Balas Review-nya skip dulu, aku capek dan agak sakit-sakitan. Tapi special chapter tetap sesuai janji... =_=/

Happy Reading! :D


Chapter 225: YouRoSeries


Pada suatu hari di sebuah chat...


Teiron: Van.

Teiron: Revan.

Teiron: Van Van.

Teiron: Woy, istrinya Red!

Revan: Lu mau apa?

Teiron: (screenshot Tweet-nya Luthias.)

Teiron: Baca aja tuh.

Revan: Maksudnya apaan tuh?

Teiron: Gue juga nggak ngerti, mending lu tanya sendiri sama orangnya langsung.


Itu saja intro-nya.


~Painter Problem~

Teiron sedang melukis dengan serius. Di atas meja terdapat dua gelas: gelas hijau untuk susu dan gelas coklat untuk air bekas.

Karena sedang serius dengan lukisannya, Teiron tidak sadar kalau dia menaruh kuas di gelas susu dan mengambil gelas berisi air bekas.

Ketika Teiron meminum air di gelas itu, dia langsung memuntahkannya seketika.


~Sixth Sense~

"Oh, Vania di dekat sini." ujar Jean.

"Bagaimana kau bisa tau?" tanya Mira penasaran.

"Aku punya 'Stevania sense'. Itu seperti indera keenam, tapi untuk Vania." jelas Jean dengan senyum tipis.


Note: Vania itu nama panggilan dari Jean untuk Steve yang diambil dari nama lengkapnya 'Stevania'.


~Es Krim~

"Kak Zen, aku punya es krim nih!" seru Ney yang membawa dua buah es krim batangan. "Mau yang mana? Strawberry atau pisang?"

"Dua-duanya boleh nggak?" tanya Zen.

"SATU AJA!" sembur Ney sewot.

"Iya iya, nggak usah marah gitu deh." balas Zen risih. "Hmm... Aku pilih yang strawberry aja deh."


"Jadi Kak Zen suka strawberry ya?" tanya Ney sambil membuka es krimnya.

"Nggak juga. Kebetulan warnanya merah." balas Zen yang memakan es krimnya.

Ney langsung bengong. "Hah?"

"Karena merah adalah warna darah! Darah merah!" seru Zen.

"Nggak jelas gitu." komentar Ney.


"Coba pikirkan. Membayangkan ini adalah darah yang didinginkan (darah asli kan nggak enak), lalu memakannya dengan bebas. Bukankah itu dapat membuatnya terasa lebih nikmat?"

"Nggak paham!"

"Coba kamu bayangkan yang nggak bisa dimakan, melalui es krim itu-" Zen tidak melanjutkan ucapannya dan memalingkan wajah dengan senyum gugup. "Maaf, hanya itu yang ada di pikiranku..."

Ney yang memakan es krimnya hanya kebingungan mendengar itu.


~Anti-Banana Cat Girl~

"Katanya kucing itu benci timun dan pisang." Frans menatap pisang yang dipegangnya dan mengalihkan pandangan ke arah Flore yang sedang pemanasan. "Baiklah... Mari kita buktikan."

Dia pun mendekatinya. "Hey, Flore."

"Hmm?" Gadis itu menengok.

"Coba cium ini deh." Frans menyodorkan pisang yang sudah dikupas kulitnya.

"Hiiisss!" Flore langsung mendesis setelah mencium pisang itu sesaat.

Frans pun mulai jahil dan mendekatkan pisang itu di wajah Flore. Gadis itu mulai tidak tahan dan langsung meninju wajah Frans karena kesal.


"Wow, mengagumkan." komentar Nigou datar saat melihat wajah Frans yang mendem ke dalam.


~High School Universe~

"Dari tadi angkot lama banget!" gerutu Salem yang tak sengaja melihat uang di tengah jalan. "Duit? Kalau dipikir-pikir... Ambil aja deh!"

Dia pun mengambil uang tersebut dan sebuah angkot melewatinya.

"Tuh kan!" Salem facepalm.


"Dari tadi angkotnya penuh mulu!" keluh Chilla.

Tiba-tiba sebuah mobil berhenti di depannya.

"Akhirnya dapet angkot juga!" seru anak itu senang.

'Tapi apa segampang ini?' batin Chilla bingung.

"Ini mobil ambulans dek." kata sopir mobil tersebut.

"EEEEEEEEEEEEEH?!" teriak gadis itu kaget.


"Baca ini nggak?" Tumma menunjukkan sebuah majalah pada Marin.

"Blekok lu!" Gadis itu menjitak Tumma.

Kemudian mereka berdua melihat sebuah ambulans lewat.

'Ambulans?'

Tiba-tiba ambulans itu berhenti.

'Berhenti di sini?'

Kemudian Chilla turun dari ambulans. "Makasih ya pak!"

'CHILLA! TOBAT, NAK! KAMU MAU MATI YA?!' pekik mereka berdua dalam hati.


"Sebentar lagi ulangan, belum belajar lagi!" gerutu Arie, tiba-tiba dia bertemu Zen. "Lu udah siap?"

"Udah dong!" balas Zen santai.

'Gawat! Ternyata dia udah siap!' batin Arie kaget.

"TARAAA~" Zen menunjukkan contekan di lubang hidungnya.

"Maksud gue belajar!" sembur Arie sewot.


"Anak-anak, sekarang kita ulangan." ujar Edgar sambil melihat majalah.

"Susah amat sih!" keluh Yubi. "Kayaknya kudu ngawasin temen nih!"

Yubi tak sengaja melihat Glinea yang sedang membaca komik secara sembunyi-sembunyi.

"Masih sempet aja lu baca komik!" bentak Yubi kesal.

"Heeh?" Glinea malah kaget.


"Ini punya siapa belum dinamain?" tanya Edgar sambil memegang sebuah kertas.

"Maaf pak, itu contekan saya!" Zen menukar kertas itu dengan kertas ulangannya.

"Lain kali hati-hati." nasihat Edgar.

"Iya pak!" balas Zen.

Edgar langsung menyadari sesuatu. "Tunggu dulu!"

"KECEPLOSAN!" pekik Zen panik.

'Yang bego siapa sih?' batin semua murid di kelas itu (kecuali Zen) sweatdrop.


"Tadi ulangannya gimana?" tanya Ilia.

"Lumayan." jawab Salem datar.


~Lift~

'Rencananya aku ingin mengunjungi Schwester yang sedang kerja, tapi...' Thundy memasang wajah suram karena...

'Kedua makhluk idiot itu terus saja mengikutiku!' Thundy facepalm dengan keberadaan Teiron dan Tumma di sebelahnya. 'Memangnya aku ini apa bagi mereka? Induk ayam?'

"Jadi kakak iparmu kerja di sini? Aku hanya penasaran karena aku baru tau kalau Izca itu seorang dokter." Tumma menggaruk kepala.

"Kau tau, rasanya sudah lama aku tidak ke sini..." celetuk Teiron. (Note: Chapter 'Tei-kun Overworking Staff'.)

Thundy menghela nafas pasrah. "Baiklah... Aku akan beritahu kalian satu hal. Izca biasanya kerja di lantai tiga, dan dia meminta kita untuk naik lift karena saat ini tangganya sedang dibersihkan."

"Naik lift ya..."

Thundy mulai curiga dengan nada bicara Tumma yang terdengar gugup. "Memangnya kau punya masalah dengan itu?"

Tumma memalingkan wajah. "Tidak..."


Mereka bertiga sampai di depan lift. Thundy menekan tombol dan setelah menunggu beberapa saat, pintu lift pun terbuka.

Tumma berusaha untuk tetap kalem, walaupun sebenarnya dia sedikit takut.


"Rasanya cepat juga naik lift." celetuk Teiron sambil menengok dan mendapati...

"Tum, kenapa wajahmu pucat begitu?"

"Hah? Ti-tidak! A-aku baik-baik saja!" jawab Tumma gugup.


Kemudian...

"A-anu... Aku mau ke toilet, sekalian lihat apa tangganya sudah bersih atau belum. Nanti aku ada urusan, jadi aku akan pulang duluan." Tumma buru-buru pergi.

"Ada apa dengannya?" tanya Izca bingung.

"Dia sudah seperti itu sejak kami naik lift tadi." jelas Thundy risih. "Aku jadi heran, dia itu punya phobia atau apa ya?"


~Traktir~

"Murah meriah pantatmu! Ayam sama es teh aja segini, yakin lu bisa bayar?" tanya Hikari yang memegang struk berisi daftar harga makanan yang mereka pesan.

"Iya nih. Udah gitu nggak bawa duit pula." balas Lucy cemas.

"Yakin dong! Gue baru aja gajian bulan ini. Tenang aja, gue yang traktir." Exoray mulai merogoh saku celananya, tapi...

'Eh anjir! Dompet gue mana?!' batin Exoray panik. "Eh iya, kayaknya gue lupa bawa dom-"

Ternyata Hikari dan Lucy sudah kabur dari situ.

"Sikampret..."


~Stimulation~

"Aku butuh... Lebih banyak stimulasi!" ujar Rina suatu hari.

"Rina, kalimatmu." balas Vivi risih.

"Aku bisa membantumu." timpal Wiona.

Rina melirik Wiona. "Oh?"

Vivi hanya facepalm.

"Mari lihat apa yang kubawa." Wiona memeriksa tas yang dibawanya.

"Heeeh? Sekarang juga?!" pekik Vivi kaget.

Wiona mengeluarkan sebuah buku. "Apa teka-teki membuatmu khawatir, Vivi?"

"Apa yang kau bicarakan?" tanya Rina bingung.

Vivi hanya terdiam dengan wajah suram.


Bonus:

Biasanya wajah datar Vincent menandakan hari yang baik bagi dua squad.

"Pagi!" sapa Teiron ceria. 'Kelihatannya dia sedang dalam mood yang baik hari ini.'

'Semuanya akan baik-baik saja.'

'Hari ini hari yang baik.'

'Hari ini hari yang baik, kan?'

'Ini hari yang baik.'

Yah, begitulah komentar sebagian orang di sana.


Tapi di hari yang lain, senyuman Vincent adalah bencana.

Karena ternyata...

"ANIIKIIIII!" pekik Luthias panik ketika melihat Mathias dipojokkan Vincent yang mengeluarkan aura pembunuh.

"Kita punya hari yang buruk!" seru Desmand.

"We're fucked up!"

Semua orang di sana menggunakan segala cara untuk kabur karena tidak mau jadi korban amukan Vincent. Ada yang berlari secepat kilat, ada yang terbang, ada yang teleport (khusus tipe mage), bahkan ada yang pakai portal (ini khusus Eris).


To Be Continue, bukan Tablet Book Campus (?)...


Aku tak mau tau lagi dengan semua ini... =w=/

Review! :D