Balas Review! :D

JustReha: Whatever... -w-" Makasih udah Review... -w-/

StrideRyuuki: Tidak juga sih...

Salem: "Menurutmu?" =w=

Ini udah lanjut... -w-/

RosyMiranto18: Yah, karena ada banyak hal yang terpikirkan, jadi begitulah... .w.a Kau bisa tanyakan Nana untuk info lebih lanjut, tapi aku tak jamin ya... -w-/

Nana: *bingung.* "Hah? Tak jamin apa?"

Me: "Lupakan..."

Sebenarnya soal Havana itu hanya lagu kok... -w-/

Salem: "Ceritanya panjang, tapi aku tak akan memberitahumu!"

Emy: "Aku ini keturunan penyihir, aku hanya iseng menyalib mereka!" :3

Thanks for Review! :D

Happy Reading! :D


Chapter 124: She will Move?!


Ting tong!

Seorang pria berambut putih dengan mata coklat dan kacamata serta memakai jas putih sedang berada di depan markas Garuchan.

Pintu pun terbuka dan Tsuchi mengintip dari balik pintu. "Nyaw?"

"Hay nak, bisa panggilkan pemimpin tempat ini?" pinta pria itu.

Tsuchi mengangguk dan segera pergi.

Beberapa menit kemudian, datanglah sang ketua squad. "Ya, ada apa?"

"Aku kemari ingin bertemu seseorang."

"Oh ya, ayo masuk." Girl-chan mengajak pria itu masuk ke markas.


"Aku dengar dua dari tiga Mercowlya bersaudara tinggal di sini."

"Yah, mereka memang di sini. Apa kau punya hubungan khusus dengan mereka?" tanya Girl-chan.

"Aku sangat dekat dengan orangtua mereka, jadi kami cepat akrab. Oh, boleh aku tau dimana kamar Lucia?"

"Akan kuantarkan." Girl-chan segera menuntun sang tamu ke kamar yang dimaksud.


Setelah itu...

"Terima kasih ya!"

Girl-chan hanya mengangguk dan meninggalkan pria itu di depan kamar Lucy.

Tok tok tok!

Lucy segera menuju pintu dan membukanya, tapi dia langsung terbelalak kaget setelah melihat siapa yang mengunjunginya.

"Profesor Qinary?"


Sementara itu, Alexia dan Musket sedang membantu Daren memanen telur di kebunnya.

"Ren, gimana ceritanya lu bisa punya pohon telur?" tanya Alexia. "Itu benar-benar aneh!"

Daren hanya tersenyum tipis, kemudian meletakkan keranjang telurnya di atas meja. "Salah satu bibiku adalah seorang ilmuwan yang menemukan cara menghasilkan telur tanpa bantuan ayam."

"Wah, keren sekali dayo!" seru Musket kagum.

Alexia hanya geleng-geleng kepala. "Tapi itu tetap saja aneh bagiku..."

Daren angkat bahu dengan senyum miris. "Yah, terserah padamu..."

"Aku duluan ya!" Alexia langsung pergi.


Di dalam markas...

Alexia yang sedang lewat di depan pintu kamar Lucy tak sengaja melihat kakak perempuannya sedang berbicara dengan Profesor Qinary, dia segera menguping di balik tembok.

"Nee Lucia, bisakah kau rahasiakan ini dari adikmu?"

"Hah? Memangnya kenapa, Profesor?"

"Ini kejutan, aku tidak ingin membuatnya terlalu shock sampai jantungnya kambuh lagi."

"Kejutan apa?"

"Sebenarnya, ini berkaitan dengan Garcia. Minggu depan dia akan pindah."

'Pi-pindah?'

Tiba-tiba Alexia merasa sesak di dadanya dan segera pergi sebelum mereka melihatnya.


"Hey Lex, mau kemana?" tanya Hikari yang berpapasan dengannya.

"A-aku... Ingin mengambil minuman... Di dapur..." Alexia langsung meninggalkan Hikari.

Ketika tiba di dapur, rasa sesak di dadanya semakin menjadi-jadi, dia tak sengaja menyenggol gelas kaca di pinggir meja sebelum akhirnya jatuh pingsan.


PRANG!

Hikari yang mendengarnya segera bergegas menuju ke sumber suara dan mendapati temannya yang pingsan, kemudian segera keluar mencari bantuan. "Hey, siapapun cepat panggil medis! Ada yang pingsan di sini!"


Setengah jam kemudian...

"Ughm..." Alexia mulai membuka mata.

"Kau baik-baik saja, Otou-chan?" tanya Lucy khawatir.

"Ya... Sedikit..." Alexia bangun dan menyandarkan diri pada kepala ranjang.

"Apa tadi kau baru saja menguping pembicaraan kami?" tanya Profesor Qinary.

Alexia mengangguk.

"Maafkan aku, tapi kami-"

"Tidak apa-apa, aku bisa menerimanya..." potong Alexia.

"Baiklah..."

Profesor Qinary dan Lucy berjalan meninggalkan Alexia. Pemuda pirang itu mulai memeluk lutut dan menangis sesengukan.


Keesokan harinya, Alexia menemui si gadis maroon di perpus.

"Hey Garcia, bisa kita bicara berdua saja?"

Garcia hanya mengangguk, kemudian mereka segera pergi.

"Apa yang ingin Alexian bicarakan?" tanya Garcia ketika mereka sedang jalan-jalan di kebun markas.

"Profesor bilang kau akan pindah."

"Ya, lalu?"

Alexia menghela nafas panjang. "Aku hanya merasa sedih jika kau memang harus pergi ke tempat lain."

Kemudian suasana mulai hening.

"Hey, Garcia..." panggil Alexia.

Garcia menengok. "Ya?"

"Apa kau masih ingat bagaimana pertemuan pertama kita dulu?" tanya Alexia.

Garcia menerawang sesaat. "Garcian tidak begitu ingat..."

Alexia menggeleng. "Tidak apa-apa, aku tau sebagian memorimu menghilang setelah menjadi android..."

"Apa Alexian bersedia menceritakannya?" pinta Garcia.

"Eh? Ba-baiklah..." Alexia menelan ludah karena gugup. "Lima tahun yang lalu, aku mendapat kelas yang berisi murid perempuan dan hanya aku satu-satunya laki-laki di sana. Anak laki-laki dari kelas lain mengejekku dan setelahnya aku takut pada para perempuan saat itu. Suatu hari, kau mendatangiku dan aku berusaha menjauh. Tapi kau tetap saja mendekat dan aku hanya bisa membiarkanmu. Aku menceritakan masalahku dan kau mengatakan juga mengalami hal yang sama dimana kau menjadi satu-satunya perempuan di kelasmu, sejak saja itulah kita menjadi teman."

"Ah, Garcian mulai ingat!" ujar Garcia tiba-tiba. "Saat kita naik kelas, kita mendapat kelas yang sama dan duduk bersebelahan."

Alexia tersenyum tipis dan mengangguk. "Ya, benar sekali. Kemudian kau menyatakan perasaanmu padaku dan aku bilang kau harus menunggu sampai hari kelulusan, tapi..."

Alexia menunduk sedih. "Sehari setelah kelulusan, angkatan kita berwisata dan aku tidak bisa ikut karena urusan keluarga. Pada malamnya, saat aku menonton TV, ada berita kecelakaan dimana sebuah bus wisata jatuh ke jurang dan semua penumpang di dalamnya tewas."

Air mata mulai menetes di ujung manik coklatnya dan dia menghapusnya dengan ujung jari.

"Saat aku tau kau menjadi salah satu korban kecelakaan itu, aku sangat shock sampai dadaku terasa sesak dan jatuh pingsan. Kemudian aku terbangun di rumah sakit dan dokter bilang aku punya penyakit jantung." Alexia memegangi dadanya dengan wajah menahan sakit.

Garcia menyenderkan pemuda pirang itu ke pohon terdekat dan mereka duduk bersama. "Kalau Alexian tidak kuat jangan dilanjutkan."

Alexia menggeleng. "Tidak, jantungku masih bisa bertahan. Aku harus menjelaskan bagian terakhir yang mungkin kau sudah tau, dan semuanya terjadi lima bulan setelah kematianmu."

"Ya, Garcian tau. Saat itu Profesor membawa Garcian mengunjungi Alexian dan saat Alexian melihat Garcian, Alexian pingsan di depan pintu."

Alexia mulai tidak kuat menahan rasa sakit di dadanya. "A-ku... Mo-hon... Ja-ngan... Ting-gal-kan... A-ku... La-gi..."

"Garcian tidak akan meninggalkan Alexian lagi." Garcia memeluk tubuh lemah pemuda pirang itu. "Garcian akan menjaga Alexian, selalu dan selamanya."

Kemudian dia mengangkat Alexia dan membawanya masuk ke markas.


"Yah, anak itu kalau jantungnya sudah kambuh sedikit sulit ditangani..." Exoray menghela nafas selagi menatap adik bungsunya yang terbaring lemah di atas ranjang, kemudian mengalihkan pandangan ke arah si gadis maroon yang duduk di sebelah pemuda pirang itu. "Apa tidak apa-apa kau harus menunggu sampai dia terbangun, Garcia?"

Garcia menggeleng. "Garcian tidak keberatan."

Exoray pun keluar dari kamar Alexia dan menutup pintu.

Setelah beberapa menit kemudian, Alexia mulai terbangun.

"Alexian sudah sadar?" tanya Garcia.

Alexia mengangguk lemas. "Terima kasih, karena kau sudah berjanji untukku."

"Apa Garcian boleh memberitahu sesuatu?" pinta gadis maroon itu.

"Ya, apa itu?" tanya Alexia.

"Garcian memang akan pindah, tapi bukan keluar kota."

Alexia mulai bangun dan bersandar di kepala ranjang. "Maksudnya?"

"Profesor ingin Garcian tinggal bersama Alexian."

Alexia langsung terbelalak. "Ti-tinggal di sini? Sebagai anggota Garuchan Squad?"

Garcia mengangguk. "Profesor bilang itu kejutan untuk Alexian, jadi Profesor hanya memberitahu Lucian karena Profesor tidak ingin membuat Alexian terlalu shock sampai jantung Alexian kambuh."

Alexia menghela nafas panjang.

"Apa Alexia tidak senang mendengarnya?" tanya Garcia.

Alexia buru-buru menggeleng. "Ti-tidak, aku senang mendengarnya! Hanya saja..."

Dia menggaruk kepala. "Seharusnya aku tidak menguping pembicaraan mereka kemarin..."

Tanpa diduga, Garcia tersenyum, walaupun sangat tipis dan hanya lima detik.

Alexia tersentak melihat ekspresi Garcia barusan. "A-apa tadi kau... Tersenyum?"

Garcia mengangguk. "Ya, Garcian sedang belajar tersenyum. Profesor mengajari Garcian beberapa ekspresi dasar untuk mengungkapkan perasaan."

'Benar juga sih! Dia kan android, jadi pantas saja dia harus belajar ekspresi manusia.'

"Garcian ingin melihat Alexian tertawa." pinta Garcia tiba-tiba.

"Eh?" Alexia langsung menelan ludah. "Ka-kau yakin?"

Garcia mengangguk.

"Ba-baiklah..."

Alexia mencoba mengingat sesuatu yang lucu untuk membuatnya tertawa, tapi sayangnya...

Tubuhnya malah bergetar hebat dan dia mulai terisak.

"Alexian?" Garcia mengusap wajah si pemuda pirang yang mulai mengeluarkan air mata.

"Ma-maaf..." Alexia menurunkan tangan Garcia dan menghapus air matanya dengan lengan baju. "Aku masih belum bisa tenang, jadi yang ada malah menangis..."

Gadis maroon itu kembali mengusap wajahnya. "Tidak apa-apa, Garcian mengerti."

"Sepertinya kalian mulai saling memahami."

Rupanya di depan pintu sudah ada Exoray, Lucy, dan Profesor Qinary. Wajah Alexia langsung merah padam dan segera berpaling untuk menghindari tatapan mereka.

"Profesor, apa arti wajah merah Alexian?" tanya Garcia bingung.

"Itu artinya dia malu, Garcia." jelas Exoray sambil menahan tawa.

Lucy dan Profesor Qinary malah tertawa, Alexia mencembungkan pipi karena sebal, sementara Garcia hanya memiringkan kepala.


Pada hari H-nya...

"Jadi... Kau ingin tinggal di sini?"

Garcia mengangguk. "Ya, itu benar."

Girl-chan berpikir sejenak. "Baiklah, jika memang kau mau begitu."


Setelah itu...

"Sekarang Garcia akan menjadi bagian dari kita. Tolong jangan melakukan perbuatan nista di depannya atau Alexia akan menderita." Girl-chan menahan tawa setelah mengatakan kalimat barusan.

Yang bersangkutan langsung blushing. "A-apa maksudnya itu, BaKaichou?!"

"Kalian kan pacaran~" jelas Hikari iseng.

Seisi ruangan langsung ber-cie ria secara serentak.

"Terserah..." Alexia segera pergi dengan wajah merah padam.

'Ternyata dia sama kayak Thundy, Tsundere...' batin semua orang di sana (selain Lucy, Garcia, dan Hikari) dengan senyum miris plus sweatdrop.


Bonus:

"Kenapa lagi Ra? Lagi PMS atau lagi stress?" tanya Reha ketika melihat Girl-chan yang dari tadi hanya merenggut saja di depan markasnya ketika ingin mengajaknya mabar ML (lagi).

"Gue bete! Sabtu kemaren gue minta duit kembalian main warnet yang lupa diambil dua hari sebelumnya, tapi penjaga warnetnya bilang udah ngasih padahal gue nggak merasa nerima duit! Katanya dia rugi kalau ngasih lagi, kan ampas banget!" jelas Girl-chan sebal.

Reha hanya menepuk pundak gadis itu. "Pasrahin aja Ra, paling itu ujian buat lu..."

Girl-chan menghela nafas frustasi. "Ya sudah. Oh ya, ide gue soal Akai nggak dipake?"

"Gue lupa, mungkin entar aja..." balas Reha seadanya.

"Oh iya, si kampret itu ngajak balikan!"

"Siapa?"

"Mantan temen gue, si Bigfoot! Selasa kemaren dia ngirim surat pengen temenan lagi sama gue padahal gue udah nggak demen sama dia lagi, ya gue abaikan saja!"

"Orangnya kayak gimana?"

"Lu bayangin aja Afgan versi gembul pake kostum gorila warna coklat!"

"Ada yang bilang Afgan?" tanya Hibatur yang tiba-tiba muncul dari dalam guci di sebelah mereka.

"Nggak, kita lagi ngomongin gorila nyasar!" jawab Girl-chan ketus.

"Oooh... Kirain ngomongin panda yang makan kambing di China."

PUK!

Tiba-tiba Akai nongol di dekat guci itu dan menabok kepala Hibatur sampai masuk lagi ke dalam guci. "Dengar ya! Walaupun aku banyak makan, tapi aku ini panda baik-baik!"

Kemudian Akai menunjuk Mathias yang berada tidak jauh dari mereka. "Dan bahkan dia tidak terlihat mirip kambing walaupun suaranya rada cempreng!"

'Aku tidak tau apa dia bermaksud membela atau menghina secara terselubung...' batin Mathias skeptis.

"Ya maaf..." balas Hibatur seadanya.


Dua hari kemudian...

"Seriously, Kaichou? Sebelumnya Ilia, kemaren Garcia, sekarang nambah lagi orang baru di sini." Thundy melipat tangan. "Mau lu apa coba?"

Girl-chan menggaruk kepala. "Yah, pengen aja sih nambah orang baru di squad... Mumpung tempatnya masih banyak..."

"Serah lu aja..." Pemuda biru itu berjalan pergi.

"Oke, sekarang tung-"

Ting tong!

"Oh, sepertinya itu dia..." Girl-chan segera menuju pintu depan.

Ketika pintu dibuka oleh sang ketua Garuchan...


To Be Continue, bukan Titik Bintik Comma (?)...


Garcia Melladia (Patriot): Teman masa kecil Alexia yang meninggal karena kecelakaan dan hidup kembali sebagai android.


Kalau nanti aku nggak dapet Patriot dari event bingo (soalnya tingkat keberuntunganku sangat rendah, jadi all bingo nggak bakalan pernah terjadi dalam hidupku), aku akan menunggu sampai ada diskon hero (itupun kalau ada yang mau gift)... -w-/

Oh, soal orang baru, itu untuk Chapter depan... 'v'/

Review! :D