Balas Review! :D

SR: Well, itu hanya video saja.

Tumma: "Bukan, itu untuk 'Akechi Goro'..."

Mathias: "Kostum itu sudah kubakar keesokan harinya."

Ini udah lanjut... -w-/

RosyMiranto18: Maksudku itu soal bagian mie-nya...

Thundy: "Mendengar namanya saja sudah ribet..." =_=

Hendry: "Aku tidak akan sekejam itu pada saudaraku, tapi mungkin aku akan menggoda Rendy agar cepat jadian dengan Ilia." ;)

Salem: "Memang tidak ada, hanya saja aku agak risih karena Kak Naya itu vegetarian dan dia bisa saja menjadikan paprika sebagai lauk pengganti daging." (batin: "Maafkan aku Kak, tapi setidaknya hargailah adikmu yang bukan vegan ini...")

Raimundo: "Entahlah, aku merasa tidak nyaman saja..." ._.

Sebenarnya aku pengen karakter lain sih, tapi entah kenapa malah rada nge-blank... .w.a

Arie: "Tolong jangan, takutnya malah kayak Molf nanti."

Molf: "Memangnya ada yang salah dariku?"

Arie: *memalingkan wajah.* "Ti-tidak, bukan apa-apa."

Ohoho, itu rahasia~ *plak!*

Mathias: "Entah kenapa aku agak malas saja..."

Tartagus: "Itu... Dari sebulan yang lalu..." 'w'a

Thanks for Review.

Happy Reading! :D


Chapter 168: Devil's Gay Date (or Not?)


"YEAY! YEAY! YEAY!" Girl-chan loncat-loncat kegirangan.

"Tuh anak kenapa coba?" tanya Andersen sweatdrop.

"Dia kegirangan cuma gara-gara kemaren EM-nya udah level 90." jawab Mathias seadanya.

Andersen makin sweatdrop mendengarnya. "Lebay amat..."

"Dia mah emang kayak gitu reaksinya kalau udah dapet apa yang dia pengen." jelas Mathias datar.

"Wuhuuu!" Si ketua Garuchan berhenti loncat-loncat. "Saatnya pesta! Aku sudah mengundang tamu spesial ke sini!"

Entah kenapa, Teiron yang mendengar itu merasa was-was. 'Kenapa aku punya firasat buruk saat dia mengatakan itu ya?'

"Teiron-nii~ Selamat ya!"

GLEK!

'Kenapa harus dia?!' batin Teiron shock setelah mengenali suara barusan.


"Aku tidak tau kalau Teiron punya adik." komentar Wiona yang melihat mereka dari kejauhan.

Lisa menghela nafas. "Tapi sayangnya hubungan mereka tidak terlalu baik. Mereka itu tidak terlalu akur, tapi juga hampir tidak pernah bertengkar."


Itu aja intro-nya.


Tiga anak kecil sedang bermain lempar tangkap di halaman depan markas.

"Tangkap!" Nigou melemparkan bola pada Ney.

Tapi Ney gagal menangkapnya karena lemparan Nigou terlalu tinggi, sampai akhirnya bola itu ditangkap seseorang.

"Yeay! Kak Molf datang!" Ney berlari ke arahnya dan memeluk orang itu.

"Paman sedang apa di sini?" tanya Flore.

"Hanya mencari Zen." jawab Molf to the point.

Ney melepaskan pelukannya. "Yang terakhir kulihat, Kak Zen sedang meditasi di lantai dua."

"Terima kasih, aku akan ke sana." Molf memberikan bola yang dipegangnya pada Ney dan berjalan pergi.


Sesampainya di lantai dua, Molf melihat Zen sedang meditasi dengan khusyuk di dekat patung Morgana. Dia pun berniat menghampiri, tapi...

Zen yang merasa terganggu segera mengeluarkan pedangnya dan menyerang Molf, tapi untungnya dia berhasil menahan serangan itu.

"Ma-maaf!" Zen menurunkan pedangnya. "A-aku tidak bermaksud menyerangmu, ini hanya refleks."

Molf menggeleng. "Tidak apa-apa."

"Ngomong-ngomong, kau sedang apa ke sini?" tanya Zen.

"Jalan-jalan, hanya berdua." jawab Molf to the point.

Zen sedikit terkejut. "Eh? Tumben. Kenapa?"

"Kemarin aku meminta saran dari Arie untuk belajar mengenal lebih baik orang lain, dan yang dia katakan adalah..."


-Flashback-

"Jika kau memang ingin begitu, sebaiknya tanyakan saja si bodoh itu. Dia tau cara mengenal orang lebih baik dari yang kau pikirkan, bahkan mau sampe jadian pun juga nggak masalah buat dia."

-Flashback End-


'Yang benar saja...' batin Zen speechless. "Tapi kalau emang itu mau-mu ya nggak masalah sih."

Dan akhirnya mereka pun pergi berdua ke sebuah taman bermain.


Begitu baru sampai, suara perut pun terdengar di antara mereka.

"Ehehe..." Zen cengengesan. "Aku belum sempat makan soalnya."

"Apa kau lupa bawa uang lagi kali ini?" tanya Molf yang mengingat kejadian di festival waktu itu.

"Sayangnya iya, hehe." Zen cengengesan lagi. "Aah, mungkin aku akan kemba-"

"Aku bawa uang kok." potong Molf. "Bibi Gluaria yang memberikannya."

"O-oh, oke."

Mereka pun pergi mencari tempat makan terdekat.


Begitu menemukan sebuah cafe dan masuk ke dalam...

"Lho? Zen(-pyon)?"

"Kalian!"

"Mereka siapa?"

Ternyata di sana juga ada Luthias dan Giro.

"Zen-pyon?"

"Ya?"

"Ngapain ke sini?"

"Molf mengajakku jalan-jalan dan aku kelaparan, jadi kami ke sini mau makan." jelas Zen.

"Kalian nyadar nggak kalau tempat ini khusus pasangan homo?" tanya Luthias risih.

Zen menggeleng. "Tidak."

"Homo itu apa?" tanya Molf datar.

Pasangan sejoli itu hanya facepalm.

"Terserah kalian deh."


Mereka pun duduk di salah satu meja kosong.

"Kau saja yang memesan, aku tidak bisa memilih."

"Baiklah, tapi aku akan memesan yang murah karena aku takut uangmu tidak cukup."

Molf hanya menyetujui dengan anggukan, kemudian Zen memanggil pelayan untuk memesan makanan.


Setelah lama menunggu, pesanan mereka pun datang.

Zen yang makan duluan terheran-heran melihat Molf tidak ikut makan sama sekali. "Molf, makanlah."

"Aku ingin mencoba punyamu."

"Hah?"

"Aku hanya penasaran."

Zen hanya menghela nafas dan menyodorkan makanannya pada Molf yang mencobanya segigit.

"Ugh, kenapa terasa panas?"

"Kau ini. Aku sering makan yang pedas, dan lidahmu tidak terbiasa dengan itu."

"Begitu..." Molf sedikit menjulurkan lidah karena kepedesan.

"Sebaiknya kau minum dulu untuk mengurangi pedas." nasihat Zen.

Selagi Molf meminum jus-nya, Zen menatap bekas gigitan di makanannya dan menghela nafas lagi. Dia pun memilih untuk tetap memakannya.

"Kenapa kau memakan bekasku?" tanya Molf bingung.

Zen memalingkan wajah. "Aku hanya tidak mau membuang-buang makanan."


Sementara pasangan sejoli yang berada tak jauh dari kedua makhluk itu merasa risih.

"Gir, pulang aja yuk!" ajak Luthias.

Giro mengangguk setuju. "Ja."

Luthias pun meminta pelayan untuk membungkus sisa makanan mereka dan juga membayar, kemudian keduanya langsung pergi.


Setelah selesai makan, mereka pun menyelusuri taman bermain.

"Jadi, kau mau naik apa?"

Molf hanya menunjuk wahana roller coaster.

"Ehm, baiklah..."


Setelah satu putaran roller coaster kemudian...

"Zen."

"Ya?"

Sekarang mereka sedang berada di atas sebuah bukit dekat taman bermain.

"Aku senang bisa menghabiskan waktu denganmu."

"Oh, baguslah."

Hening sesaat.

Ehmm... Zen merasa canggung. "Hey Molf."

Yang bersangkutan menengok ke arahnya. "Ya?"

"Kau tau, aku merasa kita ini seperti sedang kencan." Zen menggaruk kepala. "Sebenarnya agak aneh karena kita ini sesama pria."

"Lalu?"

"Apa kau tidak merasa risih jika aku, err..." Zen memainkan jari. "Menganggapmu lebih dari teman?"

Webek webek...

"Maksudmu?"

Zen merasa ngenes, dia sudah menduga Molf tidak tau apa-apa tentang masalah cinta.

Pantaskah jika kita menganggap Molf itu 'tidak peka'?

"Lupakan saja, aku hanya asal bicara." Zen memalingkan wajah. "Sebaiknya kuantar kau pulang, ini sudah hampir malam."

Molf hanya mengangguk setuju.


"Kenapa tampangmu kusut begitu?" tanya Hendry bingung begitu berpapasan dengan Zen yang baru balik.

Zen hanya menggeleng dengan senyum tipis. "Tidak apa-apa."


Sementara di rumah Arie...

"Jadi, bagaimana harimu dengan Zen?" tanya Gluaria.

"Biasa-biasa saja." jawab Molf. "Tapi ada sesuatu yang... Mengganjal di pikiranku."

"Apa itu?"

"Zen bilang padaku kalau dia menganggapku lebih dari teman."

Pluk!

BRUUUH!

Suara sisir jatuh dan semburan air pun sukses menjadi backsound di belakang mereka.

Oh, ternyata itu dari Tumma (yang mampir entah sejak kapan) sedang menyisir bulu Marlie (yang sudah kembali ke wujud semula) bersamaan dengan Arie yang menyemburkan teh-nya.

"Di-dia tidak bercanda kan?" tanya Tumma dengan wajah horror.

Gluaria tertawa kecil. "Sepertinya dia jatuh cinta padamu."

Arie mulai merasa janggal. "Tapi bu, Zen itu sudah pacaran dengan seorang manusia, dan aku tidak tau kabar terakhirnya setelah kejadian 'April Fool'."

"Mungkin mereka sudah putus." komentar Tumma seadanya. "Tapi apa alasannya?"

Arie hanya angkat bahu. "Aku juga bingung dengan itu."

"Haruskah kita tanyakan padanya?"

"Aku yakin dia tidak akan mau menjelaskannya."

Molf hanya terdiam karena dia memang tidak mengerti sama sekali.

Yah, mungkin Zen masih harus menunggu sampai Molf benar-benar mengerti, meskipun itu akan memakan waktu yang lama.


Special Bonus: Brother or What?

Tumma yang sedang jalan-jalan bersama Zen dan Arie teringat sesuatu. "Hey, kalau lagi ngumpul begini, rasanya seperti... Kalian tau kan?"

"Saudara." (Tumma dan Arie)

"Homo!" (Zen)

Webek webek...

Tumma hanya sweatdrop mendengar itu, sementara Arie mengeluarkan aura hitam di tubuhnya.

"Ngomong apa kau barusan?!"

"Gebukin aja Rie, biar Zen kapok!"

Zen langsung kaget dengan kemunculan seseorang di belakang Arie. "Hiii, si Alpha nongol dari mana?"


To Be Continue, bukan Tyrano Bronto Caelus (?)...


Aku udah pusing... -w-a

Sebenarnya aku rada nggak ikhlas nge-pair mereka, tapi ya gimana gitu... .w.a

Silakan tunggu tanggal 11 untuk Chapter selanjutnya, karena ada sesuatu yang akan kalian ketahui nantinya... 'w'/

Review! :D