Balas Review! :D
RosyMiranto18: Ya sudah. =_=
Glinea: "Begitulah."
Bagian dompet ketinggalan sampai beli powerbank itu referensinya dari lagu 'Super Turkish March Owata' Gakupo (walaupun beda dikit sih).
Zen: "Warna mataku masih abu-abu, oke?"
Giro: "Aku juga nggak tau."
Thundy: "Aku nggak tau apa yang bocah itu (Teiron) mau pesan..." -_-'
Thanks for Review.
Happy Reading! :D
Chapter 230: AlteReaper
"Hee? Autocorrect?"
Steve mengangguk. "Iya, autocorrect. Kalau tau T9 pasti ngerti cara kerjanya."
Jean hanya manggut-manggut saat memperhatikan benda hitam batangan yang diketahui adalah Iphone.
"Vania pake autocorrect juga?" tanya Jean.
"Nggak, suka nyebelin soalnya." jawab gadis di sebelahnya. "Mau ngetik kata apaan, yang keluar malah kata yang lain. Kan nyebelin jadinya."
"Kelihatannya nggak segitunya deh..." komentar Jean yang masih memperhatikan layar Iphone di tangannya.
"Yang biasa pake T9 beda lha ya..." sindir Steve sambil memutar mata. "Percaya deh, dijamin langsung nyesel kalau pake autocorrect!"
"Vania nyumpahin ya?"
Steve pun langsung dicubit berkali-kali oleh Jean.
Itu saja intro-nya.
Seseorang dengan baju bertudung serba putih dan memakai topeng sedang memperhatikan sesuatu dari pohon yang tinggi.
Dia melepaskan topengnya dan terlihat wajah familiar dengan mata merah ruby.
Di dalam markas...
"Yakin nih nggak apa-apa jalan sendirian, Kak?"
Naya tertawa kecil mendengar pertanyaan adiknya. "Kenapa tidak? Kakak bisa jaga diri kok."
Salem memutar mata. "Tapi kan bahaya, belakangan ini banyak kejahatan lho."
Naya tertawa lagi, tapi tiba-tiba dia menutup mulut.
"Kak? Kakak baik-baik?" tanya Salem sedikit khawatir.
Naya menggeleng. "Hanya sedikit mual."
Kemudian dia muntah ke bawah dan mengenai sepatu Salem.
"Maaf..."
Salem memegangi pundak kakaknya. "Sebaiknya Kakak perlu ke dokter, aku takut ini masalah serius."
"Aku bisa memanggilnya jika kau mau." timpal Thundy yang muncul entah dari mana.
Salem menengok dengan wajah skeptis. "Emang lu punya kenalan dokter?"
"Kakaknya Emy menikah dengan seorang dokter, dia bisa membantu kok." Thundy menekan nomor untuk menghubungi orang yang dimaksud.
Kemudian...
"Hmm..." Izca berpikir sejenak. "Aku ingin bertanya satu hal. Kapan terakhir kali kamu menstruasi?"
Naya mencoba mengingat-ingat. "Sebulan lalu?"
"Ah, sudah kuduga." Izca tersenyum. "Ini tidak serius. Kamu hanya mengalami gejala 'Morning Sickness'."
"Jangan bilang kalau Naya hamil, iya kan?" tanya Edgar yang muncul entah sejak kapan.
Izca mengangguk. "Selamat ya."
"Sudah berapa umur kandungannya?" tanya Salem.
"Kalau tidak salah sih baru seminggu."
Setelah itu...
Edgar masuk kamar dan menutup pintu, kemudian merebahkan diri di atas kasur.
"Mau punya anak ya?"
Mata ruby itu menatap langit-langit kamar dan melihat sesosok 'White Reaper' yang melayang di atasnya.
"Begitulah..."
Sang 'White Reaper' memiringkan kepala. "Apa ada yang membebanimu, Edgie?"
Edgar menghela nafas. "Aku tidak bisa menjelaskannya..."
"Sudah tiga tahun aku di tubuhmu dan kau masih saja tidak mau jujur."
"Siapa juga yang mau jujur pada roh White Reaper yang mendiami tubuhku sebagai kepribadian kedua?"
'White Reaper' hanya tertawa. "Maaf ya, itu bukan sepenuhnya salahku."
Edgar kembali menghela nafas. "Hey..."
"Hm?"
"Jika aku membantu menemukan kembali identitasmu yang sebenarnya, kau berjanji akan keluar dari tubuhku kan?"
'White Reaper' mengangguk. "Ya. Kita sudah menyepakatinya dulu."
"Sebaiknya kau tepati janjimu, atau aku akan memanggil seorang Exorcist untuk mengeluarkanmu secara paksa."
"Baik baik."
'White Reaper' pun menghilang dari pandangan Edgar.
Di kediaman Chairone, Teiron sedang memakan kue kesukaannya di dekat Flore yang menonton acara Super Sentai tentang 'Kaitou dan Keisatsu'. (Silakan cari sendiri acara apa yang dimaksud.)
"Papa." panggil Flore.
Teiron melirik anak itu sesaat. "Ada apa?"
"Jangan kebanyakan makan. Kalau perutnya menggembung, nanti bisa meledak ditabrak burung pelatuk lho."
Webek webek...
Teiron langsung bengong sesaat, sebelum akhirnya dia melihat TV yang menayangkan episode dimana ada salah satu anggota 'Kaitou' yang khawatir kalau temannya terlalu banyak makan di sebuah restoran sampai membuat perutnya menggembung dan meledak setelah ditabrak burung pelatuk nyasar.
Teiron pun langsung tepuk jidat setelah menyadari maksud Flore.
"Flore, besok malam kau tidak boleh nonton TV."
"Heeeh? Kenapa?"
Molf sedang berkunjung ke markas.
"Eh, ada Molf. Ada apaan nih? Tumben ke sini." tanya Yubi kepo.
"Sebenarnya aku ke sini bukan hanya untuk berkunjung..." balas Molf datar.
"Terus mau ngapain?" tanya Hibatur yang muncul tiba-tiba.
"Aku ada urusan dengan Zen."
Zen yang merasa terpanggil langsung blushing. "U-urusan apa?"
"Eciieeee~ Mau ngapain tuh?" tanya Alpha iseng.
"Aku mau bilang... Ah, aku jadi tidak enak..." Molf menggaruk rambutnya karena bingung.
"Ayo, bilang saja!" usul Saphire agak memaksa.
"Sebenarnya... Aku..." Molf mulai gugup karena direkam Alpha dengan handycam.
"Mo-Molf, jangan dilanjutin! I-iya, gue ngerti... Gu-gue juga suka sama lu! Jadi, ja-jangan dilanjutin!" potong Zen terbata-bata, dia pun langsung membentak orang-orang di dekatnya. "ALPHA, MATIIN TUH HANDYCAM! LU SEMUA JUGA, KONFETI ITU BUAT APAAN?! HEH DUREN BUSUK (baca: Saphire), NGAPAIN LU CENGAR-CENGIR BEGITU?!"
Webek, webek...
"Aku hanya mau bilang... Kembalikan bra milik Glinea yang tadi pagi kau ambil dari jemuran di rumah Arie..."
Perkataan Molf barusan sukses membuat semua orang langsung terdiam seketika (terutama Zen).
"Thias, gue laper nih!" keluh Mundo ketika menghampiri Mathias yang sedang melakukan sesuatu di kamarnya. "Lu ada makanan nggak?"
"Abis, tadi gue cuma makan kerupuk sisa kemaren." balas Mathias.
"Yaaah... Kalau minuman?"
"Ada sih jus."
"Oh iya? Jus apaan?"
"Jus-tru itu gue juga haus."
"Kampret!" umpat Mundo kesal. "Lu lagi ngapain sih?"
"Lagi joget tarian bangga jadi Viking."
"..." Mundo pun langsung speechless mendengarnya.
"Baiklah! Mumpung masih ada sisa nasi, chef Mathias bakalan masakin sesuatu buat lu!"
"Wiiih, asik! Makasih, Thias!"
Beberapa saat kemudian...
"Chef Mathias mempersembahkan: 'Nasi Mentega'!" Sang Danish memperlihatkan makanan yang sudah disiapkannya. "Makanan alternatif di saat hanya ada sisa nasi, mentega, dan garam."
"Kayaknya enak nih, gue makan ya!"
"Dijamin enak."
Ketika Mundo memakannya...
Hap! Glek!
Wajahnya langsung pucat.
"Ini nasi mentega atau nasi diracunin?! Hoek! Lu mau bunuh gue ya?!" sembur Mundo sambil mengejar Mathias.
"Walah, perasaan cuma pake mentega doang!"
Mathias tidak tau kalau ternyata 'mentega' yang dipakainya adalah sabun colek.
Salem selalu menjadi objek nista teman-temannya.
Sungguh, dia salah apa?
Seingatnya dia selalu bertutur kata sopan serta menuruti semua perintah dan menjauhi semua larangan Yang Maha Kuasa. Dia juga selalu menghabiskan sarapannya, termasuk masakan gosong buatan Chilla yang hampir setiap hari selalu membuatnya berakhir di toilet.
Lalu dia salah dimana? Kenapa harus dia yang selalu dinistakan?
Seperti saat ini, Salem kembali bermuram durja di pojokan sambil meratapi nasibnya yang penuh kepedihan.
"Lu kenapa?" tanya Rendy yang merupakan teman baiknya.
"Menyesali nasib..."
Rendy mengerutkan kening. "Nasib? Emang lu abis diapain lagi?"
Salem menoleh dengan mata berkaca-kaca dan hampir menangis. "Ethan pake namaku di chat, katanya aku yang kemaren bikin Cullen batalin kencannya dengan Elwa."
Rendy hanya terdiam karena bingung. "Lalu apa masalahnya?"
"Sebentar lagi Elwa akan membunuhku."
Rendy langsung kicep, apalagi ketika melihat siluet seorang gadis berambut twintail yang berjalan menuju perpustakaan markas dengan membawa obor di tangannya.
Rendy memperhatikan Salem dengan prihatin. "Sabar ya..."
Salem memasang wajah horror.
Kemudian terdengar suara teriakan dan umpatan dari penjuru markas.
Poor Salem. Semoga kau diterima di sisi-Nya.
Sementara si biang kerok, Ethan, sedang terkikik nista di luar markas saat mengamati kejadian dramatis tersebut.
Ya Tuhan, aku mohon! Masukkanlah Ethan ke dalam neraka yang paling bawah, siksalah dia dengan azab-Mu yang paling mengerikan! (Salem)
Ketua squad baru pulang ke markas dengan wajah sebal.
"Sudah pulang, Kaichou? Bagaimana hasil buruanmu di event AIDS Day?" tanya Luthias yang menyambut gadis itu di depan gerbang.
"Nggak terlalu bagus." balas Girl-chan datar. "Dapet Dimension Fragment tiga kali, Pink Medical Costume dua kali, Green Medical Costume satu kali. Pengennya sih dapet R-Medic buat nambah jumlah anggota, tapi hokiku cuma nyangkut di kostum doang."
"Be-begitu ya..." Luthias hanya tersenyum miris. "Sudahlah, sebaiknya kau makan dulu. Kau pasti lapar setelah menyelesaikan event itu."
Gadis itu menghela nafas. "Makasih."
Mereka berdua pun masuk ke dalam markas.
Kita kembali ke Edgar.
Sekarang ini dia sedang berada di gudang rumahnya untuk mencari sesuatu yang bisa memberinya petunjuk tentang asal usul 'White Reaper'.
"Baiklah..." Edgar mengambil beberapa buku tua di antara tumpukan kardus dan menaruhnya di atas meja, kemudian dia mengambil salah satu buku dan membersihkan debu yang menempel.
"Menemukan sesuatu yang menarik?" tanya 'White Reaper' yang muncul tiba-tiba.
"Hanya buku tua tentang leluhur." Edgar membuka buku itu dan membaca info di dalamnya.
"Hmm..." Edgar mengusap dagu selagi membaca selembar demi selembar, kemudian dia menemukan sesuatu yang mengejutkan.
"Estrelot 'Asterion' Lammermoor." Edgar meraba foto seseorang yang mirip dengannya. "Orang yang menghindari tradisi keluarga dengan caranya sendiri. Sangat mirip denganku."
"Ah!" 'White Reaper' tersentak sesaat.
"Ada apa?" tanya Edgar.
"Aku mulai mengingat sesuatu." 'White Reaper' memegangi topeng di wajahnya. "Ada ramalan yang mengatakan bahwa akan ada keturunan Lammermoor yang mewarisi jiwa Asterion."
"Lalu?"
"Sekarang aku tau siapa orang itu." 'White Reaper' membuka topeng untuk memperlihatkan wajah aslinya.
Edgar langsung terbelalak. "Jadi..."
"Ya. Tidak heran kenapa aku merasa kita sangat mirip, Edgie- Ah, bukan. Edgar Razorfall Lammermoor." Asterion tersenyum, manik hijau emerald-nya berhadapan dengan manik merah ruby Edgar. "Kita sama-sama menghindari tradisi keluarga, tapi takdir membuat kita kembali menjalani tradisi."
Edgar hanya menghela nafas. "Kau tau, selama tiga tahun ini, aku merasa seperti berhadapan dengan diri sendiri. Ini benar-benar mengejutkan."
"Ya." Asterion mengangguk. "Hey, taukah kau kalau ramalan itu terjadi dua kali setiap seratus tahun?"
Edgar mengangkat alis. "Apa maksudmu?"
"Ada kemungkinan ayah dan anak bisa mewarisi jiwa leluhur yang sama." Asterion menepuk pundak Edgar. "Aku tidak sabar untuk menunggu seperti apa anakmu nanti."
Edgar menghela nafas lagi, kemudian dia teringat sesuatu. "Aku harus pergi, ada yang perlu kuurus."
"Baiklah, sampai jumpa." Asterion melambaikan tangan ketika Edgar beranjak pergi. Kemudian dia menatap buku yang ditinggalkan Edgar dan tersenyum. "Aku rasa aku akan tetap bersamanya sampai anaknya tumbuh dewasa."
Bonus:
Di malam yang begitu sunyi, terlihat Jean yang memalingkan wajah sambil melipat tangan dan Steve yang berbaring dengan kepala di atas pangkuan pemuda itu sambil mengutak-atik Iphone milik Jean (disertai cekikikan kecil).
"Nih, udah selesai." Steve menyerahkan benda itu pada Jean. "Lagian, kok bisa sih nyasar ke tangan mereka?"
"Tau, PIN Iphone juga nggak kukasih tau-tau bisa lolos." balas Jean ketus sambil manyun.
"Tapi yang bener aja kamus autocorrect kamu diganti kayak gitu sama mereka..." Steve tertawa tanpa suara dan Jean langsung mencubit hidungnya karena kesal. "Sakit, aduh!"
"Salah sendiri ikut-ikutan ngetawain! Dateng-dateng langsung ketawa kayak gitu!" gerutu Jean kesal.
Gadis itu hanya memijit batang hidungnya yang dicubit, sementara Jean mengutuk orang yang telah mempermalukannya di depan *uhuk.*kekasihnya*uhuk.* lewat SMS.
"Ciieee~ SMS-an mulu sama pacar~"
Jean langsung menjitak kepala Glinea yang hanya terkikik setelah menggodanya.
"Dibilangin jangan gangguin dia, nanti pacarnya marah lho." nasihat Yubi sambil melirik Jean yang berada di sampingnya. "Jean, hape android-nya kemana? Dijual?"
"Nggak, masih dipake kok." balas Jean yang masih berkutat dengan Iphone-nya.
"Yaaah~ Kirain dijual..." timpal Glinea. "Setidaknya aku bisa dapet tuh android, kan lumayan."
"Itu sih maumu doang, Glinie." sindir Tumma dari kejauhan sambil membaca majalah.
Glinea hanya memutar mata.
Saat ini mereka sedang berada di perpustakaan markas.
"Ngomong-ngomong, siapa yang ngasih Iphone-nya?" tanya Yubi.
Jean langsung mengalihkan perhatian dari Iphone hitamnya. "Dikasih Vania."
Para pendengarnya hanya manggut-manggut dengan wajah datar.
"Mira, kamu lagi nelpon siapa?" tanya Edward pada Mira yang sedang menelepon dengan smartphone sambil menempelkan telunjuk di depan bibir.
"Iya, iya. Hah? Apa? Nyasar? Masa bisa nyasar sih?!"
"Siapa yang nyasar?" tanya Tumma tiba-tiba sambil melirik Yubi yang hanya mengangkat bahu.
"Iya, iya, entar kami jemput deh. Iya, iya, dadah." Mira menutup panggilan. "Itu, masa si Rina sama Chilla bisa nyasar? Padahal mereka berdua sering jalan-jalan, kan aneh."
Jean hanya menggelengkan kepala. "Payah."
Mungkin dia teringat Steve yang buta arah. *ditebas Jean.*
Jean berdiri dari tempatnya duduk dan meninggalkan Iphone-nya (yang kebetulan masih menampilkan percakapannya dengan Steve via SMS). "Kak Yubi, temenin kami jemput Kak Rina sama Chilla yuk."
Yubi langsung mengangguk, kemudian dia mengikuti Jean, Edward, dan Mira yang beranjak keluar.
Setelah keempat orang itu keluar, diam-diam Glinea mengambil Iphone Jean yang berada di atas meja dan membaca percakapan yang ada.
"Haaah, dasar kasmaran..." komentar Glinea. "Ternyata sepupunya Tum-Tum bisa dapet pacar juga ya."
"Bilang aja situ pengen punya pacar baru." sindir Tumma datar sambil melepas kacamatanya.
Glinea memutar mata lagi, dia mengutak-atik Iphone hitam itu dan menemukan sesuatu. "Eh, dia pake autocorrect?"
Tumma nyempil di sebelah Glinea untuk melihat hal yang sama.
"Ngomong-ngomong soal autocorrect, aku punya ide seru nih."
Tumma membisikkan sesuatu pada Glinea dan Glinea balas berbisik pada Tumma, kemudian mereka berdua cekikikan nista.
Entah apa yang akan mereka perbuat pada Iphone malang tersebut...
Mau jemput jam berapa nih?
Steve memperhatikan layar Iphone-nya yang menampilkan percakapannya dengan *uhuk.*kekasihnya*uhuk.* beserta pesan yang baru saja dia kirim.
Saat ini dia sedang berada di restoran dekat terminal bus. Steve memang berencana untuk berkunjung (atau tepatnya menginap) di tempat Jean dan dia baru saja tiba, jadi Steve meminta Jean untuk menjemputnya.
Dia meletakkan Iphone-nya di samping, lalu memperhatikan jam dinding yang berada di dinding ruangan. Mungkin dia bisa menunggu beberapa menit lagi.
Ketika Steve sedang menikmati minumannya, tiba-tiba Iphone-nya berbunyi menandakan munculnya sebuah notifikasi. Notifikasi SMS dari Jean rupanya.
Steve membuka notif itu dan muncullah tampilan SMS dari Jean...
Yang entah kenapa sukses membuat gadis itu tersedak minumannya.
Poyo Poyo Poyo, Poyo Poyo Poyo Poyo Poyo, Poyo?
'SMS apaan ini?' batin Steve speechless.
Jean, kamu nggak apa-apa?
Dan pesannya untuk pemuda itu telah terkirim secepat kilat.
Dia tak habis pikir. Padahal tadi siang isi pesan yang dikirim Jean masih terlihat begitu normal, tapi kenapa sekarang...
Malah jadi amburadul begini?
Poyo?
"Lho, kok jawabnya begini lagi?" gumam Steve bertanya-tanya.
Belum sempat dia membalas pesan dari kekasihnya, muncul lagi beberapa notifikasi pesan dari Jean.
Vania, Poyo Poyo Poyo Poyo?
Vania, Poyo Poyo?!
Vania Poyo Poyo!
VANIA Poyo Poyo?!
Bukannya merespon pesan-pesan yang dikirim Jean, Steve malah berusaha menahan tawa agar tidak keluar dan membuatnya menjadi pusat perhatian.
Bayangkan saja, kekasihmu mengirimkan pesan yang isinya hanya satu kata yang berulang-ulang, dan satu kata itu sukses membuatmu ingin tertawa seperti idiot.
Pasti susah banget buat nahan tawa.
VANIA T-O-L-O-N-G-I-N D-O-N-G!
VANIA I-N-I K-E-N-A-P-A?!
Gadis berambut coklat tua berantakan itu sedang bertanya-tanya, bagaimana caranya Jean bisa mengirim pesan berisi satu kata yang berulang padanya, berkali-kali pula.
Setelah beranjak pergi dari restoran dan menumpang taksi yang siap membawanya menuju tempat kekasihnya (dan jangan lupakan kalau dia masih menahan tawa), Steve membalas pesan-pesan itu.
Ya ampun! Jean, please...
Pada akhirnya Steve langsung tertawa saat itu juga, sampai dia membuat sang supir taksi yang ditumpanginya melirik dari kaca yang mengarah ke belakang dengan tatapan 'anak ini kenapa tertawa sendiri'.
Saat ini Steve sudah memperbaiki masalah pada Iphone (yang ternyata hampir seluruh kata pada kamus autocorrect di Iphone Jean diganti dengan kata 'Poyo'), jadi pemuda itu tidak perlu khawatir lagi.
"Makanya, dibilangin nggak usah pake autocorrect. Ngeyel sih." nasihat Steve.
Jean hanya menghela nafas. "Kukira pake autocorrect nggak kayak T9, nggak ada kamusnya gitu. Tapi makasih ya Vania, kamus autocorrect-nya udah dibetulin..."
"Aku gagal paham deh." ujar Steve. "Kayaknya yang mulai itu Sepupu Tumma dan temannya cuma ngasih ide doang."
Sementara itu, kedua pelaku yang sedang tidur di tempat masing-masing langsung bersin seketika.
"Salahku juga sih, Iphone-nya kutinggalin..." gumam Jean. "Aku kapok deh pake autocorrect."
Steve langsung tersenyum penuh arti, mungkin dia berhasil menghasut Jean agar tidak menggunakan autocorrect nan sesat itu.
To Be Continue, bukan Termite Bug Caterpillar (?)...
Well, jangan tanya deh... -w-/
Review! :D
