Balas Review! :D
SST (Seriously?): Terserah... Ini udah lanjut... -w-/
RosyMiranto18: Yah, gimana ya? *troll face.*
Tumma: "Aku juga punya kesibukan sendiri, jadi jangan tanya..." ._./
Daren: "Yah, isi pikiran bibiku lebih aneh daripada debat gaje Saphire dan Salem tentang cara menyelamatkan diri dari ulti Pharsa."
Saphire dan Salem: "HEY!"
Lucy: "Begitulah... Walaupun sejujurnya aku kurang tau siapa Saint Lucia..." .w.a
Alexia: "Aku, tak bisa memilih..." *merasa sesak di dada.*
Lucy: "Ja-jangan memaksakan diri!" *berusaha menenangkan adiknya.*
Alexia: *mulai baikan.* "Kau tidak akan bisa mengerti dengan sistem undian murid di sekolahku dulu..." -w-/ "Oh, yang suka cupcake itu Teiron, hanya saja aku tidak yakin apa dia mau rasa-rasa yang disebutkan tadi..."
Garcia: "Tidak, terima kasih. Garcian tidak suka makanan manis."
Hikari: "Nggak pacaran sama sekali..."
Happy Reading! :D
Kejadian sebelumnya:
"Seriously, Kaichou? Sebelumnya Ilia, kemaren Garcia, sekarang nambah lagi orang baru di sini." Thundy melipat tangan. "Mau lu apa coba?"
Girl-chan menggaruk kepala. "Yah, pengen aja sih nambah orang baru di squad... Mumpung tempatnya masih banyak..."
"Serah lu aja..." Pemuda biru itu berjalan pergi.
"Oke, sekarang tung-"
Ting tong!
"Oh, sepertinya itu dia..." Girl-chan segera menuju pintu depan.
Ketika pintu dibuka oleh sang ketua Garuchan...
Chapter 125: Wine ChaotiChallenge
Terdapat seorang gadis berbaju maid dengan rambut jingga dan mata coklat.
"Ah, akhirnya datang juga!"
"Terima kasih telah menerima saya, saya akan berusaha sebaik mungkin di sini." Gadis itu membungkuk sopan.
Girl-chan hanya tertawa kecil. "Jangan terlalu formal! Anggap saja rumah sendiri!"
Sementara itu...
"Menurut kalian siapa yang paling alcoholic di antara kita?" tanya Raimundo.
"Menurutku Mathias!" jawab Edgar.
"Bagaimana dengan si Saos Tartar?" tanya Vience ketus.
"Oh ayolah Vieny!" sahut Tartagus tidak terima.
Vience melipat tangan. "Lalu bagaimana dengan kejadian di Portugal waktu itu hah?"
"Udahlah, Vience! Nggak usah dibahas lagi!" timpal Raimundo.
"Bagaimana kalau kita bertanding minum wine?" tantang Vience sangar.
Tartagus dan Edgar langsung shock, mereka tau betul seperti apa Vience jika sudah mabuk.
"Ada yang bilang wine?" tanya Alucard yang nongol entah dari mana.
"Maaf ya, Mister 'Demon Hunter'! Ini hanya antara aku dan dia!" Vience menunjuk 'sepupu'-nya. "Tidak ada tempat untuk orang ketiga di sini!"
"Oy, Vience! Kau serius dengan ini?" tanya Edgar.
"Emang kenapa?" Vience nanya balik dengan tampang sinis. "Oh, dan satu hal lagi! Aku tidak menerima penolakan!"
Tartagus menelan ludah. Kalau Vience sudah bilang 'tidak menerima penolakan', artinya dia harus melakukannya walaupun terpaksa.
"Hey, biarkan aku berpartisipasi!" seru Alucard kesal karena dikacangin.
"Tidak! Lagipula..." Vience menunjuk ke belakang.
Sebelum Alucard sempat menengok, dia sudah ditempeleng duluan oleh Alucard Valient sampai pingsan.
"Nah, sudah!" Alucard Valient menepuk tangannya, kemudian menyeret pergi Alucard.
Semua orang yang melihat kejadian itu hanya bisa sweatdrop.
Back to the leader...
"Jangan kaget jika melihat kamarku nanti, agak berantakan soalnya! Aku tidak terbiasa merapikan kamar sendiri (apalagi kalau sedang malas)." Girl-chan membuka pintu kamarnya.
Isi kamarnya nggak berantakan banget sih, hanya saja...
Seprei kasur sedikit semerawut, lantai agak kotor, beberapa benda diletakkan tidak beraturan, dan sisanya silakan pikirkan sendiri.
"Boleh saya membersihkan kamar anda?"
"Yah, jika itu keinginanmu."
Meanwhile...
"Mabar yo!" ajak Saphire.
"Ayo aja sih!" balas Salem.
Mereka berdua segera mengeluarkan handphone masing-masing.
"Ikutan cuy!" seru Alpha dan Ethan bersamaan.
"Gue juga!" timpal Lectro dan Eris.
"Kuy lha!" sahut Red dan Rone.
"Ikutan juga ya!" Ipan nimbrung entah dari mana.
"Dia siapa?" tanya Eris.
"Abangnya Kaichou!" jelas Salem singkat.
"Ron, mau ikutan nggak? Kurang satu orang nih!" tanya Alpha ke Teiron.
"Gue lagi males mabar! Sama Maurice aja noh, dia kan user Roger!" Teiron nunjuk Maurice yang lagi mojok di sudut perpus.
"Elah, mentang-mentang sesama Werewolf!" sindir Alpha.
Yang bersangkutan hanya memutar mata. "Ya udahlah!"
Akhirnya mereka semua berkumpul di tengah perpus.
Saphire pake Jawhead, Salem pake Lapu-Lapu, Alpha pake Alpha (*ketawa karena 'pun joke'.*), Maurice pake Roger, dan Ipan pake Martis.
Bagi yang ingin tau hero apa yang dipakai kelima orang lainnya, silakan tanya Reha.
"Wew, pake hero baru!" seru Saphire kagum.
"Iya dong!" balas Ipan bangga.
Abaikan saja mabar mereka! Sekarang kita lihat kembali kondisi Vience dan Tartagus!
Sepertinya mereka sudah bersiap untuk bertanding.
Raimundo membawa sekotak penuh wine dan menaruh dua gelas di atas meja. "Wine ini kadar alkoholnya sepuluh persen. Peraturannya, yang mabuk duluan dinyatakan kalah!"
"Baiklah!"
"Vieny, aku tidak mau tanggung jawab jika terjadi sesuatu yang buruk padamu..." gumam Tartagus khawatir dan berharap 'sepupu'-nya berubah pikiran.
"Cih, kau meremehkanku?!"
"Aku tidak meremehkanmu, Vieny. Tapi memaksakan diri itu tidak baik."
Vience tidak perduli, dia tetap bersikeras untuk melakukannya dan Tartagus kembali menelan ludah. Alhasil, mereka berdua pun mulai bertanding.
Pada gelas keenam, wajah Vience mulai memerah.
"Vieny, sebaiknya kita hentikan saja."
"Tidak!"
Pada gelas kesebelas, Tartagus masih biasa-biasa saja karena tidak memaksakan diri seperti 'sepupu'-nya. Hanya saja, dia terus memohon pada Vience agar mau berhenti, tapi tidak mau didengarkan olehnya.
Tidak hanya Tartagus yang khawatir, Edgar juga mulai cemas. Karena jika Vience sampai mabuk, mereka tidak mau menanggung malu jika dia sampai melakukan sesuatu yang aneh-aneh seperti saat insiden ciuman Eudo dulu.
Pada gelas keenam belas, kepala Vience semakin pusing, tapi dia masih terus memaksakan diri.
"Kalau kau memang sudah tidak sanggup sebaiknya hentikan saja! Kasihan Tartagus!" usul Edgar.
"Diam!" bentak Vience. "Ini bukan urusanmu!"
Raimundo mulai menyadari keanehan pada Tartagus, tidak biasanya dia memasang wajah datar seperti itu.
"Kurasa tidak ada pilihan lain selain mengalahkannya!" Tartagus mulai lebih serius.
Vience menyeringai. "Aku suka semangatmu!"
Sekarang pertandingan mereka semakin sengit, tapi juga semakin mengkhawatirkan.
Tartagus menghabiskan gelas kedua puluh tujuh, sementara Vience mulai tidak kuat setelah menghabiskan gelas kedua puluh dua.
"Bagaimana? Masih mau lanjut?" Tartagus menuang wine lagi di gelas mereka.
"Arta, kenapa kau memaksanya?" tanya Raimundo.
Tartagus meneguk wine-nya. "Aku tidak memaksanya, dari awal dia sudah terlalu memaksakan diri."
Nada bicaranya mendadak dingin, sepertinya dia benar-benar serius.
Vience meneguk wine-nya dan membanting gelas. Dia meletakkan kepala di atas meja dan menutupi wajah, kemudian menggumamkan sesuatu yang tak terdengar jelas.
"Apa kau sudah menyerah?"
Vience mulai menatap 'sepupu'-nya yang masih memasang wajah datar, dia tidak menyangka kalau Tartagus masih bisa bertahan. Kemudian manik hijaunya mulai menutup dan kesadarannya menghilang.
Wajah datar Tartagus langsung berubah menjadi khawatir setelah melihat kondisi 'sepupu'-nya. "Vieny?"
Malam harinya...
"Ugh..." Vience mulai terbangun dan memegangi kepalanya yang pusing, dia berusaha mengingat kejadian sebelumnya.
"Sial! Kalau tau akan begini jadinya, seharusnya aku tidak menantang si bodoh itu!"
Kemudian pintu kamar terbuka dan terlihat Tartagus yang membawa dua gelas lengkap dengan sedotan.
"Halo Vieny, sudah sadar?" tanya Tartagus watados.
"Nggak, masih pingsan!" balas Vience judes.
Tartagus hanya cengengesan. "Tidak apa-apa, aku akan pergi."
"Tunggu dulu!"
Tartagus yang berniat keluar kamar langsung berhenti. "Ya?"
"Duduk sini!" Vience menepuk tempat tidurnya.
Tartagus langsung duduk di sebelah Vience.
"Kau bawa apa?" tanya Vience.
"Lemonade." Tartagus memberikan salah satu gelas yang dibawanya pada Vience. "Aku membuatnya sendiri."
Vience mengambil lemonade itu dan menatap isinya sesaat, entah kenapa dia malah memutar memori tentang masa kecil mereka.
Saat itu Tartagus membawa segelas lemonade yang dibelinya, tapi dia tak sengaja menumpahkan lemonade-nya ke arah Vience sampai membasahi rambut dan bajunya setelah terjatuh karena menginjak tali sepatunya yang terlepas.
Vience merasa kesal dan langsung marah pada Tartagus, kemudian dia segera pergi untuk mengeringkan diri.
Ketika Vience pergi keluar dapur dengan segelas lemonade dari ibunya, dia melihat 'sepupu'-nya sedang menangis di belakang sofa.
Karena merasa tidak tega, dia memberikan lemonade-nya pada Tartagus dan meminta maaf karena sudah memarahinya.
"Nee Vieny!"
Vience langsung tersentak. "A-apa?
"Kalau kau tidak mau meminumnya, kau bisa menyiramku dengan itu." Tartagus tersenyum. "Anggap saja sebagai balas dendam untuk kejadian waktu itu!"
Vience menyeringai dan langsung menyiram wajah Tartagus. "Sekarang kita impas!"
Tartagus nyengir lebar, kemudian dia berjalan ke arah tempat tidurnya dan mengambil sebuah handuk dari bawah bantal, setelah itu melepaskan bajunya dan mengeringkan diri.
Vience mengambil gelas lemonade Tartagus untuk menyiramnya lagi, tapi terbelalak kaget karena ternyata isinya kosong.
Tartagus kembali nyengir. "Aku sudah menghabiskannya saat kau melamun tadi."
Vience menyeringai lagi. "Heee... Ternyata kau licik juga ya!"
Dan mereka berdua langsung tertawa bersama.
Tanpa mereka sadari, ada dua pasang mata yang mengintip dari balik pintu.
"Tidak biasanya mereka akur..." gumam Saphire bingung.
Daren hanya mengangguk setuju.
To Be Continue, bukan Tumpukan Bata Cacat (?)...
Au ah ngawur, yang penting lanjut... -w-/
Review! :D
