Balas Review! :D

SR: Masbuloh? :p

Elwa: "Apelnya kupotong dengan cara normal, tapi bijinya kumakan."

Vivi: "Cuma kerja sambilan doang."

Ini udah lanjut. -w-/

RosyMiranto18: Begitulah... ._.

Luthias: "Aku tidak mau menjelaskannya..."

Arie: "Aku sudah melarang mereka beli snack, tapi mau gimana lagi?" =_=/

Alpha: *malah nggak mau bangun sebelum ahoge-nya tumbuh lagi.*

Aku lebih sreg dengan FemProtag sih...

Oberia: "Soalnya letak popok dan pembalutnya berdekatan..." ._.

Lucy: "Mereka sibuk semua."

Tumma: "Dia nggak suka itu."

Thanks for Review.

Happy Reading! :D


Kejadian sebelumnya:

"Jean, tipe gadis kesukaanmu seperti apa?" tanya Edward.

"Tipe? Nggak ada yang khusus." Jean melipat tangan di belakang kepala. "Nggak perlu yang ukuran dada-nya besar, ukuran B atau C sudah cukup. Rambut pendek, agak tomboi, sifat tsundere adalah nilai plus."

"Hoo... Jadi maksud kamu, kayak Kak Monika versi dada rata ya?" terka Edward jahil.

"Ngaco! Itu mah beda jauh!" sembur Jean tidak terima.


Di suatu tempat...

"Haciuh!"

Siapa yang bersin barusan?

Itu untuk cerita nanti.


Chapter 181: The Third Twins


Sabtu pagi yang cerah diiringi suara ayam yang berkokok dengan nyaringnya, bahkan seorang wanita berambut jingga yang sedang mendengkur pun sukses dibuat terjun (baca: jatuh) dari kasurnya setelah mendengar suara barusan.

"Aduh..." Dia pun melirik jam dinding di atas pintu kamar dan langsung terbelalak kaget. "Ya amplop bin prangko (?), jam setengah tujuh!"

Dia pun langsung bangun dan pergi keluar kamar untuk membangunkan penghuni rumah lainnya.


Beberapa menit kemudian...

Semua orang sudah siap siaga di meja makan, bahkan Femuto, Arie, dan Zen sampai memasang korek api di mata mereka biar nggak merem lagi. Air kobokan juga sudah berkurang banyak karena dipakai untuk cuci muka.

"Tobat, tobat..." Gluaria hanya bisa geleng-geleng kepala melihatnya.

"Ngantuk sih..." balas mereka bertiga bersamaan.

Suasana pun mulai hening sesaat, sampai...

BRUUUUUUUUT!

Sebuah kejutan muncul di meja makan, rupanya suara itu berasal dari Femuto yang malah nyengir. "Habisnya pada ngantuk semua sih, hehehe..."

Ketika mereka berniat protes dan menuduhnya tidak sopan, dia malah membantah. "Daripada nanti kayak temanku yang terpaksa operasi gara-gara nggak bisa kentut! Ayo pilih, mau kentut atau operasi?"

Mereka pun terpaksa makan sambil menutup hidung dengan penjepit jemuran.


Setelah kejadian barusan, mereka pun mulai sibuk membersihkan beberapa sudut rumah.

Yima (si wanita berambut jingga yang merupakan pelayan di rumah Arie) sedang menyapu halaman depan ketika melihat Zen akan pergi lari pagi.

"Selamat pagi, Tuan Zen. Sedang olahraga ya?"

"Ehehe, iya nih. Aku lagi persiapan buat 'Olimpiade Musim Hujan', aku kan atlet terbaik yang terpilih mengikuti event itu." balas Zen ngasal.

"Kalau begitu sama dong! Saya juga terpilih sebagai pendamping istimewa untuk berkunjung ke event itu." timpal Yima tambah ngasal.

"Selamat ya!" seru Zen yang memulai lari paginya sebelum pembicaraan tambah heboh.


Di tempat lain...

"Tolong pegangin ya." pinta Luthias yang berniat memaku sebuah kayu untuk membuat kursi taman baru dan Raimundo dengan senang hati memegangi kayu yang akan dipaku Luthias.

Maklum, kursi taman markas sering dirusak oleh beberapa orang yang tidak bertanggung jawab.

Tanpa diduga, Victor datang menghampiri mereka. "Yo, Greeny! Lagi ngapain?"

"Lagi bikin bangku, masa makan palu?!" balas Luthias sewot sambil menengok dengan wajah kesal.

"Kamu mau ngapain di sini?" tanya Raimundo penasaran.

"Ngeliatin aja, mumpung nggak ada kerjaan." jawab Victor santai.

"Terserah..." gumam Luthias yang berusaha menahan amarah sambil melanjutkan pekerjaannya.

"Moncong-moncong, gue boleh cerita nggak?" pinta Victor.

"Cerita apaan?" tanya kedua orang itu bersamaan.

"Jadi begini... Ada seseorang bertanya pada temannya 'Lu pinter Inggris?', kemudian temannya menjawab iya. Dia pun bertanya lagi 'Tomorrow artinya apa?', temannya menjawab besok. Dia ngomong lagi dengan wajah herp 'Yah... Sekarang aja apa! Kirain lu pinter, tapi ternyata bego juga!', temannya pun kesal dan mengomel 'Memang begitu artinya, dodol!', selesai!"

"KAGAK LUCU!" pekik Luthias emosi sambil getokin palu ke sembarang arah dan...

BLETAK!

"GYAAAAAAAAAAAAAA!"

Mereka berdua menengok ke arah sumber teriakan dan langsung kaget ketika mendapati Raimundo yang memegangi tangan kanannya dengan tampang kesakitan.

"Huwaaa! Beklager, Mundo! Aku nggak tau, serius!" seru Luthias panik.

"Ugh... No prob." Pria itu langsung pergi ke dalam markas untuk mengobati tangannya.


Seorang gadis sedang mencari sesuatu di toko buku dan karena tidak fokus ke depan, dia menabrak seseorang.

"Aduh! Maaf!"

"Ya, nggak apa-apa." Orang itu berbalik dan menatap gadis tadi dengan manik amethyst-nya.

"Kak, udah kete- Ka-kamu kan..."

"Kalian..."

Suasana pun mulai hening sesaat.

"Ti-tidak mungkin!"

"Sepupu Tumma, masih hidup?"

Tumma hanya menggaruk kepala. "Yah... Ini memang aku, sepupu kalian, Tumma Archire. Memangnya siapa lagi?"

Dia pun langsung dipeluk kedua gadis itu.

"Kami rindu Sepupu!"

Tumma hanya tersenyum dan mengusap punggung mereka. "Aku juga rindu kalian."

"Bagaimana Sepupu bisa hidup sampai sekarang?"

"Ceritanya panjang." Tumma mengusap kepala mereka. "Oh, mau berkunjung ke tempatku? Ada banyak teman di sana."

"Mau mau!"


Setelah itu...

"Tum, kamu bawa siapa?"

Tumma merasa sedikit canggung. "Ini... Sepupuku..."

"Hey, boleh kenalan nggak?" tanya Chilla pada gadis berambut side ponytail coklat muda.

"Boleh! Namaku Stella Archire!" balas gadis itu riang.

"Yang ngumpet di belakang Kak Tumma itu siapa ya?" tanya Edward.

"Oh, itu saudaraku!" jawab Stella.

"Nggak usah takut, keluar aja." nasihat Tumma.

"Ha-halo..." Seorang gadis berambut coklat tua berantakan keluar dari punggung Tumma dengan malu-malu. "A-aku Steve, saudara kembar Stella."

Jean langsung terdiam dengan wajah memerah. 'I-imut! Eh, tapi dia cowok kan?!'

'Stella dan Steve? Kayak nama kucing di Instagram.' batin Teiron.

Tuh anak kalau ada sesuatu yang familiar pasti nyambungnya ke kucing.

Entah kenapa Emy sedikit curiga dengan Steve, karena tampilannya kayak cowok tapi dada-nya menonjol.

"Hmm..." Emy maju menatap Steve. "Kamu cowok atau cewek?"

"A-aku cewek, Kak." balas Steve kagok.

"Ayo, kita buktikan sekarang!" Emy memasang tampang mesum.

Steve merasakan firasat buruk. "Eh? Tunggu, apa yang-"

"He-hentikan! Kyaaaaaah!" (Adegan disensor demi keamanan rating.)

DUAAAAAAAAAAAR!


"Ternyata dia cewek tulen." gumam Emy malu dengan tangan berlumuran cairan.

"Terus lu harus masukin tangan lu ke celana dia gitu?! Yang bener aja!" omel Thundy emosi.

"Lha, si Elwa malah meledak..." komentar Teiron sweatdrop setelah melihat ledakan di belakang mereka.

"Sepupu..." Steve segera memeluk Tumma dengan ketakutan.

Dia hanya mengusap kepala gadis itu untuk menenangkannya.

"Terus kalau dia cewek, ngapain pake nama cowok?" tanya Elwa yang baru kembali dengan tubuh basah kuyup (jangan tanya siapa yang menyiramnya barusan).

"Yah, itu cuma panggilan. Aslinya sih... Stevania Archire." jelas Tumma datar.

Webek webek...

Mereka memilih untuk tidak berkomentar.

"Fyuuuh..." Jean menghela nafas lega. "Ternyata cewek tomboi toh..."

Kemudian dia langsung shock ketika menyadari sesuatu. "Ta-tapi kenapa aku deg-degan pas ngira dia cowok?!"

Rina yang berada di belakang Jean langsung berbinar matanya. "My fujo radar is tingling!"

"Sejak kapan Kak Rina jad fujo?!"

"Wah, saudara kembar ya?" tanya Teira yang muncul entah dari mana di sebelah Stella. "Aku juga punya lho!"

"Teira, please deh... Jangan malu-maluin!" timpal Teiron risih.

Kemudian datanglah Alfred yang membawakan cheese cake untuk Salem.

"Mau dong!" seru beberapa orang yang melihat itu.

Salem mengangkat alis. "Yakin? Dikit doang ini."

Mereka semua (termasuk Stella dan Steve) langsung rebutan cheese cake itu.

Tapi...

"Giro, kamu mau nggak? Enak lho!"

"Apaa-"

Emy langsung melempar setengah dari cheese cake di tangannya ke mulut Giro.

Alarm bahaya langsung berbunyi di pikiran Giro ketika kue itu masuk ke mulutnya dan si 'cowok cantik' pun langsung kabur ke tempat sampah terdekat untuk memuntahkan benda tersebut.

"Iseng amat sih..." Beberapa orang menatap Emy yang malah nyengir dengan wajah risih plus sweatdrop besar di kepala mereka.


Setelah itu...

"Aku punya pertanyaan nih!" seru Teiron. "Kalau Archire itu nama marga Tumma yang sebenarnya, berarti yang waktu itu samaran dong?"

"Memang." jawab Tumma sambil melipat tangan.

"Terus kenapa dirahasiakan?"

"Kalau kukasih tau yang sebenarnya, kalian nggak bakalan percaya kalau aku keturunan Archire yang pernah hilang itu." jelas Tumma sambil menghela nafas. "Lagipula yang tau marga asliku cuma Arie, jadi aku tidak mau bercerita tentang keluargaku."

Kita beralih ke tempat lain.


Seorang tukang pos sedang berkeliling mengantarkan barang kiriman dengan sepeda motor. Ketika dia melihat Ikyo sedang jalan-jalan di depannya, dia merasa mengenalinya.

'Itu orangnya!' Dia menghampirinya sambil membawa sebuah paket. "Paket!"

"Hah?"


Setelah paket diterima, sang tukang pos pun pergi.

"Aneh, perasaan aku nggak pernah pesan bara-"

Ketika dia memeriksa paket itu, terdapat foto si rubah sedang tidur di sofa bersama para anak kucing disertai tulisan 'Ini tampang yang punya paket, kalau ketemu kasih aja!' yang tertempel di kotaknya.

'Bocah-bocah kampret!' umpat Ikyo dalam hati disertai aura hitam.


Back to Tumma...

"Sepupu nggak mau balik sama kita?"

Tumma menggeleng. "Aku sudah punya tempat tinggal di sini, maaf ya."

"Tapi-"

Tumma menepuk pundak mereka. "Aku sudah menaruh nomorku di handphone kalian, jadi kalau kangen tinggal hubungi saja."

Sebuah bus berhenti di halte tempat mereka berada. Kedua anak kembar itu memeluk sang sepupu dan segera menaiki bus.

"Selamat tinggal, Sepupu!" Mereka melambaikan tangan selagi bus itu berjalan meninggalkan halte.

Tumma ikut melambaikan tangan sesaat dan menatap kepergian mereka dengan senyum tipis.

Kring kring!

Dia memeriksa handphone dan mendapat sebuah pesan.


From: Arie

Bisa ke rumahku sekarang? Ada masalah serius.


Tumma segera bergegas ke sana.


"A-apa yang terjadi padanya?" Tumma langsung bengong begitu melihat pemandangan 'menakjubkan' berupa Incubus tak bersayap sedang 'bermain' dengan iblis bertanduk patah.

Arie menghela nafas. "Jadi... Begini..."


-Flashback-

"Kenapa teh ini rasanya aneh?" tanya Molf yang baru saja menghabiskan teh-nya.

Arie mengerutkan kening, teh miliknya tidak dia minum karena lebih fokus dengan buku. "Masa sih? Perasaanmu aja kali!"

"Mungkin, sepertinya aku harus ke kamar mandi." Molf pergi dari ruang makan.

Kemudian Femuto datang dan duduk, dia meminum teh-nya sedikit dan kebingungan. "Sayang, ini teh apa ya? Rasanya aneh."

Gluaria mengecek teh yang dimaksud dan wajahnya langsung pucat. "Oh tidak..."

Dia menengok ke arah suami dan putranya dengan wajah horror. "A-aku tidak sengaja menukar bubuk teh dengan obat perangsang..."

Arie pun ikut memucat. "Itu buruk... Tadi Molf baru saja menghabiskan satu gelas! Bisa bahaya nanti!"

-Flashback End-


"Sekarang bagaimana?" tanya Tumma cemas.

Arie menggeleng. "Aku tidak tau. Ibu bilang efek obatnya baru hilang besok pagi, jadi kurasa mereka bakalan 'main' semalaman."

Mereka berdua hanya menatap prihatin pada Zen yang memasang tampang "Tolongin please!" karena dijadikan 'boneka' sama Molf.


Keesokan harinya...

Molf hanya menunduk karena sangat malu setelah Arie menceritakan apa yang dia lakukan pada Zen saat dalam pengaruh obat perangsang. Zen sendiri memilih untuk tidak berkomentar sama sekali.

"Jadi, apa kalian ingin menjalani hubungan yang lebih serius?" tanya Femuto.

"Ya."

"Sudahlah, ayo minum dulu." Gluaria menyajikan teh dan langsung mendapat tatapan horror dari keempat orang lainnya. "Tenang saja, ini teh biasa kok."


Di markas...

"Lu ngapain, Sal?" tanya Rendy.

"Majang foto." balas Salem yang sedang menempelkan sebuah foto dengan selotip.

"Foto apaan emangnya?"

"Liat aja sendiri."

Dan ketika dilihat...

"Mereka ngapain coba?" Rendy hanya sweatdrop melihat Teiron dan Trio Red sedang photobomb di belakang Hibatur dan 'pacar'-nya.

"Nggak tau, tapi lucu aja liatnya. Bahkan udah kusebar ke grup chat." balas Salem tanpa dosa.


Saat ini Edgar dan Tumma sedang main 'Digimon Rumble Arena 2' di ruang tengah markas.

"Lu yakin bisa ngalahin gue, Tum?"

"Lihat saja nanti!"

Tiba-tiba Edward lewat di depan mereka dan malah menghalangi layar televisi karena mencari sesuatu.

"Minggir woy!" seru Edgar sebal.

"Sabar aja, Gar." nasihat Tumma. "Moncong-moncong, Edward nggak ada yang punya kan? Sepupuku ada yang suka lho!"

"Bocah stress kayak gitu ada yang demen?" tanya Edgar skeptis.


Sementara itu...

"Kau akan kembali hari ini?"

"Ya, karena sekarang sudah setengah tahun." Molf memalingkan wajah. "Aku... Minta maaf soal kejadian itu."

"Itu bukan salahmu kok." Zen mengibaskan tangan. "Jaga diri baik-baik ya. Aku janji akan mengunjungimu."

Molf hanya mengangguk dengan senyum tipis. "Terima kasih, Zen. Aku akan menunggu."

Mereka pun berpelukan sesaat.

"Kita harus pergi!" seru Arie dari kejauhan.

Mereka melepaskan pelukan. Molf pun berjalan menghampiri Arie dan Femuto, kemudian mereka bertiga pergi.

"Sampai jumpa, Molf." Zen melambaikan tangan dengan senyum pahit.

Setelah mereka pergi agak jauh, dia pun terbang ke tempat lain.


Beberapa hari kemudian, Molf sedang melihat-lihat album foto pemberian Arie yang berisi foto-foto saat dia mengunjungi markas Garuchan.

Tuk tuk tuk!

Dia mendengar suara ketukan di jendela kamarnya.

'Itu pasti dia.' Molf segera menghampiri jendela dan membukanya.

"Halo Molf! Merindukanku?" sapa Zen.

Molf tersenyum. "Ya."

Zen masuk ke kamar Molf dan memberinya pelukan pelepas rindu.


Special Bonus: Game Problem

"Hero lu masih hilang, Ra?" tanya Reha ketika dia dan Girl-chan sedang berada di sebuah plaza.

"Iya." balas gadis itu datar.

Sudah hampir dua minggu ini sedang ada masalah di game dimana beberapa orang tidak bisa memakai hero-hero mereka karena 'hilang'. Jangan ditanya kenapa kata hilang tadi dikasih tanda kutip, itu sulit dijelaskan.

"Gini aja, Ra. Coba lu cek shop. Kalau hero lu yang hilang ada tulisan 'mine', itu artinya ketumpuk." jelas Reha. "Lu masih ada slot kosong kan?"

Girl-chan hanya mengangguk.

"Coba pindahin semua hero yang masih ada ke slot kosong. Gitu doang."

"Nggak yakin." balas gadis itu pesimis.

"Kadang berhasil kadang nggak. Coba aja, Ra."

"Masalahnya mindahin hero-nya agak susah, mouse-nya nggak enak ini." Girl-chan menghela nafas frustasi. "Gue kan biasanya main di warnet, jadi kadang dapet pc yang nggak enak. Entah itu mouse yang susah tahan pencet atau keyboard yang hilang beberapa tombol."

Reha manggut-manggut. "Emang sih..."


Dua hari kemudian...

"Akhirnya kembali semua..." Girl-chan menghela nafas lega.

"Alhamdulillah ya." ujar Hibatur yang merasa senang mendengarnya.

"Ternyata bener kata Reha, ketumpuk doang."

"Sing penting kembali lha."

"Yap." Gadis itu mengangguk setuju.


To Be Continue, bukan Twin Bitty Child (?)...


Auh dah, yang penting jadi... -w-/

Jika kalian bertanya maksud dari judul Chapter ini, jadi begini... Dua kembar pertama yang diketahui di sini adalah Rendy-Hendry dan Teiron-Teira (franteral twin still count as twin, you know?), begitu deh.

Review! :D