Balas Review! :D

RosyMiranto18: Nggak sih, paling cuma bikin stun orang yang kena doang... -w-a

Raimundo: "Yah... Aku lebih berminat dengan tinju daripada balapan..." ._.

Teiron dan Luthias: "Maksudnya?" =w="

Entah kenapa yang ada di pikiranku kalau mendengar 'Ichigo' itu malah nama karakter Bleach, yah... .w.a Thanks for Review! :D

I'mYaoiChan: Entahlah... .w.a

Salem: *siap-siap bikin surat wasiat.*

Chilla: *bingung.* "Salem nggak mungkin mati kan?"

Rendy: "Jangan ditanya..." *sweatdrop.*

Yah, sedikit... Mungkin aku akan membelinya jika tiketku sudah cukup... .w.a Makasih Review-nya... -w-/

StrideRyuuki: Liat aja nanti... Ini udah lanjut... -w-/

Happy Reading! :D


Chapter 121: TartaIris in Portugal


Saat ini Girl-chan sedang dihubungi Reha untuk main ML bersama di markasnya.

"Aku akan ke markasmu bersama seseorang, tapi jangan kaget ya!"

"Kenapa emang?"

"Ya pokoknya gitu deh..."

Dan sambungan pun diputus.


Di depan markas...

"Permisi, Tuan Minotaur."

Seekor banteng merah besar yang sedang tertidur mulai membuka mata. "Ada perlu apa, gadis kecil?"

"Ehm... Begini... Aku ingin mengajakmu ke tempat temanku, ya sekalian jalan-jalan..."

"Baiklah, jika itu maumu."


Kemudian...

"Nah, sampai!" Girl-chan langsung turun dari punggung Minotaur setelah tiba di depan markas Reha.


Mereka berdua tidak menyadari kalau ada tiga gadis yang memperhatikan dari kejauhan.

"Apa hanya aku, atau itu emang Minotaur?" tanya Miya bingung.

"Sepertinya..." balas Layla skeptis.

"..." Fanny hanya diam saja.


"Yo, Ra- Lu ngapain bawa Minotaur kemari?!" tanya Reha shock.

Girl-chan hanya menghela nafas. "Ceritanya panjang..."

Reha langsung speechless. 'Gue kira dia suka sama Akai, tak taunya...'


Setelah itu...

"Gimana Ra?"

"RAM 1 GB, jaringan 4G, kartu XL, low grafic udah, speed mode juga udah, terus yang salah apa ya?"

"Entahlah... Tapi kalau emang lu nggak pengen main serah lu aja sih..." Reha garuk-garuk kepala. "Oh iya, kok lu bisa ketemu Minotaur sih?"

"Ini gara-gara waktu main Classic pernah kalah pake Minotaur gara-gara lagging ampas, tuh banteng langsung marah-marah ke gue dan ngancem bakalan ngerobohin markas, jadi gue ngasih dia penawaran buat netap bentar di markas gue dan dia setuju dengan itu..." jelas Girl-chan risih.


Di sisi lain...

"Aku heran deh, gadis itu beneran simpanannya?"

Zilong merasa ada yang mencolek pundaknya, dan ketika menengok...

Terdapat Mathias yang entah sejak kapan datang dan mengeluarkan aura hitam di belakangnya.

"E-eh? A-ada yang salah?" tanya Zilong gelagapan.

Kemudian seseorang menariknya dari belakang.


Back to the duo...

"Kenapa aura-nya nggak enak banget ya?" tanya Reha saat mabar ML sama Girl-chan.

"Auh dah, tapi bener juga sih... Kok nggak enak ya?" balas Girl-chan, kemudian langsung tutup mata karena apa yang terjadi pada tab-nya. "Yah... Lag!'

Keduanya menengok ke belakang dan langsung memasang wajah bingung karena...

Mereka melihat pemandangan tidak enak berupa Kunihiro bersaudara (plus Mathias) yang sedang memojokkan Zilong di tembok dengan aura kurang menyenangkan.

"Kau bilang apa? Wanita simpanan?" tanya Yamagi dengan aura gelap di tubuhnya.

"He-hei! Maaf, aku hanya keceplosan oke?" jelas Zilong.

"Setidaknya kau tau, kalau dia adalah temannya." balas Yamatabi.

"Ya, kau membuat kami marah." timpal Haya.

"Ha-Haya? Bukankah kau-"

"Aku memang menyukai Kagura, tapi Reha adalah Masterku dan kau sudah kurang ajar."

"Mungkin kau akan merasakan kekuatan Kunihiro bersaudara setelah ini." celetuk Mathias santai tapi sadis.

"Eh?"

Dan sang 'anak naga' pun berakhir digebukin Kunihiro bersaudara.


Kembali ke markas...

"Lucu-lucu ya!" celetuk Natsuko sambil mengelus salah satu anak kucing Naoto. "Oh ya, bagaimana dengan nama mereka?"

"Yang putih namanya Creamy, Federic yang ngasih nama. Yang hitam namanya Black Jack, Flore yang ngasih nama. Yang abu-abu namanya Gråsne, artinya 'Gray Snow', Luthias yang ngasih nama. Yang coklat namanya Soramaru, Hibatur yang ngasih nama. Dan yang terakhir namanya Belga, singkatan dari 'belang tiga', Kaichou yang ngasih nama." jelas Hikari panjang lebar. "Gråsne dan Belga betina, sisanya jantan."

Natsuko hanya ber-'oh' ria.

Oh, sepertinya intro-nya sudah cukup!


Mari kita tengok 'bintang' Chapter ini!

Di depan bandara, ada dua orang yang sedang menunggu.

"Mereka akan datang kan?" tanya Vience sambil melipat tangan.

Tartagus (yang tetap memakai baju khasnya, hanya saja ditambah kaos hitam di dalam jaket dan juga syal pemberian Iris di leher) melirik jam tangannya. "Yah, kurasa..."

Kemudian datanglah Iris dan Kazuma.

"Hay, sudah lama?" tanya Iris.

"Nggak juga, ayo jalan!" Tartagus menarik kopernya.

Vience melambaikan tangan dengan wajah cuek. "Bersenang-senanglah, jangan bertingkah bodoh di sana!"

"Oh ayolah, Vieny!"

"Kau mengatakan itu karena perduli padanya kan?" tanya Iris menggoda.

Vience segera menggeleng. "Ti-tidak! Aku mengatakan itu karena dia memang bodoh!"

Kazuma hanya tertawa kecil melihatnya. "Tolong jaga Seon baik-baik, aku percayakan dia padamu."

"Aku akan menjaganya, sensei. Aku janji!" Tartagus mengancungkan jempol.


Tanpa mereka sadari, ada yang sedang menelpon dari kejauhan.

"Halo Alfonso, aku butuh bantuan."


Setelah perjalanan dengan pesawat, akhirnya kedua makhluk sejoli itu tiba di Portugal.

Tartagus meregangkan tangan. "Aaah, aku jadi rindu tempat ini!"

"Tarta-kun, mau langsung ke rumah ortumu atau jalan-jalan dulu?" tanya Iris.

"Oh ya, kita langsung saja!"

Kemudian mereka segera keluar dari bandara.


Di Lisbon...

"Ada apa?" tanya seorang pria berambut coklat berantakan dengan mata hijau dan kulit kecoklatan

Seorang pria berambut coklat dengan kunciran kecil di belakang rambutnya dan mata hijau yang sedang berpikir sambil melipat tangan melirik ke arahnya. "Mundo memberitahuku untuk mengawasi temannya yang akan ke sini. Kau mau membantuku?"

"Ya, sekalian ajak teman boleh kan?"

"Jangan bilang kau akan mengajak mereka, Tonio! Aku sudah gatal ingin menghajar si mawar dan si burung jika kau bukan tetanggaku!"

"Oh ayolah! Aku jamin tidak akan ada kekacauan!"

"Baiklah... Jika kau memaksa."


Back to TartaIris...

"Orangtua angkatku pemilik toko tanaman, mereka menjual bunga dan tanaman herbal. Terkadang aku sering membantu jika ada waktu luang."

Kemudian mereka melihat sebuah toko beserta seorang wanita berambut hijau dengan mata kuning yang sedang mengurus beberapa tanaman di depannya.

Tartagus melambaikan tangan ke arah wanita itu. "Ibu!"

Dia pun menengok dan pria itu segera berlari untuk memeluk ibunya.

"Oh Arta, kau masih saja seperti anak-anak." gumam sang ibu.

Tartagus melepaskan pelukan. "Ibu bicara apa sih? Aku kan masih anak ibu!"

"Kau ini..." Wanita itu tersenyum dan mengusap pipi anak angkatnya, kemudian melirik ke belakang. "Siapa gadis itu?"

Tartagus menengok ke belakang. "Oh, dia pacarku! Kemarilah, Iris!"

Iris berjalan mendekati mereka dan membungkuk sopan. "Salam kenal, aku Iris."

"Ya, salam kenal juga. Aku Miena." balas wanita itu. "Oh, sebaiknya ibu akan masuk dan membuat teh."

"Ah, tidak usah! Ibu kan banyak kerjaan, lagipula aku bisa sendiri kok!"

"Baiklah, jika kau memaksa."

"Ayo Iris!"

Kemudian mereka berdua segera masuk ke dalam.


Di suatu tempat, ada empat pasang mata yang mengawasi mereka.

"Itu orangnya, Alfonso?"

"Ya. Benar sekali, Francis."

"Kok nggak awesome banget ya tampangnya?"

"Jangan tanya aku, Gil! Di fotonya emang gitu!"

"Sebaiknya kita tunggu sampai mereka keluar."


Di dalam rumah...

"Jadi kalian sudah lama akrab?"

"Iya Bu!"

Tartagus datang sambil membawa dua cangkir teh di atas nampan dan menaruhnya di atas meja. "Ibu istirahat saja, biar aku yang mengurus kebun."

"Kau terlalu baik, Arta." Miena mengusap kepala anak angkatnya. "Baiklah, Ibu akan istirahat di sini sambil mengobrol dengan Iris."

Tartagus hanya mengangguk, kemudian segera pergi.

"Arta itu manja, tapi dia tau kapan akan mandiri. Dia juga berusaha keras untuk menunjukkan kalau dia bisa tumbuh dewasa. Terkadang aku merasa sedih ketika mengingat kekerasan yang dialaminya sejak kecil, dia terus menyembunyikan luka menyakitkan itu di hatinya, dan juga..." Miena terdiam sejenak. "Aku tidak bisa memenuhi keinginan terbesarnya sampai sekarang..."

"Keinginan terbesar Tarta-kun?" tanya Iris bingung.

"Dia sangat ingin bertemu orangtua aslinya, tapi sayangnya..." Miena menghela nafas. "Kami tidak pernah bisa menemukannya dan dia sendiri juga tidak punya petunjuk tentang itu, seakan-akan dia tidak pernah dibesarkan dari keluarga manapun..."

Iris merasa kasihan mendengarnya, dia teringat surat dari Tartagus waktu itu.


Di sisi lain, Tartagus sedang mengurus kebun kecil di dalam toko.

Entah kenapa, dia terus memikirkan apakah orangtua aslinya sedang mencarinya di suatu tempat atau tidak.


Malamnya...

"Arta, sebaiknya kau dan Iris tidur di kamar itu saja. Ibu akan tidur di ruang tamu." usul Miena.

Tartagus langsung blushing, kamar yang dimaksud adalah kamar orangtua angkatnya yang hanya ada satu ranjang untuk berdua. "I-Ibu! Kami kan belum menikah! Y-yah... Mungkin nanti..."

"Hihihi..." Miena hanya tertawa kecil melihat anak angkatnya yang mulai salah tingkah.


Tengah malamnya, Iris terbangun ketika mendengar suara isakan dan ketika dilihat...

Rupanya Tartagus sedang menangis dalam tidur di sebelahnya.

'Tarta-kun pasti sangat depresi belakangan ini...' Iris mengusap rambut kekasihnya dengan lembut sampai pria itu merasa lebih tenang dan berhenti menangis.

'Itu lebih baik...' Iris pun melanjutkan tidurnya.


Keesokan paginya...

"Oh, bagaimana tidur kalian?" tanya Miena yang sedang menyiapkan sarapan ketika keduanya duduk di meja makan, kemudian dia mencurigai sesuatu pada wajah anak angkatnya. "Arta, matamu terlihat merah. Apa kau-"

"Dia semalam menangis dalam tidur Bu." potong Iris.

Tartagus hanya diam dan tidak ingin membicarakannya lebih lanjut.

"Arta, kau masih memikirkan orangtua aslimu?" tanya Miena.

Dia hanya mengangguk pelan.

'Sudah kuduga, dia masih saja seperti itu...' Miena menghela nafas panjang. "Sudahlah, jangan terlalu dipikirkan. Sekarang kita makan dulu."

'Maafkan aku, Arta...'


Setelah itu...

Kling!


Filipe: Tartagus-san, boleh aku titip salam untuk ayahku? Kudengar kau sedang di Portugal.

Tartagus: Tentu! Beritahu saja alamatnya!


Kemudian...

Tartagus mendatangi sebuah rumah dan mengetuk pintu. "Permisi."

Seorang pria membuka pintu. "Oh, ada apa ya?"

"Saya membawa kiriman bunga dari Nuzoko untuk anda." Dia menyerahkan buket bunga yang dibawanya.

Pria itu menerimanya. "Oh, terima kasih."

Tartagus segera pergi.

Pria tadi sempat melihat secarik kertas di dalam buket bunga, dia pun mengambil kertas itu dan membacanya.


Semoga masalah insonmia dan kelelahanmu cepat sembuh, Ayah.

-Filipe-


Pria itu hanya tersenyum. "Siapapun pengantar bunga tadi, sepertinya dia cukup akrab dengan anakku."


Tartagus yang sudah kembali tiba-tiba didatangi seseorang berambut coklat yang nongol di belakang Iris saat mereka berdua sedang mengobrol di depan toko. "Ve, ciao bella!"

"Dia siapa, Tarta-kun?" tanya Iris.

Tartagus hanya angkat bahu.

"Oy, Feliciano! Kita kemari ingin membeli bunga, bukan menggoda orang!" sembur seorang pria berambut pirang.

"Maaf atas perilaku Feliciano-kun, dia hanya ingin menyapa." ujar seseorang berambut hitam (yang kelihatannya merupakan warga Jepang) sambil membungkuk sopan.

"Tidak apa-apa kok!"

"Ngomong-ngomong, kami ingin membeli ini." Pria pirang tadi menyerahkan sebuah catatan pada Tartagus.

"Ah ya, biar kucari dulu di kebun." Tartagus segera masuk ke dalam toko.

"Ve, apa kau masih single?" tanya Feliciano pada Iris.

"Tidak, aku sudah pacaran." balas Iris.

"Veee..."

"Bagaimana pendapatmu, Ludwig-san?"

Ludwig hanya memutar mata. "Entahlah, Kiku..."

Kemudian datanglah Tartagus yang membawa sejumlah tanaman obat dan bunga di dalam keranjang. "Nah, sudah!"


Setelah membayar tanaman yang dibeli, mereka bertiga pun segera pergi.


Di sisi lain...

"Jadi bagaimana?"

"Kita undang dia minum-minum, mungkin beberapa gelas anggur akan membuat suasana lebih akrab."

"Sepertinya kau kenal baik dia, Alfonso."

"Tidak juga. Aku tau dia dari ayahnya, bahkan sebelum Mundo berteman dengannya."


Back to TartaIris...

"Hmm, bagaimana kalau masak hot pot? Vieny pernah mengajariku cara membuatnya." usul Tartagus ketika mereka akan memasak makan siang.

Iris mengangguk setuju. "Hm, boleh juga."

"Sekarang yang kita butuhkan adalah panci besar. Dimana ya Ibu menyimpannya?" Tartagus berpikir sejenak, sampai akhirnya melihat sekumpulan panci di atas lemari. Kemudian dia mengambil sebuah kursi kecil dan menaikinya untuk mengambil salah satu panci.


Miena yang sedang mengurus sesuatu di laptop-nya mendapat sebuah video call, dia pun menerimanya dan terlihat wajah seorang pria berambut maroon di layar.

"Hola, Miena!"

"Oh, Armos. Kenapa baru menghubungi sekarang?"

Armos menghela nafas. "Jadwal melatih para atlet anggar belakangan ini sangat padat, jadi aku hanya bisa menghubungimu pada saat liburan seperti sekarang."

Miena tertawa kecil. "Tidak apa-apa, aku tau kau cukup sibuk. Oh iya, aku punya kabar baik untukmu."

"Apa itu?"

Tiba-tiba terdengar suara panci berjatuhan dari dalam dapur.

"Tarta-kun, lain kali hati-hati!"

"Maaf, Iris!"

"Tunggu sebentar, aku akan memeriksanya." Miena segera pergi ke dapur.


Rupanya Tartagus baru saja tertimpa panci dan Iris berusaha menyingkirkan panci-panci yang menimpa kekasihnya.

Miena hanya menghela nafas dan segera membantu mereka.


Setelah itu...

"Ahahaha! Kau masih saja ceroboh seperti dulu, Arta."

Tartagus menghela nafas frustasi. "Maaf, Ayah..."

"Siapa gadis itu?" tanya Armos saat melihat Iris di sebelah Tartagus.

"Ehmm... Pacarku..." balas Tartagus rada malu. "Namanya Iris, dari Korea..."

"Eh? Tapi namanya tidak terdengar seperti orang Korea."

"Aku dapat nama itu dari orangtua angkatku, nama asliku Young Seon Mi." jelas Iris.

"Kemana orangtua aslimu, Iris?" tanya Miena penasaran.

Tartagus mulai merasa tidak nyaman dengan topik itu, apalagi ketika melihat wajah sedih Iris. Miena dan Armos mulai prihatin dengan perubahan ekspresi mereka dan menyadari kalau itu topik sensitif bagi Iris.

Miena menepuk pundak Iris. "Apapun yang terjadi pada mereka, maaf kalau kami menyinggungnya."

Iris menggeleng. "Tidak apa-apa..."

"Jadi, Arta, kapan kalian akan menikah?" tanya Armos.

Tartagus langsung blushing. "Ehmm... Mungkin akan kutanya Kazuma-sensei nanti..."

"Siapa Kazuma?" tanya Miena.

"Itu nama kakekku. Dia memperlakukan Tarta-kun sebagai murid saat aku mengajaknya ke Kyoto." jelas Iris. "Dalam sisilah keluargaku, keluarga Aokiryuu, kakek dan ibu kandungku orang Jepang, tapi ayah kandungku orang Korea."

"Arta, kalian harus cepat menikah. Kami merestui kalian." nasihat Armos. "Oh, sepertinya kita sudahi dulu sampai sini. Aku harus kembali melatih para atlet anggar besok. Sampai jumpa."

Sambungan pun diputus.

"Apa kakekmu akan senang mendengarnya?" tanya Tartagus ragu.

Iris hanya tersenyum. "Kenapa tidak? Kakekku bilang dia akan setuju jika kau mau mengungkapkannya."

Tartagus menghela nafas pasrah. "Baiklah..."


Pada sorenya...

Kling!


Alfonso: Hey, aku dan teman-temanku ingin mengajakmu minum-minum di bar nanti malam. Apa kau mau ikut?

Tartagus: Oke!


Di sebuah bar...

"Yo!" Tartagus menyapa Alfonso dan keempat temannya.

"Duduklah." ujar Alfonso. "Oh, kenalkan! Ini tetanggaku, Antonio."

"Hay!" Antonio melambaikan tangan.

"Yang pirang itu Francis."

"Bonjour!" Francis mengedipkan mata.

"Dan yang ubanan itu Gilbert."

"Hey! Aku tidak ubanan, aku ini awesome!" sembur Gilbert tidak terima.


Setelah sebuah perkenalan kemudian...

"Kanpai!"

Sekarang kelima orang itu sedang minum-minum.

"Aaah~ Ano, kita sudah minum berapa gelas ya?" tanya Antonio.

"Oh, sepertinya udah saatnya, sudah dimulai."

"Hey, kalian lihat seragam baru yang dipakai Ivan di World Meeting kemarin? Warnanya jelek sekali!" gerutu Gilbert.

Francis sibuk menyebutkan nama anggur yang berada di atas meja, dan ketika sampai pada salah satu nama...

"Ha? Ha, ha ha ha, ha ha." Respon Alfonso terdengar seperti sedang tertawa.

"Hahaha saja? Bukannya itu curang?" tanya Antonio bingung.

"Ugh, kau tau... Sejak kecil dia selalu menganggapku menyebalkan..." keluh Tartagus.

"Ah, umm... Oh, sepupumu?"

Keempat orang lainnya langsung melirik Antonio dan memasang senyum aneh.

"A-are?" Antonio langsung bingung.

Kemudian jeritan pria Spanyol itu langsung terdengar dari dalam bar.

"Sekali lagi kau melakukannya, kau harus bayar semua minuman kita!" seru Alfonso.

"Mou, sore wa hidoi ya de!" keluh Antonio.

"Nah, ayo mulai lagi!" usul Francis.

Mereka mengangkat gelas masing-masing dan bersiap untuk bersulang lagi.

"Kanpai!"


"Dari mana, Arta?" tanya Miena begitu mendapati anak angkatnya baru pulang larut malam.

"Main doang kok, Bu." balas Tartagus watados.

Dan hebatnya, dia tidak terlihat mabuk padahal sudah minum entah berapa gelas (atau mungkin botol) anggur di sana.


Setelah dua minggu di sana, akhirnya mereka memutuskan untuk pulang.


Sebulan kemudian...

"Sepupu, ngapa-"

Saphire yang mengintip dari belakang Tartagus tak sengaja melihat sebuah catatan yang dipegang pria itu dan judulnya adalah...

'Rencana untuk menikahi Iris'.

Kemudian seisi ruang tengah langsung dihebohkan dengan sebuah teriakan.

"WOW, HOT NEWS! ADA YANG MAU NIKAH!"

"SAPHIRE!"

Tartagus yang terlanjur malu dan emosi langsung melempar Saphire keluar jendela.


Setelah itu...

"Pffft..." Salem berusaha menahan tawa setelah melihat Saphire yang masuk markas dalam keadaan babak belur. "Lu kenapa?"

"Gue abis dilempar Sepupu keluar jendela, terus nggak taunya malah mendarat di kebun telur Dary, jadinya gue langsung digebukin sama dia..." jelas Saphire ngenes.


Meanwhile...

"Hey, aku dapat kabar buruk." celetuk Raimundo yang sedang memainkan handphone-nya.

"Kabar buruk apa?" tanya Edgar.

"Kudengar salah satu bar di Lisbon harus tutup seminggu karena ada lima orang asing yang menghabiskan persediaan anggur di sana, bahkan yang tersimpan di gudang bawah tanah sekalipun."

"Buset! Itu yang ngabisin monster atau apa?!" sembur Mathias kaget.

"Dan kalian mau tau apa yang lebih buruk?"

"Apa?" tanya Mathias dan Edgar bersamaan.

"Arta salah satu dari mereka."

BRAK!

Vience yang tak sengaja mendengarnya dari kejauhan langsung membanting meja perpus dan segera keluar.

'Pasti dia bakalan marah-marah sama Tartagus.' batin mereka bertiga setelah melihat kejadian itu.


Dan apa yang mereka khawatirkan benar-benar terjadi.

"SAOS TARTAR BEGOOOOOOO!"

Terlihat kejar-kejaran antara kedua makhluk itu di seluruh penjuru markas.


Special Bonus: Balada PMS

"Kenape lagi sih Ra?" tanya Reha yang sedang main ML dengan Girl-chan di teras markas Garuchan.

"Gue bete! Perut lagi sakit gegara PMS, main Classic pake lag pula (makanya itu cuma bisa main Brawl)! Stress kuadrat dah!" keluh gadis itu sebal.

Reha hanya ber-'oh' ria.


Tepat di dekat mereka, ada Hendry dan Rendy yang sedang main lempar tangkap.

Tapi sayangnya, bola lemparan Hendry tidak dapat ditangkap Rendy dan malah mengenai kepala Girl-chan sampai tangannya nyaris menjatuhkan tab yang dipegangnya.

Suasana mulai berubah horror ketika aura hitam pekat mulai menyelimuti gadis itu.

"Kau..." Sang ketua Garuchan langsung menatap tajam Rendy dari kejauhan.

'Mampus dah gue!' batin Rendy ketakutan, dia dianggap sebagai pelakunya karena Hendry tak bisa dilihat orang lain.

"Minotaur!"

Sang banteng pun langsung nongol saat itu juga.

(Quote ulti disensor karena aslinya terdengar kurang jelas. *ditempeleng.*)

Dan jeritan Rendy pun langsung terdengar di seluruh penjuru markas.


To Be Continue, bukan Tonio Balance Cyber (?)...


Yah, begitu aja deh... -w-/

Bagian minum-minum itu dari Kekkai Sensen and Beyond episode 9 dimana Chain dan keempat temannya minum-minum di saat Hellsalem's Lot sedang kacau karena kemunculan raksasa. Terus pas Chain dihina sama Zapp, tak taunya Leo juga nyebar aib kalau Zapp godain tiga suster yang berbeda saat dirawat di rumah sakit karena kecelakaan dan Zapp berakhir masuk rumah sakit lagi dengan lima bekas tamparan di wajahnya... :V a

Oh, ada screen yang kupindahkan dari Note FB dan di sini aku hanya mengubah satu kata. Silakan tebak. -v-/

Review! :D