Balas Review! :D

StrideRyuuki: Lu lebih tua dari gue! =w=

Alpha: "Nggak ada PJ!"

Ini udah lanjut... -w-/

RosyMiranto18: Aku nggak berminat dengan 'Infinity War'... ~(-w-)~

Rendy: "Coba baca lagi dua Chapter sebelumnya."

Alpha: "Kurasa tidak perlu, walaupun aku agak malas perbaiki weker-ku..." -w- "Tidak, jam itu hanya pemberi sinyal bahaya saja, tidak lebih."

Luthias: "Aku sering lupa bawa uang, jadi terpaksa bayar dengan kartu kredit..." =w=a

Thanks for Review.

Happy Reading! :D


Chapter 147: Everyday is Absurd Day


"Hey, bulan depan ulang tahun Ilia. Bisa bantu aku membuatkan hadiah untuknya?"

Rendy menurunkan bukunya dan mengerutkan kening. "Serius? Kau kan tau sendiri kalau dia tidak bisa melihatmu."

"Oh ayolah. Setidaknya sekali ini saja." pinta Hendry memelas.

Rendy hanya memutar mata, kemudian menghela nafas pasrah. "Baik baik, aku bantu. Jadi, apa yang bisa kita berikan padanya?"

Hendry berpikir sejenak. "Yah, mungkin sesuatu yang disukainya."

Rendy mengangkat alis. "Kau tidak tau apa yang dia suka?"

Hendry menggeleng. "Aku tidak pernah bertanya padanya."

Rendy geleng-geleng kepala. "Ya sudah. Akan kutanyakan padanya nanti."


Udah kan? Itu aja!

Yah, isinya hampir sama dengan judulnya... -w-/


~Power Problem~

Malam yang tenang di markas Garuchan yang sangat gelap.

Eh, gelap? Korslet lagi ya?

"Serius! Nggak ada korslet sama sekali! Gue udah ngecek berkali-kali dari tadi!" sembur Alpha.

"Terus kenapa bisa gelap begini?!" tanya Teiron panik.

"Apa ini ada hubungannya dengan Nightmare ya?"

Semua orang langsung melirik Zen.

"Apa itu Nightmare?" tanya Jean penasaran.

"Nightmare itu mengacu pada sebuah kekuatan yang bisa menggelapkan daerah di sekitarnya." jelas Zen.

(Note: Entah kenapa aku jadi keingat Helcurt karena sama-sama bisa membuat pandangan musuh menjadi gelap, walaupun sebenarnya beda konsep 'gelap' dan senjata.)

"Oke, ini aneh." timpal Maurice. "Kau bilang menggelapkan daerah di sekitarnya? Tapi kenapa kita masih bisa melihat satu sama lain?"

Webek, webek...

Zen angkat bahu. "Kalau itu aku juga tidak tau."

"Tapi kita kan nggak ada yang punya kekuatan kayak gitu, atau jangan-jangan..." Alpha yang menyadari sesuatu langsung terbelalak dan segera berdiri. "Aku harus mencarinya!"

Teiron segera menyusul temannya yang berlari meninggalkan mereka. "Tunggu dulu Al, apa maksud-"

"Kita masih belum tau kekuatan Wiona, dan jika aku benar..."


Mereka berdua mendapati Wiona yang terlihat gemetar ketakutan disertai aura gelap yang menyelimuti tempatnya di pojok perpus.

"Wiona!" Alpha segera menghampirinya, tapi tidak bisa mendekat karena aura gelap tersebut.

Gadis itu menoleh perlahan. "A-Alpha..."

"Apa yang terjadi?"

"A-aku hanya te-teringat masa lalu, da-dan tiba-tiba jadi seperti ini... A-aku ta-kut... A-aku tidak bisa me-mengontrolnya... To-tolong aku..."

"Tenang saja, aku akan menolongmu. Kemarilah."

Wiona ragu-ragu untuk mendekat, tapi kemudian dia segera berlari ke arahnya dan memeluk Alpha sambil menangis sesegukan.

Di saat yang bersamaan, seluruh markas kembali terang.


Kemudian...

"Ya, tolong datang secepatnya." Thundy menutup telepon. "Dia akan kemari."

"Siapa?" tanya Wiona.

"Izca, seorang dokter dan juga penyihir, mungkin dia bisa menangani masalahmu."

Kemudian sebuah portal sihir terbuka dan orang yang bersangkutan keluar dari portal tersebut.

"Jadi, siapa yang bermasalah di sini?" tanya Izca.

"Dia." Thundy menunjuk Wiona. "Bisa kau pastikan jika dia benar-benar memiliki kekuatan Nightmare?"

Izca mengangguk paham. "Baiklah, biarkan aku berbicara dengannya sebentar."

Thundy mengangguk singkat dan berjalan pergi.

Alpha merasakan ketakutan Wiona yang mengeratkan pegangan di jaketnya, lalu dia mengusap punggungnya untuk menenangkan gadis itu. "Jangan takut. Dia orang yang baik kok. Kau hanya perlu menjelaskan masalahmu padanya dan dia akan memberikanmu solusi terbaik."

Wiona mengangguk pelan dan perlahan mulai mendekati Izca.

"Aku akan kembali nanti." Alpha meninggalkan mereka berdua.


"Dia masih belum bisa mengendalikan kekuatannya karena mudah dipengaruhi perasaan negatif, jadi dia perlu menenangkan diri sebelum belajar menggunakan kemampuannya."

"Begitu ya." Girl-chan manggut-manggut. "Sepertinya ini akan memakan waktu yang lama."


Setelah itu...

"A-apa? Tidur di kamarku?" tanya Alpha agak shock.

Girl-chan melipat tangan. "Dia tidak mau tidur di kamar sendiri, dan dia lebih mempercayaimu dibandingkan orang lain. Lagipula apa salahnya punya teman tidur? Setidaknya kau tidak kesepian walaupun agak makan tempat."

Wiona yang bersembunyi di belakang Girl-chan memasang wajah memelas agar Alpha mengizinkannya tidur di kamarnya.

Pemuda itu tidak tega melihatnya dan hanya menghela nafas pasrah. "Baiklah... Jika itu maumu..."


"Apa kau tidak tidur?" tanya Wiona yang sedang duduk di atas tempat tidur Alpha dengan rambut tergerai, tanpa kacamata, memakai daster coklat muda (pemberian Lisa), dan memeluk boneka mini Alpha (buatan Tartagus).

"Jangan khawatir, aku bisa mengatur jadwal tidurku kok." Alpha tersenyum lembut padanya. "Lagipula ada proyek yang harus kuselesaikan. Sebaiknya kau tidur duluan."

Wiona hanya mengangguk dan berbaring di atas kasur. Setelah semenit, dia pun tertidur pulas.

Alpha menghentikan proyeknya dan melirik Wiona. Dia menghampiri gadis itu perlahan agar tidak membangunkannya, kemudian mengusap pipinya dengan lembut.

"Selamat malam, Wiona." bisik pemuda itu sambil mencium keningnya.


~Head Patting~

Keesokan paginya...

Wiona terbangun sambil menguap lebar, kemudian memakai kacamatanya dan duduk di atas kasur.

"Sudah bangun? Bagaimana tidurmu?" tanya Alpha yang sejak tadi sibuk mengerjakan proyek dengan komputer hologram di meja kerjanya.

"Sedikit lebih baik." balas Wiona.

Kriieeet!

"Aku bawakan makanan untuk kalian." ujar Donna yang membawa nampan makanan.

"Ah ya, terima kasih. "Alpha mematikan komputernya, kemudian memutar kursi dan bergerak ke arah kasur. (Note: Model kursi kantoran.)

Donna menaruh nampan di sebelah Wiona dan bergegas pergi.

Mereka mengambil sepotong sandwich untuk masing-masing dan memakannya.

"Ehmm, Alpha." panggil Wiona setelah menghabiskan sandwich-nya.

"Ya?"

"Apa boleh aku meminta sesuatu?" tanya Wiona.

"Tentu."

"Bi-bisa tolong mengusap kepalaku?" pinta gadis itu ragu-ragu.

"Hah?" Alpha sedikit terkejut dan menoleh ke arah Wiona.

Wiona menunduk malu. "Be-begini, sejak kecil ayahku sering mengusap kepalaku setiap aku bangun tidur. A-aku hanya ingin ada yang bisa menggantinya melakukan kebiasaan itu."

"Hmm, baiklah..." Alpha mengulurkan tangan dan mengusap kepala Wiona.

Setelah semenit mengusap kepala Wiona, Alpha menurunkan tangannya. "Sudah merasa lebih baik?"

Wiona mengangguk dan tersenyum. "Ya, terima kasih."

Alpha ikut tersenyum dan kembali mengusap kepala gadis itu.

'Rambutnya begitu halus.'

'Usapannya sangat lembut, seperti mengingatkanku pada Ayah.'


~New Style~

"Alpha! Alpha!"

"Hm?" Si pemuda yang merasa terpanggil menengok ke belakang.

Tiba-tiba Emy menyambar kerah bajunya dengan wajah antusias. "Boleh aku ajak Wiona ke mall? Boleh ya? Ya?"

"Woah woah, tenang dulu!" Alpha melepaskan pegangan Emy di kerah bajunya. "Aku tidak melarang sih, asal kau bisa menjaganya baik-baik."

"Itu bisa diatur!"


"Ini tempat apa? Kenapa kalian mengajakku ke sini?" tanya Wiona yang kebingungan saat coretdiseretcoret diajak Emy beserta gerombolan cewek Fujo dan Garcia (jangan tanya kenapa dia mau ikut) ke mall.

"Oh, kau tidak tau ya? Ini adalah mall, surganya para cewek!" ujar Emy watados.

"Itu agak berlebihan, Emy." sahut Hikari risih. "Garcia, tolong jelaskan!"

Garcia mengangguk dan mulai menjelaskan. "Mall adalah tempat dimana banyak orang yang berbelanja berbagai barang, biasanya disebut 'versi mewah dari pasar'."

"Terima kasih atas penjelasannya, Garcia-chan!" seru Iris. 'Walaupun bagian akhirnya sedikit aneh sih.'

Wiona memiringkan kepala. "Lalu?"

"Kami mengajakmu ke sini untuk membelikanmu beberapa baju baru." jelas Yukari 'bukan Takeba, bukan juga Yuzuki'. *lu demen banget bercandain nama orang dah!*

"Dan juga merombak penampilanmu supaya lebih cantik dan imut." timpal Terri.


Meanwhile...

"Dengar ya! Aku ikut melakukan ini hanya karena aku tidak ingin melihat si bodoh itu melakukan sesuatu yang buruk pada Wiona! Lagian juga ogah banget dah stalking coretistrisendiricoret cewek bego itu!"

"Thun?"

"Apa?"

"Tsundere-nya kurangin deh. Lu kan udah nikah, harusnya baikan dikit sama istri."

"Halah! Lu sendiri? Ngeliat kakeknya Iris aja masih ngumpet!"

JLEB! *insert 'Jaran Goyang' here.* *kabur.*

"Skakmat nih ye, Arta!"

"Bacot lu, Zilong!"

Mari kita abaikan obrolan misterius tadi dan kembali ke para cewek.


Sekarang mereka sedang berada di sebuah salon.

"Menurutku kepang lebih cantik lho!"

"Kayaknya cakepan ponytail deh!"

"Twintail juga lumayan sih!"

"Potong pendek aja lebih cocok kali ya?"

"Apa kalian tidak meminta Wionan yang menentukan?"

Pertanyaan Garcia barusan sukses membuat para gadis terdiam.

"Iya juga sih..." gumam mereka semua.

Kemudian Lira menyodorkan katalog gaya rambut pada Wiona. "Nah, coba kamu yang pilih sendiri."

Wiona mengambil katalog itu dan melihat-lihat isinya. "Hmm, sepertinya aku akan memilih..."


Setelah mengubah gaya rambut Wiona, para gadis menunjukkan banyak pakaian dan membuatnya kebingungan untuk memilih. Tapi pada akhirnya, dia memilih beberapa pakaian yang sesuai dengannya.


Setengah jam kemudian...

"Ehm, Alpha."

Orang yang bersangkutan menengok dan langsung cengo berat (bahkan sampai menjatuhkan berkas yang dipegangnya) karena ternyata dia melihat...

Wiona...

Dengan gaya rambut drill twintail...

Memakai kaos hijau yang tidak menutupi perut...

Jaket hijau dengan renda (?) hitam...

Celana pendek coklat dan sepatu hitam...

Serta bando pita berwarna merah.

"Errr..." Alpha kebingungan mau bilang apa. "Wiona?"

"Ya?"

"Tadi, Emy, mengajakmu ke mall, untuk mengubah penampilanmu ya?" tanya Alpha memastikan.

Wiona hanya mengangguk. "Menurutmu bagaimana?"

"Eh?"

"Apa, aku, terlihat cantik?"

Entah kenapa Alpha malah menjadi gugup dan berusaha untuk bersenyum. "Y-ya! Kau memang cantik! Perubahanmu itu kemajuan besar!"

Wiona berkedip sesaat. "Benarkah?"

Alpha mengangguk mantap dan mengusap pipinya dengan lembut. "Kenapa tidak? Aku menyukainya kok!"

Tapi padahal...

'Oh My God! Apa yang baru saja kukatakan?!'

Dia nyaris jantungan karena refleks mengatakan itu.


"Menurutmu bagaimana, Kaichou?" tanya Emy pada Girl-chan.

Si ketua squad hanya mesem-mesem. "Yah... Kurasa dia imut juga sih, apalagi gaya rambutnya mengingatkanku pada Kasane Teto yang beda warna rambut. Sepertinya dia punya selera yang bagus."


~Salah Paham~

"Sudahlah, lupakan saja."

"Sulit sekali, terlalu banyak kenangan bersamanya."


"Gir, liat tuh! Kelakuan seme lu!" Ethan menunjuk Luthias yang sedang berdua dengan seseorang berambut putih jingkrak (?) di bangku taman.

"Hah? Itu siapa?" tanya Giro bingung.

"Lu cari tau aja sendiri! Gue panggilin ya!" Kemudian Ethan dengan penuh niat meniru suara Giro. "Luthias-pyon!"

"Heh, jangan gila deh lu! Nggak usah teriak-teriak!" sembur Giro.

"Lho, ada Giro ya? Ngapain di situ? Ke sini gih!"

"Ethan-pyon!" seru Giro kesal saat melihat Ethan yang kabur. "Ah, iya! Aku ke situ!"


Ternyata orang yang bersama Luthias itu memiliki kepangan di belakang kepalanya, kulit gelap, kaki yang sedikit abnormal, dan juga seorang wanita.

"Kenalan sama temanku nih, namanya Karrie." ujar Luthias.

"Hay Giro, salam kenal." sapa Karrie.

"Sa-salam kenal, Karrie-pyon." balas Giro canggung. 'Ternyata cewek toh, kirain...'


Note: Serius! Awalnya kukira Karrie itu cowok karena rambutnya, tapi pas liat ulang tampilannya dan dengerin suaranya, ternyata cewek. Aneh kan?


~Pencet 'Biji' Kucing~

Hikari sedang serius memperhatikan bagian belakang Kopen saat kucing itu duduk di atas meja.

Ekor lebatnya terangkat dan meliuk pelan, kemudian jari gadis itu memencet 'biji' si kucing.

Tanpa diduga, Kopen menengok ke arahnya dan...

"Aaaakh! Iya iya, maaf!" Hikari langsung kabur dikejar Kopen yang marah-marah.


~Coffee and Drunk~

Saat ini sedang ada pesta minum kopi di kebun belakang markas.

"Hey Mundo, kopi kali ini sangat creamy dan enak. Aku menyukainya." puji Edgar. "Apa ini?"

"Terima kasih! Ini..." Raimundo menggantung sesaat. "Irish?"

Tartagus, Mathias, dan Tanie Yoshimitsu langsung shock mendengar itu (bahkan Mathias sampai menyemburkan kopinya), sementara Vience hanya bingung karena tidak tau maksudnya.


Tumma: "Sebentar, Tanie Yoshimitsu itu bukannya OC-nya si Rosy yang pernah nawarin kopi ya?"

Me: "Iya, dia sengaja kumasukin ke sini buat hadiah ultah Rosy yang telat beberapa hari."


Melihat ekspresi suram ketiga orang tadi, Raimundo langsung teringat sesuatu. "Ah, aku lupa!"

(Note: Mungkin Irish yang dimaksud adalah sejenis alkohol dari Irlandia, tapi nggak yakin juga sih... 'w'/)


Mathias segera mencoba menghentikan adiknya. "Greeny! Berhenti minum i-"

"Aniki~ *hik*"

"Terlambat!"

"Kau sangat keren... *hik* Aku jadi teringat pahlawan itu... *hik*"

"Waaah! Tubuhmu tidak terlalu kuat dengan alkohol!" pekik Mathias histeris.


"Hey, Vience..." panggil Thundy yang mabuk kelewat parah karena ternyata dia belum makan apa-apa sebelumnya. "Tubuhmu sangat ideal. *hik* Maukah kau berpose telanjang untukku? *hik*"

"Wat de ef, man? *hik* Kita ini teman, tentu akan kulakukan! *hik*" balas Vience yang berlagak bodoh saking mabuknya.

"Vieny, tenanglah!" pinta Tartagus panik.

"Ayo lakukan!"

"No!" Tartagus langsung menahan 'sepupu'-nya agar tidak buka baju.

"Aku tidak bawa kertas dan pensil, jadi aku akan mengukir meja ini saja."

"Tidak! Hentikan! Jangan!" Edgar menahan Thundy agar tidak mengukir meja dengan garpu.

Sementara kedua orang lainnya, ekspresi mereka tidak bisa dijelaskan.


Persentase toleransi alkohol mereka:

Tartagus: 100% (Serius!)

Mathias: 89%

Raimundo: 77%

Edgar: 65%

Thundy: 43% (Dia kan tua-tua bantet! *kabur.*)

Luthias: 21%

Vience: 10%


Special Bonus: The Five Adels Squad (Judul yang absurd ya?)

(Peringatan: Timeline sebelum kejadian di 'Power Problem'.)

"Haaaah... Sudah lama Adel tidak ke sini..." gumam Maurice yang sedang jalan-jalan di koridor.

Dia tak sengaja melihat sosok yang mirip Adelia dan segera menghampirinya, tapi ternyata...

"Teiron? Sedang apa kau dengan baju Adel?" tanya Maurice cengo.

"Oh, ehehe... Aku hanya ingin berpura-pura jadi Adel..." Teiron menggaruk bagian belakang wig yang dipakainya. (Iya serius, dia pake wig!)

Maurice mengerutkan kening. "Teiron, kau tidak boleh memasuki kamar orang lain tanpa izin dan mengobrak-abrik barang-barangnya."

"Hey, tidak ada salahnya pura-pura kan? Setidaknya untuk sehari saja!" balas Teiron watados.

Maurice berpikir sejenak, kemudian menghela nafas. "Baiklah... Memangnya tidak ada salahnya sih..."


Sekarang mereka berdua berada di kamar Adelia dan Maurice juga ikut berpakaian seperti Adelia disertai wig, walaupun pakaiannya sedikit kebesaran karena dia lebih pendek (tinggi Maurice 158, tinggi Adelia 165). Kalau Teiron ngepas aja sih, secara badannya kurus dan tingginya nggak beda jauh (tinggi Teiron 161).

Tapi mereka malah kepergok Emy.

Emy melipat tangan dengan wajah serius. "Aku tidak percaya kalian berdua akan masuk ke kamar Adel ketika dia pergi, berdandan dengan pakaiannya, dan berpura-pura menjadi Adel-"

Teiron dan Maurice mulai gemetar.

"TANPAKU!"

Webek, webek...

Mereka berdua saling berpandangan.

"Ka-kalau mau bergabung ya silakan." balas Maurice gelagapan.


Saat ini mereka bertiga sedang bermain walkie-talkie di kebun dan saling memanggil satu sama lain dengan 'Adel.'

"Adel memanggil Adel." ujar Emy.

"Adel di sini, ganti." balas Maurice.

"Bukan kau Adel, Adel lainnya!" sembur Emy.

"Ada apa, Adel?" tanya Teiron.


Mereka terus saja begitu, sampai...

"Kalian ngapain sih?" tanya Elwa yang memergoki mereka.

"Kita lagi pura-pura jadi Adel!" balas Emy watados.

Elwa memutar mata. "Itu terlihat mengganggu bagiku."

"Sepertinya itu menyenangkan untuk dicoba." celetuk Wiona yang baru datang.

Elwa terbelalak kaget. "Ka-kau mau mencoba ide bodoh itu?!"

"Hah! Bahkan selera Wiona lebih bagus darimu!" seru Emy.

"Ayolah, Elwa! Tidak ada salahnya! Apa kau tidak pernah terpikirkan bagaimana rasanya menjadi Adel?" tanya Teiron.

Elwa menghela nafas pasrah. "Baik baik, kalian menang!"


Sekarang mereka berlima berpakaian lengkap seperti Adelia, walaupun ada sedikit masalah.

Emy yang paling tinggi di antara mereka (tingginya 169) membuat pakaiannya tidak bisa menutupi bagian bawah tubuhnya, bahkan dia sampai harus pakai celana pendek. Elwa yang bertubuh paling kecil (tingginya 152) membuat pakaiannya terlihat kebesaran (sama seperti Maurice), hanya saja dia juga sedikit bermasalah dengan ukuran dada karena ukuran dada Adelia (B cup) lebih besar darinya (A cup). Wiona tidak menemui kesulitan karena tinggi badan dan ukuran tubuhnya sama seperti Adelia.

Mereka terlihat menikmati hal tersebut, bahkan sampai memesan pizza.

"Mau sepotong keju lagi, Adel?" tawar Teiron sambil menyerahkan sepotong pizza.

"Terima kasih, Adel." balas Wiona yang mengambil pizza itu.

"Butuh ruang untuk yang lain, Adel?" tanya Emy sambil menggeser sekardus pizza ke sebelah.

"Jangan perdulikan aku, Adel!" jawab Maurice.

"Kalian tau, Adels, harus kuakui." ujar Elwa. "Pakaian ini membuatku merasa... Cantik."

Dia tak menyadari kalau ternyata di belakangnya sudah ada Ikyo dan Adelia.

Keempat temannya segera mundur karena ketakutan, sementara Elwa baru menyadari kedua orang itu ketika menengok ke belakang dan langsung ikut mundur.

Ya iyalah mereka takut, wong Ikyo udah pasang wajah suram begitu.

"Kenapa kita harus punya lima 'Adel' di sini?" tanya Ikyo dengan nada monoton. (Jangan tukar huruf 'n' dan 'o' yang berada di tengah, entar malah jadi... Ah sudahlah!)

Adelia sendiri hanya terkikik geli. "Aku tidak menyangka kalian memiliki kemampuan meniru yang menakjubkan, sepertinya bayi kecilku juga akan tertawa melihatnya."

"Bayi?" tanya Wiona penasaran.

"Dia sedang hamil, sebentar lagi lima bulan." jelas Ikyo.

Wiona baru menyadari perut Adelia yang membesar dan hanya mengangguk paham.


Note: Sebenarnya mau masukin pasangan sejoli itu juga, tapi sayangnya nggak jadi karena proporsi tubuh mereka nggak pas buat ikutan jadi Adel (iykwim). :V /


To Be Continue, bukan Tek Back Check (?)...


Wiona Freemirale (Nightmare): Melarikan diri dari squad lamanya karena menjadi korban siksaan. Karena masih diincar, dia jarang keluar dan harus ditemani jika ingin jalan-jalan.


Udah, itu aja!

Clue Chapter depan: All about 'cloak'. (Dan kemungkinan akan sangat lama.)

Review! :D