Balas Review! :D

RosyMiranto18: Well, maksudnya itu 'Brobrowing', plesetan dari 'Borrowing'. (Ya maaf kalau aneh.)

Arta: "Aku tidak berani membicarakan itu dengan Kakek."

Ilia: "Blueberry dan Vanila." :p

Tidak, minuman itu dinamakan 'Grasshopper' karena warnanya hijau. Penjelasan lengkapnya cari saja di Wikipedia.

Elwa: "Ice Mage squad sebelah itu Frost, dan nama lengkapku itu Elwania."

Thanks for Review.

Hiba: Terserah... Ini udah lanjut... -w-/

Happy Reading! :D


Chapter 244: Ti(red)g(loomy)er


"Berita hari ini didominasi kasus penimbunan masker dan virus."

Teiron hanya menghela nafas panjang, dia pun mematikan TV dan memeriksa handphone. Rupanya ada chat yang baru masuk.


Kaichou: Tei-Tei!

Kaichou: (screenshot info event.)

Kaichou: Event Monthly baru!


Teiron menghela nafas lagi.


Teiron: Lu chat gue cuma buat ngasih tau itu doang?

Teiron: Jangan katakan kalau aku yang harus selesaikan semuanya!

Kaichou: Kalau kau mau, aku akan mengurus setengahnya.

Teiron: Aku berharap kau benar-benar melakukannya.

Teiron: Aku tidak mau mengurus yang berat-berat.

Kaichou: Sudah kuatur.

Kaichou: (foto buku catatan yang dipenuhi tulisan.)

Kaichou: Itu cukup enteng kan?

Teiron: Terserah...


Teiron mematikan handphone-nya dan berjalan keluar rumah.


Ketika berniat ingin pergi jalan-jalan, dia melihat adiknya sedang murung di teras.

"Ada apa?"

Teira menghela nafas pelan. "Tadi Ibu nitip uang arisan padaku, tapi aku malah kasih ke orang yang salah. Aku tidak berani mengatakannya, bagaimana ya?"

Teiron mengerutkan kening. "Kenapa tidak berani?"

"Teiron-nii kan tau sendiri Ibu tuh kayak gimana kalau kita salah. Kita kadang suka diomelin, kalau nggak diomelin paling banter diketawain doang." Teira menopang dagu. "Abisnya aku bingung sih. Soalnya nggak begitu kenal sama orang yang mau ambil uangnya, jadinya malah kasih ke orang yang minta sumbangan."

"Sudahlah, jadikan saja itu pembelajaran." Teiron menepuk kepala adiknya dan berjalan pergi dari rumah.

Ini hanya intro, oke?


"Kau selama ini tinggal di laut dan pantai?" tanya Nigou pada seorang pemuda kucing bernama Ata.

"Iya, aku tinggal di kota baru-baru ini." Ata melihat Flore yang mengintip bekalnya dari tadi. "Kau mau?"

"Ikan milikmu besar ya, itu ikan apa? Kok kayak ada paruhnya?" tanya Flore penasaran.

"Ini ikan Kakaktua, aku yang tangkap sendiri. Kau mau coba?"

Flore mengangguk. Ata langsung memberikan satu ekor ikan Kakaktua pada Flore, bahkan ukuran ikannya melebihi ukuran kotak bekal Flore.

"Woah, besarnya! Makasih Ata!"

"Hehehe!"


Tanpa anak-anak itu sadari, ada seseorang yang cemburu melihat mereka.

Dan itu menjadi awal dari sebuah tragedi...


Tigwild masih frustasi setelah melihat gadis yang dia sukai lebih dekat dengan orang lain yang notabene anak baru.

Tidak hanya itu saja, dia juga kerap menjadi korban bullying di kelasnya.

Kedua hal itu sudah cukup membuatnya tertekan.

Sekarang Tigwild sedang duduk di pinggir atap sekolah, merenungi nasib buruk yang terjadi padanya.


Luthias yang sedang jalan-jalan malam melihat seseorang yang dikenalinya membawa banyak barang di tengah jalanan sepi.

"Savanah?" Luthias menghampirinya. "Apa yang terjadi?"

Savanah menghela nafas. "Ada kebakaran hutan di dekat rumah, jadi aku memilih mengungsikan barang-barang berharga sebelum rumah ikut terbakar. Aku tidak tau dimana kami akan tinggal nanti, apalagi Tigwild masih belum pulang sejak tadi siang."

Luthias merasa prihatin dan mengusap punggung Savanah. "Kalian bisa tinggal di markas kami, masih ada tempat untuk kalian. Dan soal Tigwild, kita bisa mencarinya nanti."

"Biar aku bantu bawakan barangmu." Luthias mengambil salah satu barang milik Savanah.

Savanah tersenyum tipis. "Terima kasih."


Keesokan harinya, terdengar berita buruk di sekolah.

"Jadi teman kalian dari kelas sebelah, Tigwild Leondary, melompat dari atap sekolah dan mengalami pendarahan di kepala."

Seisi kelas mulai bisik-bisik setelah mendengar itu.

'Apa mungkin karena dia melihat Flore bersama Ata?' batin Ney penasaran. 'Atau karena hal lain?'

"Sekarang dia sedang dirawat di rumah sakit dan dalam kondisi kritis, pihak sekolah masih menyelidiki penyebab anak itu melakukan bunuh diri."


Anak-anak itu berencana menjenguk Tigwild sepulang sekolah.

"Paman Luthias akan menjemputku nanti." Flore menggaruk pipi. "Aku tidak yakin apa kita perlu memberitahunya, apalagi dia dekat dengan ibunya Tigwild."

"Beritahu saja, itu kan salahmu dan Ata." usul Ney datar.

Mereka semua langsung terkejut mendengar itu.

"Apa maksudmu, Ney?" tanya Ata.

Ney memegangi wajahnya. "Tigwild menyukai Flore sejak lama. Dia sudah terluka karena Flore menolaknya, dan melihat Flore bersama Ata membuatnya sakit hati."

Suasana pun hening.

"Jujur saja, aku mungkin juga akan terluka jika Nigou menyukai orang lain..." gumam Arthur pelan.

Flore mulai merasa bersalah. "Begitu ya..."

"Di situ rupanya." Luthias menghampiri anak-anak itu. "Apa kalian melihat Tigwild?"

"Dia masuk rumah sakit karena bunuh diri." jelas Flore.

Luthias langsung terkejut. "Ini tidak bagus."

"Ada apa, Paman?" tanya Flore.

"Rumah mereka kemarin hangus karena kebakaran hutan, aku takut Savanah akan shock jika dia mengetahui apa yang terjadi pada anaknya." jelas Luthias khawatir. "Dimana dia dirawat?"


Anak itu terbangun di sebuah padang rumput yang dialiri sungai. Dia mulai berdiri dan berjalan menyelusuri sungai, sampai akhirnya dia melihat seekor harimau besar yang membelakanginya dari kejauhan.

Dia memutuskan untuk mundur agar tidak ketahuan, tapi kakinya menginjak sebuah ranting dan suara patah dari ranting yang diinjak membuat harimau tadi menengok.

Anak itu tidak bergerak ketika sang harimau mendekatinya. Tapi entah kenapa, aura dari harimau itu membuat rasa takutnya mereda.

'Apa kita pernah bertemu?'

Pertanyaan yang terkesan aneh untuk ditanyakan oleh seseorang yang bertemu hewan liar.

Anak itu merasakan sesuatu yang aneh dari harimau itu, seolah-olah dia adalah seseorang yang sangat dekat dengannya, seperti sosok orangtua baginya.

Ketika harimau itu sudah berada di depannya, tangannya bergerak untuk memberikan sebuah pelukan dan matanya mulai terpejam.

'Aku merindukanmu, Ayah...'


"Maaf, Savanah. Sebenarnya aku tidak ingin mengatakan ini, tapi..."

Ketika Luthias menjelaskan kondisi Tigwild, Savanah terbelalak kaget.


Anak-anak itu hanya bisa menunggu di depan rumah sakit karena mereka tidak diizinkan masuk.

Flore mendengar handphone-nya berdering. Ketika diperiksa, dia mendapat pesan.


Luthias: Aku akan membawa ibunya ke sana, kalian belum masuk kan?


Dia membalas pesan itu.


Flore: Belum, Paman. Kami tidak bisa masuk tanpa ditemani orang dewasa.


Balasan pun kembali didapat.


Luthias: Aku mengerti. Sebaiknya kalian tunggu sebentar.


Flore mengantongi kembali handphone-nya. "Paman Luthias mau bawa ibunya Tigwild ke sini, kita diminta menunggu."


"Ada sesuatu yang ingin kuberitahu pada kalian." Savanah menghela nafas. "Tigwild sering menjadi korban bullying di kelasnya, dia tidak pernah memberitahu siapapun karena merasa tidak ada yang mau menolongnya, aku bahkan tidak bisa berbuat banyak untuk membantu anak itu."

Luthias dan anak-anak itu merasa prihatin.


Selama beberapa hari setelah kejadian itu, Savanah terus menjenguk anaknya di rumah sakit dan Luthias memberi kabar kepada anak-anak itu (melalui Flore) mengenai kondisi Tigwild.


Luthias: Anak itu sudah melewati masa kritis, tapi masih belum sadar.


Flore mematikan handphone setelah menerima pesan itu.

"Semoga saja dia cepat sadar." gumam Ney pelan.

Flore hanya mengangguk.


Sementara di markas, Grayson dan Rilen berusaha sebisa mungkin menghibur Savanah yang sangat terpuruk karena keadaan anaknya.


Dan sampai saat ini, mereka masih terus menunggu kabar baik.

"Paman."

"Ya, Flore?"

"Aku merasa bersalah pada Tigwild karena tidak sengaja menolaknya."

Luthias mengusap kepala anak itu dengan wajah prihatin." Itu bukan salahmu."

Flore menghela nafas. "Tapi tetap saja..."

Mereka berdua terdiam cukup lama.

"Jika kau memang ingin memperbaiki hubungan kalian, sebaiknya bicarakan baik-baik." nasihat Luthias. "Kita tidak tau bagaimana perasaannya saat ini, jadi pikirkanlah baik-baik."

Flore hanya mengangguk.

Kemudian terdengar nada dering dan Luthias segera mengeluarkan handphone-nya.

"Ada kabar baik." Luthias mengantongi handphone-nya. "Dia sudah sadar, kita bisa menjenguknya sekarang."

"Aku akan memberitahu yang lain nanti."

Mereka berdua segera pergi ke rumah sakit.


Savanah mengusap wajah anaknya yang baru sadar. "Ibu sudah kehilangan ayahmu dan rumah kita, Ibu tidak mau sampai kehilangan dirimu."

Pintu terbuka dan Luthias masuk ke dalam.

"Flore sedang menghubungi teman-temannya, mereka akan datang nanti." Luthias duduk di sebelah ranjang Tigwild dan menatap Savanah. "Aku akan menjaganya untuk sekarang, kau bisa pergi untuk makan siang."

"Terima kasih." Savanah berdiri dan keluar dari kamar rawat anaknya.

"Ibumu sudah menceritakan semuanya." Luthias melepas kacamatanya dan mengeluarkan kain dari saku celana untuk membersihkan kacamata. "Ada kalanya kita terlalu lelah menjalani kehidupan, itu hal yang wajar. Walaupun begitu, tetap saja kita harus hidup sekuat tenaga."

"Jika ada sesuatu yang tidak bisa diselesaikan sendiri, carilah seseorang yang mau membantumu dan memahami perasaanmu, walaupun itu cukup sulit." Luthias memakai kembali kacamatanya.

Flore sedang bersembunyi di belakang pintu karena masih merasa bersalah.

Luthias menyadari keberadaan anak itu. "Kau tidak perlu takut, Flore. Kemarilah."

Flore berjalan pelan menghampiri mereka.

"Aku minta maaf... Setelah apa yang terjadi padamu, aku..."

Tigwild menggeleng pelan, mulutnya bergerak tanpa suara seolah mengatakan 'itu tidak perlu'.

"Jika nanti kamu di-bully lagi, aku akan melindungimu!"

Flore mendekati Tigwild dan memberinya pelukan.

'Terima kasih.'


Setelah seminggu lebih menjalani perawatan, akhirnya Tigwild sudah diperbolehkan pulang.

"Sekarang kita tinggal di sini." Savanah memegangi pundak anaknya ketika mereka tiba di depan markas. "Orang-orang di sini sangat baik, jadi tidak perlu takut."


Pada keesokan harinya...

"Hey, bukannya dia anak yang melompat dari atap sekolah?"

"Kenapa dia masih bisa hidup? Seharusnya dia mati saja!"

Tigwild hanya diam dengan apa yang didengarnya, dia memilih untuk tetap berjalan dan mengabaikan anak-anak yang membicarakannya.


Seorang anak menghalangi jalannya menuju kelas dan menarik kerah baju Tigwild, kemudian tubuh anak itu dihantamkan ke dinding. Dia hanya menutup mata dan pasrah dengan apa yang akan anak tadi lakukan padanya.

Buk!

Ketika matanya terbuka, dia melihat Flore sudah berada di depannya. Anak yang tadi ingin memukul Tigwild sudah tersungkur di lantai sambil memegangi wajahnya yang terkena pukulan.

'Kenapa?'

"Aku tidak akan membiarkan siapapun menyakiti temanku!"

Flore menarik Tigwild dan membawanya pergi ke tempat lain.


Tigwild hanya menatap Flore dalam diam, dia tidak percaya gadis itu benar-benar melindunginya seperti ini.

"Kami selalu bersamamu, Tigwild. Dan akan tetap seperti itu." Flore membuka pintu kelasnya. "Ayo masuk."

Tigwild menanyakan sesuatu tanpa suara.

"Tidak apa-apa. Sekarang, kelas ini juga kelasmu. Paman Luthias membantu ibumu mengurus kepindahan kelasmu kemarin."

Kedua anak itu masuk ke dalam kelas dan disambut oleh teman-teman mereka yang sudah menyiapkan kejutan.

(All) Happy!

Rupanya mereka berniat ingin bernyanyi.

(Arthur) This is what it sounds like when you're...

(Nigou) Sad in the morning when you're feeling kinda blue.

You don't feel happy and you don't know what to do.

You might feel like crying but you don't have a tissue.

Please don't worry all you have to do is...

(Flore) Turn that frown upside down.

Turn that pout inside out.

And sing this song nice and loud

to turn it all around.

(All) We are happy every day.

We are happy in every way.

Let's be happy! (Happy!)

Happy (happy!) and wash those blue away.

Anak-anak lain yang baru masuk kelas merasa tertarik dan ikut bernyanyi bersama.

(Ney) Happy like the sun shining bright up in the sky.

Floating like a feather and you're feeling just fine.

You might feel like dancing or laughing all the time.

When you're happy it's the greatest feeling in your life so...

(Flore) Turn that frown upside down.

Turn that pout inside out.

And sing this song nice and loud

to turn it all around.

(All) We are happy every day.

We are happy in every way.

Let's be happy! (Happy!)

Happy (happy!) and wash those blue away.

Sad - Happy!

Sad - Happy!

Sad - Happy!

Sad - Happy!

Ketika nyanyian mereka berakhir, hal itu bersamaan dengan bel masuk yang berdering.


Sepulang sekolah...

"Apa kau merasa lebih bahagia sekarang?" tanya Luthias yang sedang berjalan menemani Tigwild, Flore dan teman-temannya yang berada paling depan sedang membicarakan hal-hal terbaru saat ini.

Tigwild tersenyum kecil dan mengangguk.

Dia tidak pernah merasa sebahagia ini memiliki teman yang selalu bersamanya.

"Tigwild!" Flore melambaikan tangan pada mereka. "Ayo gabung, kita ngobrol bareng!"

Tigwild pun berlari menghampiri mereka, sementara Luthias hanya memperhatikan anak-anak itu dengan senyum tipis.

'Jika kau tidak menyerah dan percaya pada mereka yang ingin menolongmu, semuanya akan baik-baik saja.'


Bonus:

Pada suatu hari di group chat...

Exoray: Aku heran deh.

Alexia: Heran kenapa?

Exoray: Aku tadi liat FB, terus nggak sengaja nemu ketua squad sebelah translate fancomic Identity V.

Exoray: Kenapa ya?

Musket: Mungkin karena ada tipe-nya kali.

Exoray: Masa sih?

Alexia: Gue emang nggak tau banyak soal Reha sih.

Alexia: Tapi karena gue sering liat status dia, gue jadi paham satu hal.

Alexia: Dia itu paling bucin sama om-om berewokan.

Alexia: Musket, lu tau nggak karakter mana yang kayak gitu di Identity V?

Musket: Tau sih.

Musket: Tapi dari sisi 'Survivors'.

Musket: Kalau nggak salah...

Musket: Kreacher Pierson, Thief.

Musket: Servais le Roy, Magician.

Musket: Kurt Frank, Explorer.

Musket: Kevin (aku lupa nama belakangnya), Cowboy.

Musket: Jose Baden, First Officer.

Musket: Itu saja yang kuingat.

Mathias: Kalian harus lihat ini!

Mathias: (foto laptop yang terbelah dua.)

Mathias: MOLF BARU SAJA MENGHANCURKAN LAPTOP-KU!

Tumma: Apa yang sebenarnya terjadi?

Mathias: Jadi gini, gue nyuruh Molf jawab quiz 'Which Hunter are you in Identity V?'

Mathias: Terus pas udah dapet hasilnya, nggak taunya dia malah banting laptop gue.

Mathias: Pas gue tanya kenapa, dia malah nggak mau jawab dan kabur.

Alexia: Emang dia dapet Hunter apaan?

Mathias: Soul Weaver.

Tumma: ...

Alexia: ...

Musket: ...

Exoray: ...

Mathias: Emang kenapa sih?

Tumma: Thias, Molf itu takut laba-laba.

Mathias: ...

Mathias: Pantesan.

(Note: Ya, aku kepikiran saja. Sorry not sorry, Reha.)


To Be Continue, bukan Trying Be Calm (?)...


Kapan ya terakhir kali aku bikin Chapter nyesek? Udah lama deh kayaknya... '-'a

Tigwild itu nggak kayak Tsuchi yang mudah marah kalau udah cemburu, dia lebih ke arah suicidal gitu... .v.a

Chapter depan balik ke humor lagi deh, tapi nggak jamin lho ya... Bagian bonus-nya aja kayak gitu... -_-/

Review! :D