Balas Review! :D
SR: Terserah... Ini udah lanjut... -w-/
RosyMiranto18: Aku hanya kesal karena dia tidak memberitahuku sebelum add... =w=a
Luthias: "Dia menyebarkan semua bonekaku di depan kamar..." =_=
Mathias: "Aku nggak berani ngutang ke Ratu, jadi aku harus melakukan banyak kerja sambilan untuk membayarnya (termaksud jadi budak di rumah Edgar selama seminggu)."
Tartagus: "Begitulah..." .v.
Daren: "Mereka (Arta dan Frére) hanya dua orang bodoh yang sering bertengkar di kebunku..." =_= *Frére itu panggilan untuk Vience.*
Salem: "Benang itu hanya untuk penyambung leher, Eris bilang Alfred mati karena dihukum pancung."
Ilia: "Nggak juga sih, paling banter A plus. Kalau aku mah ukuran C."
Thanks for Review.
Happy Reading! :D
Chapter 175: Drabble Collections (Secret Part 3)
Ikyo sedang berbunga-bunga karena anaknya telah lahir.
"Haah syukurlah! Akhirnya anakku lahir! Mana anak saya, Dok?"
"Ini pak." Sang perawat menunjukkan bayinya yang ternyata memiliki wajah menyerupai panda bermata hijau.
"Ayah!" Sang bayi segera beranjak turun dari gendongan sang perawat dengan tampang ala 'pedo bear' dan sukses membuat Ikyo langsung shock seketika.
"Anakku... Anakku..."
Dan ternyata itu hanya mimpi buruk si rubah yang mencengkeram sofa tempatnya tidur sambil menangis sesegukan.
'Kayaknya dia udah nggak sabar pengen ketemu anaknya.' batin Jioru yang kebetulan lewat sambil menahan tawa.
(Note: Waktu kejadian ini adalah dua minggu sebelum kelahiran anaknya.)
Maaf soal intro tadi, aku pengen aja nulis itu.
Apa kalian mau tau rahasia apa lagi dari para anggota squad? Ini dia.
1. Yubi
"Yubi, aku boleh pinjam handphone-mu kan? Ada lagu yang mau kuambil, nanti dikirim lewat bluetooth."
"Oh, boleh boleh!"
'Asal dia nggak liat folder itu aja.'
Tumma mulai mengecek file manager, tapi dia merasa penasaran dengan sebuah folder. Dia membuka folder itu dan menemukan kumpulan video dalam berbagai durasi, ketika dia melihat salah satu video-nya...
"Ehmm... Yubi, ini video aku sedang tertawa ya?"
Yubi langsung malu tak karuan.
Sebenarnya dia sudah lama menyimpan video pacarnya yang sedang tertawa, baik itu merekam sendiri maupun minta sama Alpha.
2. Hendry
Masih ingat Chapter 'Questions for Twins'?
Ada salah satu pertanyaan yang isinya seperti ini: Apa yang akan terjadi jika Hendry bisa dilihat oleh orang yang awalnya tidak bisa melihatnya?
Rendy memang bilang itu pernah terjadi, tapi bagaimana kejadiannya?
Saat itu si kembar sedang berada di perpustakaan yang kebetulan sedang kosong.
"Hey Ren- Uhmm..." Alpha yang menghampiri mereka mulai kebingungan.
Rendy yang mendengar panggilan mengalihkan pandangan dari buku bacaan. "Ada apa?"
"Nggak. Hanya saja..." Alpha menggaruk pipi dengan telunjuk. "Kalian mirip ya?"
Mereka berdua langsung terkejut.
"Ba-bagaimana kau-"
"Eits! Bentar dulu!" Alpha membuka kancing atas jaketnya dan menarik sebuah kalung. "Aku lupa melepas ini setelah mengunjungi makam orangtua-ku. Arie memberikannya padaku saat ultah tahun lalu."
"Jadi itu kalung untuk melihat roh?" tanya Hendry menyimpulkan.
"Begitulah." Alpha mengancingi kembali jaketnya. "Sebenarnya hanya Arie dan Tumma yang tau ini, jadi aku tidak menceritakannya pada siapapun."
Mereka berdua ber-'oh' ria.
3. Mathias
Pada tanggal satu Mei lalu...
"Aku pergi dulu ya, Greeny!"
"Mau kemana, Aniki?" tanya Luthias yang sedang membereskan makalah ketika melihat kakaknya yang berniat pergi.
"Nonton demo buruh, kali aja ada motor yang bisa diisengin. (Masa ngaku buruh punya motor mewah?)" jelas Mathias yang bergegas pergi. "Nanti kalau aku masuk TV, berarti tandanya ada kerusuhan."
'Heeeh?!' batin Luthias shock.
"Ngomong-ngomong, Aniki tau nggak sekarang ini ulang tahun siapa?"
Pertanyaan barusan sukses menghentikan langkah kaki Mathias dan pria jabrik itu berbalik menatap adiknya.
"Maaf ya Greeny, aku nggak bisa beli kado..." gumam Mathias merasa bersalah. "Lebih baik kita bikin kue saja, bagaimana?"
Luthias hanya tersenyum miris. "Ya sudah, ayo ke dapur."
Di luar sifat jahilnya, dia sangat menyayangi adiknya.
4. Molf
Ada sebuah kejadian memalukan yang pernah dialaminya.
"Rie, besok nonton film di bioskop yuk! Kasih tau Zen juga."
"Kalau aku bisa saja sih, tapi Zen harus temani Ney untuk perayaan hari guru di sekolahnya besok."
"Lalu bagaimana? Masalahnya Yubi sudah beli empat tiket."
"Mungkin aku bisa ajak Molf, sekalian mengajarinya."
"Oke. Sampai jumpa besok."
Arie menutup telepon dari Tumma.
Keesokan harinya...
"Jadi, apa itu film? Dan apa itu bioskop?" tanya Molf penasaran.
Sekarang mereka berdua sedang berjalan menuju markas untuk menemui Tumma dan Yubi.
Arie hanya menggaruk kepala. "Ehmm, bagaimana ya? Mungkin nanti kau akan tau sendiri setelah kita sampai di sana."
"Baiklah."
Setelah itu...
"Nah, ini adalah bioskop. Tempat diputarnya banyak film." jelas Tumma setelah mereka berempat sampai di tempat tujuan. "Oh iya, Molf, film yang tayang nanti film horror lho. Jadi hati-hati saja."
Molf hanya manggut-manggut.
Kemudian mereka masuk ke dan duduk terpisah di dalam bioskop. Tumma dan Yubi duduk di barisan kedua dari depan, sementara Arie dan Molf beberapa baris agak jauh di belakang.
"Nih." Arie menyodorkan sekantung popcorn pada Molf. "Untuk teman makan selagi nonton film, asal jangan makan bungkusnya saja."
Molf mengambil popcorn itu tanpa banyak bertanya ketika film akan segera dimulai.
"Aku nggak yakin Molf takut dengan ini, kalau Arie sih iya." celetuk Yubi ragu.
"Entahlah, lihat saja nanti." balas Tumma pelan.
Setelah film berakhir kemudian...
"Molf! Gimana? Seru ngga- Eh?"
Ternyata yang bersangkutan sudah terlihat pucat. Wajahnya dibanjiri keringat dan celananya juga basah.
"Molf?! Kamu ngompol?!"
Teriakan Yubi langsung membuat semua orang (yang masih belum meninggalkan bioskop) menengok ke arah mereka berempat.
"Bagian hewan berkaki delapan yang keluar dari mulut itu, mengerikan sekali."
Arie langsung facepalm. "Oke fix, dia takut laba-laba."
"Sebaiknya kita ungsikan dia dulu. Nggak enak nih dilihat orang." usul Tumma yang risih dengan puluhan pasang mata yang menatap mereka.
"Permisi, keadaan darurat!" pinta Yubi pada orang-orang sekitar agar memberi jalan pada Arie dan Tumma yang menggotong Molf keluar dari bioskop.
Sementara itu...
Ethan: GUYS! HOT NEWS!
Ethan: ADA YANG NGOMPOL DI BIOSKOP!
Saphire: What?! Serius?!
Ethan: Iye, beneran!
Ethan: Gue juga ngeliat Arie sama Tumma gotongin tuh orang.
Rendy: Bentar. Orangnya kayak gimana?
Ethan: Cowok, tinggi, rambut ungu tua sebahu, kulit keabu-abuan, ada tanduk domba di kepalanya.
Rendy: ...
Rendy: Than...
Ethan: Hah?
Rendy: Run for your life...
Ethan: Kenapa?
Rendy: ITU YANG NGOMPOL SEPUPUNYA ARIE CUY! BISA ABIS LU DIBANTAI SAMA ARIE DAN ZEN!
Mari kita doakan keselamatan Ethan setelah ini.
5. Raimundo
Ada sebuah kejadian yang hanya diketahui Edgar ketika Raimundo menginap di rumahnya.
BRAK!
Raimundo (yang hanya memakai kaus tanpa lengan warna biru) membanting pintu kamar Edgar dan menghampiri sang pemilik kamar yang kebetulan masih bangun tengah malam.
"Ini si Mundo lagi sleepwalking?" tanya Edgar bingung.
Raimundo menyerahkan sejumlah uang. "Saya beli sepatu itu ya pak..."
Kemudian Raimundo keluar dari kamar Edgar sambil membawa sepasang sepatu boot.
"Apa ini yang namanya sleep'khilaf'ing?" tanya Edgar semakin bingung. "Udah gitu sepatu gue yang dibawa pula."
6. Ilia
Pada suatu hari di mall, Ilia sedang jalan-jalan ketika ada seseorang yang memanggilnya.
"Ilin, Iliiin!" sapa seorang pemuda berambut jingga. "Kebetulan sekali! Aku baru mau belanja dan langsung pulang, apa kau mau makan di rumah?"
"Ka-kakak?!" Ilia langsung shock.
Tiba-tiba Tumma dan Yubi langsung muncul di sebelah gadis itu.
"Oh, apa itu temanmu? Aku senang kalian memperhatikan dia. Terima kasih telah menemaninya."
"Tidak masalah." balas Tumma dan Yubi bersamaan.
"Cukup pembicaraannya! Aku akan makan di luar, jadi pulanglah!" Ilia mendorong kakaknya pergi.
"Geez..." Ilia menghela nafas lega. "Akhirnya dia pergi."
"Ilin~" Pasangan sejoli itu mengulangi panggilan tadi dengan nada menggoda.
"Sial! Aku tau kalian akan mengatakan itu!" gerutu Ilia sebal. 'Mereka memang menyebalkan!'
Untuk membuat Tumma dan Yubi merahasiakan panggilan itu, Ilia mentraktir mereka berdua makan.
"Sepertinya kalian berdua belajar dari rahasia masing-masing." (Ilia)
"Tentu saja!" (Yubi)
"Ini tidak seperti kami akan mengoceh tentang hal itu atau apapun, tapi ternyata beruntung bagi kami ya?" (Tumma)
7. Greif
Jika Thundy sedang marah dan tidak mau minta maaf, griffin ini punya teknik jitu untuk menolongnya.
"Si Tei sialan itu membuatku sakit kepala!" gerutu Thundy kesal dan segera berbaring di tempat tidur. "Haaah... Lebih baik aku tidur saja!"
Greif yang menyelinap dari bawah tempat tidur merasa prihatin karena suatu alasan, kemudian dia mendapat sebuah ide.
Setelah itu...
"Sekarang bagaimana?" tanya Luthias.
Teiron hanya menghela nafas. "Lebih baik kita tunggu saja sampai mood-nya kembali normal."
"Teiron!"
Mereka berdua menengok.
"Kenapa, Thun?" tanya Teiron.
Tiba-tiba Thundy membungkuk di depan Teiron. "Maafkan aku!"
"Heeeh?" Teiron kebingungan. "Kenapa tiba-tiba?"
"Aku minta maaf, Tei! Aku tidak bermaksud begitu! Maaf! Sekali lagi maaf!"
"Iya, aku maafkan." Teiron mengibaskan tangan. "Lagipula aku sudah terbiasa menghadapi kemarahanmu."
"Terima kasih! Aku pergi dulu!" Thundy segera meninggalkan mereka.
Webek webek...
"Itu beneran Thundy kan?" tanya Luthias speechless.
"Kayaknya bukan deh. Perasaan dia nggak kayak gitu sebelumnya (kecuali yang pas kamu pukul kepalanya pake sapu)." balas Teiron yang semakin kebingungan dengan kejadian barusan.
Keesokan harinya...
"Aku nggak percaya dia bisa kayak gitu!"
"Makanya itu! Yang terakhir kuingat sih, pas kepalanya dipukul pake sapu sama Luthias."
"Kalian ngomongin apa?"
Tumma dan Elwa langsung terkejut mendengar pertanyaan Thundy barusan.
"Nggak! Nggak ada apa-apa!" balas keduanya bersamaan.
Thundy mengerutkan kening. Walaupun sempat curiga, tapi dia memilih untuk mengabaikannya dan pergi.
Ketika masuk kamar, dia mendapati Greif sedang tidur di atas tempat tidur sambil menggumamkan sesuatu.
"Zzz... Aku lega... Sudah... Membuat... Thundy-sama... Minta maaf... Pada Teiron... Zzz..."
Thundy hanya menghela nafas dan menyelimuti griffin kecil itu.
Tapi ketika ingin keluar kamar, dia baru menyadari sesuatu.
'Tadi dia bilang apa? Minta maaf pada Teiron?'
Dia langsung menatap tajam makhluk biru yang berbaring di tempat tidurnya.
"GREIF!"
Yang bersangkutan langsung terbangun.
"Apa maksudnya kau merasukiku dan membuatku minta maaf pada Teiron, hah?!" tanya Thundy emosi.
"A-a-aku hanya ingin membantumu saja!" jawab Greif panik.
'Jadi begitu...' batin Luthias yang tak sengaja menguping dari luar kamar.
Greif: "Jadi begini, aku bisa merasuki Thundy-sama baik secara sadar maupun tidak sadar. Kalau dalam keadaan tidak sadar, dia tidak akan ingat apa yang terjadi saat aku merasukinya. Tapi kemampuanku ini mempunyai efek samping berupa kelelahan setelah penggunaan, jadi aku harus tidur sehari penuh untuk memulihkan tenaga."
8. Para Andreas
"Vieny, aku heran deh."
"Kenapa?"
"Kalian itu beda keluarga semua?"
Vience melipat tangan sambil menghela nafas. "Begitulah. Aku keturunan murni Andreas, Saphire diadopsi dari panti asuhan, Dary dibuang oleh paman kandungnya setelah ibunya meninggal dalam kecelakaan kapal, dan Arta... Aku tidak tau jelas masa lalunya walaupun kami pernah bersama saat masih kecil."
Vivi merasa prihatin mendengarnya.
9. Wiona
Jika bicara soal 'Hari Ayah' (yang sebenarnya udah lama lewat), kejadian berikut ini rada baper sih.
"Apa kamu kesepian?" tanya Yato suatu hari. "Kamu kehilangan ayahmu, benar? Itu pasti sangat sulit, bukan?"
"I-iya." balas Wiona.
"Ah... Sejak kehilangan orangtuanya karena kecelakaan, Alpha selalu mengurung diri dan tidak ingin keluar kamar selama tiga tahun setelah kami mengadopsinya." Yato menghela nafas. "Aku merasa tidak tega jika melihatnya depresi saat itu."
Alpha yang menguping dari balik tembok mulai gemetar karena menahan kesedihan di hatinya.
'Alpha pasti sangat kesepian selama ini...' batin Wiona prihatin.
"Tidak apa-apa jika kamu merasa kesepian. Keluarkan saja, tidak ada yang perlu disembunyikan."
Wiona mulai mengeluarkan air mata, begitu juga dengan Alpha.
"Pa-paman... A-aku..."
"Jika kamu butuh bahu untuk bersandar, aku akan selalu menyediakannya untukmu, Nak."
Wiona dengan gemetar mendekati Yato dan memeluknya sambil menangis tanpa suara.
"Jika kau butuh sesuatu, jangan pernah ragu untuk meminta bantuan kami. Kamu sudah menjadi bagian dari keluarga ini."
"Te-terima kasih, Paman Yato..."
Alpha yang melihat itu hanya tersenyum pahit dengan air mata mengaliri wajahnya. 'Aku tidak kesepian sama sekali. Aku punya kalian yang selalu memperhatikanku.'
Keesokan harinya...
"Selamat hari ayah, Paman Yato." ujar Wiona yang datang ke rumah Alpha sambil membawa sebuket bunga.
Yato langsung terharu melihatnya. "Wiona..."
Kemudian mereka berpelukan.
"Terima kasih untuk waktu itu."
"Ya. Aku selalu di sini untukmu, Nak. Terima kasih."
"Ayah, apa kau lihat perkakas-"
Webek webek...
Alpha langsung shock melihat gadis hijau yang bersama 'ayah'-nya. "W-W-Wi-Wi-Wio-Wiona?!"
"Ah, selamat sore Alpha." sapa Wiona ramah.
"Oh, kau keluar juga akhirnya." ujar Yato.
"Karena ini hari spesial, jadi aku berpikir untuk datang kemari." Wiona tersipu malu. "Aku, ingin membalas kebaikanmu padaku... Kau menyambutku dengan perasaan hangat. Aku tidak bisa merasa sebahagia ini mempunyai... Keluarga baru."
"Oh Wiona, kau membuatku bahagia!" ujar Yato senang sambil mengusap ujung matanya dengan jari.
Alpha langsung memerah seketika. "Ke-ke-ke-keluarga?! Ma-ma-maksudmu ka-kau dan a-aku? Ta-tapi kita belum menikah!"
"Hah? Ada apa, Alpha?" tanya Wiona bingung.
"Ke-ke-ke-keluarga?! A-a-a-aku harus menikahimu dulu, kau belum boleh diterima di sini sebelum kita menikah! Harus menikah! Aaaaaaah!"
"KAK AL!"
PLETAK!
Tiba-tiba Lisa langsung muncul dari belakang dan memukul kepala Alpha dengan keras.
"A-apa yang terjadi?" tanya Wiona semakin bingung.
"Abaikan saja mereka." balas Yato risih. "Oh, apa kau mau ikut makan malam dengan kami?"
"Tentu. Terima kasih... A-ayah."
Setelah itu...
"Ehmm, Ayah."
"Iya?"
Alpha menggaruk kepala. "Errr... Bagaimana pendapatmu tentang... Dia?"
Yato tersenyum. "Kau sangat mencintainya kan?"
Alpha mengangguk, kemudian mereka berpelukan.
"Jika dia membuatmu bahagia, aku akan mendukungmu sepenuhnya. Tidak ada yang lebih membahagiakan daripada melihatmu tersenyum."
Alpha malah manyun. "Itu tidak menjawab pertanyaanku."
Yato tertawa kecil. "Dia begitu sopan dan manis. Kau punya mata yang bagus untuk melihat seorang gadis. Pastikan kau tidak membuatnya menangis."
"Heeeeh?!" Alpha langsung gelagapan. "Te-tentu saja aku tidak akan melakukannya! A-aku akan membuatnya menjadi gadis paling bahagia! Ya! Itu tugasku untuk menjaganya!"
"Cih!" Alpha langsung memalingkan badan.
"Alpha..."
"Te-terima kasih, Ayah..."
"Aku senang kau tidak berubah, kau masih Alpha kecil yang kukenal. Aku beruntung mengadopsimu."
"Ayah bicara apa? Aku juga beruntung..." Alpha berbalik dengan setitik air di ujung matanya. "Karena kau sudah seperti ayahku sendiri..."
Special Bonus: Terlalu Menghayati
Dulu sekali, ketika Reha Squad masih numpang di markas Garuchan, Teiron dan Moku pernah diminta untuk roleplay adegan di Persona 4.
"Aku nggak tau game-nya, gimana bisa roleplay?"
"Itu sih nggak masalah. Cukup katakan saja pendapatmu tentangnya." usul Alpha seadanya.
"Baiklah." Moku menghela nafas. "Terserah kalian."
"Siap ya?"
Roleplay pun dimulai.
"Sifat kekanakanmu itu hanya menutupi apa yang tidak ingin orang lain ketahui darimu! Kelakuanmu itu lebih mirip anjing kesepian yang haus perhatian!"
"KAU BUKAN AKU!"
Tapi kemudian...
"Hiks... Hiks..." Manik kehijauan itu mulai mengeluarkan air mata.
"Oh tidak. Dia mulai menangis."
"Cut! Cut! Siapapun tolong tenangkan dia!" seru Alpha panik.
"Ini hanya roleplay, ingat? Jangan terlalu serius." nasihat Luthias sambil mengusap kepala Teiron untuk menenangkannya.
"Entah kenapa aku merasa bersalah padanya..." gumam Moku merasa tidak nyaman karena dia juga terlalu serius.
Thundy menepuk punggungnya. "Tenang saja. Dia hanya sedang sensitif (tapi sebenarnya aku setuju dengan perkataanmu sih)."
To Be Continue, bukan Tuxedo Brand Cyan (?)...
Yah, begitu deh... -w-/
Review! :D
