Balas Review! :D
RosyMiranto18: ...
Arie: "Aku tidak bisa menjelaskan tentang jenis ras sekarang." *mendengus sebal.* "Dan jangan tanya kenapa aku kesal saat gadis ungu itu ingin memasangkanku dengan Glinea."
Vivi: "Nggak ada lemon-nya, aku nggak berani bikin bagian 'itu'."
Thanks for Review.
Happy Reading! :D
Chapter 199: NoTitLeak
"Ren, gue boleh min- Ya ampun! Pffft..." Alexia yang baru datang ke kamar para Andreas langsung menahan tawa setelah melihat keadaan Saphire yang sangat mengenaskan di lantai. "Dia kenapa?"
Daren menghela nafas. "Soal itu..."
-Flashback-
"Maaf, ini kue-nya aku taruh di tengah me-"
Saphire tersandung kakinya sendiri dan kue yang dibawanya terbang melewati keempat orang lainnya sampai mendarat tepat di...
"Sa-Saphire..." Ketiga saudaranya dan Iris menatap horror tempat kue itu mendarat.
Kalau di lantai atau meja sih bukan masalah, tapi...
Ini lebih mengerikan.
Bahkan sangat mengerikan.
"Hergggh..."
"Lari!" Mereka berempat langsung kabur meninggalkan Saphire.
Karena...
Kazuma sudah mengeluarkan aura yang sangat mengerikan.
"Ka-Kakek, tu-tunggu du-"
"Ryu ga waga-"
Mereka yang berlindung di ruangan lain sudah menutup telinga masing-masing untuk meredam efek ledakan yang akan terjadi dalam...
Lima...
Empat...
Tiga...
Dua...
Satu.
"Keeki o kurau!"
Soal kue...
Itu mendarat tepat di wajah Kazuma.
-Flashback End-
"Begitulah..."
Itu saja intro-nya.
~First Encounter~
"Bagaimana kalian bisa bertemu?"
Glinea tersenyum manis dan mengusap kepala Ney. "Akan kuceritakan semuanya dari awal."
-Flashback-
Glinea sedang bersembunyi di semak-semak. Dia mulai beranjak keluar ketika merasa aman, tapi gadis itu malah dipergoki beberapa orang dan dia segera berlari sejauh mungkin.
Situasi menjadi buruk karena dia sudah terpojok di dekat air terjun dan orang-orang yang mengejar gadis itu mulai bersiap untuk menangkapnya.
Tiba-tiba sebuah api mengenai salah satu dari mereka dan langsung membakarnya. Ternyata api itu berasal dari...
"Jangan coba-coba menyakiti orang yang tidak bersalah."
Terlihat dua pria iblis berambut hitam di belakang orang-orang itu.
Mereka berdua segera maju untuk menghajar orang-orang itu. Salah satu dari kedua iblis itu menggunakan crossbow untuk menembaki sebagian orang dengan panah api, sementara yang satunya menggunakan pedang untuk menebas sisanya.
Setelah menghabisi orang-orang itu, sang iblis dengan crossbow menghampiri Glinea. "Kau baik-baik saja?"
"I-iya, terima kasih."
"Lain kali jangan pergi sendirian."
"Ba-baik."
"Zen, ayo kita pergi."
"Oke."
Mereka berdua pun terbang meninggalkan Glinea.
Setelah kejadian itu, dia sedang berada di sebuah tempat makan ketika ada pengunjung baru yang datang.
"Arie, dia bukannya gadis yang tadi?"
Rupanya mereka adalah penyelamatnya.
"Kau benar. Ayo kita hampiri."
Mereka berdua pun menghampirinya.
"Umm..." Gadis itu tersipu malu sambil memegangi kedua pipinya. "Terima kasih banyak, Arie. Aku tidak tau apa yang akan terjadi jika kau tidak datang tadi."
Zen langsung balik badan dengan aura suram. "Jadi aku tidak dianggap nih?"
-Flashback Pause-
"Dia hanya berterima kasih padamu? Pantas saja Zen tidak suka padanya." komentar Tumma.
"Begitulah." Arie menghela nafas. "Dan setelah itu..."
-Flashback Continue-
"Aku sangat senang jika kau mau jadi pelindungku."
"Kau suka padanya?" Zen menunjuk Arie dengan wajah skeptis.
"Dia lebih cocok denganmu daripada aku." Arie balas menunjuk Zen dengan wajah datar.
"Hah?" Zen menatap Arie dengan wajah bingung.
Arie yang masih berwajah datar ikut menatap Zen. "Apa?"
"Nggak mau. Maunya sama Arie. Boleh ya? Ya?" pinta Glinea memelas, kemudian dia segera memeluk Arie.
Kejadian itu membuat mereka bertiga mendapat tatapan mencurigakan dari pengunjung lain di tempat makan itu.
"Wah, sekarang jam berapa ya? Kita harus pergi!" Zen yang sudah panik segera melepaskan pelukan Glinea dari Arie dan langsung menyeret 'saudara'-nya pergi dari tempat itu.
Gadis itu hanya terdiam melihat kepergian mereka, kemudian dia tersipu lagi. "Aku akan mencarimu, Arie. Dengan begitu kita bisa bertemu lagi."
-Flashback End-
"Dan begitulah." Glinea tersenyum lagi.
~Scorpion Relative?~
"Aku jadi kepikiran satu hal." celetuk Teiron suatu hari. "Glinea itu kan setengah kalajengking, jadi..."
"Apa dia bersaudara dengan Stinger?"
Webek webek...
Tumma hanya sweatdrop setelah mendengar itu. "Tei, sebaiknya kau kurangi menonton Kyuranger."
~Lelang Makanan~
Sepiring mie goreng tersaji di atas meja.
"Ini buatan Kak Molf?" tanya Ney memastikan.
"Ini pertama kalinya kau memasak tanpa menghancurkan dapur, aku terkesan." komentar Arie.
Zen menyadari sesuatu. "Tunggu, terus kue yang waktu itu-"
"Sebenarnya aku meminta bantuan Tumma untuk membuatnya." potong Molf menjelaskan.
"Oh iya." Ney teringat sesuatu. "Kak Arie, kita sudah hampir terlambat ke sekolah."
"Benar juga!" Arie tepuk jidat. "Hari ini pertemuan wali murid."
"Kak Molf, aku boleh bawa mie-nya tidak?" pinta Ney.
"Untuk apa?" tanya ketiga orang lainnya penasaran.
Di sekolah...
"Ayo kita lelang harga mie! Harga mulai seribu Peso!" seru Ney pada teman-teman di kelasnya.
"Neeyyyyy!" pekik Arie yang melihat kejadian itu.
(Ini kepikiran saat sedang menonton acara perayaan ulang tahun Jakarta di Indosiar, aku ketawa dengan bagian kerak telor buatan artis yang dilelang. :v a)
~Spider Prank~
Molf yang sedang membaca di perpustakaan markas merasakan ada yang menepuk pundaknya, dan ketika dia menengok...
Dia langsung bergidik ngeri setelah melihat laba-laba raksasa yang dibentuk oleh dua makhluk spiky dan satu makhluk berpucuk.
Zen segera mengejar ketiga pelaku yang sudah kabur duluan dengan penuh amarah, sementara sang korban hanya memeluk Arie dengan wajah ketakutan.
"Dasar! Dari mana mereka tau kalau dia takut laba-laba?" tanya Arie yang masih menenangkan sepupunya.
Zen hanya angkat bahu setelah selesai menghajar ketiga orang itu sampai babak belur.
~Crossdress and Event~
Yubi memasang pose berpikir. "Kayaknya nggak perlu didandanin deh, Rice. Ini aja udah cukup kok."
"Benarkan? Ba-baiklah."
Kemudian Maurice keluar dari ruang ganti dengan memakai baju maid biru muda disertai wig putih dan aksen serigala abu-abu (mode half wolf).
"Ba-bagaimana menurut kalian?"
"Cocok kok. Pas banget kalau dipasangin sama Monika yang cosplay jadi cowok." ujar Yubi.
'Imut.' batin Monika blushing.
Kemudian wajahnya berubah menjadi sebal setelah mendapati dua cowok di sebelahnya. 'Mereka berdua ngapain sih? Rese amat!'
"Pasti gregetan ya liat pacarmu jadi cewek imut?" (Tumma)
"Cie yang blushing." (Alpha)
Di sebuah event...
"Rame banget! Pokoknya abis ini traktir aku makan ya, Tum-Tum!"
"Tenang aja. Ini kan bagian dari rencana kita jadi famous."
"Aku gugup nih."
"Santai aja, Rice. Mereka tidak tau siapa kita."
"Yang terpenting tetap tersenyum dan lihat kamera~"
"Umm, baiklah."
Keempat orang itu tampil keren di hadapan umum.
Yubi cosplay jadi Naoto, Tumma crossdress dengan identitas 'Tomina', Monika cosplay jadi Tatsuya, sementara Maurice masih crossdress dengan kostum sebelumnya.
"Waaah, ada Tomina-chan!"
"Kak, foto bareng yuk!"
"Liat deh, ada couple imut tuh!"
"Kak, liat sini dong!"
"Kenapa kita ikut difoto?" bisik Maurice malu-malu.
"Nggak tau, tapi sepertinya mereka terlihat senang." jawab Monika datar.
~Bakso~
"Bang, beli bakso dua mangkok." pinta Elwa pada penjual bakso keliling.
"Yang pedes ya, bang." timpal Alisa.
"Pake bakso nggak, neng?"
Kedua cewek itu langsung memasang tampang suram.
'Tadi saya bilang beli apa, bang?' (Elwa)
'Kasih saya beling aja bang, buat debus.' (Alisa)
~Too Much Eating~
"Kaichou, kamu makan mulu. Nggak takut gemuk apa?" tanya Mathias khawatir.
Si ketua squad mengunyah habis wafer roll yang dimakannya. "Aku udah bosan punya badan kurus, jadinya pengen gendut dikit. Lagian juga aku kan nggak kayak si Tei yang masih bisa kurus walau sebanyak apapun dia makan."
Entah kenapa, Teiron yang sedang double date di sebuah cafe langsung meremas gelas minuman yang baru dia pesan.
"Tei, kalau mau ngamuk jangan di sini dong." pinta Alpha risih.
~Kopi~
"Gue sama Mundo baru aja bikin kopi. Lu mau nggak, Ray?" tanya Edgar suatu hari.
"Kopi? Boleh deh." balas Exoray.
Sebelum minum, dia membayangkan dirinya ngomong 'elegante'.
Tapi saat minum...
"Mau kuambilkan gula?" tanya Mundo khawatir.
"I-iya. Minta sepuluh sendok dong." pinta Exoray dengan wajah pucat.
~Some Story about Them~
Ada kisah tersendiri selama si cowok biru Tsundere nan pendek abadi menjalani rumah tangga dengan gadis (yang dianggapnya) menyebalkan.
Sekitar seminggu setelah kehamilan Emy, Tumma mengunjungi kamar Thundy untuk ngobrol santai. (Timeline: Setelah Chapter 'Quality Time Share'.)
"Hey Thun, sebaiknya kau tinggal di rumah Emy saja. Aku dan Tei sudah bilang Kaichou lho." usul Tumma sambil menaruh pantatnya di kasur Thundy.
"Aku tidak mau."
"Kau bisa dituntut jika bicara seperti itu." Tumma mulai lompat-lompat di atas kasur.
"Kau yang akan kutuntut duluan jika merusak kasurku lagi!" balas Thundy sebal.
Pasalnya, Tumma adalah pelaku nomor dua yang sering merusak properti kamarnya (karena yang pertama adalah Teiron jika sifat kekanakannya keluar).
Tumma masih lompat-lompat tanpa mendengarkan perkataan Thundy. "Gimana? Mau kan? Lagipula kasihan anakmu nanti!"
Thundy ingin sekali terjun dari atap markas jika saja dia tidak ingat kalau dia abadi.
"Tidak!"
Tumma merasa kecewa dan berhenti lompat-lompat di atas kasur.
Sepi. Tidak ada yang bicara.
Kemudian Tumma mendapat ide. "Apa kau tidak malu?"
"Apa?"
"Aku sudah bertanya pada Emy, 'Apa kau terima jika sebaiknya kalian tinggal di rumahmu saja?'. Dia menjawab 'Apapun demi anak kami aku akan terima!'." Tumma tersenyum miris. "Apa kau tidak perduli dengan anak dalam kandungannya?"
Thundy mulai melunak.
"Ah, percuma! Kau tidak akan perduli!" Tumma berdiri dari kasur.
"Tunggu!" seru Thundy tiba-tiba. "Sepertinya kau benar. Baik, aku terima."
Tumma tertawa puas sambil menepuk pundak pemuda biru itu.
"Biar kuberitahu sedikit tentang persalinan, itu akan sangat su- Baik baik, aku keluar!" Tumma langsung kabur ketika Thundy akan memukulinya dengan kursi.
Tanggal 22, perut Emy sudah membesar, bahkan sudah sembilan bulan usianya.
"A-ah!" Dia meringis ketika janin dalam kandungannya menendang perut.
"Wah, dia menendang ya?" tanya Albert.
"I-iya."
"Kau mau melahirkan di rumah atau di rumah sakit?"
"Hmmm... Akan lebih nyaman jika di rumah, kurasa... Ta-tapi, bagaimana, dengan, Thun-kun?" tanya Emy sedikit ragu.
"Hei, kita sudah melakukan pelatihan kan? Kalau terjadi insiden melahirkan di luar rumah sakit, aku sudah tau caranya. Tidak usah khawatir. " Albert tersenyum lembut untuk meyakinkan Emy kalau dia bisa diandalkan.
"Baiklah... Ah!" Emy kembali meringis karena tendangan anak di dalam rahim.
"Kontraksi ya?" Albert dengan sigap memeriksa bagian kemaluan Emy. "Ini... Baru pembukaan tiga, kurasa. Jarak kontraksinya tidak cepat."
"A-ah, akhirnya melahirkan ya..." Emy tersenyum lembut sambil mengelus perutnya. "Aku tidak sabar."
Dia beranjak dari tempat tidur, kemudian berjalan tertatih-tatih sambil memegang tembok sebagai topangan. Pinggangnya mulai sakit karena pergerakan bayi menuju mulut rahim.
Sementara itu, Albert menyiapkan perlengkapan untuk persalinan Emy. Air hangat, baskom, handuk kecil, gunting, dan sebagainya. Dia juga tak lupa mengirim pesan singkat untuk 'adik ipar'.
Lain Emy, lain pula Thundy. Dia yang awalnya sedang ngumpul di rumah Arie terpaksa harus pulang duluan setelah membaca pesan dari Albert.
From: Albert
Cepatlah pulang, anakmu akan lahir hari ini.
Thundy mau tak mau harus pulang secepatnya dengan bantuan Greif yang langsung terbang secepat yang dia bisa.
Tendangan bayi semakin terasa kuat dan jarak waktu tendangan semakin lama semakin cepat. Emy yang sudah kesakitan duduk bersandar pada bantal yang sudah disediakan Albert sambil melebarkan selangkangan dan menopang paha.
"Pembukaan sepuluh..." gumam Albert yang memeriksa keadaan Emy, dia sudah bersiap menjadi dokter dadakan (menggantikan istrinya yang masih kerja).
Emy yang sudah ngos-ngosan menahan sakit harus merasakan sakit yang sangat besar.
"Emy!" Thundy langsung berlari menghampiri kedua orang itu.
"Thun-kun!" Emy meringis ketika ketubannya pecah.
Kemaluannya terlihat membentuk gundukan seukuran kepala bayi. Kepala bayinya sudah akan keluar!
"Dorong pelan-pelan, jangan kuat-kuat." Thundy berusaha menenangkan Emy yang kesakitan.
"Sakiiiitttt..." Emy menghempaskan punggungnya pada bantal dan mengatur nafas.
"Ayo, Emy. Kami di sini, tidak apa-apa." Albert membantu Emy menahan kakinya.
"Nggggh! Aaah! Haah... Haah..."
Gundukan kecil terlihat keluar perlahan dari lubang vagina.
"Ah, kepalanya sudah terlihat! Ayo, sedikit lagi!"
"Aaaarrrhhhh! Sakiitt!"
"Dengarkan aku!" Thundy beranjak ke sebelah Emy sambil melingkarkan tangan kiri di belakang bahu Emy dan tangan kanan menggenggam erat tangan istrinya. "Kau pasti bisa! Jika kau mati saat melahirkan, aku tidak akan memaafkan diriku sendiri!"
"Tapi, sakit sekali..."
"Aku tau, jangan takut!"
Emy sibuk meremas seprai.
Setengah jam kemudian, akhirnya kepala sang bayi keluar. Albert menahan kepala bayi yang berlumuran darah itu.
Emy masih mengatur nafas untuk melanjutkan proses persalinan. Sementara itu, Albert menarik perlahan kepala sang bayi dan membuka lilitan tali pusar di sekitar leher sang bayi agar tidak mencekik lehernya.
"A-aahh!" Emy kembali kesakitan ketika posisi bahu bayi berada di mulut vaginanya, Albert dengan sigap membantu Emy untuk mengeluarkan bahu bayi itu.
"Aaaaaaah! Ngggh! Haaah!"
Bahu sang bayi pun keluar setelah setengah jam kemudian.
Albert menahan sang bayi dan pelan-pelan menarik badan bayi itu sampai keluar seutuhnya dari rahim Emy. Tangisan bayi memecah suasana menjadi menggembirakan.
"Anaknya laki-laki." Albert mengusap lembut kepala adiknya.
Emy mendekap bayinya yang masih berlumuran darah dengan erat. "Anakku akhirnya lahir."
"Selamat datang, nak." Thundy tersenyum lembut.
Si bayi bergerak mencari puting dan mulut kecilnya mencari keberadaan puting si ibu untuk menyusui.
"Ini putingnya." Emy mengarahkan puting kanannya ke arah mulut si bayi, bayinya pun segera mengulum dan menghisap puting ibunya.
Karena tak ingin mengganggu moment menyusui ibu dan anak, Thundy dan Albert membereskan sisa-sisa persalinan. Albert memotong tali pusar bayi dan Thundy menyelimuti si bayi dengan handuk.
Ketika Thundy kembali ke kamar, dia mendapati Emy sudah tertidur sambil mendekap bayi mereka yang juga tertidur.
Thundy menyelimuti Emy dan menaruh sang bayi di sampingnya, kemudian duduk di samping mereka dan mengusap kepala istrinya dengan lembut sambil tersenyum.
"Jadi, sudah menentukan nama untuk anak kalian?" tanya Albert yang baru kembali dari mencuci peralatan.
Thundy yang masih tersenyum mengangguk. "Ya. Dan namanya..."
Beberapa hari kemudian...
Suasana di dalam rumah Emy terdengar cukup ribut ketika mereka bertiga berkunjung.
"Ya ampun, masa baru punya anak masih rusuh aja? Nggak nyadar umur kali ya?" sindir Elwa.
"Kalau Kyo dan Adel yang KDRT gimana ya?" tanya Arta penasaran.
"Arta, Ikyo bisa membunuhmu jika dia mendengar itu." timpal Teiron sweatdrop.
"Apa itu KDRT?"
Ketiga orang itu menengok dan baru menyadari keberadaan Molf dan Tumma di belakang mereka.
Kemudian keluarlah Albert dari rumah sambil membawa bayi berusia beberapa hari.
"Tolong hentikan mereka! Aku tidak mau Carmel menjadi korban!" pinta Albert panik.
"Carmel?" tanya Teiron. "Itu nama anaknya?"
"Awas!"
Tiba-tiba sebuah guci besar melayang keluar dan mereka segera berjongkok untuk menghindarinya.
Arta, Teiron, dan Tumma segera masuk ke dalam rumah untuk mengatasi situasi kacau tersebut.
Setelah hampir sejam kemudian...
Ruang tengah rumah Emy terlihat berantakan layaknya kapal pecah. Kelima tamu dan ketiga penghuni rumah hanya duduk di lantai karena semua sofa sudah dirusak oleh Thundy.
"Aku berharap Izca tidak membunuhmu jika dia melihat ini." Albert melipat tangan. "Dia cukup mengerikan jika sudah marah, kekuatan buku birunya itu tidak main-main."
"Buku biru?" timpal Molf. "Seperti yang dimiliki Eudo?"
"Kau tau Eudo?" tanya Thundy.
"Aku hanya bertemu dengannya sekali." balas Molf. "Itupun di saat situasinya kurang bagus. Aku melihatnya bertengkar dengan Arie di sebuah taman. Aku mencoba melerai mereka, tapi mereka hampir memukulku dan aku langsung pingsan karena kaget."
Semua orang langsung sweatdrop mendengarnya. Molf tidak memperdulikan itu dan menatap bayi mungil yang disusui Emy.
Arta pun menyadari hal itu. "Sepertinya kau baru pertama kali melihat bayi."
Molf hanya mengangguk.
"Ara ara, apa ada pesta di sini?"
GLEK!
Wanita yang berdiri di depan pintu itu hanya tersenyum manis, tapi terasa aura yang sangat tidak menyenangkan darinya.
"Kau yang mulai, kau yang mengakhiri." ujar Albert yang entah kenapa terdengar seperti lirik lagu dangdut. *kabur.*
Dan pemuda biru itu hanya pasrah.
Setelah itu...
"Pekerjaanmu cukup bagus, kamu boleh istirahat."
Thundy langsung tepar di lantai.
Gimana nggak tepar, dia harus membereskan semua yang telah dia hancurkan. Sendirian pula.
"Kalau kamu sudah selesai istirahat, temui aku di kamar." Izca berjalan pergi.
~Successor of The Blue Book~
Buku biru itu tidak hanya satu.
Izca tersenyum miris sambil menyentuh buku biru di atas meja.
Pintu kamarnya terbuka, Thundy masuk ke dalam sambil menutup kembali pintu dan berjalan menghampiri Izca.
"Untuk apa kau memanggilku?"
Izca masih tersenyum. "Ada sesuatu yang perlu kuberitahukan padamu."
Izca mengambil buku birunya. "Benda ini, merupakan warisan turun-temurun keluarga kami. Aku ingin memberikannya padamu."
"Tapi kenapa aku?"
Izca menghela nafas. "Aku tidak bisa melahirkan keturunan untuk mewariskannya."
Suasana hening sesaat.
"Aku sudah memiliki buku ini sejak umurku sepuluh tahun, dan aku baru menyadari 'bayarannya' setelah setahun menikah." Izca kembali tersenyum miris. "Karena itu aku ingin mengandalkanmu."
"Tapi... Aku-"
Izca menarik tangan Thundy dan membuatnya memegang buku itu, kemudian dia memegangi pundak si pemuda biru.
"Aku percayakan padamu, Thundy."
Dia memperhatikan buku di tangannya dan menghela nafas.
"Aku tidak yakin bisa melakukannya..."
"Kamu pasti bisa. Kamu sudah seperti adik bagiku."
"Kalau kau memang bersikeras, Schwester..." Thundy mulai blushing setelah menggunakan panggilan itu. "Aku, akan berusaha."
Bonus:
Rehabilitasi: Ra, itu si Batu Nisan masih 'hilang'?
GaruKaichou: Kayaknya, padahal lebaran udah lewat.
Rehabilitasi: Gue nggak tau lagi deh sama tuh orang.
GaruKaichou: Sama. Apalagi dia beda pulau sama kita. Dia kan di wilayah Kalimantan berzona waktu WITA.
Rehabilitasi: Mending tungguin aja lha, paling juga nongol.
GaruKaichou: Ya sudah.
To Be Continue, bukan Trait Blink Combine (?)...
Aku sebenarnya tidak nyaman dengan bagian melahirkannya, tapi... Biarlah... -w-/
Review! :D
