Balas Review! :D
StrideRyuuki: Pasrah aja deh... TwT
Zen: "Nama yang bagus!" :V b *kabur.*
Arie: *langsung menembak panah api ke arah mereka.*
Ini udah lanjut... -w-/
I'mYaoiChan: Yah, mau gimana lagi... .w. Makasih Review-nya! 'w'/
RosyMiranto18: Tapi aku sudah melakukannya di note FB... .w.a
Vience: "Hanya ingin berlibur dengan tenang tanpanya sama sekali, dia kalau ikut selalu rusuh."
Hendry: "Aku tidak berminat..." ._./
Thanks for Review! :D
Happy Reading! :D
Chapter 114: Drabble Collections (A Monthly Note)
Di Hellsalem's Lot...
"Rara-san. Jika aku membelikanmu permen di supermarket, apa kau bersedia pergi dengan kami?" bujuk Klaus pada Girl-chan yang sedang menggambar sambil tiduran di depan pintu lift markas Libra.
"Maaf, tapi aku tidak ingin pergi." tolak Girl-chan datar.
"Umm, bagaimana dengan es krim?" tanya Leo.
Tiba-tiba gadis itu langsung berdiri. "Oke. Selesai. Ayo pergi."
'Seberapa parah dia ingin makan es krim?!' batin Steven shock.
Maaf, segitu saja intro-nya.
Chapter ini berisi hal-hal yang terjadi selama sang ketua Garuchan berada di Hellsalem's Lot.
Mari kita lihat detail-nya!
1. Es Krim
Di depan gerbang markas, terdapat Alfred yang sedang menunggu Salem dengan membawa dua kantong plastik.
"Oh, kau sudah keluar rupanya. Ini untukmu." Alfred memberikan salah satu kantong plastik pada Salem.
Salem melihat isinya dan ternyata berupa dua puluh buah es krim cup. "Emm... Makasih."
'Kok rasanya pernah liat es krim ini ya?' batin Salem.
"Aku juga sudah membeli beberapa untuk di markasku, dah ya..." Alfred berjalan pergi, tapi dia langsung berbalik lagi. "Oh, soal itu... Bekasnya sudah hilang kan? Jadi tenang saja oke?"
Salem mengangguk dan pergi ke dalam.
Karena agak penasaran, dia melihat isi kantong plastik dan merogoh struk belanja.
"Es krim Häagen-Dazs, kayaknya nggak asing deh."
"Salem, lu bilang apa tadi!?" tanya Daren yang sedang menyiram tanaman kaget, bahkan sampai menjatuhkan selang air.
"Es krim Häagen-Dazs, kenapa emangnya?" Kemudian dia teringat sesuatu. "Anjrit! Serius?! Per cup-nya kan-"
"Tuh es krim kan mahal banget, lu beli?" sahut Saphire kaget (yang nongol entah dari mana).
"Bukan! Alfred yang ngasih gue barusan! Nih sekantong!" balas Salem.
"Anjrit! Tajir banget tuh orang!" Vience (yang ikutan nongol entah sejak kapan) melihat struk belanja yang dipegang Salem dan langsung terbelalak. "Be-beli dua puluh!? Per cup empat puluh lima ribu dan dia beli dua puluh, berarti..."
"Sembilan ratus ribu cuma buat es krim doang!"
"Tadi dia bawa dua kantong, berarti dia beli empat puluhan..." Salem terdiam sebentar. "Satu koma delapan juta..."
"Enak banget lu! Pacar cewek lumayan, pacar laki-laki tajir and sultan. Kurang lengkap apalagi lu, Sal Sal!" sembur Daren yang langsung main comot salah satu es krim.
"Sap, bisa tolongin taruh di kulkas nggak? Gue harus nemenin Chilla ke mall soalnya!" Salem ngasih kantong itu pada Saphire. "Kalau ada yang mau minta kasih aja, tapi sisain satu buat Kaichou!"
"Oke, bosque!" Saphire mengancungkan jempol dan langsung pergi.
Salem segera mencari Chilla, Daren berniat makan es krimnya sebelum kembali menyiram tanaman, sementara Vience kembali mengurus naganya.
2. Another Crash and Freeze Incident
Setelah bermain 'Tenis Penggorengan' dengan Jacob, Luthias memutuskan untuk pulang ke markas. Tapi dia lupa kalau seharusnya dia tidak menggunakan 'Ice Rush' untuk 'kendaraan' dan...
"Ayolah! Bekukan aku lagi!"
"NEEEEEEEEEEEEJ!"
Silakan tebak sendiri.
3. Chilla dan Salma
"Kalian dari mana?" tanya Naya saat mendapati Salem dan Chilla yang baru pulang.
"Dari mall..." jawab Salem datar.
"Untuk apa?"
"Chilla ingin bertemu Salma."
Naya ber-'oh' ria. "Chilla, bagaimana tadi di sana?"
"Menyenangkan! Tadi Chilla berkenalan dengan Salma dan Alfa!"
Naya tersenyum dan mengusap kepala Chilla. "Ya baguslah."
4. Alexia's Girlfriend
Alexia yang baru kembali dari rumah kakak sulungnya langsung menelan ludah karena...
'Ngapain dia ke sini?!'
Dia melihat seorang gadis berambut maroon yang sedang berdiri di depan markas.
"Kakak siapa ya?" tanya Flore yang menghampiri gadis itu, kemudian dia tidak sengaja melihat Alexia yang berada tak jauh dari mereka. "Paman Alexia sedang apa di sana?"
"Eeeh?!"
Gadis itu menengok ke arahnya, dia memiliki manik hitam yang terlihat kosong seperti tidak punya cahaya.
Alexia hanya bisa menghela nafas pasrah dan segera menghampiri mereka berdua.
"Jadi..." Alexia menggaruk kepala dengan canggung. "Dia ini, emm... Temanku..."
"Siapa namanya?" tanya Flore.
"Perkenalan, panggil saja Garcian." Gadis itu membungkuk sopan.
Flore memiringkan kepala. "Garcian?"
"Tanpa huruf 'n' di belakang, dia selalu begitu kalau menyebut nama yang memiliki huruf vokal di akhirnya." jelas Alexia agak risih.
Flore ber-'oh' ria. "Aku Flore, salam kenal."
"Apakah Floren berasal dari Florensia?" tanya Gracia.
"Hah?" Flore langsung bengong.
Alexia langsung gelagapan dan buru-buru menyela dengan panik. "Lupakan saja yang barusan! Itu hanya pun, hanya pun!"
'Bodoh! Kenapa malah nge-pun di saat seperti ini?!' umpatnya dalam hati.
Flore kembali memiringkan kepala. "Ngomong-ngomong, Paman Alexia, kenapa Garcia berbicara dengan nada monoton ya? Memangnya dia robot?"
"Lebih tepatnya Android..." Alexia menggaruk kepala. "Tapi, ceritanya cukup panjang sih..."
Gadis kucing itu ber-'oh' ria lagi dan berjalan pergi.
Alexia menghela nafas lega, kemudian melirik gadis itu dengan tatapan tajam. "Lain kali jangan ulangi itu lagi!"
Garcia hanya berkedip karena tidak mengerti. "Memangnya kenapa? Pun-pun itu dibuat dan dipilih dengan cermat untuk mengisi suasana, selain itu bisa digunakan untuk setiap kesempatan."
"Garcia! Jangan mengisi memory-mu dengan lelucon bodoh seperti itu! Hapus semua 'pun'-mu sekarang juga! Semuanya!" perintah Alexia.
"Dimengerti! DEL C:\ROOT\LANGUAGE\WORDPLAY\PUNS\PUNS_FOR_EVERY_OCCASION\*.* 'That lemur is quite tail-lented!' Deleted. 'Mercowlyan's history is quite a tail.' Deleted. 'How does a cheap peacock get his feathers? He pays re-tail!' Deleted."
Alexia langsung shock mendengar itu. "Bagaimana itu 'dipilih dengan cermat' dan 'untuk setiap kesempatan'?! Itu sudah tiga 'tail puns' berturut-turut!"
Garcia malah memiringkan kepala dan Alexia langsung facepalm.
"Ah sudahlah! Sebaiknya kau ikut aku sebentar!" Alexia menarik gadis itu pergi ke dalam markas.
Sekarang mereka berdua sedang duduk-duduk di atap markas.
"Garcia, kau tau... Rasanya aneh jika aku, manusia biasa, pacaran dengan Android yang diprogram untuk menembak para 'lalat liar' dan bisa bikin pun..." gumam Alexia sedikit risih. "Aku merasa lebih aneh dari Salem yang berhubungan dengan hantu kepala buntung..."
(Note: 'Lalat liar' adalah sebutan untuk orang yang memakaikan sayap dan meng-upgrade speed pada hero-nya di game LS.)
Kemudian pemuda pirang itu menghela nafas panjang. "Tapi... Bagaimanapun... Aku tetap menyukaimu seperti apapun dirimu sekarang..."
Gadis itu meletakkan tangannya di atas tangan Alexia, kemudian kepalanya ikut diletakkan di atas pundak pemuda pirang itu. "Garcian juga menyukai Alexian."
Alexia mulai blushing dan memalingkan wajah. "Yah, terserah padamu..."
5. Menjenguk Teiron di Rumah Sakit
Sejauh ini, orang yang tau Teiron masuk rumah sakit hanya Emy, Alpha, dan Giro (sebenarnya Girl-chan juga sih). Tapi...
Lisa terlihat gelisah di dapur karena belakangan ini dia tidak melihat si rambut merah di markas.
Mathias yang melihat itu menghampirinya. "Ada apa, Lis?"
"Tei-kun kemana ya? Dari kemarin nggak kelihatan..." tanya Lisa cemas.
"Iya juga sih, aku juga tidak melihat Teiron dari kemarin." Mathias menggaruk kepala. "Oh, coba tanya kakakmu. Mungkin dia lebih tau."
"Hmm, baiklah..." Lisa segera mencari kakaknya.
"Kak Al, kau tau dimana Tei-kun?"
Alpha langsung menyemburkan minumannya.
'Sudah kuduga dia pasti akan mencemaskannya...' batin Alpha sambil menghela nafas. "Lis, maaf aku tidak memberitahumu sebelumnya, tapi kemarin Teiron masuk rumah sakit."
"Eh? Kenapa?"
"Kelelahan. Dia terlalu memaksakan diri. Bahkan sampai tidak mau makan selama dirawat."
Lisa menunduk sedih mendengar itu dan Alpha mulai tidak tega melihat reaksi adiknya. "Kau mau menjenguknya sekarang?"
"Ya."
Di rumah sakit...
Pintu ruangan terbuka sedikit, kemudian Alpha menyembulkan kepala dari luar dan melihat teman baiknya yang memasang tatapan kosong di atas ranjang. "Tei, maaf sebelumnya, tapi adikku juga ingin menjengukmu."
"Suruh dia masuk."
Pintu dibuka lebih lebar dan Lisa masuk ke dalam. "Hay Tei-kun."
"Hmm, apa ada?"
Gadis itu menghampiri ranjang Teiron dan menaruh sebuah toples plastik kecil berwarna merah di atas pangkuannya. "Ini untukmu."
"Apa isinya?"
"Hanya makanan kecil, ibuku membawanya dari Jepang."
Sebenarnya Teiron tetap tidak mau makan, tapi dia tidak tega menolak pemberian Lisa dan membuka kotak itu untuk melihat isinya.
Pemuda itu menatap kumpulan benda di dalam toples itu dengan wajah heran. Benda itu kecil, coklat, dan berkeriput. Tiba-tiba dia merasa tidak yakin benda itu bisa dimakan.
"Lisa, kau yakin benda ini bisa dimakan?" tanya Teiron ragu.
"Tei-kun, aku yakin manisan buah plum itu aman untuk dimakan..." jelas Lisa dengan senyum manis.
"Umm, baiklah..."
Teiron memasukkan buah itu ke dalam mulutnya dan beberapa menit kemudian, dia mulai menghabiskan seluruh manisan yang diberikan Lisa padanya.
Gadis itu masih tersenyum meihatnya, setidaknya dia senang karena akhirnya Teiron mau makan. Lisa mengulurkan tangan untuk mengusap kepala pemuda itu. "Lain kali jangan memaksakan diri lagi, Tei-kun. Sekarang istirahatlah, biar kami yang mengurus tugasmu nanti. Aku akan membawakan lebih banyak manisan untukmu besok."
Dia mengangguk kecil, kemudian gadis itu berjalan pergi.
"Aku masih ingin di sini sebentar, jadi pulanglah duluan." ujar Alpha yang dari tadi bersandar di dekat pintu sambil melipat tangan.
Lisa mengangguk dan keluar ruangan, kemudian Alpha menghampiri temannya. "Tei, kuharap kau tidak menyiksa diri lagi. Serius deh, memangnya kau itu masokis atau apa?"
Teiron hanya tersenyum tipis. "Terserah..."
"Ya sudah." Alpha angkat bahu, kemudian teringat sesuatu. "Oh iya, kau belum menghubungi Kaichou?"
Temannya menggeleng. "Kenapa?"
"Yah, belakangan ini dia mengkhawatirkanmu, jadi kurasa kau harus menghubunginya." Alpha berbalik dan berniat pergi. "Aku pulang juga ya."
Pemuda merah itu hanya mengangguk dan membiarkan temannya keluar ruangan.
6. Claw Training
Di ruang latihan, Ikyo sedang menjadi mentor untuk mengajari Tsuchi menggunakan cakarnya.
"Sudah siap melatih cakarmu?"
Tsuchi mengangguk.
"Baik. Jadi intinya, kau hanya perlu fokus. Selain itu, mengontrol emosi juga diperlukan agar kekuatannya bisa melukai musuh, tapi tidak menyebar ke arah orang lain yang tidak bersalah."
Dia mengeluarkan cakarnya dan menyerang tiang kayu di depan mereka sampai meninggalkan bekas.
"Nah, cobalah."
Tsuchi mencoba fokus dan kedua cakarnya mulai keluar, kemudian menyerang tiang kayu itu berkali-kali sampai patah dan tumbang. Tapi dia malah jatuh berlutut karena kelelahan dan cakarnya langsung hilang.
"Nyaaa..."
Ikyo menghampiri Tsuchi dan membantunya berdiri, kemudian mengusap kepalanya sambil tersenyum. "Tidak apa-apa, itu sudah bagus. Kau harus terus melatihnya agar tidak terlalu memakan banyak tenaga."
"Nyaw!"
"Kurasa itu sudah cukup untuk hari ini." Kemudian dia teringat sesuatu." Ah, aku harus segera pulang untuk mengecek Adelia. Beritahu yang lain aku akan kembali dua minggu lagi."
"Nyaaaw!" Tsuchi melambaikan tangan ke arah si rubah yang bergegas pergi.
7. Boneka Hilang
Rina menyukai boneka miliknya dan selalu membawanya kemana-mana ibarat itu adalah jiwanya.
Tapi, pada suatu hari, dia kehilangan boneka itu dan menangisinya semalaman.
Beginilah komentar Jean mengenai hal itu:
"Kak Rina kalau sudah galau memang merepotkan! Dia selalu saja berbuat yang aneh-aneh! Contohnya saja semalam!"
-Flashback-
"Aduh, aku jadi tidak bisa tidur gara-gara tangisannya!" gerutu Primarin sambil nonton TV bareng Jean dan Lucy.
"Iya, aku juga, kenapa sih dia berisik banget?" tanya Lucy sambil menopang dagu.
"Iya, aku juga bingung!" balas Jean.
"Hmm, apaan ini?" tanya Primarin saat mengganti Channel TV yang menampilkan iklan dan ternyata...
Terlihat Rina yang memegang sebuah kertas dengan gambar boneka plus tulisan 'Dicari, boneka' dan terdengarlah bunyi gaje di iklan itu.
DOEEENG!
"Bonekaku hilang, hilang, hilang!"
DOEEENG!
"Bonekaku hilang, hilang, hilang!"
DOEEENG!
"Bonekaku hilang, hilang, hilang!"
Iklan itu sukses membuat ketiga orang yang melihatnya langsung mangap dengan tidak elitnya.
"Apaan tuh tadi?" tanya Lucy cengo.
Primarin pun sukses menjatuhkan remote TV.
-Flashback End-
"Tak masalah kubuat iklan di TV! Yang penting, bonekaku kembali!" Rina menghela nafas kecil. "Tapi, sampai sekarang, bonekaku belum kembali juga..."
"Rina? Ini punyamu?" tanya Ashley sambil memberikan sebuah boneka pada Rina.
"Wah, kamu menemukannya ya?"
"Iya, Rina."
"Wah, senangnya! Eh, tapi, kenapa kotor begitu?"
"Aku menemukannya di dalam kloset sana tadi." Ashley menunjuk ke belakang.
"Apa?! Kloset?!" tanya Rina kaget.
"Iya."
Rina langsung terdiam mendengarnya.
8. Hot Pot Incident
"Salem!"
"Ya?"
"Ayo sini!" Chilla menarik Salem ke dapur.
Begitu sampai, dia menunjukkan sebuah panci. "Chilla membuat hot pot, mau mencobanya?"
Salem menelan ludah. "Baiklah..."
Dia membuka tutupnya dan asap ungu langsung keluar dari dalam panci tersebut, kemudian dia mulai memberanikan diri mencicipi sup itu dan...
GUBRAK!
"Salem!" seru Chilla panik, kemudian berlari keluar. "Tolong, Salem pingsan!"
Yah, tau sendiri deh...
Sebenarnya itu bukan pertama kalinya Salem mendapat pengalaman buruk dengan hot pot rasa 'Mystery Food X', sebelumnya dia pernah dicekoki makanan yang sama oleh Duo Iblis.
"Kali ini makan apa?"
"Hot pot..."
"Siapa yang masak?"
Tumma berkeringat dingin. "Ehm... Arie dan Zen..."
Salem langsung menelan ludah. "Mampus dah, mending gue ca-"
"Yo!" Duo Iblis itu langsung mendatangi mereka.
"KABOOOOOOOOR!"
"JANGAN KABUR LU, SALEM!"
Setelah sebuah pengejaran kemudian...
Sekarang Salem sudah diikat di kursi dan Duo Iblis itu mencekoki masakan mereka ke dalam mulutnya sampai dia tepar dengan mulut berbusa.
Tumma sendiri hanya geleng-geleng melihat kejadian itu.
9. Naoto Melahirkan?
"Ada yang lihat kucingku?" tanya Hikari pada kerumunan orang yang sedang menonton di ruang tengah.
"Tidak tau!" balas mereka semua serentak.
Gadis itu menghela nafas frustasi. "Aih, kemana dia?"
"Nyaw?" tanya Tsuchi yang mendatanginya.
"Kau lihat Naoto?"
Anak itu menggeleng.
"Baiklah, terima kasih."
Hikari terus mencari ke seluruh markas, sampai dia tak sengaja mendengar suara anak kucing dari suatu tempat di lantai dasar.
"Hika, ngapain di sini?" tanya Raimundo yang baru datang.
Hikari menyuruh pria itu diam. "Ssst, tadi denger suara nggak?"
Raimundo mulai pasang telinga. "Ya, seperti suara anak kucing, kurasa suaranya berasal dari gudang. Coba kita cek."
Mereka berdua segera bergegas ke gudang dan begitu masuk...
Terlihat Naoto yang menyusui kumpulan anak kucing di dalam sebuah kotak kardus di salah satu sudut gudang.
"Woah, ternyata dia melahirkan!" seru Raimundo.
Hikari menghela nafas lega. "Aku kira kenapa..."
"Kalian sedang apa di sini?" tanya Paman Grayson yang sudah berada di belakang mereka.
"Coba lihat itu." Raimundo menunjuk Naoto dan anak-anaknya.
Paman Grayson ber-'oh' ria. "Selamat ya Hikari, sepertinya kucingmu sudah menjadi 'seekor' ibu."
"Hmm, ya... Terima kasih..." gumam Hikari.
10. (Late) Valentine Screen
Banyak orang yang rata-rata memberikan cokelat pada pasangannya di hari Valentine.
Tapi itu berbeda untuk beberapa orang. Misalnya...
Lisa kembali menjenguk Teiron di rumah sakit dan membawakan lebih banyak manisan sebagai hadiah Valentine.
"Maaf aku tidak bisa memberikan apa-apa."
Lisa menggeleng. "Tidak perlu, melihatmu memulihkan diri saja sudah cukup untukku."
Teiron hanya menunduk dengan semburat merah di wajahnya. "Hmm, yah... Terima kasih..."
Di markas...
"Nik, lu mau ngasih apa ke bocah serigala itu?" tanya Alisa yang baca buku sambil tengkurep di kasurnya.
"Entahlah... Gue nggak tau apa yang dia suka..." balas Monika yang sedang menopang dagu di atas meja. "Kalau ngasih cokelat kayaknya kelewat mainstream deh..."
"Coba ajak dia jalan-jalan, mungkin itu lebih membantu." usul Alisa.
Monika berpikir sejenak. "Hmm, iya juga ya..."
Kemudian dia pergi keluar kamar untuk mencari anak itu.
Monika menemukannya baru selesai cuci piring di dapur. "Hey Rice, ada waktu?"
Maurice berbalik dan menghampiri gadis itu. "Ya, ada apa?"
"Yah, mungkin ini memalukan untukmu... Tapi apa kau mau jalan-jalan denganku hari ini?"
"Baiklah."
Setelah itu mereka pergi ke taman kota.
Maurice sedikit canggung saat bergandengan tangan dengan Monika, sementara Monika sendiri mulai tidak nyaman dengan aura canggung pemuda di sebelahnya.
Maurice yang menyadari itu memalingkan wajah. "Maaf, tapi aku tidak terbiasa jalan-jalan seperti ini..."
"Tidak apa-apa." balas Monika.
"Hey, kurasa kita beli es krim di sana." Maurice menunjuk penjual es krim yang berada tak jauh dari mereka.
Monika mengangguk setuju. "Hmm, ide bagus."
Setelah beli es krim, mereka duduk di bangku taman.
"Hmm, Monika..."
"Ya?"
"Ehmm..." Maurice ingin menjelaskan ada sisa es krim di pipi Monika, tapi dia tidak bisa mengatakannya karena tak berani menatap wajah gadis itu.
"Hey, katakan sesuatu!" Monika mulai mendekatkan wajahnya di depan pemuda itu dan membuatnya semakin canggung.
Tanpa diduga, dia meraba wajah gadis di depannya dan mulai mendekatkan mulut untuk menjilati sisa es krim itu.
"Ma-maaf..." Maurice memalingkan wajahnya yang memerah setelah melakukan itu.
Monika mulai blushing. "Ya, tidak masalah..."
Mari kita lihat ke tempat lain.
"Hay Giro!"
Giro yang sedang menopang dagu di jendela menengok ke arahnya. "Hmm, kenapa?"
"Aku hanya ingin memberimu ini." Luthias menyodorkan sebuah buku padanya.
Giro menerimanya dan terbelakak. "Ini..."
Luthias menggaruk kepala dengan senyum miris. "Aku bersusah payah mencarinya, bahkan sampai mengunjungi Austria..."
Giro menunduk sedih. "Kau terlalu baik, tapi..."
"Kenapa?" tanya Luthias bingung.
Dia memalingkan wajah. "Apa tidak apa-apa kalau hadiah dariku lebih sederhana dari ini?"
Pemuda jabrik itu memiringkan kepala. "Tunjukkan saja."
Giro segera pergi ke dapur, kemudian membuka kulkas dan mengeluarkan sebuah mangkuk berwarna coklat, setelah itu dia kembali ke Luthias sambil membawa mangkuk itu dengan wajah memerah.
Di dalam mangkuk itu terdapat dua buah apel di dalam karamel dan tusukan plastik di atasnya.
Pemuda bermanik ungu itu menatapnya dengan penasaran. "Permen apel karamel?"
Pemuda di depannya mengangguk. "Ja."
"Tidak apa-apa, aku menyukainya."
Pemuda berambut panjang itu mengangkat wajahnya. "Benarkah?"
Luthias mengangguk dan mengusap kepala Giro dengan senyum lembut.
Giro ikut tersenyum, walaupun hanya senyum tipis. "Danke..."
Dan mereka berdua makan permen apel karamel bersama di atap markas.
Di lantai dasar...
"Vieny!" Vivi menghampiri Vience yang sedang mengurus naga kesayangannya.
"Oh, Vivi-chan! Kau ingin jalan-jalan? Aku baru mau menyiapkan Jeronium."
"Iya, ayo pergi!"
Kemudian mereka jalan-jalan bersama dengan Jeronium sebagai kendaraan.
Biarkan saja mereka, aku tak bisa menjelaskannya lebih lanjut. *plak!*
Di perpus...
"Salem, Chilla beri cokelat!"
"Oh, makasih." Salem menerima cokelat itu dan menelan ludah, dia takut ada bau-bau 'Mystery Food X'. "Kamu bikin sendiri kan?"
"Iya, tapi Chilla dibantu Salma."
'Syukurlah.' Salem menghela nafas lega, kemudian mencicipi coklat itu. "Hmm, lumayan manis."
"Chilla juga buatkan untuk Alfred."
"Yah, tidak apa-apa. Dia juga pantas dapat cokelat kok." Salem mengusap kepala Chilla dengan senyum tipis.
Di sudut lain perpus...
"Thun-kun, untukmu!" Emy memberikan cokelatnya.
"Danke." balas Thundy sedikit blushing sambil menerima cokelat dari Emy, kemudian menyodorkan cokelat miliknya. "Nih, untukmu."
Emy langsung memeluk pemuda biru itu. "Makasih!"
Kemudian mereka berdua memakan cokelat pemberian masing-masing.
"Hmm, cokelat hitam? Lu dapet duit dari mana buat beli ini?" tanya Thundy bingung begitu mendapati cokelat jenis apa yang diberikan gadis itu.
Emy hanya nyengir. "Ada deh~"
Sementara di pojokan...
"Kau belum punya pacar, Rendy?" tanya Hendry.
"Belum, tapi biarlah... Aku sudah terbiasa melihat pemandangan seperti itu..." balas Rendy datar sambil menopang dagu di atas meja.
Hendry cukup kagum melihat saudaranya yang biasa-biasa saja dengan pemandangan 'romantis' di sekitar mereka, kemudian dia pergi keluar perpus.
Untuk orang yang sudah menikah, mungkin kasusnya agak berbeda.
Usia kandungan Adelia yang menginjak tiga bulan membuat Ikyo mencoba membantunya mengerjakan pekerjaan rumah.
Walaupun sebenarnya saudara-saudaranya juga bisa melakukannya, tapi Adelia lebih senang jika suaminya mau membantu.
"Pekerjaan rumah memang melelahkan, Kyo... Tapi aku yakin kau akan terbiasa nanti..." Adelia mengusap kepala Ikyo yang tertidur pulas di sofa.
Lain Ikyo, lain pula Edgar.
Satu-satunya hal yang dia inginkan hari ini hanyalah bisa lebih sering meminum teh madu buatan Naya.
Sebenarnya dia lebih suka kopi, tapi apa salahnya menyukai minuman buatan istri sendiri?
"Aku senang jika kau bisa lebih sering membuat teh madu untukku." ujar Edgar dengan senyum tipis sambil mengusap rambut istrinya dengan lembut.
Naya tersenyum manis. "Aku senang Tuan Edgar menyukainya."
Sementara itu, Mathias lagi ketiban sial karena dua hal.
Pertama, dia nggak bisa ngasih hadiah untuk si ketua Garuchan karena yang bersangkutan masih berada di Hellsalem's Lot (sebenarnya dia memang menyukai gadis itu sejak lama, hanya saja dia nggak mau ngaku).
Kedua, kemarin dia dipalak oleh tiga cewek beringasan.
Kejadiannya seperti ini:
-Flashback-
"Emmiiii, entar Valentine mau ngasih doi apaan?" tanya Iris yang sedang rebahan di kasur Emy.
"Cokelat kali." jawab Emy.
"Cokelat biasa mah juga murah." komentar Hanny.
"Bukan, tapi cokelat yang pahit itu."
"Gile, cokelat hitam kan mahal, lu dapet duit dari mana?" tanya Iris.
"Palakin Kambing-man." balas Emy watados. "Lu mau ngasih doi apaan, Ris?"
"Gue mau ngasih doi syal aja." jawab Iris.
"Yah, syal mah murah." komentar Emy.
"Syalnya syal Armani yang bermerek gitu. Duit juga palakin si Kambing aja."
"Kalau Han-chan apa?" tanya Iris dan Emy bersamaan.
"Kaset game pesenan Lectro yang dia udah ngebet dari dulu." jawab Hanny.
Emy mengangkat alis. "Kok gue denger begituan malah agak gimana gitu ya?"
"Masalahnya kasetnya setumpuk mbak, orang sampe sepuluh biji yang dia pengen." jelas Hanny. "Totalnya tujuh koma lima juta. Mayan..."
"Uangnya?" tanya mereka berdua.
"Palakin Mas Kambing Guling." jawab Hanny.
"Oke, ayo kita palakin dia sekarang!" seru Iris.
Dan mereka langsung mencari Mathias.
"Pak Kambing! Minta duit!" seru mereka bertiga serentak.
Pria jabrik itu langsung kaget. "Etdah lu bertiga, buat apaan?!"
"Pokoknya kasih kita duit, atau gue panggil mereka bertiga biar lu disembelih!" ancam Iris.
Mathias langsung menelan ludah.
Mau disembelih Red aja udah serem, apalagi ditambah kembarannya!
-Flashback End-
Sekarang dia sedang pundung di pojok ruang tengah sambil menangis karena meratapi dompetnya yang terkuras untuk memenuhi keinginan ketiga cecunggut itu.
"Ada apa dengan Anko?" tanya seseorang di sebelah Hendry.
"Yang kudengar, dia seperti meratapi dompetnya..." jelas Hendry sweatdrop.
Mathias sempat melihat keberadaan orang itu, tapi malah manyun ketika melihat orang itu sedang mengobrol dengan 'udara' di depannya. 'Norge pasti sedang mengobrol dengan troll-nya lagi!'
To Be Continue, bukan Templar Bounty Cleric (?)...
Terserah deh... Mau gimana lagi ya? Referensi pembuatan Chapter ini agak random soalnya... 'w'a
Spoiler Chapter depan: Salah satu request di Persona Q.
Review! :D
