Balas Review! :D
SR: Makasih. Ini udah lanjut... -w-/
Arguhon: Oh oke, berjuanglah... ^^/ Makasih Review-nya.
RosyMiranto18: Terkadang masangin orang-orang tertentu itu bawaannya gimana gitu... 'w'a
Teiron: "Itu bukan Lisa woy! Yang jadi tamu itu adek gue!" *stress.*
Thundy: "Bah, lupakan saja." =w=
Salem: "Kak Naya itu pelahap segala jenis sayur dan buah, bahkan yang paling aneh untuk dimakan mentah-mentah sekalipun..." .v./
Arie: "Tidak, hanya takut sifatnya tertular saja."
Luthias: "Jangan tanyakan padaku siapa pembuatnya..." ._./
Zen: "Hey, aku masih tau batas soal makanan! Kalau makan di tempat umum tuh biasanya makanan yang pakai sambel atau Bon Cabe." *mengunyah jalapeno dengan brutal.* "Dan soal Meila... Aku tidak bisa menceritakannya sekarang..."
Thanks for Review.
Happy Reading! :D
Chapter 169: ArtiCleaner
"Kaichou, nonton film yuk!" ajak Vivi.
"Eh? Boleh aja." balas Girl-chan datar.
Tiba-tiba Mathias nongol dari belakang si ketua Garuchan. "Heeeh? Padahal hari ini aku mau traktir kamu kue cokelat lho~"
Gadis itu pun berpikir keras, dan akhirnya...
"Sorry ye, nggak jadi ikut... Tangan Mathy megang dadaku nih..." Girl-chan hanya blushing, sementara Mathias yang memeluknya malah memeletkan lidah.
'Setan alas lu, Kambing!' umpat Vivi dalam hati.
Ehem! Intro-nya udah kan?
~Kitty in the Bag~
Nigou hanya menatap datar sejumput benda berbulu yang keluar dari dalam tas Flore.
"Nee, Flore."
Yang bersangkutan sedang membuat origami dengan Ney dan hanya menyahut tanpa menengok. "Ya?"
"Lihat sini deh."
Flore menengok dan melihat Nigou memegang seekor kucing berbulu hitam.
"Lho, Black Jack? Kamu masuk tasku lagi?" tanya Flore.
"Meong." balas kucing itu.
Ney ikut menengok dan hanya speechless melihatnya.
Sementara itu...
"Kau tau dimana Black Jack? Dia menghilang lagi." tanya Naoto 'si kucing'.
"Sebentar." Alpha membuka GPS dan melacak microchip pada kalung Black Jack, tapi dia malah memasang wajah datar setelah melihat lokasi kucing itu. "Terjadi lagi..."
"Kenapa?" Naoto ikut memperhatikan layar GPS.
"Sepertinya dia menyelinap ke dalam tas Flore lagi, harus ada yang menjemputnya." Kemudian Alpha melirik Thundy yang kebetulan membawa Greif. "Hey Thun, sini deh!"
Yang bersangkutan datang menghampiri. "Apaan?"
"Black Jack di sekolah Flore setelah menyelinap ke dalam tasnya lagi, bisa minta Greif jemput dia?"
"Itu bukan masalah!" seru Greif. "Tapi aku tidak tau tempatnya."
Tiba-tiba seekor burung muncul. "Aku tau!"
"Oh baguslah. Tolong pandu Greif ya, Firen."
"Baik."
Back to the Children...
"Perlukah kita pulangkan dia?" tanya Ney.
"Heeeh? Gimana caranya? Bel masuk tinggal sepuluh menit lagi!" balas Flore panik.
"Tapi kita nggak bisa biarin dia di tasmu terus, Flore." timpal Nigou. "Kalau ada pemeriksaan dadakan gimana? Kamu mau Bibi Rilen dipanggil ke sekolah?"
"Permisi."
Mereka bertiga menengok dan mendapati kepala seekor Griffin biru menyembul di jendela.
Nigou langsung bersembunyi di belakang Ney karena takut dipatuk.
"Lho, kamu kenapa Nigou?" tanya Ney bingung.
"Maaf, aku tidak bermaksud menakutimu. Aku ke sini mau jemput kucingnya." jelas Greif.
"Meong." Black Jack melompat dari satu meja ke meja lain, sampai akhirnya tiba di jendela tempat kepala Greif menyembul. Dia menaiki kepala Griffin itu, kemudian merosot turun ke punggungnya yang sudah terpasang tas khusus dan masuk ke dalam tas itu.
"Nah, saatnya pulang." Greif pun terbang meninggalkan ketiga anak itu.
Dalam perjalanan pulang...
"Lain kali jangan menyelinap lagi. Kasihan ibumu nanti." nasihat Firen yang bertengger di punggung Greif.
"Meong."
~New Look~
Tartagus hanya terdiam dengan pemandangan di depannya.
Niatnya pengen nyari Iris tapi malah ketemu kakeknya, udah gitu tampilannya berubah total pula.
"Ha-halo, Sensei. Tampilannya bagus banget hari ini."
Kemudian dia mulai mundur perlahan dan segera kabur saat itu juga.
~Permen~
"Jika permen mint terbuat dari mint, dan permen butterscotch terbuat dari... Mentega... Dan scotch...? Lalu permen Eevee terbuat dari apa?" tanya Alexia yang sedang makan di McD bersama kedua temannya.
"Tolong hati-hati dengan 'morbid joke' itu, ada anak kecil di sini." Daren menunjuk sebelahnya dengan sendok es krim.
Musket yang sedang mengoleksi mainan dari kemasan 'Happy Meal' merasa tersinggung. "Hey!"
~Kapal Terbang?~
Di taman kota, ada Lammermoor bersaudara yang sedang duduk-duduk di kursi taman.
"Kak, ada kapal terbang tuh!" celetuk Edward yang sedang memperhatikan langit.
"Pesawat kali, bukan kapal terbang!" balas Edgar cuek sambil mengecek chat di handphone-nya.
Edward malah manyun. "Kalau pesawat mah aku juga tau, tapi ini kapal terbang Kak!"
"Apaan sih? Lu salah lihat kali!" komentar Edgar sebal.
"Apanya yang salah lihat? Tuh, lihat aja sendiri!" Edward menunjuk ke arah langit.
Edgar menengok ke arah langit dan langsung kaget. "Waduh!"
Ternyata 'kapal terbang' yang dimaksud adalah perahu besar yang memiliki sepasang sayap pesawat.
~Salah Kaprah~
Salem itu kalau sedang sensitif atau paranoid dengan sesuatu, dia bisa salah kaprah.
"Wah, besar sekali! Ini punya Kak Naya?"
"Iya. Ini kualitas terbaik."
Salem menguping dari balik pintu kamar dimana di dalam ada Naya dan Chilla.
"Mau icip dong!"
"Kamu kan juga punya."
"Tapi punya Kak Naya lebih besar, pasti lebih enak!"
"Ya sudah. Aku buka ya."
"Kalian jangan macam-macam di sini!" Salem langsung menyelonong masuk, tapi...
"Lho? Kenapa, Salem?"
"Eeh?!"
Ternyata Naya dan Chilla sedang membicarakan melon.
Tapi ternyata, Salma juga bisa salah kaprah dengan sesuatu.
'Hari ini masak apa ya?' batin Salma yang sedang berada di supermarket untuk belanja bahan makan siang.
"Cuy cuy, liat deh. Dada-nya gede men, yahud nih."
"Tapi gue lebih suka paha-nya. Mulus cuy, seger pasti."
"Woy, jamban karatan! Nggak sopan ngomongin cewek kayak gitu! Dasar-"
Omelan Salma langsung terputus karena tak taunya...
"Eh?"
Salma malah mendapati dua orang pria yang sedang memilah ayam segar.
~Terrible Mistake~
Inilah salah satu alasan kenapa Moku ngambek sampai mewarnai rambutnya menjadi coklat. Dan percaya atau tidak, penyebabnya adalah adiknya Teiron.
Semuanya berawal saat Teira sedang jalan-jalan di depan markas Reha dan melihat seseorang yang dikenalinya sedang mengurus kebun.
"Teiron-nii~" Dia langsung main peluk pemuda itu, tapi...
"Teira, lihat dulu siapa yang kau peluk! Itu bukan aku!"
Yang bersangkutan langsung mendongak dan mendapati Moku yang memasang wajah sebal, sementara Teiron yang asli sedang melambaikan tangan dengan wajah skeptis di belakang mereka.
"Are? Apa aku melakukan sesuatu yang salah?" tanya Teira polos.
"Kakakmu di sono!" Moku menunjuk belakangnya dengan jari tengah.
Teira melirik ke belakang Moku dan kebingungan. "Lho? Teiron-nii ada dua?"
"Yang kau peluk itu temanku..." jelas Teiron risih.
Setelah itu...
"Dengarkan aku, Cupcake Freak! Aku sudah muak dengan kemiripan kita, jadi kuputuskan untuk mengakhiri ini! Aku akan mewarnai rambutku dan jangan coba-coba bertanya apa alasannya, mengerti?!"
"Iya iya..."
~Bencong~
"Ugh, gue males banget lewat sini..." keluh Salem.
"Lho, kenapa Sal?" tanya Rendy bingung.
"Katanya jam segini suka ada bencong mangkal di sini. Gue sama Edgar pernah digodain sama mereka. Untung Kak Naya sama Chilla nggak ikut saat itu, kalau iya mereka pasti bakalan nanya yang aneh-aneh." jelas Salem.
"Gue belum pernah liat bencong sih, emang kayak gimana tampangnya?" tanya Rendy penasaran.
"Bayangin aja Giro versi kemayu, dijamin lu bakalan jijik deh."
Di suatu tempat di Austria...
"Hasyiuh!"
Seorang pria aristokrat berambut coklat berhenti memainkan piano-nya ketika mendengar bersin barusan. "Lho, kamu sakit?"
"Nein, hanya bersin biasa." balas Giro seadanya. 'Entah siapa yang ngomongin gue barusan, tapi kok rasanya pengen tabokin ya?'
"Ya sudah, ayo lanjutkan lagi." Pria itu melanjutkan permainan piano-nya.
"Baik, Roderich-pyon." Giro melanjutkan permainan biola-nya.
Back to Salem and Rendy...
Semakin lama mereka berjalan, suasana di sana mulai terasa mencekam.
Tak lama kemudian, keduanya melihat kerumunan bencong tak jauh di depan mereka.
Kerumunan itu melihat mereka dan segera menghampiri.
"Oh no, aku harus pergi sebentar, nanti aku akan mencari cara menolongmu." Rendy langsung mundur.
"Hey!"
Salem tak sempat lari karena salah satu bencong itu memeluknya dari belakang dan para bencong lainnya ikut memeluk.
"Itu akan berlangsung cukup lama..." gumam Rendy yang bersembunyi di semak-semak.
"Perlukah kita menolongnya?" tanya Hendry yang muncul di balik pohon.
"Ya, tapi jangan terlalu berlebihan."
"Ehmm, baiklah."
Di saat para bencong sibuk menggoda Salem, ada seorang berjubah yang mendatangi mereka. Salah satu dari bencong itu mendekatinya dan ketika orang tadi membuka tudung jubahnya...
Para bencong langsung berteriak dan kabur kocar-kacir.
Rendy keluar dari persembunyiannya dan hanya geleng-geleng kepala karena...
"Yap, sudah kuduga. Dia pasti akan pingsan..."
"Sepertinya aku berlebihan..."
Ternyata Salem sudah pingsan dengan mulut mengeluarkan nyawa setelah melihat sosok tak terlihat di balik jubah tersebut.
Rendy menghela nafas dan membopong Salem di pundaknya. "Ayo pergi."
Mereka pun berjalan meninggalkan tempat itu.
Beberapa hari kemudian di tempat yang sama...
"Tumben ya sepi, biasanya tempat ini rawan bencong." celetuk Teiron yang sedang jalan bareng Tumma dan Zen.
"Oh, kau belum tau kejadian itu ya?" tanya Tumma.
Teiron mengangkat alis. "Kejadian apa?"
"Katanya para bencong pada takut mangkal di sini gara-gara melihat sosok tak terlihat yang memakai jubah." jelas Tumma.
'Tunggu dulu! Minggu lalu kan Rendy minjem jubahku, katanya buat jaga-jaga kalau ada bahaya. Jangan bilang dia pake itu buat-' Zen langsung terbelalak setelah menyadari sesuatu dan berhenti berjalan.
"Ada apa, Zen?" tanya Tumma.
"A-aku rasa aku tau sesuatu, tapi aku tidak yakin apa itu benar. Aku akan tanyakan Rendy nanti, mungkin saja dia lebih tau." Zen langsung terbang meninggalkan kedua temannya.
Mereka berdua pun hanya saling berpandangan dengan wajah bingung.
"Memangnya apa yang sebenarnya terjadi?" tanya Teiron penasaran.
Tumma hanya angkat bahu dengan wajah datar.
(Note: Ini kepikiran aja pas rumahku didatangi bencong. Tapi serius ya, rumahku nggak dekat Taman Lawang, oke?)
~Shopping with Grandma~
Maurice terlihat sedang murung dan memakai beanie berwarna pelangi.
"Maurice, kau serius memakai itu? Nenekku akan datang sebentar lagi lho." tanya Monika bingung.
"Aku tau, aku tau. Tapi sindromku muncul lagi." Maurice memegangi kepalanya dengan aura suram.
"Boleh kulihat?"
"Ja-jangan! Aku malu..."
"Ayolah, beanie itu malah lebih buruk dari sindrom-mu."
"Ba-baiklah..." Maurice mulai melepas beanie-nya dan memperlihatkan sepasang telinga serigala di kepalanya.
"Itu lebih baik." Monika mengusap puncak kepalanya dengan lembut. "Aku akan membelikanmu steak untuk makan malam nanti, oke?"
Maurice hanya mengangguk pelan.
"Are? Apa yang terjadi padanya?" tanya Kivosya bingung begitu melihat aksen serigala pada Maurice yang bersembunyi di belakang Monika.
"Sindrom para Werewolf, ini sudah ketiga (atau empat) kalinya dia mengalami hal itu." jelas Monika.
"Hooh, begitu." Kivosya mendekati Maurice dan mencubiti pipinya. "Kau tau, Nenek sangat ingin memelihara serigala, tapi entah kenapa Nenek senang sekali jika punya serigala seimut ini."
"Ugh, sakit..." Maurice hanya meringis dicubiti.
'Yah, setidaknya Nenek menyukainya...' batin Monika lega.
Sekarang mereka sedang berada di Mall.
"Kelihatannya nenekmu senang sekali belanja..." gumam Maurice.
"Ya begitulah, tua-tua berjiwa muda." balas Monika seadanya. "Kau tau, sebenarnya aku jarang belanja, tapi kalau disuruh ikut sih ya mau nggak mau ikut aja deh."
"Nah, kalau mau lihat-lihat silakan, nanti kita berkumpul lagi di depan kasir ya." ujar Kivosya yang beranjak pergi.
Kedua orang lainnya berjalan ke tempat lain.
Kruyuuuk~
"Mau makan sesuatu?" tanya Monika.
Maurice hanya mengangguk pelan.
Monika pun membelikan dua potong sosis berukuran besar untuk Maurice. "Untukmu saja semua, aku sudah makan."
Setelah itu mereka pergi ke kasir.
"Tolong bungkus semua ya." pinta Kivosya.
"Baik, bu." balas si penjaga kasir.
Maurice tak sengaja melihat sebuah baju yang menarik perhatiannya, sweater biru dengan gambar siluet serigala.
"Kamu mau itu? Bilang saja sama Nenek, duitnya nggak usah ganti." usul Monika.
"Ti-tidak! A-aku hanya melihatnya saja!" balas Maurice gelagapan dengan wajah memerah. "La-lagipula aku tidak mau merepotkan kalian."
"Percayalah, aku yakin Nenek tidak akan keberatan."
Kivosya yang melihat mereka hanya tertawa riang. "Ahaha, mereka benar-benar pasangan yang imut~"
Dan pada akhirnya, Monika dan Kivosya benar-benar membelikan sweater itu dan Maurice mau tidak mau hanya menerimanya.
"I-ini agak kebesaran..." gumam Maurice saat mencoba sweater itu, lengannya kepanjangan dan lubang lehernya terlalu besar.
"Tidak apa-apa, nanti juga akan muat sendiri saat kamu bertumbuh besar." ujar Kivosya. "Dia imut sekali ya, benar kan Monika?"
"Iya." balas Monika singkat.
Sepulangnya...
"Umm..." Grayson hanya terdiam sesaat.
Kivosya tersenyum manis selagi menekan pipi Maurice dengan jari. "Oh Grayson. Kau tau, keponakanmu ini benar-benar imut. Aku rasa tidak ada salahnya dia dijadikan cucu baruku, benar kan Maurice?"
"I-iya, Ne-Nenek." balas Maurice canggung.
'Sepertinya mereka benar-benar menikmati waktu bersama...' batin Grayson speechless.
~Bana-Nugget?~
Mira terheran-heran melihat sesuatu yang menyerupai nugget berselimut cokelat di atasnya. "Kaichou, itu apa?"
"Oh, itu hanya kue. Dibagi sama sepupuku, sisa jualan dia di sekolah katanya." jelas Girl-chan.
"Boleh aku coba?" pinta Mira.
"Tentu." balas gadis itu datar.
Mira pun mencoba salah satu. "Hmm. Rasanya enak juga. Isinya apa ya?"
Girl-chan memutar mata. "Katanya sih pisang."
Mira terkejut. "Heeeh? Bagaimana membuatnya?"
Si ketua Garuchan hanya angkat bahu. "Orang bukan aku yang buat."
~Sporty Technician~
"Orang yang terlalu berkutat dengan teknisi itu tidak suka olahraga."
Alpha yang mendengar itu merasa tersinggung.
'Dia belum tau saja aku jago baseball.' Kemudian dia menghampiri Mathias. "Thias, pinjem Megabat lu dong."
"Buat apaan?"
"Pinjem aja."
Mathias pun menyerahkan Megabat-nya. "Nih!"
"Makasih."
Kemudian Alpha berjalan menghampiri Primarin dengan aura hitam di tubuhnya, kedua tangannya menggenggam erat Megabat milik Mathias dan memasang kuda-kuda untuk menyerang.
"CYCLING HOMERUN!"
Dan gadis itu pun langsung mental keluar jendela.
Pesan moral untuk hari ini: Jangan asal membicarakan orang lain jika tidak tau yang sebenarnya.
~Badword~
Luthias sedang marah-marah karena tumpukan tugas makalahnya yang ditaruh di lantai perpustakaan malah dikencingin para anak kucing.
"Asdfghjkl! Perke-"
"Ehem!"
Dan tak taunya ada Paman Grayson di belakang.
SRIIIIING!
"Luthias, kamu mau bilang apa barusan?" tanya pria itu sambil mengusap bilah rapier-nya.
"Pe-perkedel kok, Paman. Bisa ajarin bikinnya nggak?" pinta Luthias yang sudah berkeringat dingin karena nyaris ketauan sambil memegang sekeranjang kentang (yang entah sejak kapan dan dari mana dapatnya).
"Ooh. Paman kira mau mengumpat, kan tidak baik didengar anak-anak. Ya sudah, sini Paman ajarkan."
~Karma~
"Mama percaya karma nggak?" tanya Flore suatu hari.
Lisa yang sedang menyetrika melirik ke arahnya. "Memangnya kenapa?"
"Katanya setiap perbuatan itu ada balasannya, tapi kenapa Kak Moku masih belum membalas perasaanku sampai sekarang ya?"
Lisa berusaha keras menahan tawa setelah mendengar pertanyaan polos Flore barusan.
~Jomblo Kece~
Trio T sedang makan di warteg ketika ada pengamen yang datang.
"Jomblo itu kece~"
Awalnya mereka hanya cuek, tapi...
"Kece... Kecepiaaaan~"
BRUUUUH!
Teiron dan Thundy langsung menyemburkan minumannya, sementara Tumma malah tertawa terbahak-bahak.
~The Reactions of Nickname~
Sang ketua Garuchan ini mempunyai banyak reaksi jika dipanggil dengan nama yang berbeda.
"Yo Rara!" sapa Reha yang hanya dibalas dengan lambaian tangan dari temannya di depan markas.
"Hay Garu!" sapa Hibatur tanpa dosa, dan yang bersangkutan hanya memasang senyum miris karena kebiasaan temannya itu.
"Lho, Dewa Ra." celetuk Georgewt ketika mereka tak sengaja bertemu di sebuah plaza.
"Oh, George of the Jungle." balas gadis itu datar, padahal aslinya pengen gebukin.
"Menurut lu nama lengkap Kaichou tuh siapa?"
"Mungkin Rara Jongrang, atau Nyi Rara Kidul?"
Yang bersangkutan merasa gondok dan segera pergi keluar.
"Pak Mino, pinjem palu-nya dong!"
Kemudian dia balik lagi dengan palu pinjaman.
"FEEL THE FIRE OF RAGE!"
Dan kedua bocah spiky itu pun berakhir mengenaskan dengan benjolan besar di kepala mereka.
~Kitty Dance Aftermatch~
Seorang gadis tomboi terlihat sedang memperhatikan sesuatu di layar handphone-nya.
"Kamu lihat apa, Kimmy?"
Gadis itu tersentak sesaat ketika seorang ksatria mendatanginya dan buru-buru menyembunyikan handphone-nya. "Bu-bukan apa-apa."
Setelah ksatria itu pergi, Kimmy mengeluarkan lagi handphone-nya dan menyeringai ketika melihat video yang direkamnya beberapa hari yang lalu.
"Kirim video-nya ah."
Di markas Reha...
"Menurutmu mereka bakalan malu nggak kalau lihat ini?"
"Kayaknya sih."
"Lihat apaan?" Pertanyaan Alucard barusan sukses mengagetkan Clint dan Zilong.
"Nggak ada apa-apa."
"Serah deh."
Setelah Alucard pergi, mereka berdua kembali melihat video itu dan menyimpulkan satu hal.
"Tig(asli) itu badan gede hati Hello Kitty."
At Avelon Mansion...
"Del, menurutmu dia imut nggak?" Jioru menunjukkan apa yang didapatnya.
Adelia melihatnya dan terkejut. "Itu Kyo? Aku tidak tau dia bisa menari seperti itu."
Sementara itu, Ikyo sedang pundung di pojokan karena harga dirinya telah dijatuhkan dengan kejamnya.
Di kediaman Lammermoor...
"Kak Salem, lihat ini deh!" Edward menunjukkan sesuatu.
Salem melihatnya sekilas dan mengerutkan kening. "Kamu dapat dari mana video ini?"
"Tadi aku iseng buka chat Kak Edgar terus ada yang ngirim video ini."
Salem mulai merasakan firasat buruk. "Sebaiknya kita pergi sekarang juga."
"Kenapa Kak?" tanya Edward bingung.
Tiba-tiba suasana di sekitar mereka berubah suram.
"Jelaskan padaku video apa yang kalian lihat."
Mereka berdua perlahan menengok ke belakang dan...
"KABUUUUUUUUUUUR!"
Di markas Garuchan...
"Nee, gimana jadinya ya kalau pasangan kalian lihat ini? Kayaknya mereka bakalan malu nih!"
"Woy Kambing, sini lu! Hapus tuh video sekarang juga!"
Dan kejar-kejaran ala Scooby-Doo pun terjadi.
Special Bonus: Pocky Kiss
Aku mau pulaaaaaang~
Serius, aku mau pulang!
Orang bilang kalau ada perempuan dan laki-laki yang sedang berduaan di tempat sepi, akan ada orang ketiga berupa setan.
Nah, sekarang lihat saja Kak Lucy dan Federic yang sedang berduaan di dekatku. Berarti aku ini setan dong?
"Otou-chan! Katanya mau pocky, nih!"
Tiba-tiba saja Kak Lucy menyodorkan sekotak pocky rasa cokelat padaku.
Jadi begini, beberapa minggu yang lalu, Kak Lucy memenangkan sebuah kontes. Begitu mendengar berita tersebut, aku dan Federic langsung meminta traktir padanya (dengan berdiri di luar jendela kamarnya sambil memegang papan bertuliskan 'Traktirannya dong!').
Dan hari ini, dia menepati permintaan kami dengan membeli makanan-makanan kecil, termasuk pocky tadi.
Karena rasanya tidak mungkin menikmatinya di markas (Ayo taruhan, suasananya pasti sedang rame!), jadi kami bertiga memutuskan untuk menyantapnya di sebuah gudang kecil yang merupakan secret base milik Federic.
Yah, setidaknya kakakku menepati janjinya.
Ngomong-ngomong, kenapa tadi aku ngotot ingin pulang ya?
"Biar aku yang buka."
Aku meraih kotak itu dan membukanya, aku juga melihat Federic membuka kotak kemasan macaron yang tadi dibelikan Kak Lucy bersamaan dengan pocky itu.
Setelah membuka pocky itu, aku mengambil sebatang pocky sebelum menyerahkannya pada kedua orang itu dan mereka langsung mengambil isinya.
Aku melihat Kak Lucy yang terus memperhatikan kalender selagi mengambil pocky bagiannya. Aku juga ikut memperhatikan ke arah yang sama, tepat pada angka 11 yang tertera di sana. Sesekali aku melirik Federic yang sedang menikmati macaron merah muda.
Sepertinya bakal seru nih.
"Federic, kamu tau pocky games?"
Tuh kan! Ini yang kutunggu-tunggu!
Tanganku diam-diam merogoh ke bawah meja tempat makanan itu diletakkan dan meraih sebuah handycam.
Eits, jangan salah sangka dulu! Aku tidak mencurinya dari Kak Lucy ya, memangnya aku ini Iris?! Justru dia-lah yang memintaku merekam hal-hal itu. (Dasar Ratu Fujo!)
Sebenarnya aku tidak mau melakukannya, aku hampir menolak permintaannya jika dia tidak mengancamku dengan menyebarkan foto-foto 'mesra' BaKaichou dan 'pria-sinting-yang-suaranya-kayak-kambing' yang dia (dan Emy) sudah kumpulkan dengan susah payah.
Intinya, aku tidak mau tanggung jawab jika hal itu sampai terjadi.
Ehem, kembali ke situasi sekarang.
Federic hanya mengangguk sebagai balasan. Kak Lucy tersenyum lebar sambil menghadapkan tubuhnya pada cowok itu dan di tangannya terdapat sebatang pocky berselimut cokelat di salah satu sisinya. "Tertarik, hm?"
Aaaaaah, lamaaaa! Dasar banci, cepatlah sedikit!
"Ayo, siapa takut!"
Naaah, begitu dong!
Diam-diam kunyalakan handycam yang kusembunyikan di dekat tumpukan kotak makanan, tentu saja agar mereka tidak mengetahui kalau aku diam-diam merekam mereka. Bisa runyam nanti!
Tunggu sebentar, sejak kapan Kak Lucy dan Federic memasukkan pocky ke mulut mereka?! Curaang! Ulangi lagi!
Sekarang Kak Lucy sudah menggigit satu bagian pocky di mulutnya diikuti Federic yang langsung menggigit dua kali sekaligus, kedua tangan mereka saling bertaut dan berusaha mendorong tubuh salah satu lawannya agar tidak mendekati bibir.
My God, cepatlah! Aku tidak bisa lama-lama di sini!
Sekarang mereka menggigit bagian pocky di depan mulut mereka secara bersamaan, jarak bibir mereka pun semakin dekat.
Kalau tidak salah, Mathias (si 'pria-sinting-yang-suaranya-kayak-kambing' yang tadi sempat kusebut) pernah bilang kalau pocky games itu akan menjadi seru jika jarak bibir kedua pemainnya semakin dekat. Sepertinya ini yang diincar oleh Iris. Pikirannya kan super liar.
Tapi kalau kupikir, kenapa Iris tidak mencobanya sendiri dengan Arta? Mereka kan cocok.
Tolong jangan beritahu mereka soal ini, aku tidak mau dikejar-kejar Kazuma-san beserta pasukan hewannya.
Uuuh, tadi mereka sudah sampai dima- Hah? Sudah sampai di sana?!
Lihatlah bagaimana Federic memegangi dagu kakakku yang seperti menahannya agar tidak lepas, bahkan sekarang mereka tinggal dua- Tidak, satu gigitan lagi! Dan mereka tinggal-
Eh?
Aku mau pulaaaaang!
Kalian pasti tidak akan percaya dengan apa yang kulihat sekarang, atau mungkin kalian justru akan mengutukku karena mendapat pemandangan yang menurut kalian menggiurkan.
Ya, aku melihat mereka saling berciuman.
Kak Lucy, dan Federic, saling menempelkan bibirnya, di depanku.
Mereka masih menempelkan bibir. Ekspresinya juga terlihat sesuai, dengan ekspresi Kak Lucy yang terlihat kaget dan ekspresi Federic yang terlihat begitu nakal (menurutku).
Hei Kak, boleh aku panggil Nii-san sekarang? Dia harus melihat ini. Oh, atau mungkin kuberitahu Hikari juga lain kali, dia pasti akan langsung menuntut Federic saat itu juga.
Dan mari kita lihat apa yang selanjutnya terjadi.
Federic memegangi kedua pipi kakakku yang memerah begitu pekat dan langsung mendorong kepalanya agar lebih dekat, Kak Lucy melingkari leher Federic dengan kedua lengannya, dan tubuh mereka saling menempel.
Inilah alasan kenapa dari tadi aku mau pulang! Pemandangan ini menodai mataku!
Dasar Ratu Fujo sinting! Kalau saja dia tidak memintaku merekam saat-saat mereka bermain pocky games, aku pasti sudah tidur di markas!
Untungnya penderitaan ini segera berakhir, karena kulihat Kak Lucy dan Federic menyudahi cumbuan mereka. Seutas benang tipis itu terlihat menyambungi lidah mereka dan uap-uap air keluar dari mulut mereka yang terbuka sedikit lebar.
Kurasa tugasku sudah selesai, jadi aku matikan saja handycam dan juga meraih sebuah macaron berwarna hijau muda yang sepertinya terabaikan karena pocky games barusan.
Tapi, kenapa ekspresi mereka seperti ekspresi sepasang kekasih yang baru saja melakukan 'itu' ya?
Kepalan tangan Kak Lucy langsung menyerang dagu Federic dengan serangan uppercut dan hal itu membuatku terkikik geli. Rasakan itu, Banci!
"Bodoh!" umpat Kak Lucy sambil terus memukuli tubuh Federic yang terus mengaduh kesakitan. "Tadi kau mencuri ciuman pertamaku!"
Eh, tunggu? Ciuman pertama?
Federic terdiam sesaat selagi memandangi kakakku yang cemberut di depannya. "I-itu... Ciuman pertamaku juga..."
Semburat merah muncul di wajah mereka dan terlihat jelas olehku.
Malu berat sepertinya.
"Heeeiii! Kalian mesra sekali ya, sampai tidak menyadari keberadaanku!"
Sepasang iris coklat dan merah-hijau itu melirik ke arahku.
Aku sengaja berkata begitu karena dari tadi mereka melakukan pocky games tanpa menyadari keberadaanku sama sekali. Memangnya ada orang yang santai-santai saja kalau ditinggal sendiri?!
"Otou-chan, apa kau tidak melakukan hal-hal mencurigakan?" tanya Kak Lucy dengan suara pelan (entah antara malu atau takut).
Aku hanya menggeleng sambil mencomot sebatang pocky cokelat dari kotaknya.
Ehm, tunggu...
Kenapa Federic menatapku seperti itu ya?
Dan kenapa ada aura hitam di tubuhnya?
Whooops! Sepertinya aku harus pergi sekarang juga!
To Be Continue, bukan Trojan Bugs Cree (?)...
Ya ya ya... ~(-w-)~
Yah, bagian bonus-nya rada gitu deh... -w-a
Untuk Chapter depan, silakan kasih pertanyaan sebanyak yang kalian mau untuk 'EV' Twins (tau kan siapa? Yang ultah bulan September lalu lho.), tapi nggak jamin akan masuk semua ya. 'v'/
Review! :D
