Baiklah, berapa banyak Review yang tidak kubalas? *cek kotak Review.*
Okay...
HibaDN: *memutar mata.*
FF. Agus-kun: Oke, salam kenal.
RosyMiranto18: Mungkin aku akan menjawab beberapa pertanyaan.
-Chat khusus cewek dan cowok hanya punya sedikit aturan dan ya, kadang Federic dan Hikari suka tukar identitas pas chatting.
-Soal para Taros, aku tidak tau bagaimana menjelaskannya mengingat itu berhubungan dengan fandom yang tidak kau ketahui.
-Hamlet itu boneka, dia bisa meniru wajah marah tapi tidak tau cara menerapkannya.
-Hari ulang tahun Arie bertepatan dengan 'Hari Pocky', jadi dia tidak senang dengan itu.
Itu saja.
Happy Reading! :D
Chapter 282: Hidden Marriage, Paparazzi, and Chaotic Anniversary Party
Seperti yang kalian ketahui, Zen dan Molf merahasiakan pernikahan mereka karena suatu alasan. Satu-satunya orang yang mengetahui (dan menghadiri) pernikahan itu adalah Arie dan orang tua-nya.
Semuanya baik-baik saja pada awalnya, sampai pada suatu hari, seorang pelanggan wanita di bar tempat Molf bekerja mulai menggoda Zen yang datang berkunjung sampai membuat sang Incubus merasa cemburu dan secara spontan menyatakan bahwa mereka berdua sudah menikah selama setahun. Dan yang membuat situasi menjadi lebih buruk, ternyata beberapa wartawan tabloid juga berada di sana.
Walaupun Zen berhasil menyeret Molf keluar bar untuk mencegahnya mengumbar pernikahan mereka lebih lanjut, tapi sayangnya hal tersebut sudah terlanjur dijadikan berita halaman depan.
"Aku tidak percaya kita harus mengetahui ini melalui tabloid dari semua hal!" gerutu Yubi kesal.
Tumma memijit kening. "Ya ampun, kenapa mereka tidak memberitahu kita?"
"Tenanglah kalian, aku yakin mereka punya alasan-" Kemudian Ilia merasa ada yang hilang. "Tunggu dulu, dimana Glinea?"
Yubi dan Tumma menunjuk ke dapur restoran dimana Glinea sedang duduk merajuk di pojokan.
"Tum-Tum, aku rasa kau perlu tanyakan mereka di group chat."
Tumma mengangguk dan dia pun menanyakan hal itu di dalam group chat pribadi.
Tumma
Oy Zen! Bagaimana bisa kau merahasiakan pernikahanmu dengan Molf selama setahun tanpa memberitahu kami?!
Serius, aku merasa terhina karena tidak tau apapun tentang itu selama ini!
Zen
Aku bisa jelaskan, oke?
Tapi saat ini, kami sedang mengalami masalah!
Zen
(foto kerumunan yang dipenuhi puluhan paparazzi)
Arie
Mereka sudah berada di luar rumahku sejak berita itu keluar.
Tumma
Jika ini akan membantu, aku bisa datang ke sana bersama Glinea segera setelah kami bertiga bisa menghiburnya.
Molf
Apa maksudmu?
Tumma
Aku mengerti apa yang kalian lakukan, tapi itu tidak berarti kami senang karenanya!
Lihat apa yang dilakukan Glinea saat mendengar berita itu!
Tumma
(foto Glinea duduk di pojok dapur restoran, jelas merajuk)
Tumma
Dia sudah seperti itu selama satu jam.
Arie
...
Molf
Aku merasa seperti baru saja melukai seekor kucing...
Tumma
Pastinya!
Sebenarnya Glinea merajuk karena satu hal: karena Molf dan Zen sudah menikah, dia tidak bisa menjadi 'grooms maid' mereka.
Untuk menghibur gadis itu, Ilia menyarankan Glinea agar dia dan Tumma menanyai kedua pria itu secara langsung.
Ketika mereka berdua tiba di sana keesokan harinya, paparazzi terlihat berkemah dengan kamera diarahkan ke pintu depan dan jendela rumah Arie.
Pada saat itulah Glinea menyadari bahwa inilah hal yang sebenarnya Molf dan Zen ingin hindari dengan merahasiakan pernikahan mereka: karena Molf bekerja di bar tempat para wartawan biasa berkumpul, media mulai mengawasinya seperti elang yang menunggu berita.
Bagaimanapun, Glinea langsung menghajar semua paparazzi di sana sementara mereka berdua dan Arie menonton dari dalam rumah dengan terkesan. Tumma sendiri merekam semua pertarungan epic itu untuk membuat berita-nya sendiri: "Penguntit tabloid digagalkan oleh seorang gadis bersenjatakan cambuk!"
Bagaimana kalau kita melirik group chat lain saja?
Hanny
Guys, kalian udah liat berita itu kan?
Momo
Jadi mereka beneran udah nikah toh...
Lectro
Hey Eris, bukankah ini berarti Salma memenangkan taruhan?
Eris
... Crap, kau benar! Berapa banyak yang aku masukkan lagi?
Cullen
Sial, aku lupa aku juga memasukkan taruhan!
Alucard (Val)
Tunggu, Cullen, kau juga?!
Sarah
Aku juga sebenarnya, Iris dan seluruh klubnya juga.
Desmand
Apa kalian serius? Really?
Eudo
To be fair, Mathias memulai taruhan.
Ethan
Jadi siapa yang akan memberitahu Salma kalau dia menang?
Sebagian cowok Garuchan dan Reha membuat pesta besar-besaran untuk merayakan ulang tahun pernikahan Molf dan Zen dua hari setelah berita Glinea menghajar paparazzi keluar, tepatnya pada tanggal 13 Maret (tentunya setelah Tumma menanyakan Arie tentang tanggal pernikahan mereka).
Karena Arie sedang bulan madu dan Molf harus menjaga Duco dan Ney di rumah, hanya Zen sendiri di antara mereka bertiga yang datang ke pesta itu.
"Kalian tidak perlu melakukan semua ini…" gumam Zen sedikit risih ketika melihat spanduk bertuliskan 'Happy Anniversary in Secret' di atas mereka. "Tapi terima kasih..."
"Tidak masalah!" Vience menepuk punggung Zen dengan keras, kemudian dia menyodorkan segelas minuman berwarna cerah. "Ini, ambilah."
Zen mengambil gelas itu dan mengerutkan kening ketika mengendus bau minuman tersebut. "Berapa banyak minuman keras di dalamnya?"
"Hmm... Victor mencampuradukkannya, tapi itu sangat bagus. Lihat saja dia!" Vience menunjuk Aka yang tertawa cukup keras pada sesuatu yang Tumma katakan.
Zen mengamati semua orang yang memiliki minuman di tangan. Maurice sudah pingsan, gelasnya masih cukup penuh. Bahkan Mathias terlihat sedikit mabuk.
"Terakhir kali aku mabuk di pesta, aku sampai berakhir ditahan karena menari di depan kantor polisi hanya dengan celana dalam! Dan aku mengalami mabuk terburuk dalam hidupku!" Zen mengingatkan Vience tentang kejadian yang pernah menimpanya.
"Oh ya, aku lupa tentang itu..." gumam Vience. "Baiklah, kurasa tidak ada minuman keras untukmu, jadi berikan itu."
Si pria pirang langsung mengambil gelas dari tangan Zen dan menenggak isi minuman itu setengahnya sekaligus.
"Uhmm... Apakah itu ide yang cerdas, Vience?" Zen bertanya dengan hati-hati. "Terutama setelah apa yang terjadi terakhir kali..."
"Huh? Apa maksudmu 'setelah apa yang terjadi terakhir kali'?" tanya Vience yang sudah mulai meracau dan ingin melemparkan dirinya ke arah pria di depannya seperti mie lemas.
Zen menghindari upaya Vience untuk menangkapnya dalam pelukan dan membiarkannya tersandung terlebih dahulu ke tanah, kemudian dia langsung menuju meja buffet.
"Yo Zen!" Hibatur menghampiri Zen dengan membawa kotak pendingin di tangannya.
Zen mengangkat alis melihat kotak yang dibawa pria itu. "Untuk apa kotak itu?"
Hibatur memberi Zen es krim cornetto dari dalam kotak dan pria iblis itu hanya menatap datar es krim di tangannya. "Serius? Kau tau Icy suka makan ini kan?"
"Yup." Hibatur mengambil satu es krim untuknya sendiri. "Dia masih menjalani diet yang Thundy dan Elwa berikan padanya. Dan menurut sumberku, dia sudah memiliki batas untuk hari itu…"
"Hibatur!" Icy mendatangi mereka dengan mata liar seperti orang gila dan lubang hidung yang melebar. "Berikan aku es krim sekarang juga!"
Zen langsung mundur ke belakang dengan mata melebar dan ketakutan. "What the- Icy, kau baik-baik saja?"
"Baik-baik saja? Kau bertanya apa aku baik-baik saja?!" balas si Ice Mage kesal. "Aku belum makan es krim dalam dua belas jam! Aku butuh es krimku sekarang!"
Dia meraih lengan Zen dengan cengkeraman erat. Zen mencoba melepaskan pemuda itu dan menatap Hibatur dengan tatapan memohon, tapi pria lolicon itu hanya menyeringai nakal.
"Yah, sayang sekali, kau tidak bisa memilikinya~" Hibatur bernyanyi sambil menyeringai pada Icy saat dia menunjukkan makan es krim dan menikmatinya di depan kedua orang lainnya.
"Kau bajingan! Onore Batu Nisan!" Icy berteriak sambil menarik pedang es yang entah dapat dari mana dan mencoba menebas pria itu dengan pedangnya.
Zen langsung menyingkir, dan Hibatur, sebagai orang yang menyebalkan, terkikik dan melesat saat Icy mengejar. Tidak butuh waktu lama sebelum semua orang (kecuali Zen dan Maurice yang tidak sadarkan diri) bergabung, meskipun sangat canggung karena tingkat kemabukan mereka yang berbeda-beda.
Wajah Zen mengerut dalam kebingungan dan kengerian ketika dia menyadari bahwa dia adalah satu-satunya orang waras yang tersisa dari para cowok yang berkumpul.
'Lebih baik aku berurusan dengan paparazzi lagi daripada mengatasi semua kegilaan ini!'
Keesokan paginya...
"Ugh... Seseorang tolong turunkan matahari..."
Zen menghela nafas dengan putus asa dan menutup tirai, kemudian dia meletakkan segelas air di dekat kepala si rambut biru dan Thundy hanya menatapnya sesaat sebelum meminum air yang diberikan.
"Apa yang terjadi semalam?" Pemuda Immortal itu mengerang dan memegangi kepalanya.
"Yah…" Zen tertawa gugup dan memberi isyarat untuk melihat sekitar. "Semuanya menjadi, sedikit gila..."
Thundy mengernyit ketika dia melihat kekacauan yang tersisa di belakang mereka.
Suite hotel besar yang telah dipesan Mathias dan ketiga saudaranya untuk pesta itu benar-benar berantakan dengan perabotan yang terbalik dan hancur, kaca dan tembikar yang pecah, dan juga berbagai senjata berserakan dimana-mana beserta para penggunanya yang tergeletak tidak sadarkan diri di seluruh ruangan. Tempat itu benar-benar berbau alkohol yang Victor bawa untuk pesta tersebut bercampur dengan aroma asap samar yang sepertinya berasal dari sinar laser.
"Mein gott..." erang Thundy. "We're so dead... Apa kita harus membayar semua ini?"
Kemudian dia menatap pria iblis di depannya dan mengerutkan kening. "Kau tidak terlihat mabuk, tapi kenapa kau berantakan?"
Zen menghela nafas dan menatap dirinya sendiri. Jaket dan kausnya telah robek-robek dan hangus di beberapa tempat serta terdapat bekas robekan di salah satu kaki celananya, setidaknya dia beruntung sayapnya tidak berlubang. "Hibatur memutuskan untuk menjadi sedikit menyebalkan dan aku satu-satunya yang bisa menghentikan kalian semua dari membunuhnya."
Thundy mengerang lagi. "Apa yang dia lakukan kali ini?"
Sebelum Zen bisa menjawab, pria itu sendiri muncul dan tampak tidak lebih buruk bahkan setelah kejadian malam sebelumnya. Dia bahkan mengenakan pakaian baru, tidak seperti Zen dan Thundy yang masih mengenakan pakaian mereka dari malam sebelumnya. Tapi yang lebih penting, dia cekikikan pada beberapa foto di tangannya.
"Hai teman-teman!" kata pria pencinta loli itu dengan riang. "Tadi malam sangat liar ya!"
Thundy dan Zen sama-sama memberinya tatapan tidak terkesan, tapi Hibatur mengabaikan mereka. "Aku punya beberapa foto yang sangat bagus tadi malam, mau lihat?"
"Tidak juga-"
Hibatur langsung menunjukkan pada mereka foto di bagian paling atas tumpukan. Thundy terbelalak saat foto itu menampilkan dirinya dan Icy dalam apa yang tampak seperti perkelahian dengan senjata masing-masing ditinggalkan sembarangan di lantai.
"Apa- Kenapa aku melawan Icy?" Thundy bertanya dengan bingung.
"Dia menjadi gila setelah orang ini mengejeknya dengan es krim cornetto." Zen menunjuk Hibatur yang menyeringai nakal. "Aku harus menguncinya di kamar mandi karena dia tidak bisa tenang sedikitpun dan-"
Tiba-tiba terdengar suara kayu retak dan pecah yang membuat Zen menjadi pucat. "Oh tidak... Dia keluar..."
"Thundy! Berikan aku es krim atau aku akan membunuhmu!" teriak Icy dari suatu tempat di suite besar itu.
Hibatur kehilangan ketenangan yang tersisa dan mencengkeram perutnya saat dia tertawa di saat Icy melangkah ke arah mereka.
"Menyedihkan menjadi dirimu sekarang, Thun." ejek pria itu.
"Diam..." Zen menggeram pelan, kemudian dia melirik Thundy yang tampak pucat. "Thun? Kenapa kau tidak melarikan diri?"
"... Aku merasa tidak enak badan, sepertinya aku akan sakit-" jawab Thundy yang tiba-tiba menutup mulutnya, bahkan Hibatur tampak khawatir akan hal itu dan mulai mundur dari area tersebut.
"Thundy! Kemari kau bajingan- AAAAAAAAARGH!"
Beberapa menit sebelum kejadian itu di tempat lain...
"Ingat kejadian pada pesta pernikahan Arie dan Teiron? Itu sangat menyenangkan!" celetuk Exoray yang berjalan bersama Arta.
"Yeah! Adikmu dan Federic mengenakan gaun dan kalian berlima melakukan tarian mengagumkan bersama-sama. Kalian begitu sinkron." komentar Arta. "Kalian pasti harus bertindak dengan kompak karena tidak mungkin ada yang mampu berimprovisasi di tempat seperti itu."
Exoray tertawa canggung. "Right! Super... Spontan..."
Terlihat lima cowok yang sedang latihan menari dengan lagu 'Shine' terdengar dari pemutar musik yang terpasang di tubuh Garcia. Lucy yang menjadi instruktur tari melihat Exoray menari sedikit lamban.
"STOP!" seru Lucy lantang.
Alexia segera mematikan pemutar musik dan keempat orang lainnya langsung berhenti. Lucy menatap kakaknya yang hanya memainkan jari dengan wajah ketakutan.
"Nii-chan." panggil Lucy.
"Huh?"
"Kau tau aku menyayangimu. Tapi kick-step, kick-step, body-roll... IS NOT ROCKET SCIENCE!" sembur Lucy.
"Uh..."
"IT'S KICK-STEP, KICK-STEP, BODY-ROLL!" pekik Lucy.
"Gah, aku sudah tidak tahan lagi!" Federic beranjak pergi.
"And where do you think YOU'RE going?" tanya Alexia sinis.
"KEMANA SAJA SELAIN DI SINI!" pekik Federic.
"Oh no you don't! Kita harus fitting baju setelah ini!" Alexia melipat tangan. "Beratmu belum turun tujuh pound kan?"
"KAU TIDAK TAU ITU!" bantah Federic.
"AKU TAU ADA BEBERAPA KOTAK POCKY KOSONG DI BAWAH TEMPAT TIDURMU KARENA HIKARI YANG MEMBERITAHUKU!" balas Alexia.
Vestur mulai merintih karena stress dan tertekan sejak awal latihan, sementara Musket mulai menangis tersedu-sedu.
Exoray hanya tersenyum miris mengingat kejadian itu. "Ya... Kami hanya... teman yang sangat baik!"
Dan ketika mereka baru sampai di suatu tempat...
"Huweeeeeeek!"
Dua jam kemudian di group chat aliansi...
Zen
Apa semua orang sudah sadar sekarang?
Mathias
Ya.
Aku minta maaf karena kami mabuk di pesta ulang tahun pernikahanmu, Zen.
Rone
... Aku tidak akan pernah membiarkan saudaramu membawa minuman lagi, Luthy!
Luthias
Bagaimana aku bisa tau kalau si Bornlock sialan itu akan mencampur semua minuman sampai kadar alkoholnya sekuat itu?
Exoray
Karena penasaran, seberapa besar tagihan untuk kerusakan di suite yang kalian berempat sewa untuk pesta semalam?
Mathias
... Cukup besar.
Exoray
Yikes...
Hibatur
Aku harus mengatakan kalau itu tadi menyenangkan.
Edgar
Ya, hanya untukmu.
Dan tolong beritahu aku kalau kau tidak mengambil gambar apapun.
Hibatur
Ya, dan aku masih memilikinya jika SESEORANG tidak memutuskan untuk membakarnya!
Zen
Kalian bisa berterima kasih padaku nanti.
Vience
My hero...
Arta
Dan aku harus melihat seseorang muntah pada orang lain saat kami berdua baru tiba di suite hotel yang hancur.
Eudo
... Haruskah aku bertanya?
Zen
Sebelumnya Hibatur mengejek Icy dengan memakan es krim cornetto di depannya.
Setelah aku menghentikan potensi pembunuhan, aku harus menguncinya di kamar mandi.
Tapi dia akhirnya keluar dan pergi untuk membunuh Thundy karena memberinya diet.
Tapi Thundy sedikit sakit saat itu...
Teiron
Bicara tentang Icy, apa dia akan baik-baik saja?
Sejak Thundy dan Elwa memberinya diet, dia bertingkah sangat aneh.
Eris
Bukankah maksudmu perlahan-lahan kehilangan kewarasannya?
Red
Aku cukup yakin dia hanya terlalu dramatis.
Teiron
Tidak, dia bertingkah seperti orang yang sedang menarik diri.
Apa kau yakin rejimen latihan yang kalian lakukan itu benar-benar diperlukan, Thundy?
Thundy
Itu untuk kebaikannya sendiri.
Dia terlalu malas dan aku benar-benar khawatir dia akan menderita diabetes atau semacamnya karena dia tidak punya metabolisme tinggi sepertimu, Tei.
Revan
Poin bagus.
Thundy
Tunggu.
... What the heck?!
Mundo
Apa yang terjadi, Thun?
Thundy
(foto Icy yang membawa palu es berdiri di depan rumah Emy dengan road roller di belakangnya)
Arta
... Dia menjadi gila.
Ethan
Wow
Sepertinya Hibatur telah mendorongnya terlalu jauh
Thundy
Luthias, tolong panggil Elwa untuk membantuku.
Luthias
Sudah kulakukan.
Zen
... Ada yang ingin menonton pertarungan karena aku tidak terlalu bersenang-senang di pesta?
Vience
Aku ikut!
Hibatur
Aku juga!
Lectro
Aku akan mengumpulkan taruhan kali ini!
Pertarungan berakhir dengan Icy dikalahkan dan di bawah kaki Thundy saat Elwa menyinggung tentang kesehatan pribadi, sementara para cowok yang tersisa hanya menertawakannya.
Special Bonus: Monopoly? No, It's More Like a War.
"Bagaimana kau bisa melakukan ini padaku?! Kupikir kita satu tim!"
"Tidak ada tim dalam perang, Federic!"
"Kalimat yang bijak, Zen."
"Diam, Hikari!"
Alexia baru datang ke rumah Arie dengan niat untuk mengecek keadaan Federic (dan Hikari) yang berkunjung ketika melihat pertengkaran barusan. "Apa yang sebenarnya terjadi?"
"Yah..." Glinea melirik sesaat ke arah Federic yang mencengkeram kerah hoodie Zen dan mengancam akan memukulnya. "Sebenarnya ini hanya monopoli."
"Tapi itu lebih mirip perang." Alexia menghela nafas frustasi dan mengusap dada.
Glinea hanya tertawa canggung. "Dari mana aku harus menjelaskannya ya..."
Dua jam sebelumnya...
"Monopoli?" Molf memperhatikan kotak yang dibawa Tumma.
Tumma menaruh kotak itu di atas meja. "Yah, ini hanya permainan papan."
"Hey, sepertinya itu menarik!" seru Glinea antusias. "Setidaknya kita bisa menghabiskan waktu bersama."
Zen hanya memutar mata. "Yah, tidak ada salahnya sih..."
"Aku tidak mengerti peraturannya, jadi aku hanya memperhatikan saja." Molf mundur menjauh.
"Dan aku sedang tidak ingin bermain." timpal Tumma sambil membuka kotak monopoli. "Lagipula aku ingin mencoba resep kue spesial, dengan menggunakan tomat dari kebun Arta."
"Tu-tunggu dulu, tomat dalam kue?!" sela Federic yang baru datang berkunjung.
Zen mengernyitkan kening. "Dari mana kau dapat resep itu?"
"Ingat saat kita berdua mengejar Ney yang mencuri buku sihir Molf dan dia menggunakan mantra yang membuat kita terlempar ke tempat random?" Zen mengangguk saat mengingat kejadian yang Tumma sebutkan tadi. "Saat itu aku mendarat di dekat restoran Agito, untungnya sang pemilik restoran cukup baik untuk membuatkanku makan siang (dengan aku menawarkan diri menjadi pelayan sementara untuk membayarnya) dan membagikan beberapa resep buatannya."
"Oh ya Federic, kau mau main monopoli dengan kami?" tanya Glinea.
"Aku ingin main sih, tapi sedikit aneh kalau hanya bertiga." celetuk Federic. "Tapi aku punya ide untuk menambah jumlah pemain, aku hanya butuh cermin yang cukup besar untuk menampilkan hampir seluruh badan."
Setelah itu...
"Aww... Ada apa dengan wajah jengkel itu, Hika?" Zen bertanya sambil menyeringai.
"Eh? Ada apa, Hika-chan?" Glinea menoleh untuk melihat cermin tempat Hikari terpantul.
Hikari hanya menggeram karena dia benar-benar berada di dalam cermin. Kenapa dia harus berada di sini?
"Santai saja, Hikari. Ini hanya permainan, tidak lebih."
Jika Hikari bisa, dia akan membanting tangannya ke meja dan mendorong semua miniatur dan kertas bodoh itu.
"Bacot! Kau tidak perlu memberitahuku apa yang harus dilakukan!" seru Hikari memelototi Tumma.
Dia mendengar Federic tertawa. Sepupunya duduk tepat di depannya (Well yeah, bagaimana lagi Hikari akan terpantul di cermin?) dan menyilangkan kaki sambil menyeringai ke arah gadis itu.
"Abaikan saja dia." cibir Federic sambil mengipasi dirinya sendiri dengan uang kertas palsu. "Dia hanya menjadi pecundang."
Hikari memelototi sepupunya dan merasakan kemarahan menggelegak di benaknya. "Permainan ini belum selesai, jadi aku masih belum kalah!"
Sekali lagi Federic hanya menertawakan gadis itu dan terus mengipasi dirinya sendiri. "Kau berhutang banyak pada bank. Beritahu dia berapa jumlahnya, Molf."
"Tujuh puluh ribu Dollar." Si Incubus menyahut di antara Zen dan Glinea. (Ya, mereka menggunakan Dollar dalam permainan ini.)
"Nah, lihat?"
"Tapi hutang Glinea lebih tinggi dari itu." tambah Molf.
"Hey!" seru Glinea sebal.
Zen langsung tertawa di sampingnya. "Jangan khawatir Glinie, kau masih punya kesempatan untuk menang."
"Zen, kau tidak bisa memberikan uangmu kepada Glinea. Itu melanggar aturan." Molf mengetuk bagian belakang kotak tempat aturan tertulis.
Zen menghela nafas. "Molf, sebelumnya kau bilang kau tidak mengerti peraturannya."
"Dan aku masih tidak mengerti sekarang." Molf hanya memiringkan kepala.
"Terkadang aku heran kenapa Zen menikah dia." celetuk Hikari.
Federic hanya mengangguk dan menyikut Zen dengan main-main.
"Oh diamlah!" seru Zen dengan wajah sedikit memerah. "Ayo lanjutkan! Giliran siapa sekarang?"
"Giliran Hikari." balas Tumma membantu.
Hikari hanya memutar mata dan mengalihkan pandangan kembali pada permainan papan terkutuk di atas meja. Seorang pria tua kartun mengenakan tuksedo dan topi memegang uang mirip dengan yang mereka gunakan sekarang berada di tengah permainan papan. Jika orang itu adalah orang sungguhan, Hikari pasti akan membunuhnya.
"Hey Glinie, lempar dadunya!" perintah gadis itu karena, sekali lagi, dia berada di dalam cermin dan tidak bisa benar-benar menyentuh apapun.
Glinea melempar dadu ke tengah papan. Ajaibnya, kedua dadu itu berputar dan jatuh dengan enam titik menghadap ke atas. Hikari menyeringai penuh kemenangan.
"Sekarang siapa yang pecundang?" Hikari mencibir saat Glinea memindahkan bidak miliknya 12 kotak ke depan, yang untungnya mendaratkan dia di atas kotak 'parkir gratis'.
Glinea melempar dadu lagi, kali ini kedua dadu memiliki 1 titik yang menghadap ke atas ("Ngomong-ngomong, itu adalah lemparan ulang lainnya." sela Molf. "Ya Molf, kami tau itu." balas Zen.) yang mendaratkan bidak Hikari di atas kotak 'kesempatan'.
"Glinie! Kau tidak sengaja membantu musuh!" seru Zen yang menatap Glinea dengan waspada.
"Zen, kau terlalu dramatis! Itu hanya kebetulan!" balas Glinea bersikeras.
Hikari mengabaikan mereka untuk menikmati kemenangan barunya.
Glinea hanya menghela nafas, dia mulai merasa sedikit kesal dengan Zen karena kedramatisan barusan. Dia meraih kartu 'kesempatan' dan mengangkat kartu itu untuk membaca isinya, kemudian matanya melebar dan mulutnya menganga.
Tumma mencondongkan tubuh ke depan karena penasaran, kemudian dia mengambil kartu itu dari tangan Glinea ("Hey!") dan membacanya dengan keras. "Kamu mengadakan acara amal, mengumpulkan dua puluh ribu Dollar dari setiap pemain."
Federic dan Zen dengan enggan menyerahkan uang kertas mereka masing-masing, Glinea di sisi lain hanya bersandar dalam kekalahan karena hutangnya bertambah.
"Kau salah jika berpikir bisa menang sejauh ini!" Federic duduk lebih tegak dan menatap tepat ke arah cermin.
"Ya, tunjukkan padanya!" Zen mengangkat tinjunya yang terkepal. "Menangkan permainan ini!"
"Apakah itu berarti aku kalah dalam permainan sekarang?"
Pertanyaan Glinea diabaikan oleh mereka, dia pun hanya menghela nafas dan memijat pelipisnya.
"Jangan khawatir Glinie, mereka akan baik-baik saja." Tumma menepuk bahu gadis itu.
Hikari menyeringai sambil menyilangkan tangan ke depan. "Baiklah, mari kita lihat seberapa jauh permainan ini akan berjalan. Aku mendapat kesempatan lagi untuk melempar. Siapapun tolong lempar dadunya!"
"..." Alexia hanya terdiam dengan apa yang baru saja dia dengar.
Glinea menghela nafas sambil melirik ke belakang. "Yah, kurasa aku yang bersalah di sini..."
Kelima orang lainnya masih berada di sekitar meja dengan permainan papan. Tumma menggunakan spidol berwarna-warni untuk menggambar seekor bintang laut raksasa berwajah ala Godzilla yang menyerbu kota dan diserang sekumpulan tentara-tentara stickman dan tiga buah pesawat tempur yang menghujaninya dengan peluru pada cermin tempat Hikari berada. Gadis itu langsung meneriakkan kutukan dan umpatan pada Tumma.
Alexia hanya menggelengkan kepala. "Seharusnya kau menggunakan ular tangga saja."
"Yah tapi tetap saja, aku pikir konsepnya sendiri bagus." Glinea menggaruk belakang kepala. "Senang rasanya menghabiskan waktu bersama teman dan-"
Suara besi saling beradu memotong perkataan Glinea dan mereka segera menengok ke arah sumber suara.
Federic dan Zen sudah mengeluarkan senjata masing-masing, Hikari bertepuk tangan pelan dari dalam cermin, Molf bersembunyi di belakang Tumma yang merekam pertarungan itu, papan permainan di atas meja sudah terbakar dan asap perlahan memenuhi ruangan.
"Apa yang-/What the- HEY!" Mereka segera bergegas menghentikan pertarungan itu.
"Jangan ada yang bertarung di rumah ini!" Glinea menampar kedua cowok itu di kepala. "Dan Tumma, seharusnya kau melerai mereka bukan malah merekam!"
Selagi Glinea menasihati Tumma, Alexia langsung melakukan headlock pada Federic.
Yah, jangan mengharapkan waktu berkualitasmu akan berjalan damai jika tidak mau berakhir seperti itu.
To Be Continue, bukan Tequilla Beer Champagne (?)...
Some facts for today:
1. Beberapa orang di dua squad mulai membicarakan berapa lama Zen dan Molf menikah sejak mereka mengenal Duco, bahkan Mathias sampai membuat taruhan mengenai hal itu.
2. Ada alasan dibalik rejimen latihan Icy yang sebenarnya tidak masuk akal, tapi itu lain cerita.
3. Jika ada yang berniat membawa alkohol ke pesta, para cowok sepakat untuk tidak mengundang Eudo karena khawatir dia akan mencium semua orang di pesta saat mabuk.
4. Mengenai Alexia dan Federic yang memakai gaun, sebenarnya mereka membuat taruhan dengan Tumma sebelum double wedding terjadi, tapi itu untuk Chapter depan.
5. Arta dan Exoray punya urusan pribadi pada malam itu (Arta karena kakeknya dan Exoray karena adiknya), keduanya baru datang ke suite tempat pesta diadakan tepat di saat mereka melihat Thundy muntah pada Icy.
6. Ya, kau butuh cermin jika ingin Hikari dan Federic berada di tempat yang sama.
7. Bagian tomat dalam kue itu referensi dari gameplay 'Kamen Rider Climax Fighters' yang kutonton di Youtube.
8. Gambar yang dibuat Tumma itu referensi dari episode 'Krusty Tower' di SpongeBob.
Yah... Hiatus setengah tahun membuatku terpikirkan banyak hal yang tak bisa kuungkapkan, itu saja... ._./
Review! :D
