Balas Review! :D

JustReha: Selamat berjuang... -w-/ Makasih Review-nya.

StrideRyuuki: Susah diterapkan... Ini udah lanjut... -w-/

RosyMiranto18: Terima kasih transcript-nya, aku akan pakai itu untuk Chapter depan. 'v'/

Ikyo: "Mungkin..." .w.a

Salma: "Di duniaku, Rendy di sana super sibuk menurut penuturan kembarannya di sana..."

Hendry: "Aku rasa dia tidak akan sanggup menjelaskannya..."

Thanks for Review.

Happy Reading! :D


Chapter 128: TiMedia Routine


Ada seseorang yang sedang berdiri di ujung atap markas entah apa alasannya.

"Semuanya serba salah! Stress karena semua kenistaan ini, membuatku menjadi depresi!"

"Depresi? Bukannya itu hanya kata yang bagus untuk merasa 'kacau'?" tanya Zen menggunakan megaphone.

"Zen, kau iblis bodoh!"


"Ada apa ya?" tanya Donna ketika melihat beberapa orang yang ngumpul untuk memperhatikan kejadian itu.

"Biasa, drama klasik..." jawab Alisa sambil makan popcorn.

COKELAT INI, KADANG-KADANG DITAMBAHKAN KACANG!

JLEB!

Semua orang di sana langsung melirik Teiron.

Mau tau kenapa?

Ringtone barusan sangat menohok baginya karena dia teringat pernah dikerjai dengan dibelikan sekantung cokelat isi kacang dan dipaksa menghabiskannya.

Ngenes banget kan?

"AAAAAAAAAAAAAAARGH! TEGANYA KALIAN PADAKU!" jerit Teiron emosi.


PATS!

Listrik di dalam markas langsung korslet seketika.

"Kau belum bayar tagihan listrik kan?" tanya Girl-chan sambil menatap tajam Luthias.

"Aku sudah bayar kok! Sumpah!" jawab Luthias meyakinkan.

"Mundo, where are you?!" teriak Mathias panik karena Raimundo tidak ditemukan. (Note: Kulit kecoklatan Mundo membuatnya menyatu dengan suasana gelap di sekitar.)

Tiba-tiba Raimundo menyalakan senter dan sukses membuat ketiga orang lainnya terkejut.

"Ini efek kita ngerjain Teiron dengan cokelat isi kacang!" Raimundo menyimpulkan apa yang terjadi dengan tampang pokerface.


Giro sedang bermain biola di taman belakang markas ketika tiba-tiba terdengar teriakan ALAY BIN LEBAY dari teman-temannya yang bisa dikategorikan 'idiot'.

Oh, sebenernya masih ada yang normal sih!

"Woy, ada apaan sih?! Berisik tau!" tanya Giro kesal.

"Al! Woy, Alpha! Bangun!" seru Tumma khawatir.

"My God, Alpha! Jangan bercanda!" teriak Alexia histeris.

"Al! Bangun!" Federico mengguncang-guncang tubuh Alpha yang nggak bergerak sehelai rambut pun (?!).

Giro yang kesal plus penasaran mendekati mereka. "Ada apa sih?"

"Giro! Alpha nggak bangun-bangun! Padahal udah diteriakin, dipukulin, bahkan sampai dibilang NGGAK KEREN! Kayaknya dia pingsan, tapi mirip tidur, atau jangan-jangan ada yang hipnotis dia?!" cerocos Maurice panik.

PLAK!

"Bego! Mana mungkin ada yang hipnotis dia?!" bentak Arie setelah memukul kepala Maurice.

"Oy! Te-terus sekarang dia gimana?" tanya Giro yang mulai khawatir.

"Gue juga nggak tau!" pekik Maurice histeris.

"Apa kita perlu panggil Kaichou dayo?" tanya Musket.

"Jangan dulu! Entar satu markas jadi panik!" sahut Daren.

Tiba-tiba di tengah kepanikan yang LUAR BIASA MENDEWA, bocah yang diributkan terbangun dengan sendirinya. SEKALI LAGI, SENDIRINYA!

"Lu semua ngapain ngerubutin gue? Kagum ya?" tanya Alpha dengan tampang dan perasaan nggak berdosa seolah nggak terjadi apa-apa.

Semua orang di sana langsung cengo.


Pada suatu malam, Tartagus sedang guling-guling di atas ranjangnya yang sangat empuk.

Sudah tiga jam dia tidak bisa tidur.

Dia mengambil jam digital di sebelah ranjangnya.

Nol nol dua belas. Hari sudah berganti.

Tartagus duduk dan celingukan sesaat di sekitar kamarnya. Ketiga sepupunya sedang tidak ada di tempat karena suatu alasan.

Sebuah ide cemerlang pun muncul di otaknya, kemudian dia segera meraih handphone-nya untuk memencet keypad beberapa kali. Setelah itu, dia menempelkan handphone ke telinganya dan nada sambung mulai berbunyi.

"Edgar~" seru Tartagus riang.

"Heeeeerrgggh?" jawab seseorang dengan suara ala raja iblis yang terusik pembaringannya.

"Gar! Temenin dong! Nggak bisa tidur nih!" pinta Tartagus manja tanpa memperhitungkan apa yang akan terjadi jika berani mengganggu sang raja iblis.

"Nggak bisa tidur?" tanya Edgar dengan suara berat.

"Iya!" jawab Tartagus masih dengan nada riang.

"Aku juga baru saja tidur, bodoh! Kalau kau memang sebegitu inginnya tidur, minum saja racun tikus! Kujamin kau akan tidur selamanya!"

TUUT TUUT TUUT!

Telepon diputus secara sepihak.

"Huweee! Edgar jahat! Itu sih namanya mati, bukan tidur!" Tartagus guling-guling lagi.


Karena tingkat kebosanan Tartagus mencapai puncaknya, akhirnya dia memutuskan untuk menonton TV. Dia pun meraih remote control dan menekan tombol on.

Beberapa detik kemudian, layar TV sudah menampakkan bayangan beberapa orang yang sedang menari sambil mempromosikan kopi instan keluaran terbaru.

"Wah! Besok harus dicoba nih!" ujat Tartagus dengan mata berbinar.

Iklan selesai dan layar berubah hitam. Tapi entah kenapa, Tartagus merasakan firasat buruk.

Sedetik kemudian, muncullah gambar yang sangat dikenalinya dan deretan huruf mulai bermunculan di layar.

J, U, M, P, S, C, A, R, E

Muncullah sesosok makhluk dari TV tersebut.

"GYAAAAAAAAAAAAAAAAAAAA!" teriak Tartagus histeris setelah melihat tampang makhluk menakutkan itu.

Dia langsung melompat turun dari ranjang, tapi kakinya malah terbelit selimutnya sendiri dan terjatuh dengan posisi kepala duluan.

Posisi yang sangat elit!

Tartagus tersadar dan langsung bangkit sambil mengusap kepalanya yang agak benjol.

"Aduh..." Dia meringis sambil berjalan keluar kamar untuk mencari obat.


Setelah sampai di depan laci tempat penyimpanan obat, Tartagus langsung mengaduk-aduk laci itu. Tapi sayangnya, obat yang dicarinya tidak ada dan dia hanya bisa menghela nafas.

"Aduh, gimana nih? Kalau kepalaku nggak segera diobati, entar jadi benjol, entar ketampananku berkurang, kalau aku jadi idiot gimana?" keluh Tartagus lebay. (Ternyata selama ini dia nggak nyadar kalau dia udah idiot dari sononya! XD)

Sebuah ide pun kembali terlintas di otaknya yang sepertinya baru aja geser.

"Ah iya! Kata Mathias ada toserba yang buka 24 jam! Apa ya namanya? Hmm..." Tartagus berpikir sambil mengusap dagu.

"Convenient Store!" teriak Tartagus sambil menjentikkan jari dan langsung menutup mulutnya sendiri karena sadar kalau sekarang tengah malam.

Setelah itu, dia kembali ke kamarnya untuk mengambil jaket dan berjalan cepat ke pintu depan.


Setelah berjalan cukup jauh (dikarenakan jarak markas Garuchan yang agak jauh dari kota), akhirnya dia menemukan sebuah konbini bernama 'Evala Market'.

"Ah~ Jadi ini yang namanya konbini? Mengesankan!" cerocos Tartagus sambil joget-joget mencurigakan.

"Heh! Cowok ayan yang di situ!" panggil seseorang.

"Eh?" Tartagus langsung berhenti melakukan tarian sesat (?) barusan.

'Waduh, aku lupa Mathias pernah bilang kalau tiap malam banyak preman!' batin Tartagus resah.

Dia menoleh ke arah sumber suara dan ternyata ada dua orang yang lagi dugem (duduk-duduk gembira) di dekat pintu masuk konbini.

"Denger nggak sih?" tanya orang yang satunya.

Tartagus berjalan mendekati kedua orang itu. Mereka berdua memakai pakaian yang terkesan 'rebel', rambut spiky, dan keduanya terlihat identik walaupun beda warna mata dan rambut.

"Sap? Sal? Ngapain kalian di sini?" tanya Tartagus bingung.

"Heeh? Sap?"

"Sal?"

"Siapa itu?" tanya mereka berbarengan sambil saling berpandangan.

Tartagus memiringkan kepala. "Hah? Bukan ya?"

'Syukurlah! Lagian, mana mungkin mereka jadi mirip Bossa Nova begitu?' batin Tartagus ngeri.

"Oi!" panggil salah satu dari mereka.

"Ya?" balas Tartagus ragu.

"Kok pake piyama sih?" tanya keduanya kompak.

"Nggak pernah ngikutin tren ya?"

"Emang sekarang masih tren jalan-jalan pake piyama?"

Tartagus langsung sweatdrop mendengarnya.

'Emang bener-bener mirip Saphire dan Salem!' batin Tartagus sambil masuk ke dalam konbini meninggalkan kedua orang kurang kerjaan itu.


TING!

Pintu otomatis konbini pun tertutup. Tartagus memandang sekitar dengan mata berbinar dan tanpa sadar, mulutnya terbuka lebar saking terpesona. Dia pun mulai mengelilingi tiap bagian konbini itu.

"Kamera pengawas~"

"Microwave~"

"Mesin fotokopi~"

Dug!

Tartagus tidak sengaja menyenggol seseorang yang sedang berdiri di depan rak majalah yang terletak di pojok belakang konbini.

"Ma-maaf!" ujar Tartagus sambil tersenyum.

Orang yang ditabraknya tidak bergeming. Dia memiliki postur tubuh kecil, rambut hitam pendek dengan beberapa helai putih, beserta telinga dan ekor kucing. Wajahnya tertutup majalah.

"Flore?" panggil Tartagus mencoba memastikan.

Orang itu tetap fokus dengan majalah yang dibacanya. Karena penasaran, Tartagus melirik sampul majalah itu.

Bagian atasnya terdapat simbol kelinci pink yang berdasi. Di bawahnya terdapat barisan huruf yang dibaca PLAYBOY. Majalah porno!

"Huwaaaaaaa!" Tartagus langsung jatuh terduduk saking kagetnya.

"Kamu nggak apa-apa?" tanya orang (yang ternyata memang mirip Flore) itu dengan mulut yang mengeluarkan air liur berlebihan.

"Teirooooooon, Flore jadi gilaaaaaaaaa!" teriak Tartagus histeris sambil berlari meninggalkan orang itu.

"Orang aneh!" celetuk orang itu, kemudian kembali memperhatikan majalah itu dengan sepenuh hati.

"Ufufufu... Tuna~" gumamnya sambil tertawa menyeramkan.

Ternyata dari tadi dia melihat iklan sarden di majalah itu.


Tartagus sekarang sudah berada di depan kasir dengan nafas yang terengah-engah dan kaki gemetaran.

"Ada yang bisa saya bantu?" tanya si kasir dengan nada datar.

Tartagus langsung menengadahkan kepalanya dan...

"Ik-"

'Tunggu dulu! Dari tadi aku bertemu orang-orang yang mirip dengan orang yang kukenal, tapi mereka adalah orang yang berbeda! Jadi, pasti kasir ini bukan Ikyo yang sebenarnya! Lagipula, untuk apa Ikyo jadi kasir?' batin Tartagus merasa pintar sambil mengangguk riang.

"Ada yang bisa saya bantu?" tanya si kasir (yang memang mirip Ikyo tanpa telinga dan ekornya) itu sekali lagi.

"Saya mau beli... Umm..." Tartagus mulai berpikir, sepertinya dia sudah lupa tujuan awalnya ke konbini membeli obat untuk kepalanya.

Sementara sang kasir hanya diam saja.

"Hamburger!" ujar Tartagus.

"Sudah habis..." balas si kasir tanpa ekspresi.

"Ya udah, scone aja!"

"Kashikomarimashita!" Si kasir mengutak-atik mesin kasirnya.

Tartagus mengeluarkan selembar uang dan menyerahkannya kepada kasir, sang kasir menerimanya sambil menyerahkan scone yang dibeli Tartagus. Beberapa saat kemudian, kasir itu menyerahkan uang kembalian berupa recehan yang lumayan banyak di atas kertas struk.

"Adududuh... Ribet!" keluh Tartagus jengkel karena uang recehnya nggak mau masuk ke dalam dompetnya, tapi yang ada uang itu malah jatuh dan menggelinding kemana-mana.


"Mas, beli oden!" ujar Tartagus lengkap dengan senyuman khasnya.

"Ditambah apa?"

"Etto etto..."

"Ditambah apa?"

"Etto etto..."

"Antrian lainnya sudah menunggu!"

"Etto etto..."

"Tolong cepat sedikit!" cetus sang kasir yang sepertinya mulai kesal.

"Telur!"

"Telur satu?"

"Telur!"

"Telur dua?"

"Telur!"

"Telur tiga?"

"Udah, itu aja!"

"Cuma telur?"

"Sama kuahnya ditambah lagi!"

"Kashikomarimashita!"

"Berapa harganya?"

"220 Peso!"

"Nih, 10.000 Peso!"

"Nggak ada uang kecil?"

"Adanya 10.000 Peso!"

"Nggak ada uang kecil?"

"Tambah mustard juga ya!"

"Kashikomarimashita!"

"Nggak usah pake struk!"

"Berisik!" gerutu sang kasir sambil melempar gumpalan kertas struk ke dahi Tartagus.

"Boleh pinjam toilet?"

"Di sini nggak ada toilet!"

"Terus kamu pipis dimana?" tanya Tartagus watados.

'Sialan...' rutuk sang kasir dalam hati dengan wajah datar.

Setelah Tartagus selesai mengerjai si kasir, dia segera berjalan menuju pintu keluar. Hatinya puas setelah berjalan-jalan di konbini.

Tapi ketika ingin pulang, dia jatuh ke dalam lubang di depan konbini yang entah muncul dari mana.


GUBRAK!

"Woy Saos Tartar, lu nggak apa-apa?"

Manik hitamnya melihat sang 'sepupu' dalam keadaan jungkir balik (dalam pengelihatannya sih).

"Eh?" Dia segera bangun dan celingukan. "Bukannya aku di konbini?"

Vience mengangkat alis. "Lu ngelindur ya? Tadi lu ketiduran dengan badan setengah menggelantung di atas meja perpus!"

Tartagus masih bengong, kemudian menyadari sesuatu. "Jadi... Semua itu hanya mimpi?"

"Apapun itu, jawabannya ya!"

"Ehehe..." Tartagus hanya garuk-garuk kepala. "Begitu ya! Aku mengerti sekarang!"

"Cuci wajahmu sana, katanya mau lamar Iris!"

"Oh iya!" Tartagus langsung melesat pergi.

Vience hanya geleng-geleng kepala. "Emangnya dia mimpi apaan sampe bilang konbini segala?"


Sementara di taman, pemuda biru itu menelan ludah. Di tangannya terdapat sebuah kotak kecil berwarna merah dan manik birunya menatap si gadis berambut coklat twintail yang sedang duduk di bangku taman.

Dia harus memberanikan diri untuk melakukannya, apapun resikonya.

Dia mendekati gadis itu perlahan.

Gadis itu menengok dan menyadari keberadaannya. "Ada apa, Thun-kun?"

Dia segera menyembunyikan kotak tadi dan memalingkan wajahnya yang sedikit memerah. "Aku hanya ingin mengobrol saja..."

"Duduk sini!" Dia membagi tempat duduk agar pemuda itu bisa duduk di sebelahnya.

Dia segera duduk di sebelah gadis itu.

"Kau mau bilang apa, Thun-kun?"

"Ehmm..." Dia bingung mau bilang apa, kemudian mengeluarkan kotak tadi dengan wajah merah padam.

"Untukku?" Gadis itu mengambil kotak tadi dan membukanya, ternyata berisi sebuah cincin. "Ini..."


To Be Continue, bukan Tanoshii Bara Chan (?)...


Yah, random lagi, tapi biarlah... -w-a

Bagian saat Zen bilang 'depresi hanya kata yang bagus untuk merasa kacau' berasal dari screen 'The Office' dimana versi aslinya seperti ini:

Michael Scott: Everything's wrong. The stress of my modern office has caused me to go into a depression!

Dwight Schrute: Depression? Isn't that just a fancy word for feeling "bummed out"?

Michael Scott: Dwight, you ignorant slut!

Screen itu ada banyak versi MMD-nya di YT dengan judul 'Bummed Out'.

Ini hanya selingan kok, lanjutan dari Chapter sebelumnya masih kubuat, hanya saja yah gitu... -w-/

Review! :D