Balas Review! :D

StrideRyuuki: Sayangnya itu tidak bisa diterapkan.

Rendy: "Aku refleks."

Ini udah lanjut... -w-

RosyMiranto18: Entahlah... .w.a

Luthias: *menggeleng.* "Kurasa itu tidak ada hubungannya."

Rendy: "Ya maaf. Lagipula ini buku kenangan."

Thanks for Review.

Happy Reading! :D


Chapter 146: Alpha-link Story (Aku nggak tau lagi harus gimana sama judulnya... -w-v)


"Aaaaaaargh, Lisa kampret! Bisa-bisanya dia tidak memberitahuku kalau wekernya rusak!" umpat Alpha yang berlari secepat kilat ke markas.

Begitu baru memasuki perkarangan, dia tak sengaja menabrak Wiona sampai terjatuh dan menimpa badannya.

Hening...

Hening...

Hening...

Kenapa nggak ciuman aja sih?!

Hening...

Hening...

He-

"Ma-maaf! Aku buru-buru!" Alpha segera bangun dan meninggalkan Wiona.

Wiona hanya terdiam melihat Alpha yang berlari memasuki markas.

Tanpa disadari, dia mulai jatuh cinta pada pemuda itu.


"Sebenarnya aku ingin memberitahumu dari tadi, tapi aku juga sedang buru-buru."

"Buru-buru apa? Kau kan tidak ada misi hari ini!"

"Memang tidak, sebenarnya aku berniat ingin jalan-jalan dengan Tei-kun." Lisa terkikik geli, kemudian teringat sesuatu. "Tapi ngomong-ngomong, apa Kak Al tidak lelah mengejar Ali-chan terus? Daripada nanti malah ditolak mentah-mentah, sebaiknya Kak Al cari gadis lain saja!"

"Tidak, terima kasih!" Alpha meninggalkan 'adik'-nya dengan perasaan gondok.


"Hah? Dia bukannya yang kutabrak di depan barusan ya?"

Girl-chan langsung memasang tatapan horror seperti mengatakan 'tadi lu bilang baru saja nabrak dia?! Yang bener aja?!' ke arah Alpha yang baru masuk ke ruangannya.

"Tidak apa-apa, dia tidak sengaja." balas Wiona yang berada di sebelah si ketua squad.

Girl-chan menghela nafas frustasi. "Namanya Wiona Freemirale, dia tinggal di sini karena melarikan diri dari tempat lamanya dan sekarang sedang diincar. Jadi, aku sarankan kau jaga dia sebisa mungkin sampai situasi membaik!"

"Kenapa harus aku?" tanya Alpha bingung.

Girl-chan melipat tangan. "Karena kau punya tampang yang cukup meyakinkan untuk menjadi 'pengawal' dan juga kau baru saja menabraknya, padahal aku ngarep kalian ciuman aja pas tabrakan tadi."

"No way!" sembur Alpha tidak terima.

Wiona sendiri hanya blushing.

Si ketua squad geleng-geleng kepala, kemudian teringat sesuatu. "Oh, selain itu, sepertinya beberapa dari kita harus mengajarinya cara mempertahankan diri, atau mungkin kau bisa membuatkan senjata yang sesuai untuknya."

Alpha menggaruk kepala. "Kalau itu perlu kupikirkan dulu."


"Sepertinya kau sedang jatuh cinta."

Wiona sedikit tersentak saat mendapati Emy sudah nongol di sebelahnya. "Ba-bagaimana kau bisa tau?"

"Wajahmu itu terlihat seperti baru saja jatuh cinta pada pandangan pertama. Aku juga pernah mengalaminya lho!" balas Emy watados. "Ngomong-ngomong, kau jatuh cinta pada siapa?"

"Hmm... Dia pemuda yang tampan dan manis, rambut coklat muda dengan sehelai rambut mencuat di puncak kepalanya."

Emy ber-'oh' ria. "Kalau boleh kuberitahu, namanya Alpha Scalion. Tapi kalau kau mau dapetin perhatiannya tuh agak susah deh, dia suka sama cewek lain soalnya."

"Begitu ya."


"Kau sedang apa?" tanya Maurice saat menghampiri Alpha yang sibuk menulis sesuatu di atas kertas.

"Hanya proyek kecil." jawab Alpha singkat.

"Kudengar gadis itu menyukaimu, kenapa tidak terima saja? Setidaknya itu lebih baik daripada mengejar Ali-chan terus." usul Maurice.

Alpha memutar mata dan kembali mengerjakan proyeknya. "Entah kenapa perkataanmu itu sama menyebalkannya dengan Lisa."

Maurice menghela nafas. "Kau tau? Saat rivalitas kita untuk mendapatkan Ali-chan masih berjalan, terkadang aku merasa dia tidak akan menerima perasaan siapapun dan membuat semua yang kita lakukan menjadi sia-sia. Dan ketika aku memutuskan untuk mengencani Monika, perasaanku mulai lebih nyaman sekarang. Aku pernah mendengar sebuah pepatah: menyia-nyiakan orang yang mencintaimu dengan tulus untuk mengejar orang yang tidak mencintaimu adalah jalan tercepat untuk menghancurkan perasaanmu."

Maurice berdiri dan berniat pergi. "Dan jika itu terjadi, hasilnya akan sangat menyakitkan. Kau akan merasakan itu suatu saat."


Beberapa hari kemudian...

"Hey, bisa bicara sebentar?"

"Tentu! Ada apa, Ali-chan?"

"Aku hanya ingin bilang kalau kau bukan tipeku!"

"Hah? Apa? Maksudmu?"

"Aku tidak menyukaimu, bodoh! Berhenti mengejarku dan jangan dekati aku lagi! Mengerti?"

Alisa meninggalkan Alpha yang masih terdiam.


Krieeet!

Monika melirik pintu yang terbuka dan melihat sepupunya yang baru masuk kamar.

"Jadi, kau sudah menolaknya?"

"Ya, aku tidak suka dikejar-kejar terus."

"Aku heran padamu, kenapa kau tidak mau menerima perasaan laki-laki manapun?"

"Aku tidak tertarik dengan mereka."

"Memangnya kau itu apa? Aseksual?"

"Tepat sekali."


Wiona yang membawa sekarung makanan kucing dihadang seorang pria. Karena merasa terancam, dia menjatuhkan karung itu dan berlari secepat mungkin untuk menghindari pria itu.


"Ada yang tau dimana Wiona?"

"Tadi aku memintanya membeli makanan kucing, tapi masih belum kembali."

"Kau membiarkannya pergi sendirian?!"

"Apa itu salah?"

Girl-chan mencubit lengan Luthias. "Bodoh! Bagaimana kalau dia sampai bertemu orang yang mengincarnya?!"

"A-aku tidak tau soal itu!"

Alpha yang mendengar itu diam-diam pergi mencari Wiona.

"Permisi!"

Mereka berdua menengok ke arah seorang tukang pos yang baru datang.

"Saya ingin memberikan surat tagihan kredit makanan kucing untuk Luthias Oersted." Tukang pos itu menyodorkan sebuah amplop.

"Ah iya iya, makasih!" Luthias mengambil amplop itu dan sang tukang pos pun pergi.

Girl-chan langsung memasang tatapan skeptis seperti mengatakan 'yang bener aja lu makanan kucing pake dikredit segala?!' ke arah pemuda Greenland itu dan hanya dibalas dengan cengiran dari yang bersangkutan.


Alpha menyusuri jalan tempat Luthias biasa membeli makanan kucing dan melihat ada karung yang tergeletak di tengah jalan.

'Tidak salah lagi, dia pasti di sekitar sini!' Dia meneruskan pencariannya.


Wiona terus berlari menghindari pria yang mengejarnya, tapi sayangnya dia terhenti oleh jalan buntu di gang kecil.

Pria itu terus mendekat dan dia hanya berharap ada yang menolongnya.

Tiba-tiba asap muncul mengelilingi tempat itu dan seseorang menarik Wiona menjauhi daerah tersebut.

Mereka bersembunyi di dekat sebuah tempat sampah besar dan Wiona baru melihat siapa yang menariknya: pemuda berambut coklat muda dengan sehelai rambut mencuat di puncak kepalanya.

"Al-"

"Sssst!" Dia mengisyaratkan gadis itu untuk diam. "Aku sudah mengirim sinyal, kita harus tetap sembunyi sampai bantuan datang."


"Greif, bisakah kau terbang lebih cepat lagi?" pinta Teiron panik.

"Ini kecepatan maksimal yang bisa kulakukan!" balas Greif.

"Ayolah! Kita tidak tau sampai kapan mereka akan terus bersembunyi menunggu bantuan!"

"Baiklah, aku akan mencoba lebih cepat lagi!"


"Aku rasa sudah aman." ujar Wiona.

Mereka berdua keluar dari tempat persembunyian.

"Awas!"

Alpha segera menarik Wiona untuk bertukar posisi ketika sebuah pisau datang ke arah mereka dan menancap di lengan pemuda itu.

Ternyata pria yang mengejar Wiona membawa puluhan benda tajam yang melayang di sekitarnya.

'Sepertinya ini akan semakin sulit.' batin Alpha yang berusaha menahan rasa sakit dari pisau yang tertancap di lengannya.

Benda-benda tajam milik pria itu langsung melayang ke arah mereka, tapi tiba-tiba muncul tembok batu di depan Alpha dan Wiona yang melindungi mereka dari benda-benda tersebut.

"Sepertinya aku berhasil datang tepat waktu untuk menyelamatkan bokongmu dari tusukan pisau!" seru Teiron dari langit.

"Terima kasih, Teiron. Terima kasih." balas Alpha skeptis.

Pria itu hanya mendengus dan pergi meninggalkan mereka.


"Nah, sudah!" Teiron menepuk tangannya setelah mengobati lengan Alpha. "Sekarang mari kita pulang dan jelaskan semuanya pada Kaichou!"


Setelah kejadian itu...

"Nah!" Alpha memakaikan sebuah jam tangan di pergelangan tangan gadis itu. "Jika kau merasa terancam lagi, tekan tombol di jam itu untuk mengirimkan sinyal dan aku akan melacak keberadaanmu dengan GPS."

"Aku minta maaf telah membuatmu berkorban terlalu banyak waktu itu." balas Wiona menunduk sedih.

Alpha menggaruk kepala. "Yah, aku melakukannya untuk kebaikanmu. Lagipula, itu juga sebagai permintaan maaf karena telah mengabaikan perasaanmu. Ada sesuatu yang menggangguku sampai akhirnya membuatku berubah pikiran."

Wiona langsung mengetahui maksudnya. "Apa itu artinya-"

"Ya, ini memang memalukan, tapi..." Dia menelan ludah karena gugup. "A-aku me-mencintaimu, Wiona."

Gadis itu tersenyum tipis. "Aku senang mendengarnya, Alpha-kun."

Wajah mereka saling berdekatan dan akhirnya mulai berciuman dengan mesra.

Tapi sayangnya...

Cekrek!

"Teiron, aku dapat gambarnya! Akan kukirimkan ke email-mu untuk disebar nanti!" seru Tumma sambil melambaikan tangan ke arah si bocah merah yang berada di pojokan.

"Kerja bagus, Tum!" Teiron memasang cengiran laknat sambil mengancungkan jempol.

Alpha yang menyadari itu langsung kesal. "Dude, you son of a bi-"

Yah, setidaknya sekarang dia mendapat cinta baru setelah tertolak mentah-mentah.


Bonus:

"Ahahahahahahahaha!" Lisa tertawa guling-guling di tempat tidurnya setelah melihat foto yang didapatnya dari Teiron. "Dia melakukannya, dia benar-benar melakukannya! Seharusnya Kak Al melakukannya dari dulu! Ahahahahahahahaha!"

Tiba-tiba Alpha mendobrak pintu kamar 'adik'-nya dengan tampang tidak senang. "Itu tidak lucu!"

"Ehehe..." Gadis itu berhenti tertawa. "Seharusnya Kak Al senang dapat gadis yang mencintaimu."

"Terserah!" Alpha langsung pergi dengan perasaan gondok.


"Kenapa kau melakukan ini?!" tanya Alpha sebal.

"Satu alasan! Kau sering mengerjaiku, sekarang giliranku yang mengerjaimu!" Teiron langsung kabur.

"Kemari kau, sialan!"

"Oh oh, kukira kau tidak bisa bicara kasar!"

"Kembali ke sini, brengsek!"

"Mereka sering bertengkar ya?" tanya Wiona.

"Hampir setiap hari..." balas Ikyo datar, walaupun sebenarnya dia merasa puas karena sudah lama tidak melihat mereka seperti itu.

Sementara di belakang mereka berdua, ada Salem yang menutup telinga Chilla agar tidak mendengar umpatan kasar barusan.

"Kenapa Salem menutup telinga Chilla?"

"Jangan tanya dan jalan terus."


To Be Continue, bukan Tanker Beast Club (?)...


Entah kenapa pairing ini selalu kepikiran, but... Oh well... .w.a

Review! :D