Balas Review! :D
Hiba: Suka-suka lu. Ini udah lanjut. -w-/
RosyMiranto18: Ya ya... -_-a
Thundy: "Cuma siram doang."
Maurice: "Makam orangtuaku dan Bibi Aria." (Aria = Istri dari Paman Grayson)
Teiron: "Aku lupa berapa luasnya, tapi rumahku tak bertingkat."
Zen: "Hanya mantan."
Alexia: "Aku tidak mau membayangkannya..." =_=
Thanks for Review.
Happy Reading! :D
Chapter 236: PregnanTime
Ini adalah serangkaian hal yang terjadi pada saat-saat kehamilan Naya.
"Jadi, kapan kalian akan mulai melakukan 'itu' atau 'itu' dan segera menjadi orang tua?"
Edgar hampir menodai tuxedo putihnya dengan anggur merah setelah mendengar pertanyaan kurang ajar dari orang itu, tepat pada malam setelah pernikahannya.
"Kumohon... Aku ingin kau menemaniku sampai akhir..."
Perkataan Naya tadi membuyarkan flashback Edgar barusan.
"Oh ayolah, Naya. Ini hanya pemeriksaan rutin, jangan bertingkah seolah kau akan mati besok."
Naya pun meletakkan kepala di pundak Edgar selagi menunggu namanya dipanggil oleh perawat dari dalam ruang perawatan.
"Salad goreng?"
"Chilla hanya mencoba kreatif dengan buah yang ada."
"Bagaimana kalau kamu mencoba membuat manisan? Atau mungkin rujak?"
"Baiklah! Chilla akan usahakan! Mungkin Chilla akan minta Salem membeli buku resep lagi!"
Edgar langsung bergidik ngeri ketika melihat istrinya memakan masakan Chilla selagi dia dan gadis itu mengobrol seolah tidak ada masalah. Dia takut untuk mengira-ngira seperti apa anaknya nanti.
Beberapa bulan kemudian...
"Aduh!"
"Kenapa Kak?" (Salem)
"Entahlah, perutku mendadak terasa sakit..." (Naya)
"Apa kau salah makan?" (Edgar)
"Mana mungkin?!" (Salem)
"Keracunan makanan Chilla?" (Edgar)
"What the-" (Salem)
"Atau kau perlu ke kamar mandi?" (Edgar)
"Umm, mungkin... Akan kucoba..." (Naya)
Rupanya ketiga orang itu masih sangat naif. Mereka bahkan tidak tau kalau nyeri di perut Naya barusan disebabkan oleh tendangan dari sang calon buah hati.
"A-apa yang kau lakukan, Salem? Tolong bangunlah."
"Tidak mau!"
"Salem..."
"Tidak! Biarkan aku mengklaim paha ini sebentar, sebelum anakmu menguasainya!"
Haruskah Naya berdiri dan membiarkan adiknya jatuh dari sofa, atau menurut dan membiarkan Salem 'menjajah' pangkuannya untuk sementara?
"Perempuan!"
"Laki-laki!"
"Tapi perempuan lebih baik!"
"Laki-laki saja! Aku mau punya adik laki-laki!"
"Ya ampun, Edward! Aku sedang tidak butuh makhluk homoseks lainnya di dunia ini!"
"Kak Edgar mau anaknya jadi fujoshi ya?"
"..."
Edgar hanya bisa terdiam setelah menyadari betapa nistanya dunia ini beserta seluruh penghuninya yang sedikit 'abnormal'.
"Kenapa kau tidak mau makan?"
"Tidak nafsu."
"Naya, kau tau sendiri kan kalau kau dan anak di perutmu itu perlu banyak nutrisi, apalagi dalam masa-masa seperti ini."
"Aku tau."
"Ya dimakan lha!"
"Aku tidak mau makan itu."
"Hah? Bukannya tadi kau sendiri yang minta kentang goreng?"
"Aku tidak mau kentang sekarang. Umm, Tuan Edgar. Sepertinya sekarang aku ngidam... Buah Naga."
Haruskah Edgar mengutuk Dewi Fortuna yang telah membuatnya berkeliling kota pada tengah malam hanya untuk mencari 'buah aneh' berwarna ungu itu?
Arta sedang berada di depan rumah Edgar karena mereka berdua akan melakukan misi.
"Hey, kau kurang tidur atau apa? Kantung matamu hitam tuh." Arta melihat sesuatu di bawah mata Edgar ketika dia baru keluar rumah.
Pria pirang itu menghela nafas panjang. "Capek disuruh Naya kemana-mana, belum lagi dia minta yang nggak-nggak. Kalau mintanya siang sih masih mending, ini mah kadang tengah malam!"
Edgar tersenyum tipis. "Namanya juga orang hamil. Walaupun agak merepotkan, tapi mau gimana lagi."
"Enaknya yang mau punya anak. Lha aku? Masih belum boleh punya anak sama Kakek." keluh Arta curhat. "Oh iya, entar bareng dong. Duitku abis buat naik bus."
Edgar hanya angkat bahu. "Terserah."
Mereka berdua pun naik mobilnya Edgar.
"Arta, kau harus ingat satu hal. Ketika istrimu hamil nanti, jangan pernah membantah apapun yang dia katakan. Mood swing dan ngidam adalah salah satu dari sekian hal mengerikan yang pernah kualami. Percayalah, kau harus punya mental yang kuat." nasihat Edgar selagi menyetir.
"Hmm..."
"Meskipun istrimu minta yang aneh-aneh, turuti saja. Melihat istri marah itu lebih menyeramkan dari apapun."
"Oke."
"Kau harus selalu memanjakannya. Jika tidak, dia akan merajuk macam-macam."
"Baik, baik."
"Pokoknya, selalu berlaku baik."
"Oke, aku paham. Ngomong-ngomong, apa yang akan terjadi jika Naya mendengar ini?"
Edgar menengok ke samping dan mendapati Arta sedang memegang ponsel dengan aplikasi perekam suara yang aktif.
"Sepertinya aku harus menurunkanmu." Edgar langsung meningkatkan laju mobilnya.
Arta kaget dan memegang erat sabuk pengamannya. "Huwaa! Ampun ampun! Kau gila mau menurunkanku di tengah jalan raya seramai itu?!"
Setidaknya Edgar bersyukur rumahnya berada tidak jauh dari jalan raya, jadi kalau hal seperti ini terjadi lagi, dia hanya tinggal menurunkan penumpang yang bermasalah.
To Be Continue, bukan Tiny Baby Cloth (?)...
Udah, itu aja.
Review! :D
