Balas Review! :D

JustReha: Really? Gue mah malah ngincer Hacker... -w-/

Alpha: "No. Way."

Hikari: "Gue mah jarang belanja, nggak kayak kalian."

Aku beranggapan begitu karena rambutnya. Puas?

Tartagus: *sedikit gemetar.* "A-apa?"

Ikyo: "Bukan salah gue oy!" =_=

Makasih Review-nya.

StrideRyuuki: Maksudmu 'The Quest'? Aku hanya baca wikia, nggak nonton lho. (Kalau nonton di Youtube mah paling cuma sebagian screen doang.)

Thundy: *death glare.* "Ogah..."

Ini udah lanjut... -w-/

RosyMiranto18: Seharusnya itu Rendy, tapi kulupa ganti di doc aslinya sebelum di-publish dan baru nyadar setelah baca ulang, kemudian ku-edit ulang. Geez... =w=

Alpha: "Weker memang alarm bangun tidur, tapi kalau soal jam Wiona itu lain lagi."

Luthias: "Entahlah..." ._.

Sedikit typo, but, yeah...

Tartagus: "Aku belajar sejak kecil dan hanya melakukannya di waktu senggang (tanpa ketauan Vieny)."

Hikari: "Tidak, hanya mengajarinya tentang mall. Tapi aku akan mengusahakan agar Emy tidak melakukan sesuatu yang buruk. Dia rada blangsak kalau lepas kendali."

Thanks for Review.

Happy Reading! :D


Chapter 148: The Cloak Crisis


"Kalian penasaran nggak sih dengan tampang Zen?"

Duo Spiky melirik ke arah Alpha.

"Gue pengen aja sih, tapi rasanya ogah banget deh nanya langsung sama orangnya." balas Salem risih.

Saphire memutar mata. "Terus lu mau apa? Nyolong jubahnya pas orangnya lagi mandi gitu?"

Webek webek...

Kedua pasang manik coklat itu melirik si coklat spiky sesaat, kemudian saling berpandangan dengan seringai nista.

"SETUJU!" koor mereka berdua lantang sampai membuat telinga Saphire langsung pengang karena terlambat tutup telinga.

"Kuping gue sakit gara-gara lu teriakin, kampret!" sembur Saphire kesal sambil memegangi telinganya.

'Gue nyesel ngomong sama mereka! Tapi, mau nggak mau ya ikut aja deh...' batin Saphire pasrah.


Keesokan harinya, mereka bertiga berniat membuntuti Zen yang ingin mandi.

Ketika dia melepas jubah model hoodie robe miliknya dan masuk kamar mandi, mereka segera mengambil jubah itu dan pergi.


Begitu Zen selesai mandi, dia langsung terkejut setelah menyadari kalau jubahnya hilang. "Jubahku kemana?"

Dia segera memakai pakaiannya (kaos hitam, jaket abu-abu, celana putih, sepatu boot), kemudian memakai handuk untuk menutupi kepalanya dan segera keluar kamar mandi.


Sekarang ketiga orang itu sedang berada di atap markas.

"Jadi, mau kita apakan jubahnya?"

Tiba-tiba Salem merasa dapat ide dan memakai jubah itu. "Hey, lihat aku! Aku Zen! Darkness, Death, Skulls, and Bones."

Kedua temannya langsung tertawa melihat itu.

"Gantian dong!" pinta Alpha.

Salem melepas jubah itu dan diambil Alpha yang segera memakainya, kemudian dia memakai kacamata hitam. "Hello humans, I'm the Dark Sith."

Duo Spiky yang melihatnya langsung tepuk tangan.

"Mau nyoba nggak?" Alpha melepas jubah itu dan memberikannya ke Saphire.

Saphire berpikir sebentar selagi memegang jubah itu, tapi angin kencang datang dan menerbangkannya.

"Gawat!" Mereka bertiga saling melirik dengan wajah pucat. 'Kalau dia tau, bagaimana ini?'


Sementara itu, Zen terus mencari jubahnya ke seluruh markas sampai semua orang yang dilewatinya kebingungan karena mereka melihat dia masih memakai handuk di kepala.


Ketika sampai di atap, dia melihat ketiga orang yang masih terdiam. "Kalian ngapain?"

Mereka bertiga langsung shock seketika dan perlahan menengok ke belakang. "Ha-hay, Zen."

"Kalian kenapa pucat begitu?" tanya Zen bingung.

"Kau sendiri kenapa pakai handuk di kepala?" Alpha nanya balik.

Zen menghela nafas. "Ada orang bodoh yang mengambil jubahku dan aku tidak bisa menutupi kepalaku tanpanya."

"Memangnya kenapa? Kau punya potongan rambut yang jelek?" tanya Salem.

"Bukan."

"Mengalami kebotakan?" terka Saphire.

"Bukan."

Ketiga orang itu tetap keheranan. "Terus?"

"Maaf, tak bisa kujelaskan." Zen segera terbang pergi.

'Sepertinya dia sedih.' batin mereka merasa bersalah.


"Ada yang liat Zen?" tanya Arie yang baru pulang.

"Tadi terakhir kulihat, dia sedang keliling markas dengan handuk di kepala." jelas Tumma.

"Errr, dia tidak pakai jubahnya ya?" tanya Arie memastikan.

Tumma menggeleng. "Tidak, memang kenapa?"

Arie terdiam sesaat dan menyadari sesuatu. "Aku akan mencarinya, dia pasti sudah kabur ke hutan sekarang!"


Di hutan, Zen duduk memeluk lutut di bawah pohon dan handuknya diletakkan di pangkuan.

"Zen, kau dimana?"

Dia ingin menjawab, tapi takut.

Di atas langit, Arie melihat sesuatu yang dikenalinya dan segera terbang menghampirinya. "Di sini rupanya, apa yang terjadi? Dimana jubahmu?"

Zen tidak mau menjawab dan menyembunyikan wajahnya di balik lutut.

Arie mencoba menerka. "Apa ada yang baru saja menghilangkannya?"

Dia mengangguk pelan. "Aku, tidak mau, kembali... Aku, takut..."

Arie mulai prihatin dan menghela nafas, kemudian dia mendekati Zen dan berjongkok untuk mengusap tanduk patah di kepalanya. "Sudahlah, lupakan masa lalu dan jadilah lebih berani. Aku yakin mereka akan memakluminya."

Zen mengangkat kepala, air mata terlihat mengalir di pipinya. "Benarkah?"

Arie mengangguk dan tersenyum. "Percayalah padaku."

Dia segera memeluk Arie dan menangis sesegukan.

Arie mengusap punggungnya dengan lembut. "Ingat Zen, kita ini saudara. Aku akan selalu menemanimu, apapun yang terjadi."

"Hiks... Terima kasih, Arie..."


Di markas...

"They're going too long! I'm bored to waiting!" gerutu Alexia sebal.

"Errr, bisa pakai bahasa yang dimengerti? Aku tidak paham. Hehehehe..." pinta Teiron sambil cengengesan.

Alexia langsung melirik Teiron dengan aura hitam yang menyelimuti tubuhnya. "Shut up, you Red Head!"

Teiron yang ketakutan langsung bersembunyi di belakang Tumma.

"Sudahlah, mereka pasti akan kembali." lerai Ashley.

Kriieet!

"Baru dibicarakan sudah datang." celetuk Tumma saat melihat Arie yang membuka pintu.

"Ssst, keluarlah! Tidak apa-apa!" bisik Arie pada seseorang.

Kemudian Zen memunculkan kepala dari balik pintu dengan wajah takut.

"Heee? Itu Zen kan? Ada apa dengan tandukmu?" tanya Teiron.

"Dia sedang kehilangan jubahnya saat ini. Tanduknya patah karena sebuah insiden di masa lalu, jadi dia selalu menyembunyikan kepalanya." jelas Arie. "Ayolah Zen, sudah kubilang jangan takut."

Zen masih takut untuk masuk. Arie hanya menghela nafas, kemudian dia menghampiri dan mendorongnya sampai ke depan pengunjung perpus lainnya.

Zen menunduk takut dan gemetar hebat, bahkan hampir menangis. Mereka yang melihatnya mulai tidak tega.

"Tidak ada yang perlu ditakutkan, menurutku penampilanmu sama saja." ujar Ashley.

"Ya, seharusnya kau menunjukkannya dari dulu." sambung Teiron.

"Kalau tanpa tanduk patah itu, gaya rambutmu boleh juga." puji Alexia dengan senyum kecil.

"Jangan sedih, kami tetap menyukaimu sebagai teman." hibur Tumma.

Arie merangkul pundaknya. "Lihat? Kami masih menerimamu, kau hanya butuh keberanian."

Zen menghapus air matanya dan tersenyum senang. "Terima kasih!"

"Jadi, kudengar ada yang kehilangan jubahnya."

Semua orang menengok ke arah pintu dan ternyata si ketua squad sudah ada di sana.

"Sejak kapan kau di situ, BaKaichou?!" tanya Alexia emosi.

"Sejak tadi." jawab gadis itu kalem. "Aku turut prihatin dengan tandukmu, Zen. Tapi aku punya kabar baik untukmu."

Kemudian dia menjentikkan jari dan Tsuchi datang membawa sebuah jubah.

Zen yang mengenali jubah itu langsung terbelalak. "Di-dimana kau menemukannya?"

"Nyaw..." (Jadi...)


-Flashback-

"Tsuchi~" Marinka melompat turun dari rumah pohonnya sambil memakai sebuah jubah.

Tsuchi terbelalak karena mengenali jubah itu. "Nyaw, nyaw nyaw, nyaw nyaw nyaw?" (Marinka, itu jubah Paman Zen, kamu dapat dari mana?)

"Tadi aku menemukannya tersangkut di salah satu dahan, jadi kuambil saja. Kukira tidak ada yang punya." jelas Marinka polos.

Tsuchi terdiam sesaat. "Nyaw, nyaw nyaw nyaw nyaw. Nyaw nyaw!" (Marinka, aku harus mengembalikan jubah itu pada Paman Zen. Ini serius!)

"Baiklah! Aku tidak keberatan!" Marinka melepas jubah yang dipakainya dan memberikannya pada Tsuchi.

-Flashback End-


Zen langsung memeluk Tsuchi. "Terima kasih, Tsuchi! Aku tidak tau harus bagaimana kalau jubahku hilang selamanya!"

"Nyaw!" Tsuchi memberikan jubah yang dipegangnya.

Zen memakai jubahnya, tapi tanpa menaikkan tudungnya. "Aku senang jubahku kembali, tapi kali ini aku akan tampil tanpa tudung!"

'Yah, setidaknya aku senang dia lebih berani sekarang.' batin Arie.


Keesokan harinya...

Si ketua squad sedang membaca buku di depan markas ketika dia kedatangan tamu.

"Ra, kata Batur lu sakit, beneran tuh?"

"Ya, tapi sekarang udah mendingan sih."

"Berapa hari?"

"Sehari sakit, dua hari istirahat."

Reha ber-'oh' ria.


Di tempat lain...

"Zen, kau marah nggak kalau aku... Mengaku menghilangkan jubahmu?"

Zen terdiam sesaat mendengar pertanyaan Salem barusan. Mereka berdua sedang duduk di taman kota.

"Hah? Kenapa harus marah?"

Di saat yang bersamaan, muncul angin yang berhembus dan meniup tudung jubah sampai terlepas dari kepalanya.

"Justru kalau bukan karena itu, aku masih takut untuk menunjukkan kepalaku sampai sekarang." Dia tersenyum sambil menatap jalan di depan mereka.

"Eh?" Salem langsung kebingungan. "Kau tidak marah?"

Zen memiringkan kepala. "Untuk apa marah? Memangnya aku MinoTaurus?"


Sang banteng langsung bersin hebat di markas.


"Jalan bentar yuk! Entar kutraktir!" ajak Zen mengalihkan topik.

Salem hanya angkat bahu. "Iyain aja deh..."


Yah, setidaknya itu akhir yang baik... Mungkin.


Bonus:

"Mathias, kau mau kumpul sama teman 'sesama negara' (baca: personifikasi)? Boleh minta oleh-oleh?" pinta Zen pada Mathias yang sedang bersiap untuk pergi.

Yang bersangkutan hanya mengangguk. "Tentu, memangnya kau mau apa?"

Zen menggaruk kepala. "Yah... Aku ingin mencoba menu kuliner extreme dari berbagai negara."

Webek webek...

"Errr, kau serius nih?" tanya Mathias ragu. 'Dia pasti lagi sengklek hari ini.'

Halah, kayak sendirinya nggak pernah sengklek aja!

"Iya, serius! Aku ingin mencobanya!" balas Zen antusias.

"Ehmm..." Mathias berpikir sejenak, kemudian menghela nafas pasrah. "Baiklah..."

'Entah apa reaksi mereka jika sampai mendengar ini...' batin Mathias was-was.


To Be Continue, bukan Tap Brain Claim (?)...


Akhirnya setelah buntu ide dan sempat sakit, akhirnya update juga. Ugh... =w=

Bagian Salem mainin jubah Zen di sini terinspirasi dari Teen Titans Go episode Meatball Party. Konyol banget pas Beast Boy mainin jubah Raven dan pake buku sihirnya buat bikin sofa jadi burrito raksasa... :v a

Ehmm, aku butuh bantuan buat cari ide tentang kuliner ekstreme. Aku taunya cuma 'Balut', telur ayam mau netes yang direbus... ._./

Yah, mau bagaimana pun, fic ini tetap harus jalan demi kalian yang baca... 'v'/

Review! :D