Balas Review! :D
I'mYaoiChan: Baiklah... ._. *jarang jalan-jalan ke tempat lain soalnya.*
Flore: "Selain dia teman Paman Alexia, menurutku biasa-biasa saja..." 'w'a
Makasih Review-nya... -w-/
StrideRyuuki (mau diganti apapun bodoh amat): Kubaru nyadar kalau nama Garcia sama kayak merek ekstrak manggis, padahal aku nggak tau itu saat namanya disebut di Chapter 'Double Gender'... 'v'a
Zen: *menyiram pantat Hibatur dengan air.*
Alexia: "Terima kasih..." -w-'
Teiron: "Aku tidak yakin soal 'White Day'..." ._.
Ini udah lanjut... -w-/
RosyMiranto18: Aku hanya suka es krim rasa cokelat, kalau rasa lain kurang suka (kecuali kalau yang menarik saja)... .w.a
Tartagus: "Aku hanya ingin ikut saja walaupun nggak punya hubungan darah..." -3-/
Luthias: "Aku lebih suka berseluncur daripada menggunakan kendaraan beroda, jadi... Naamik, qujanaq..." *mengibaskan tangan.* "Tapi kalau kau mau aku menyimpan mobil itu, sebenarnya tidak masalah, hanya saja aku tidak akan memakainya dan mungkin si Bornlock (baca: Victor) yang lebih tertarik dengan itu..."
Mathias: "Aku tidak memikirkannya karena terlalu stress setelah dipalak tiga cewek beringasan..." TwT/
Aku sudah pernah share di FB lho... .w./ Thanks for Review! :D
Note: Sepertinya kau tidak menyadari seseorang di bagian akhir... -v-/
Happy Reading! :D
Chapter 115: Save Our Stomachs
Pada suatu hari, Salem memberitahu Tumma untuk melakukan sesuatu yang penting.
"Kau ingat kejadian tentang hot pot sebelumnya? Karena aku menyelinap pergi ketika keempat orang itu sedang memasak. Tapi kelihatannya, rencana mereka masih berjalan." Salem melipat tangan. "Para monster memasak itu mungkin akan mengejarku sampai ke ujung bumi... Aku sudah cukup mendapat banyak pengalaman buruk dengan masakan mereka... Jika kau bisa menyebutnya masakan!"
"Jika aku harus melakukannya lagi, perutku akan tumbuh kaki dan melarikan diri dari sisa tubuhku..." Salem memegangi perut dengan wajah ngeri. "Jadi, aku ingin kau mengawasi masakan mereka. Mereka sudah berada di dapur. Aku ingin kau ke sana sebelum mereka menyelesaikannya."
Tumma mengangguk dan segera pergi ke dapur.
Di dapur, Tumma menemukan Arie, Zen, Jean, dan Alexia sedang membicarakan tentang hot pot.
"Hey Tumma. Apa kau mau makan hot pot juga?" tanya Alexia.
"Kupikir kalian butuh bantuan." jawab Tumma.
"Oh, aku pikir kami akan baik-baik saja." balas Alexia.
"Jadi, apa jenis hot pot yang akan kita buat?" tanya Zen.
"Kita bisa menjadikannya gaya masyarakat. Masing-masing dari kita dapat membawa apapun yang kita inginkan untuk dimasukkan ke dalamnya." jelas Alexia.
"Oke. Aku akan mencoba untuk mencari beberapa bintang laut. Aku yakin itu akan menambah rasa, dan bentuknya akan terlihat sangat lucu di dalam air!" celetuk Arie.
"Aku ingin menambahkan beberapa madu. Aku pernah mendengar itu menambahkan kekayaan rasa. Ini tidak biasa, tapi aku yakin itu akan bagus!" sahut Jean.
"Kau membawa manis, aku akan membawa pedas! Apa yang dibutuhkan hot pot ini adalah beberapa habanero!" timpal Zen.
Tumma punya firasat buruk tentang ini. "Apa kalian memiliki dendam terhadap Salem?"
Alexia terlihat bingung. "Hah? Apa yang kau bicarakan? Kami melakukan ini untuknya sekarang!"
"Oh, aku tau! Karena hot pot ini ide Kak Salem, kenapa kita tidak memasukkan apa yang dia suka?" usul Jean.
Arie berpikir sejenak. "Hmmm... Aku tidak tau apa yang dia suka, tapi..."
"Kita membicarakan Salem di sini. Aku punya firasat dia akan sangat pemilih soal ini." ujar Alexia.
"Um... Kenapa kita tidak tanyakan Kak Vience tentang ini? Terkadang dia mengajariku cara memasak." usul Jean.
"Hey, itu ide bagus! Aku juga ingin memintanya mengajariku memasak juga!" balas Alexia senang. "Oh, Tumma! Apa kau bisa mencari Vience untuk kami? Sementara itu, kami akan mengumpulkan bahan-bahannya, dan kita akan berkumpul lagi di sini."
"Oke! Aku akan menemui kalian lagi nanti!" seru Zen.
Mereka semua pergi ke arah yang berbeda. Tumma berniat untuk mencari harapan terakhirnya, Vience.
Di koridor lantai lima, Tumma bertemu dengan Vience.
"Yo. Ada perlu apa?" tanya Vience.
Tumma menjelaskan apa yang terjadi pada Vience.
Vience menggaruk kepala. "Baiklah, uh, ya... Itu agak menyebalkan. Tapi aku agak sibuk sekarang. Maaf, tapi aku tidak bisa membantumu dalam hal ini. Ini tidak banyak, tapi kurasa aku bisa memberitahumu beberapa tips untuk membuat hot pot. Itu hal terbaik yang bisa kulakukan."
Tumma memutuskan untuk mendengarkan saran Vience tentang memasak hot pot.
"Nah, pertama, kau perlu ingat bahwa tidak ada cara yang tepat untuk membuat hot pot. Itu aturan yang kujalani. Dalam kasusku, aku mencoba untuk mempertahankan tiga bahan agar rasanya tidak tercampur. Ketika kau memilih bahan, mulailah dengan bahan utama, lalu sayur, kemudian pilih sisinya." jelas Vience panjang lebar. "Sudah. Ada sesuatu yang ingin ditanyakan?"
"Terima kasih. Itu saja." balas Tumma.
Vience menghela nafas. "Maaf aku tidak bisa membantumu lebih. Aku tidak bisa menjauh dari orang tolol tertentu sekarang... Jika aku tidak berurusan dengannya dari waktu ke waktu, dia hanya akan menjadi rasa sakit yang nyata kemudian."
"Oh? Aku rasa kau membicarakanku." Tartagus muncul entah dari mana.
Vience hanya facepalm. "Tentu saja."
"Kita akan memutuskannya, sekali dan untuk semua, dengan percobaan ring toss."
"Apa yang akan kita putuskan dengan memainkan ring toss?" tanya Vience sebal.
"Ayo kita lakukan, Vieny! Pertempuran dimulai saat kita memilih cincin kita!" ajak Tartagus.
"Berapa sih umurnya?" Vience hanya bisa geleng-geleng sambil memegangi kening. "Nah, itu hampir meringkas situasiku. Semoga berhasil. Sampai jumpa."
Dan Tartagus menarik Vience pergi.
'Apa mereka sudah mengumpulkan bahan-bahannya?' batin Tumma yang berniat kembali ke dapur.
Setelah tiba di dapur, dia melihat 12 bahan yang berbaris di atas meja: kerang, cod, bakso ayam, perut babi, kubis Cina, daun bawang, sawi, jamur, tahu, tahu goreng, kulit tahu, dan mie bihun.
"Kami terbawa dalam memilih bahan, dan inilah yang akhirnya kami dapatkan." jelas Alexia. "Tapi itu berarti hot pot kita akan memiliki lebih banyak rasa!"
"Aku tidak menemukan bintang laut sama sekali, bahkan sudah mengeceknya di kolam ikan." gumam Arie.
"Yeah. Kurasa kalau mereka tidak ada di sana, maka tidak ada di sini." jelas Alexia yang baru menyadari sesuatu. "Tunggu dulu, dimana Vience?"
Tumma memberitahu mereka tentang kondisi Vience.
"Aku mengerti... Well, kurasa itu tidak bisa membantu jika dia sibuk." ujar Arie. "Hey Tumma. Maukah kau membantu kami?"
"Aku sudah mendapati air di pancinya mendidih." ujar Zen.
"Aku akan menaruh di konbu untuk rasa kaldu." timpal Jean.
"Okay, Tumma! Sisa hot pot ini ada di tanganmu!" seru Alexia. "Kami memiliki sesuatu yang spesial untuk disiapkan, jadi ini terserah padamu!"
Mereka berempat mengalihkan perhatian kuliner mereka pada hal lain, tapi Tumma memutuskan untuk fokus membuat hot pot saat ini.
Pertama, dia memutuskan untuk menggunakan kerang sebagai bahan utama.
"Menggunakan kerang untuk bahan utama adalah pilihan yang bagus. Hey, apa kau tau bahwa kerang bergerak di air dengan menutup cangkangnya dan menembak keluar air?" jelas Arie. "Itu agak keren. Mereka begitu hebat."
Selanjutnya, Tumma menggunakan jamur sebagai sayuran.
"Taukah kau? Jamur sebenarnya adalah fungus." Zen berpikir sejenak. "Orang yang pertama kali mencoba memakannya pasti sangat lapar."
Terakhir, Tumma mengambil tahu goreng sebagai sisinya.
"Ketika kau memikirkan sesuatu yang digoreng, kau membayangkan tempura atau kroket. Kau tidak pernah benar-benar memikirkan tahu." Alexia menggaruk kepala. "Ketika aku masih kecil, aku bertanya-tanya siapa yang memiliki ide menggoreng itu. Well, rasanya enak, jadi aku tidak mengeluh."
Setelah memutuskan semua bahannya, Tumma mulai menyeduh sup dan memasak bahannya.
Setelah beberapa menit, aroma lezat mulai muncul dari dalam panci.
"Oh, baunya enak! Kau luar biasa, Tumma!" seru Alexia.
"Kami juga sudah selesai di sini. Yang harus kita lakukan sekarang adalah menunggu Salem." ujar Arie.
"Kalian yakin ini akan baik-baik saja?" tanya Tumma.
"Tentu saja! Aku selalu yakin dengan masakanku!" jawab Alexia.
"Hey, aku mengajak Salem untuk datang!" seru Zen.
"Yo! Maaf membuat kalian menunggu!" Salem menghela nafas. "Oh, man... Aku tidak sabar untuk memakan apa yang menungguku di sini..."
"Semoga beruntung!" ujar Tumma.
"Terima kasih! Aku meminum beberapa obat perut sebelum ke sini, untuk berjaga-jaga." balas Salem.
"Oh, come on. Kali ini kau akan merasakan keahlian sejati kami." sahut Alexia sambil berkacak pinggang.
Salem memutar mata. "Sayangnya, ada yang lebih salah dengan itu dibandingkan hanya rasa terakhir kali."
"Yah... Ini dia!" Jean mengangkat tutup panci.
"Woah!" Salem terkejut saat mendapati bentuk dan bau-nya seperti hot pot biasanya. "I-ini... Bisakah aku benar-benar berharap untuk ini?"
"Itu yang ingin aku beritahu padamu!" seru Zen.
Salem menggaruk kepala. "Sebaiknya tidak ada yang aneh seperti bintang laut atau apapun di sini..."
"Tidak, tidak ada bintang laut." balas Arie.
"Y-yah... Maksudku, kau pasti sudah gila untuk memasukkan bintang laut di dalam hot pot..." Salem menelan ludah. "Ba-baiklah. Aku akan mulai makan, lalu..."
Salem mulai makan dari hot pot dan...
"I-ini..." Dia terdiam setelah mencicipinya. "Wah, rasanya sangat bagus!"
"Benarkah!?" tanya Alexia kaget.
"Dengan hanya menggunakan hal-hal penting, setiap rasa bahan terbawa keluar dan ditingkatkan! Cita rasa yang sederhana tapi dalam! Aku tidak berpikir pernah mencicipi hot pot sebagus ini!" jelas Salem senang.
"Kita berhasil!" seru Jean senang.
"Yah, terima kasih makanannya! Aku akan pergi sekarang." Salem berniat pergi, tapi...
"Berhenti di situ!" cegat Alexia. "Makanan utamanya baru dimulai, Salem!"
Salem langsung kaget. "Dan apa maksudnya itu?"
"Saat Tumma mengurus hot pot, kami memutuskan untuk membuat saus celup. Kami masing-masing membuat yang berbeda, jadi aku harap kau menikmati individualitas di dalamnya." jelas Arie. "Aku membuat saus dari perut ikan, aku menyebutnya 'saus perut ikan'. Ini memiliki rasa yang berani, jadi pasti bagus!"
Bau busuk dari saus Arie membuat tidak mungkin untuk bernafas.
"Oh Tuhan! Baunya busuk! Jauhkan itu dari sini!"
Arie tertawa kecil. "Aku belum mencobanya sendiri, tapi aku yakin itu hanya rasa yang diperoleh."
"Kau harus mencicipinya dulu sebelum memaksa orang lain untuk- Hnnngh!"
Arie memaksa Salem memakan sausnya.
"Yang ini punyaku, aku menyebutnya 'saus jus daging'. Ini campuran yang rumit antara lemak daging sapi, lemak babi, dan telur ayam! Ini mahakaryaku."
Saus Alexia memiliki begitu banyak minyak sehingga permukaannya memiliki kemilau seperti cermin dan dia memaksa Salem untuk mencoba campuran mengerikan itu.
"Aku juga membuat satu. Aku menyebutnya 'capsaicin infusion'. Ini sedikit pedas, tapi aku yakin ini bagus untuk membantu menurunkan berat badan!"
Hanya melihat saus buatan Zen saja sudah membuat mata berair.
"Oh tidak, mataku! Gaaah!"
Zen juga memaksa Salem memakan sausnya.
"Saus buatanku sedikit berbeda... Aku menyebutnya 'saus selai'. Ini membuat apapun yang dimakan terasa seperti dessert. Ini merupakan pengalaman baru!"
"Kenapa aku ingin makan hot pot untuk dessert? Oh, yuck, ini terlalu manis!"
Jean memaksa saus itu ke mulut Salem.
Salem mulai frustasi. "Tidak lagi..."
Tumma hanya menghela nafas. "Sekarang hot pot yang sebenarnya dimulai."
"TIDAK LAGI!" Teriakannya menggema sampai ke seluruh penjuru markas.
Setelah itu...
"Seharusnya aku tau itu jebakan sejak awal, aku bahkan tidak menduga mereka akan mengontrol saus celup... Yah, aku kira hot pot itu sendiri adalah sebuah kesuksesan, dan aku berhasil bertahan hidup-hidup." Salem menghela nafas panjang. "Oh ya, dan ngomong-ngomong, hot pot tadi... Itu sangat mengagumkan! Aku tau kau orang yang tepat untuk pekerjaan itu!"
Kemudian dia menggaruk kepala. "Yah, sepertinya aku akan tetap memakan veggie snack dari kakakku. Semuanya terasa sama, tapi aku bisa mempercayainya. Makasih ya!"
Bonus:
"Ah, akhirnya pulang juga!" ujar Girl-chan setelah tiba di depan markas.
Ketika pintu dibuka, tiba-tiba dia disambut dengan lemparan kue pie yang mengenai wajahnya.
"Hey, apa ini cara kalian menyambut orang yang baru pulang?!" sembur gadis itu sebal setelah menyingkirkan sebagian krim dari wajahnya.
"Dia yang ngusulin..." Semua orang menunjuk Alpha yang nyengir.
Girl-chan hanya menghela nafas, kemudian tersenyum tipis. "Terserah kalian..."
Dia segera pergi ke dapur untuk membersihkan wajahnya, kemudian pergi ke kamarnya untuk istira-
"Hm?"
Gadis itu mengangkat alis saat menemukan sebuah catatan di atas tempat tidurnya, kemudian mengambil benda itu dan membacanya. Dia hanya tersenyum tipis dan menaruh catatan itu di atas meja.
"Aaah, hari yang melelahkan..." keluhnya sambil merebahkan diri di atas tempat tidur.
Karena perjalanan panjang yang melelahkan, dia pun memutuskan untuk tidur.
To Be Continue, bukan Tambahkan Banyak Cuka (?)...
Yah, gimana ya? Soalnya ini terinspirasi video yang pernah ku-share di FB sebelumnya, walaupun aku hanya men-translate beberapa bagian sendiri (sisanya pake Google Translate)... .w./
Review! :D
