" sembur si 'cowok cantik' sewot.

"Ya udahlah, Giro! Lagi ngapain sih?" tanya Tumma sambil menutup bukunya dan menghampiri Giro diikuti Emy yang sepertinya tertarik dengan benda yang dipegang pemuda itu.

Mereka berdua saling berdesakkan di kedua sisi badan Giro untuk melihat apa yang sedang dia lakukan.

"Eh, aduh! Sialan! Woy, game over kan jadinya!" gerutu Giro manyun.

"Ooooooh, lagi main game toh!" seru Emy dan Tumma yang baru ngudeng.

Demi Akira Kurusu yang namanya diganti menjadi Lem Mamamia (just parody, no offense), Giro berusaha meredam emosi.

'Awas aja kalian, bakalan gue kerjain!' umpatnya dalam hati.

Dendam Mbah Giro pun dimulai!

"Katanya lu lagi bosen, Emy-pyon? Nih, mending main bareng aja!" ujar Giro (pura-pura) ramah.

"Main apa?" tanya Emy.

"Main game horror! Tumma-pyon ikutan main sini!" ajak Giro sambil menyerahkan tablet-nya pada Emy dan menggeser tubuhnya untuk Tumma agar bisa ikut bergabung sesuai rencana.

"Nggak usah deh, aku mau ke dapur saja." ujar Tumma yang berniat pergi.

"Emang lu mau ngapain di dapur?" tanya Emy kepo.

"Marawisan." jawab Tumma SPJ.

"Hah?" Giro dan Emy langsung mangap.

"Bercanda! Orang mau masak kok!" Tumma pun berjalan pergi.


"Pilih aja game-nya, ada banyak!" Giro memamerkan koleksi game-nya seperti sales yang memperkenalkan barang dagangan, kemudian menunjuk salah satu game. "Yang ini kita jadi penjaga malam! Kalau nggak muterin kotak musik dan pake topeng, lu bisa mati nanti!"

"Kok kayak game yang sering dimainin Luthias ya?" tanya Emy.

"Iya, bener! Eh, lu sering stalking Luthias-pyon ya? Kok tau?" tanya Giro sambil menatap curiga gadis di sebelahnya.

Emy menggeleng. "Nggak kok! Orang gue sering ngeliat dia mojok di perpus, jadinya gue sering nyamperin dia buat nanyain kabar atau kepoin dia lagi ngapain!"

"Parah lu!" sembur Giro, kemudian berusaha menyukseskan rencananya. "Jadi, mau main yang mana?"

"Yang ini apa?" tanya Emy sambil menunjuk sebuah game.

"Oh, itu? Itu game yang tadi gue mainin, 'Slender Man'! Cobain aja, seru!" Giro menyentuh icon game 'Slender Man'.

"Hmm, mainnya kayak gimana?" tanya Emy sambil memiringkan kepala.

"Cuma ngambil kertas yang totalnya delapan biji, cari di tempat yang unik aja!" jelas Giro.

"Hmm, sepertinya mudah!" Emy manggut-manggut dan mulai memainkan game tersebut.

Satu kertas sudah ditemukan. Dua kertas, tiga kertas, empat kertas.

Giro langsung bingung, ternyata Emy lincah dan belum ada yang 'menghampirinya'.

"Jago juga!" puji Giro.

"Iya dong, mudah!" balas Emy songong.

Emy masih memainkan game itu sampai membuat Giro iri setengah mampus. 'Kok Slendy-nya nggak muncul-muncul sih?'

Giro pun manyun lagi dan meninggalkan si gadis yang sedang asik bermain, kemudian menuju ke perpustakaan.

Sebenarnya dia ingin mengobrol dengan Elwa yang biasanya sering mangkal di sana, tapi ternyata dia nggak ada di tempat.

'Dia pasti lagi jalan-jalan!' keluh Giro dalam hati.

"HUWAAAAAH!"

Sebuah teriakan pun terdengar dari ruang tengah. Giro sedikit kaget, tapi langsung memasang senyum kemenangan. Akhirnya dendamnya terbalaskan!

"Ada a-" Giro yang berniat menyapa langsung menatap horror tablet-nya yang tergeletak di lantai. "Ebuset, lu apain tablet gue?!"

"Ya gue lempar lha! Ngagetin banget!" balas Emy yang masih shock dengan kejadian barusan.

"Tapi nggak usah segitunya juga keles, untung nggak rusak!" bentak Giro sambil mengambil tablet-nya, kemudian pergi ke perpustakaan.


"IIIIIIH, KEZEL KEZEL KEZEL!" umpat Giro yang datang-datang langsung main gebukin Teiron dengan lebay-nya.

"Heh! Kalau mau marah jangan dilampiasin ke gue juga dong!" protes Teiron.

"Entar gue labrak aja tuh cewek rese, terus gue timpuk pake saxophone!"

"Ih, jangan! Kasihan!"

"Sssh, diem aja lu! Entar mulut lu yang gue cincang!"

"Cincang mah hewan yang goyang-goyang di tanah."

"Itu cacing, Teiron-pyon! Lu beneran pengen ditimpuk pake saxophone?!"

"Ampun ndoro!"


~Angkat Tanganmu, Hikari!~

Saat ini Hikari sedang pergi ke dapur diam-diam dengan tangan masuk ke kantong celana serapat mungkin karena menyembunyikan sesuatu di ketiaknya, dia berharap tidak ada yang mengikutinya.

Tapi ketika sampai, dia melihat Tumma sedang memasak di sana.

"Hai Hika, mau ngapain?" sapa pemuda hijau itu.

"Eh, mau nyimeng-"

Bohong! Padahal dia mau makan keripik pisang yang ada di lemari.

"Hah?" Tumma langsung gagal paham.

"E-eh, bukan bukan! Cuma mau nyemil aja kok!" ralat Hikari sambil berjalan menuju lemari dengan terburu-buru.

'Pasti ada di dalam...' batin Hikari. 'Tapi... Itu artinya harus angkat tangan dong! Duh, nggak bisa begini!'

Tumma yang heran melihat kelakuan gadis itu langsung berceletuk, "Angkat tanganmu, Hikari."

"Eh?"

"Angkat tanganmu, Hikari."

"Maksudnya?"

"Angkat tanganmu, Hikari."

Demi apa Tumma jadi error begini? Dia lagi kesurupan atau lagi jadi korban iklan?

Hikari memilih untuk langsung pergi karena nggak mau kena terror lebih banyak lagi.


Lucy heran melihat Hikari yang tidak seperti biasanya hari ini. Entah karena dia belum makan, belum keramas, atau belum buang air besar.

Padahal dia emang belum makan keripik pisang kesukaannya.

"Angkat tanganmu, Hikari." pinta Lucy.

"Ha-hah?" tanya Hikari kebingungan.

"Angkat tanganmu, Hikari."

"A-apaan sih?"

"Angkat tanganmu, Hikari."

Demi apa tuh cewek lagi stress? Hikari salah apa sampai dapat cobaan begitu berat hari ini?


"Hika, eike bosen nih, yey mau nemenin nggak?"

Demi apa Monika mendadak mabok?

"Idih, sejak kapan lu ngondek?" tanya Hikari jijik dan perlahan mulai menjauh dari Monika.

"Yey nggak tau ya? Udah lama keles!" jawab Monika lebay sambil melambaikan tangan persis kayak banci lampu merah.

"Ish, jijaaaaay alaaay!" seru Hikari super lebay plus ber-jijay ria, padahal dia nggak nyadar kalau apa yang dia lakukan itu udah mirip bences.


~Gerhana Bulan dan Si Perjaka yang Sudah Tak Perjaka Lagi~ (Kok judulnya rada nganu gitu ya? :V a)

Peringatan: Ini kubuat sebelum Chapter 65 fic Reha Squad, jadi pikirin sendiri... -w-/

"Ashley, katanya beberapa hari yang lalu ada gerhana bulan ya?" tanya Yubi (yang nggak ngudeng soal gerhana bulan karena sering tidur lebih awal).

"Iya." jawab Ashley singkat.

"Aku penasaran bagaimana bisa terjadi gerhana bulan..." gumam Yubi.

"Gerhana bulan terjadi saat matahari, bumi, dan bulan berada di satu garis lurus sehingga bulan tidak mendapat cahaya dari matahari." jelas Ashley yang menjadi guru dadakan.

Yubi manggut-manggut dan pergi.

Kemudian datanglah Hendry yang ingin bertanya tentang gerhana bulan kemarin. "Tapi Ashley, gerhana bulan yang kemarin tuh warnanya merah lho, kok bisa ya?"

Ashley memiringkan kepala. "Hmm, entahlah... Mungkin itu fenomena langka yang terjadi hanya beberapa tahun sekali..."

Hendry hanya ber-'oh' ria.


Di sisi lain, ada dua orang yang sempat mendengar percakapan Yubi dan Ashley tentang gerhana.

"Bicara soal gerhana, kok gue jadi keinget Salem ya?"

"Emang Salem kenapa, Alpha?"

"Cintanya ke Chilla terhalang Alfred."

"Iya juga sih..."

"Oh iya Batur, katanya dia abis di-'anu' sama Alfred, beneran tuh?"

"Mungkin..."

"Ahahahaha! Kalau kata gue mah mending dia double wedding aja, biar greget!"

Alpha dan Hibatur tak menyadari keberadaan Salem di seberang mereka. Semua orang yang berada di perpustakaan langsung shock melihat si pirang spiky yang mengeluarkan aura hitam pekat dan hanya bisa berdoa dalam hati agar kedua makhluk itu tidak terbunuh nanti.

Tanpa diduga, tiba-tiba Salem mengambil kursi dan langsung melemparnya ke wajah Alpha sampai terjengkang dari duduknya, kemudian mendekati mereka dengan wajah marah.

Kedua makhluk itu langsung parno. Kok tiba-tiba Salem jadi seram begini?

'Mampus, dia denger!' Hibatur langsung kabur saat itu juga.

"Sa-Sal, lu mau ngapain?!" tanya Alpha panik.

"Golok mana golok?!"

"Sal, lu jangan nakutin gue!"

Karena tidak menemukan apa yang dicari, Salem mengambil semangkuk bakso milik Musket dan melemparnya ke arah Alpha sampai mengenai jaket birunya yang sekarang ternodai kuah dan sambel.

"Jaket gue! Tega banget lu, Sal!"

"BODOH AMAT!" bentak Salem yang sekarang tak segan-segan melempar puluhan buku dari rak di sekitarnya.

Dan kericuhan pun terjadi.


Salem depresi tingkat dewa. Dia tak kuat lagi, benar-benar tak kuat.

Dunia memang tidak adil baginya, tapi setidaknya dia puas setelah melampiaskan semuanya pada Alpha.

Butuh waktu lama bagi para cowok lainnya untuk melerai mereka berdua.

Salem tuh kalau ngamuk nggak kalah ganas dengan Teiron atau Thundy, suwer terkewer-kewer!

Kini dia punya rencana yang begitu brilian, kemudian menuju gudang untuk mengambil sebuah benda pusaka: tali tambang.


Di atap markas, dia menaiki kursi kecil yang dibawanya dan mengikat tali tersebut ke salah satu dahan pohon dan juga lehernya.

"SALEM, LU MAU NGAPAIN?!" teriak Rendy yang shock melihat kelakuan teman baiknya.

"Lu liat kan gue mau ngapain?" Bocah spiky itu malah nanya balik dengan nada sedih.

"GAR! EDGAR! CEPETAN KE SINI!" jerit Rendy yang segera mencari Edgar.


Ketika sampai di kamar yang bersangkutan, Rendy langsung bengong begitu menemukan Edgar sedang...

Merajut?

Gar, lu abis ketularan Kanji ya?

"G-gue bisa jela-"

"EDGAR, LU NGGAK PEKA AMAT SIH! GUE MANGGIL LU DARI TADI!" omel Rendy sewot.

"Emangnya kenapa sih lu sampe teriak-teriak gitu?"

"SALEM, GAR! SALEM!"

"Salem kenapa?"

"KETUBANNYA PECAH!"

"HAH?! CEPET TELEPON AMBULANS! NGGAK ADA DOKTER SPESIALIS KANDUNGAN DI SINI!"

Rendy langsung menarik Edgar menuju ke atap dimana Salem masih anteng di tempatnya.

"LU BILANG KETUBANNYA PECAH!" bentak Edgar sebal.

"URUSIN DULU TUH!" sembur Rendy.

"SALEM, TURUN DARI SITU!" seru Edgar.

"Nggak mau!" balas Salem yang matanya sudah berkaca-kaca.

"UDAHLAH, YANG TADI NGGAK USAH DIPIKIRIN!"

"Gue capek, Gar. Hidup gue nggak adil, mau gue akhirin sampe sini aja."

"POKOKNYA JANGAN, ATAU LU BAKALAN NYESEL!"

"Selamat tinggal..."

"JANGAN!"

KREK! GUBRAK!

Dahan itu patah karena nggak kuat menahan Salem dan dia langsung jatuh dengan sangat (tidak) awesome-nya.

Edgar langsung facepalm. "Tuh kan, gue bilang juga apa!"

"Aduh..." Salem hanya meringis kesakitan.

"Enak, Sal?"

"Sepertinya ada yang patah deh..."

"Hah?"

"GUE ENCOK, GAR!"


Special Bonus: Vacation Bizzare

"Daren kemana ya? Tumben nggak keliatan." tanya Alexia yang sedang jalan-jalan dengan Vivi di koridor lantai dua.

"Dia dan kedua kakaknya pergi liburan ke vila keluarga mereka sejak kemarin." jawab Vivi datar.

"Tanpa Tartagus?"

"Iya, tanpa Tarta- Gus?!"

Vivi dan Alexia kaget seketika begitu mendapati yang bersangkutan sudah berada di belakang mereka, bahkan Alexia langsung memegangi dadanya karena nyaris jantungan.

"O-oy Vivi, di-dia nggak bakalan marah kan?" bisik Alexia was-was.

"Sepertinya tidak, kurasa..." gumam Vivi agak ketakutan.

"Kalau kalian bertanya aku marah atau tidak, sebenarnya tidak sih." celetuk Tartagus sambil tersenyum manis.

Mereka berdua menghela nafas lega.

"Tapi..."

Entah kenapa, senyum pria di depan mereka malah berubah menjadi senyum angker ala orang sadis.

"Kalau tidak ada mereka, aku akan berubah menjadi gila dan memporak-porandakan markas ini sampai rata dengan tanah..."

GLEK!

'Ebuset! Jangan-jangan dia abis kerasukan Russia nih!' batin kedua orang itu shock.


Sementara itu...

"Aah, liburan tanpa si Saos Tartar kali ini terasa sangat tenang dan damai..." gumam Vience yang sedang tiduran di kasur gantung dengan kedua tangan di belakang kepala.

"Sepupu sedang apa ya di sana?" tanya Saphire sambil menopang dagu di jendela.

"Entahlah, tapi aku rasa dia pasti akan membuat kekacauan di sana..." timpal Daren yang sedang baca buku di pojok ruangan.

Kriiiiing!

Saphire segera menuju telepon dan mengangkat panggilan. "Halo?"

"MAYDAY MAYDAY! SAOS TARTAR NGAMUK!"

Saphire langsung menjauhkan gagang telepon dan kedua saudaranya langsung menengok.

"Ha-hah? Ngamuk gimana?" tanya Saphire skeptis.

"MENDING LU NYALAIN SPEAKER DAN DENGERIN AJA SENDIRI!"

Vience dan Daren langsung datang menghampiri, kemudian Saphire segera menekan tombol loudspeaker.

"WOY SAOS TARTAR GILA! SINGKIRKAN PISAU ITU!"

"TARTAGUS, NYADAR WOY! LU MAU BUNUH IKYO?!"

"Oh, jadi kamu mau kusembelih sebagai gantinya, Pak Kambing? Baiklah~ Dengan senang hati pak, jadi bersiaplah~ Kolkolkolkolkol~"

"Lha bujug, nih orang beneran kerasukan Russia?"

"OBAT BIUS MANA OBAT BIUS?!"

SYUUUNG! PRANG! BRAK! DUAK! TOWEWEWEW!

Ketiga orang itu langsung sweatdrop berjamaah setelah mendengar keributan di seberang sana.

"LU PADA BALIK KE SINI! ASAP (maksudnya 'As Soon As Possible')!"

Dan panggilan pun diputus.

"Sekarang bagaimana?" tanya Saphire mewanti-wanti kekacauan macam apa yang diperbuat sepupu mereka.

"Aku masih ingin berlibur dengan tenang, jadi kembalilah berdua." Vience meninggalkan kedua adiknya.

"Baiklah..." Saphire berjalan pergi ke arah lain.

"Ngomong-ngomong Saphire, memangnya kau bisa mengendarai Jeronium?" tanya Daren sambil mengikutinya.

"Mungkin..." gumam Saphire sambil menggaruk kepala.

Begitu menyadari sesuatu, Vience segera menyusul kedua adiknya yang baru akan menaiki naga kesayangannya. "Aku tidak akan membiarkan kalian mengendarai Jeronium tanpa pengawasanku!"

'Sepertinya dia gampang kesulut kalau soal Jeronium...' batin keduanya sweatdrop setelah melihat kelakuan kakak mereka.

Untuk selanjutnya silakan tunggu Chapter depan! *plak!*


To Be Continue, bukan Teen Both Curry (?)...


Oke, ini sedikit absurd kalau dipikir-pikir... .w.a

Bagi yang bertanya siapa dua orang di Chapter sebelumnya, aku beri tiga clue tentang fandom asal mereka: Hellsalem's Lot, Libra, Mata Dewa. Silakan ditebak... -w-/

Review! :D