Disclaimer : Jujutsu Kaisen by Gege Akutami

A Fanfiction by Noisseggra

Pair : Gojo Satoru X Fushiguro Megumi

Genre : Drama, Supernatural, Romance

Warning : OOC (Out of Character), iya di fanfic ini sengaja OOC, nggak terlalu mirip sama Manga/Anime, demi plot.

YAOI, BL, RATED M, Semi Canon, maybe typo (s)

You have been warned !

This fic inspired from manhwa The Ordinary Lifestyle Of A Universal Guide by Kang Yoonwoo

A/N : Fanfic ini ditulis untuk kepuasan pribadi, jadi serah aing mau nulis apa :"V

.

.

Kiseki no Hiiraa

.

.

Megumi sudah bersiap malam itu. Memakai seragam HQ, senjata di sabuk kanan kaki, input device juga sudah terpasang di lengan. Ia memasukkan tab kerja dan ponsel ke dalam saku jaket bagian dalam dan menyletingkannya. Setelah itu ia pergi dari paviliun.

Karena misi kali ini bersama jujutsushi yang juga tinggal di HQ, mereka pun akan berangkat bersama. Megumi melangkah menuju titik temu yang sudah disepakati, rupanya ia yang terakhir datang. Seiji, Maki dan Mai sudah di sana. Tapi mobil mereka yang belum.

Maki tampak menatap Megumi masam seperti biasa. "Tch, misi kali ini harus jadi babysitter juga," ucapnya ketus.

"Ma~ ii deshou. Sekalian cuci mata," balas Mai, terlihat sekali ia melirik genit pada Megumi. Megumi hanya menghela nafas dan tak mempedulikan kelakuan mereka.

"Setidaknya kenapa yang mengawal bukan Toji Fushiguro, ayahmu sendiri, dia jujutsushi level 1 juga kan. Malah orang seperti ini yang mengawal," tambah Maki.

"Hoy, aku bisa mendengarnya," kesal Seiji. Tapi Maki tetap terlihat cuek.

Untunglah mobil mereka tak lama kemudian datang, jadi mereka bisa segera pergi. Mereka berkendara dalam satu mobil, Seiji dan Megumi di kursi belakang, Mai dan Maki di kursi tengah. Mereka dibawa menuju sebuah sekolah dasar. Sudah ada petugas lain di sana, sepertinya madou, dan mungkin juga healer fisik.

"Misi level B sudah bersama tim ya?" tanya Megumi saat yang lain menuruni mobil.

"Iya, dari level B ke atas sudah pakai tim. Madou dan healer fisik. Mereka biasanya stay di luar kekkai arena, madou yang menjaga kekkai arena untuk jujutsushi, sementara healer fisik dilindungi kekkai lainnya yang berbeda, kekkai khusus healer," jawab Seiji.

Mereka ikut turun dari mobil, madou itu menghampiri mereka, menyapa dan menjelaskan situasi. "Ada 4 madou berjaga di 4 sudut luar tembok sekolah, dan 2 healer fisik yang akan standby di depan gerbang," jelas madou tersebut. "Dari pengamatan, ada beberapa kutukan di dalam sekolah, range nya dari semi-grade dua sampai semi-grade 1."

Madou itu memperlihatkan layar tab ke hadapan tim. "Kemunculan kutukan di beberapa area ini, lalu titik teraman sejauh ini terpantau sebelah sini, kami rasa itu tempat yang tepat untuk Fushiguro-Sensei standby."

Megumi mengangguk paham. Setelah itu mereka diberikan alat komunikasi satu per satu. Setelah memastikan alat itu terhubung antar tim, mereka pun bersiap di depan gerbang.

"Kekkai akan dibuka dalam hitungan 3…2…1. Kai!"

Tobari terbuka dan mereka pun segera masuk ke area sekolah. Seiji mengawal Megumi ke titik yang disebutkan oleh madou tadi, yang merupakan sebuah ruangan kelas.

Tep…

"Ughh…" langkah Megumi terhenti saat mereka menuju ruangan itu, ia merasakan sebuah tekanan dari jarak jauh, sepertinya pertempuran sudah dimulai.

"Kau baik saja?" Seiji mengusap punggung Megumi, mencoba menenangkan.

"Ya, hanya sedikit terkejut saja," balas Megumi, menoleh ke arah sumber tekanan itu. Ia bisa merasakan tekanannya, lebih tinggi dari misi kemarin malam, tapi masih bisa dia handle. Mungkin ada untungnya juga dia pertama kali terjun ke misi level S dengan Gojo, dia sudah pernah merasakan tekanan kutukan yang kuat, jadi level tekanan seperti ini masih mudah baginya.

Ia melanjutkan langkah menuju ruang kelas itu bersama Seiji. "Hey, tapi aku tidak terlalu merasakan tekanan energy dari Maki atau Mai," ucap Megumi seraya memasuki ruang kelas.

"Ah, Sensei belum tahu ya. Mereka jujutsushi yang memiliki sedikit CE. Karena itulah mereka stay di level semi-grade 2 untuk Maki-san, dan grade 2 untuk Mai-san," jelas Seiji.

Megumi duduk di salah satu kursi sementara Seiji duduk di meja sebelahnya. "Sedikit CE?" tanya Megumi.

"Ya, Mai-san bisa membuat benda kutukan dengan kekuatannya. Tapi maksimal hanya 2 benda dalam sehari. Jadi dia lebih banyak mengandalkan penggunaan senjata terkutuk dalam menjalankan misi. Sedangkan Maki-san, dia lebih ke hampir tak memiliki CE. Bisa dikatakan dia malah jujutsushi non-CE, dia bahkan tak bisa melihat kutukan."

"Eh? Tak bisa melihat kutukan?" Megumi cukup terkejut.

"Iya, dia pakai kacamata kan. Itu kacamata khusus untuk bisa melihat kutukan," jelas Seiji. "Tapi kemampuannya dalam memakai senjata terkutuk sangatlah bagus. Bisa dikatakan dia ahli senjata. Kalau sparring dengan dia, lawannya lebih sering kalah deh."

Blaaarrr…!

Booomm…!

Di luar terdengar suara debaman dan suara pertempuran lainnya, juga suara peluru yang ditembakkan. Megumi juga bisa merasakan tekanan tambahan dari arah lain. Mungkin memang benar, kutukannya ada banyak.

"Madou 3 melapor," terdengar suara dari alat komunikasi mereka. "Ada kutukan yang nampak mendekati tembok luar. Akan coba kutangani."

Megumi saling tatap dengan Seiji. "Madou bisa menangani kutukan?" tanya Megumi.

"Ya, bisa. Mereka dibekali senjata dan sudah punya basic pertempuran," jawab Seiji. "Asalkan level kutukannya tidak tinggi."

Megumi meneguk ludah berat, berdebar menunggu kabar selanjutnya.

Bzzttt…!

"Madou 3 berbicara, butuh back up. Kurasa kutukan level 2," ucapnya dengan suara tersengal, sepertinya dalam pertempuran.

"Warui, sedang sibuk di sini, tidak bisa meninggalkan area pertempuran," jawab Maki dengan background suara debaman dan raungan kutukan.

"Di sini juga sama, ada dua kutukan mendekat. Aku tak bisa pergi," balas Mai.

"Madou 4 melapor, sedang melawan kutukan juga."

"Ack, Madou 2 di si–...ghh. Ya, sama. Ada yang mencoba meloloskan diri, aku berusaha menahan."

"Kuso…!" terdengar umpatan seseorang, sepertinya madou yang menemui mereka di gerbang. Madou 1 berarti.

"Madou 1 tak bisa membantu?" tanya Megumi pada Seiji.

Seiji menggeleng. "Dia harus menjaga healer yang stay di sana."

"Kalau begitu kau harus pergi membackup madou 3."

Seiji menatap Megumi, lalu menggeleng. "Tugasku melindungimu Sensei."

"Tapi waktu itu kau meninggalkanku sendirian, aku tak apa-apa," bantah Megumi.

"Waktu itu misi kelas C, level kutukannya rendah. Yang ini tidak," Seiji menggeleng. "Aku juga bilang waktu itu kan, aku meninggalkanmu karena keadaan memungkinkan. Tapi di level yang lebih tinggi, aku tak bisa melakukannya. Meski menggunakan energy untuk melindungimu, sekelas kutukan level 2 masih bisa melukaimu, Sensei."

"..." Megumi terdiam sesaat. "Kalau begitu bawa aku," ucapnya kemudian.

"Hah? Tapi itu berbahaya," protes Seiji.

"Bawa ke dekat sana saja, aku akan bersembunyi. Kau membantu madou itu, lalu kembali padaku."

"..." Seiji menggigit bibir bawahnya tampak berpikir. Tapi akhirnya ia mengangguk. "Ya sudah, ayo," Seiji turun dari meja dan sedikit membungkukkan badan, menepuk punggungnya. "Biar cepat."

"Urk…" meski sedikit enggan, Megumi menurut. Ia pun naik ke punggung Seiji, dan jujutsushi itu melesat cepat melewati atap-atap gedung, menuju area madou 3.

"Ah, sepertinya di sana," ucap Seiji setelah mendekati area pagar luar bagian kiri belakang. Ia turun dari atap, menurunkan Megumi di sebuah ruang kelas. "Kau tunggu di sini Sensei."

Megumi mengangguk, Seiji segera melesat pergi. Megumi masuk ke ruang kelas itu, ia menuju area belakang, duduk di lantai di antara dua rak yang ada di bagian belakang kelas. Ia merasa itu tempat yang paling tersembunyi di sana.

Bluurrrggghhh…!

Dada Megumi bergemuruh. Ia merasakan tekanan yang kuat dari arah Seiji pergi tadi. Sepertinya pertarungan sudah dimulai. Megumi menarik nafas panjang lalu menghembuskannya pelan-pelan. Ia harus membiasakan diri. Itu tugasnya.

Megumi masih bisa menghandle ini, tapi ia lumayan tak menyangka peningkatan kekuatannya sejauh ini dari misi level C ke B. Saat misi level C itu Megumi benar-benar hanya tipis saja merasakan aura kutukan yang ada, seperti yang ia katakan pada Hizama, kalau dari skala 1-10 Megumi akan memberi angka 1. Ia merasakan tekanan, tapi hanya merasakan, bukan sampai titik di mana tekanan itu meng affect dirinya.

Tapi di misi kelas B ini, kalau Megumi bisa memberi angka, mungkin 6. Lonjakannya sejauh itu. Megumi merasakan tekanan kutukan di sana sini, belum sampai titik di mana membuatnya kesulitan bernafas atau bergerak, tapi sudah cukup kuat sampai membuatnya sedikit mual.

Geez, apa jangan-jangan misi kelas A lonjakannya juga lebih jauh lagi? Bisa-bisa dari skala 10 itu Megumi harus memberi angka di atas itu.

Megumi menghela nafas lelah, ah sudahlah, pikirnya. Ia melanjutkan duduk diam, berusaha tak menimbulkan suara, sampai ia merasakan kehadiran kutukan mendekat. Megumi melirik hati-hati. Ya, ia yakin itu aura kutukan. Ia bisa membedakannya. Megumi tak tahu di mana persisnya, tapi ia rasa dari luar kelas, bergerak mendekat ke arah sana.

Jantung Megumi berdebar, semoga saja ia tak ditemukin. Dengan tatapan waspada, Megumi melirik keluar jendela kelas. Benar saja, tak lama kemudian muncul sesuatu yang bergerak dari sana. Sesosok kutukan berbentuk seperti slime, dengan banyak mata. Megumi bergidik ngeri melihat mata-mata itu bergerak tak beraturan. Megumi takut kutukan itu akan melihatnya.

Megumi meraih senjata dari sabuk kaki, haruskah ia menyalakan benda itu? Tapi bagaimana kalau pendar cahayanya malah menarik perhatian kutukan tersebut. Akhirnya Megumi hanya menggenggam erat senjata itu.

Kutukan itu bergerak pelan, melintasi kelas itu, Megumi hanya berharap kutukan itu segera berlalu tanpa melihatnya. Tapi mata kutukan itu terus bergerak, dan di satu titik Megumi merasa salah satu mata kutukan itu terarah ke arahnya.

'Sial…' batin Megumi. Karena sedikit panik, ia menyalakan senjatanya dalam bentuk pedang. Ia menatap benda itu, rasanya ia tak yakin bisa menebas makhluk sebesar itu sekali tebas. Bentuknya slime, tidak terlihat mana kepala mana leher. Yang terbayang di kepala Megumi malah kegagalan Shino kemarin saat menebas tikus besar itu.

'Kuso…!' umpat Megumi, akhirnya ia memutuskan untuk berlari ke jendela terdekat, membukanya, lalu melompat keluar kelas lewat jendela itu. Ia menutup kembali jendela itu dan bersiap pergi, saat tiba2 tanpa ia duga, kutukan tadi melompat begitu cepat, dan menyerang pojok kelas di mana Megumi berada tadi.

Pergerakannya begitu cepat sampai Megumi tak melihat lewat mana kutukan itu memasuki kelas. Pojok kelas itu ringsek kini. Nafas Megumi tercekat, dan ia langsung berlari menjauh. Ia masih sempat melihat kutukan itu menyusup keluar lewat celah-celah kayu jendela, seperti air.

"Astaga, itu curang," omel Megumi entah pada siapa. Ia berlari sampai ke gedung sebelah dan berbelok ke kanan, menuju lorong antar gedung. Ia bersembunyi di satu lorong lagi yang berbelok ke kanan. Jantungnya berdebar, ia harus bagaimana?

Megumi menatap senjata di tangannya yang masih berbentuk pedang. Ia jelas kalah kalau pertempuran jarak dekat dengan makhluk sebesar itu. Ia sama sekali tak punya basic pertempuran, apalagi penggunaan pedang. Ia mengubahnya kembali ke bentuk pistol. Ia tak tahu apakah ampuh atau tidak, tapi ia lebih memilih pertempuran jarak jauh daripada harus menebas slime itu.

Gasp…!

Megumi terkesiap saat kembali merasakan aura kutukan itu mendekat. Megumi melongok keluar, ia yakin kutukan itu akan segera muncul dari arah masuk lorong tempatnya berlari tadi. Megumi mengarahkan senjatanya kesana, begitu kutukan itu muncul akan langsung ia tembak, begitu pikirnya.

Sssrrrkk…!

Deg deg deg…

Suara itu kian mendekat. Megumi menyiapkan jarinya di trigger pistol, siap menembak. Dengan perlahan, kutukan itu betulan muncul di arah sana. Megumi menunggu sampai tubuh kutukan itu cukup besar untuk menjadi target tembak.

Krrrrrkk…!

Mata kutukan itu terarah ke Megumi dan…bam! Megumi menembak. Mungkin tembakan panik, ia menembak tiga kali. Ia sedikit pesimis, mungkin hanya akan diserap oleh makhluk slime itu. Tapi kenyataannya tidak.

"Kkkiiieeeeeekkkk…" slime itu meringkik saat tubuhnya perlahan lenyap, seperti terkorosi dari tiga titik peluru yang Megumi tembakkan tadi. Dan hanya dalam beberapa detik saja sudah tak ada bekas dari kutukan itu. Megumi melongo, lalu menatap senjata di tangannya. Ia baru tahu bahwa senjata di tangannya se OP itu.

HQ memberikan senjata itu untuk perlindungan dia yang sama sekali tak bisa bertarung, pastinya senjata itu harus kuat supaya penggunanya tak mati, noob sekalipun.

Megumi menggeleng tak percaya. "Astaga, aku mengkhawatirkan hal yang tak perlu," ucapnya sedikit kesal pada diri sendiri.

Bbzztt…!

"Sensei…!" terdengar panggilan Seiji dari alat komunikasi mereka.

"Ya," balas Megumi.

Terdengar Seiji menghela nafas lega. "Sensei di mana? Kau tidak di kelas tadi, dan ada bekas serangan di sini."

"Oh, ya, tadi ada kutukan. Aku kabur. Aku di gedung sebelah kanan nya, di lorong."

"Okay, tunggulah di sana. Aku akan ke sana," ucap Seiji. Tak lama kemudian, mungkin hanya lima detik, Seiji sudah muncul di ujung lorong. Ia tampak panik, tapi lalu tersenyum begitu melihat Megumi. "Kau baik saja?" tanya nya seraya menghampiri.

"Ya. Baik," ia menunjukkan senjata di tangannya. "Kau tahu, senjata ini ternyata OP."

Seiji tertawa mendengar ucapan Megumi yang terdengar antusias. "Senjata mahal itu," balasnya.

"Iya kah? HQ memberikanku cuma-cuma."

"Tentu saja. Kau jadi kelinci percobaan mereka, kalau sampai memberikan senjata murahan, mereka yang gila tidak memperhatikan keselamatan mu. Tapi kau serius tidak apa-apa?" Seiji memeriksa, memegang pundak Megumi dari atas ke bawah. "Kerusakan di ruang kelas itu cukup parah."

"Tak apa, aku keluar kelas sebelum kutukan itu menyerang. Dia menyerang tempat kosong," balas Megumi. Meski dalam hati menambahkan nyaris, ia tidak tahu bakal diserang seperti itu.

"Heeh, syukurlah kalau begitu. Aku panik sekali tadi saat melihat keadaan kelasnya dan melihat kau tak ada."

Megumi mengangguk. "Madou 3 sudah aman?"

"Iya sudah. Tadi kebetulan dapat musuh yang jarak jauh sementara dia membawa senjata jarak dekat, makanya butuh bantuan."

Buummmm…!

Obrolan mereka terhenti saat merasakan tekanan kuat dari arah lain. Megumi mengerutkan dahi.

"Mungkin Maki-san atau Mai-san butuh bantuan," komentar Seiji. "Ayo," tanpa menunggu, ia membopong Megumi dan melesat keluar, lalu naik ke atap. Naik ke bagian menara yang ada jam nya dan merupakan bangunan tertinggi dari gedung di sana. Mereka melihat sekeliling, dan bisa melihat di lapangan bola, Maki tengah bertarung dengan sesosok kutukan yang ukurannya besar. Mungkin mencapai 10 meter.

"Hey, itu berbahaya kan," ucap Megumi. Ia masih berada di rangkulan Seiji.

"Maki," terdengar suara Mai juga dari sana, ia tampak menembak tapi tak ada efek apapun dari kutukan itu. Detik berikutnya yang mereka takutkan terjadi juga, kutukan itu menyabet Maki, lalu Mai, dan memasukkan mereka ke mulut kutukan itu.

"HAHH?!" Megumi terkejut.

"Sial, senjata jarak jauh ku tidak bisa menjangkau–..." ucapan Seiji terhenti dan keduanya menatap ke senjata di tangan Megumi.

"Bisa?" tanya Megumi yang mengerti apa yang diucapkan Seiji barusan.

"Bisa. Setahuku jangkauan senjata itu mencapai beberapa kilometer."

Megumi pun segera membidik. "Atau kau saja? Aku takut meleset."

"Tanganku sibuk," balas Seiji sweatdrop. Megumi juga sweatdrop saat baru ingat itu, soalnya Seiji berpegangan ke dinding menara sementara satu tangan memegangi Megumi. "Asal kena saja, tak perlu di kepala. Senjata ini bisa menguraikan kutukan selama mengenai target. Dan tahan sedikit lama supaya damage nya lebih tinggi, karena ini jarak yang lumayan jauh."

"Ryoukai," Megumi membidik lalu menekan trigger, ia menahannya beberapa detik sebelum melepas tembakan, dan…

Booommm…!

Tembakan itu melesat, tapi ternyata cukup kuat sampai Megumi dan Seiji terkena impact tekanan dari tembakannya.

"Uwaaghh…" tubuh mereka terlontar mundur, pegangan Seiji lepas dan kakinya juga terpeleset. Mereka terguling ke atap, lalu turun terjun bebas dari tempat itu.

"Gyaaaahhhh…" teriak mereka bersamaan.

Refleks Seiji masih bisa meraih tubuh Megumi dan memeluknya, sepersekian detik kemudian mereka menghantam tanah di bawah sana.

Boooommm…!

Suara debaman terdengar dari tubuh mereka yang menghantam bumi. Untuk beberapa saat keduanya tak bisa bergerak karena impact jatuh. Setelah cukup yakin mereka hidup, mereka mulai terkikik geli.

"Haha…hahahaha…hahahahaha," mereka tertawa dengan kejadian konyol yang baru saja terjadi.

"Aduh, aku mana tahu recoil nya sekuat itu," tawa Seiji sambil mulai menggerakkan tangannya yang terasa linu.

"Ughh…uhuk…hahahaha, astaga, epic fall. Tadi tembakanku kena atau tidak ya," tawa Megumi. Ia mulai bergerak dari atas tubuh Seiji, mencoba bangun. Tubuhnya terasa linu.

"Kena, aku sempat melihat sebelum kita jatuh," balas Seiji, dan mereka kembali tertawa. Megumi masih ambruk ke atas tubuh Seiji karena belum berhasil bangun tadi.

"Aduuh astaga, tubuhku nyeri," ucap Megumi setelah mereka puas tertawa. Ia bergeser dari tubuh Seiji lalu terlentang di sampingnya. "Kau tidak apa-apa? Kau yang dapat impact jatuh lebih parah."

"Yeah, tunggu sebentar. Badanku masih linu," ucap Seiji. Ia berdiam sesaat sebelum bisa mulai bergerak. Perlahan ia duduk lalu menatap ke arah lapangan tadi meski tak terlihat karena gedung di sebelah mereka. "Sepertinya sudah selesai. Aku tak merasakan hawa keberadaan kutukan di manapun."

"Heeh, baguslah," balas Megumi, ia masih berbaring terlentang di tanah.

Seiji menoleh menatap Megumi. Ia lalu punya ide. Ia meraih ponselnya dari saku, lalu mengarahkan kamera untuk selfie.

"Sensei, Sensei, cheessse," ucap Seiji yang sudah berpose peace di depan kamera.

"Hng?" Megumi yang masih terlentang menatap ke arah kamera, lalu ikut membentuk tanda peace dengan tangannya.

Ckrik…

Seiji tertawa melihat hasil foto mereka.

"Lihat dong," Megumi ikutan duduk dan melihat layar ponsel Seiji. "Pffftt…muka kita penuh debu," ucap Megumi geli.

"Boleh upload sosmed?" tanya Seiji.

"Boleh. Upload saja."

"Di group ya? Khusus jujutsushi."

"Ya, terserah saja," Megumi meregangkan ototnya. "Wait, tapi memangnya boleh? Ini foto di dalam misi kan? Sedang misi boleh pegang HP?"

"Pfffttt…hahahaha," giliran Seiji yang tertawa.

Megumi merengut kesal. "Apa sih?"

"Aku baru ingat kau termasuk masih anak baru, Sensei. Hahahaha."

Megumi makin merengut, ia ingat Gojo juga pernah mengatainya demikian.

"Heeh, masih kaku dan takut-takut sama peraturan," Seiji menghela nafas menghentikan tawanya. "Nih lihat, kalau kau takut," Seiji membuka foto-foto yang ada di group. Isinya jujutsushi dengan kutukan yang mereka kalahkan, ada juga yang bahkan menyalakan video selama misi layaknya vlog.

"Pokoknya selama kerjaan beres harusnya tak masalah," ucap Seiji.

"Begitu ya."

"Mm hm," Seiji mengangguk lalu melanjutkan upload, ia tengah menulis caption.

"Aku baru tau jujutsushi ada group nya sendiri. Semua ikut group?" tanya Megumi.

"Hm? Enggak juga. Ya namanya juga sosmed, yang mau mau saja ikut," balas Seiji masih sambil mengedit caption.

"Anggotanya dari HQ Tokyo saja?"

"Hmm…tidak. Ada yang general, jujutsushi keseluruhan begitu. Tapi ini ku upload yang di group khusus HQ Tokyo saja. Lagian ini hanya sharing foto di misi kecil," Seiji menekan tombol upload. "Oh, kalau yang kau maksud apa Gojo-san ada di group ini jawabannya adalah tidak. Setahuku dia bahkan tidak punya sosmed."

"Hey, aku tidak tanya," sanggah Megumi dengan wajah memerah, membuat Seiji kembali tertawa.

"Ya sudah, ayo kembali ke yang lain," ajaknya. Mereka pun bangkit, menepuk-nepuk seragam mereka dari debu, lalu berjalan menuju gerbang. Yang lain sudah berkumpul saat mereka datang, Maki dan Mai tengah dirawat oleh healer fisik. Sepertinya mengalami beberapa luka.

"Apa kalian terluka," asisten manager menanyai Seiji dan Megumi.

"Tidak, hanya pegal saja habis terjun bebas," Seiji menggertakkan pinggangnya. "Tapi aku sempat menggunakan curse energy untuk melindungi tubuh kami, jadi imbasnya tidak terlalu terasa."

"..." Megumi terdiam, baru menyadari itu. Mereka terjun bebas dari menara setinggi itu. Kalau manusia normal pasti sudah pecah kepala atau patah tulang. Tapi mereka tak terluka sama sekali, hanya pegal-pegal saja akibat benturan.

Mereka menunggu Maki dan Mai yang masih dirawat, berdiri bersandar ke mobil. Megumi menelengkan kepalanya ke arah Seiji. "Yang tadi terimakasih," ucapnya.

Seiji tertawa kecil. "Ya itu kulakukan untukku juga. Jujutsushi level berapapun tubuhnya tetap tubuh manusia biasa, kalau tak kulakukan itu aku juga bisa remuk."

"Ya, tapi kau menarikku, dan kau memposisikan tubuhmu di bawah sebagai bantalan aku mendarat."

Seiji tersenyum. "Sudah tugasku," ucapnya. Megumi balas tersenyum. "Dan karena aku ingin melindungi orang yang kusayang juga," tambah Seiji.

Megumi menarik sebelah bibir. "Kau tahu aku tidak akan berpaling padamu hanya karena ini kan?"

Seiji tertawa. "Tak apa. Namanya juga curi curi kesempatan."

"Dasar kau," Megumi meninju pelan lengan Seiji.

Tak berapa lama kemudian, Maki dan Mai selesai. Mereka menghampiri Seiji dan Megumi. Mai tampak tersenyum, tapi Maki bermuka masam seperti biasa.

"Yang tadi itu bisa kami atasi sendiri kok," ucap Maki ketus.

"Ya ya," balas Seiji malas.

"Maksudnya terimakasih," ucap Mai. "Ya kan Maki," sepertinya dia sedikit lebih waras dari saudara kembarnya itu.

"Hmph," Maki hanya membuang muka dan memasuki mobil. Mereka pun masuk ke mobil dan kembali menuju HQ. Tak ada obrolan selama perjalanan, hanya suara musik pelan yang terdengar dari dashboard mobil, mengisi keheningan yang ada.

"Wah, Sensei, post nya meledak," ucap Seiji.

"Hah?" bingung Megumi, tak paham apa yang Seiji bicarakan.

"Ini, foto kita yang kupost tadi. Banyak sekali reaction nya. Bahkan dari orang-orang luar group juga, ya soalnya ini public group sih jadi siapa saja bisa lihat, tidak hanya member nya saja."

Megumi menatap ke layar ponsel Seiji, melihat foto dirinya dan Seiji. Ia membaca caption yang Seiji tulis. "Main pasir malam-malam? Pfftt…serius, caption mu begitu," tawa Megumi.

"Ya habis, katanya misi mu bukan confidential tapi sebaiknya jangan disebarkan, makanya caption nya kubikin gaje begitu."

"Hahaha," Megumi masih tertawa kecil, ia meraih ponsel Seiji dan menscroll membaca komen-komen yang masuk.

'Wah, dengan Fushiguro-Sensei?'

'Infokan lokasi.'

'Kalian di mana?'

'Hey, kenapa bisa dengan Fushiguro-Sensei?'

'Aaahhh iri.'

Kurang lebih komen-komen yang masuk begitu. Lebih banyak menanyakan tentang Megumi.

"Wah wah, kau populer sekali Sensei," goda Seiji.

"Geezz…" Megumi kembali menyerahkan ponsel Seiji.

Selama perjalanan, Seiji sibuk dengan ponselnya, Megumi hanya menatap keluar.

"Sensei, kau nggak main sosmed ini? Biar kau ikutan baca-baca komen yang masuk, nanti ku tag kau di foto ini," ucap Seiji.

"Main kok. Tapi nggak usah ditag lah, nanti notif ku berisik."

"Eh? Serius? Nama akun mu apa?"

"Sudah kubilang jangan ditag."

"Enggak kutag. Tapi berteman di sosmed ini tak masalah kan?"

"Ya deh, terserah aja. Aku pakai nama asli kok, ketik saja."

"Oke," Seiji mencari nama Megumi lalu menambahkan pertemanan. Setelah itu ia lanjut main HP, sepertinya masih sibuk dengan foto yang tadi. "Wah, ada yang sampai mengirim death threat padaku. Kau sepopuler ini Sensei, ck ck ck," Seiji geleng-geleng kepala.

Megumi mengeratkan sebelah alis. "Death threat? Dari siapa?"

Seiji angkat pundak. "Akun kosongan. Nama akun nya juga asal. Biasanya akun baru bikin, mungkin ada yang sengaja membuat kloning untuk sekedar mengatakan ini biar nggak pakai akun asli mereka."

"Mana?" Megumi melihat kembali layar ponsel Seiji. Ada inbox dari sebuah akun tanpa foto profil, dengan nama akun user666.

'Jangan sok dekat dengannya. Memangnya kau siapa berani minta foto bersamanya. Jujutsushi rendahan sepertimu tidak pantas menghirup udara di tempat yang sama dengannya apalagi satu frame foto dengannya. Menyingkir brengsek, dan jangan menyentuhnya sama sekali, atau kubunuh kau.'

"..." Megumi speechless, Seiji tertawa pelan.

"Paling orang gabut saja," ucap Seiji.

Megumi meraih ponsel Seiji dan mengetik sesuatu.

"Hey, tidak usah diladeni Sensei, orang gabut seperti itu. Bocil puber yang ngefans padamu paling," ucap Seiji.

Tapi Megumi tak mendengarkan, ia tetap sibuk dengan ponsel Seiji. Tak lama kemudian ia selesai dan menyerahkan kembali benda itu. Seiji membaca balasan pesan dari Megumi.

'Kau siapa? Orang yang tidak memilikinya tidak berhak menyuruh orang lain untuk tak menyentuhnya.'

"Sensei…?" ucap Seiji, bingung kenapa respon Megumi begitu pada orang anonymous tersebut.

"Seiji-san, kau bilang Gojo-san tak punya akun sosmed kan," ucap Megumi.

"..." Seiji masih bungkam, loading sesaat. "Eeehhh…?" ucapnya setelah sadar apa yang terjadi.

"Ya, sekarang dia sudah punya, tuh baru bikin," jawab Megumi dan membuang pandangan ke luar mobil, sementara Seiji panik sendiri karena dia sepertinya baru saja menjadi musuh seorang jujutsushi level special-grade.

.

.

Setelah kejadian death threat itu, ternyata benar dugaan Megumi, Gojo ganti memberondongnya dengan banyak chat, sehingga memperjelas Megumi bahwa benar yang mengirim chat anonymous pada Seiji adalah Gojo. Sebenarnya tujuan Megumi membalas demikian hanya supaya Gojo cepat mau berbicara dengannya soal hubungan mereka. Tak apa kan lewat chat, kenapa juga harus tatap muka, padahal mereka sudah tahu perasaan masing-masing.

Tapi sepertinya Gojo masih keras kepala. Mengirim banyak chat pun, ia tetap menghindar untuk bicara serius. Yang ia tanyakan hanya hal-hal sepele.

'Sensei, pergi misi dengan siapa?'

'Kau harus hati-hati. Jangan terlalu dekat sama orang itu.'

'Oh ya, kalau kau keberatan pergi misi, bilang saja ke HQ loh. Nanti pergi misi tunggu aku ada waktu untuk ikut, biar bisa melindungimu lebih baik.'

Megumi hanya menarik bibir sebelah. Ia tahu Gojo tak suka dia pergi misi dengan Seiji, mungkin itu ungkapan kecemburuannya yang tak ia ungkapkan jelas karena status mereka yang masih tak jelas itu. Kalau begitu kenapa dia tidak segera meresmikannya saja. Heeehhh. Megumi gemas sendiri.

Megumi berbaring sambil memeluk bantal nya. Ia sudah mandi dan bersiap istirahat malam itu. Ia kembali memikirkan Gojo. Tapi memangnya…kenapa kalau harus menunggu sampai bertemu dulu seperti yang Gojo mau? Kenapa Megumi begitu terganggu dengan status mereka yang masih menggantung?

Entahlah, mungkin karena hari itu saat Megumi mengatakan pacar untuk pertama kali, Gojo tak meng iya kannya. Ya, pasti begitu kan. Yang artinya…Megumi hanya ingin segera mengikat Gojo bersama dirinya dalam sebuah hubungan.

Wajah Megumi memanas, dan ia semakin membenamkan wajahnya ke dalam bantal.

.

~OoooOoooO

.

Keesokan harinya Megumi dijadwalkan untuk assessment oleh HQ. Kali ini bukan pihak HQ yang datang ke unit Megumi, tapi Megumi yang diundang ke kantor jujutsushi. Pagi itu sekitar jam 9 Megumi pun datang ke HQ, menuju ruangan yang disebutkan dalam undangan. Ruangan itu seperti ruang rapat dengan meja besar di tengah dan kursi-kursi mengelilingi. Sudah beberapa orang yang datang, tapi masih banyak kursi yang kosong.

"Oh, Fushiguro-Sensei, silahkan masuk. Duduklah," Megumi dipersilahkan begitu ia menampakkan diri. Orang itu menatap jam yang belum genap menunjuk angka 9. "Tunggulah. Yang lain sebentar lagi juga datang."

Megumi menurut saja dan duduk di salah satu kursi. Benar saja, sebelum jam 9 tepat semua sudah berkumpul, ada Shoko dan Yaga juga di sana, bahkan Hizama yang mengunjungi Megumi waktu itu juga ada di sana. Dan di jam 9 mereka pun memulai rapat itu.

"Baiklah, pertama kita akan mereview misi yang dilakukan Fushiguro-Sensei," Hizama memimpin presentasi yang pertama. Ia menampilkan di proyektor data hasil misi Megumi, dari misi pertama, sampai misi terbaru. Ternyata selain data heal, data kondisi Megumi juga ada.

Megumi diam saja mengikuti jalannya rapat. Awal-awal, rapat itu lumayan kondusif. Tapi entah bagaimana bisa berubah sedikit panas semakin berjalannya waktu.

"Kalau begitu sudah bisa diturunkan ke misi level selanjutnya kan."

"Hey, apa kau tidak membaca laporan dari jujutsushi yang mengawalnya? Mereka mengalami banyak kendala selama misi level B, sudah seharusnya setelah ini masih misi level B lagi. Apalagi misi yang kemarin, jujutsushi yang bertugas hanyalah kelas 2, dengan level kutukan semi-grade 2. Sebaiknya setelah ini masih level B, dengan kutukan semi-grade 1."

"Tapi laporan hasil misi juga menyebutkan bahwa Fushiguro-Sensei berhasil mengatasi tekanan baik dari kutukan maupun jujutsushi dengan baik, sudah seharusnya menaikkan level misi."

"Dakara, kan misi nya dengan kutukan semi-grade 2, jujutsushi nya juga level 2. Bagaimana dengan kutukan semi-grade 2 dan jujutsushi level semi-grade 1. Perbedaan dari level 3 ke dua itu jauh, begitu juga semi-grade 2 ke semi-grade 1."

"Kalau kondisi normal sih tak apa naik tingkat per tingkat. Tapi kondisi kita saat ini termasuk urgent, dengan semua musim sibuk dan banyaknya kutukan yang ada."

"Bukan berarti kita harus mengorbankan healer. Selama ini kita juga survive peak season tanpa healer energy turun ke misi, resiko berserk satu dua jujutsushi sudah selalu terjadi sejak lama sampai sekarang. Kenapa tiba-tiba memaksakan healer tersebut. Pikirkan juga jangka panjangnya. Mungkin eksperimen ini diadakan sekarang, tapi baru bisa di aplikasikan di peak season selanjutnya. Jadi musim ini kita harus bisa survive tanpa healer seperti sebelum-sebelum nya, cukup fokus saja mematangkan eksperimen sampai hasil yang aman."

Mereka berdebat tanpa melibatkan Megumi yang mengalami misi itu sendiri. Ia hanya diam saja melihat perdebatan memanas. Untunglah Yaga segera menengahi, membuat suasana rapat kembali kondusif, dan kali ini melibatkan Megumi. Meminta pendapat dari orangnya nya sendiri.

"Kalau saya merasa, tak masalah ke misi level selanjutnya," ucap Megumi. "Saya memang merasakan lonjakan tekanan yang cukup jauh dari misi level C ke B, tapi di misi level B saya masih bisa menghadapinya dengan mudah. Tekanan yang saya rasakan maksudnya. Bukan faktor di kesulitan misi, karena menurut jujutsushi yang mengawal saya, kondisi lapangan selalu berbeda dan tak terduga, jadi faktor kesulitan misi tak bisa saya simpulkan. Tapi kalau soal tekanan energy, saya masih bisa menghandle nya dengan baik.

Mungkin itu ada pengaruhnya juga dari kesalahan awal eksperimen, di mana saya langsung diterjunkan ke misi level S bersama Gojo Satoru. Karena saya sudah merasakan tekanan dari kelas S, saya merasa tekanan dari misi kelas C dan B yang sudah saya jalani tidak begitu mengganggu. Hanya masih merasa asing saja karena sebelum mengikuti eksperimen, saya tidak pernah merasakan tekanan energy dari kutukan maupun jujutsushi."

Suasana kembali ribut setelah penuturan Megumi itu, meski kali ini dengan bisik-bisik.

"Benar kan, sebaiknya menaikkan level misi saja. Mungkin yang harus ditingkatkan adalah jujutsushi yang mengawal, supaya mengatasi faktor kesulitan misi, memastikan healer tetap aman. Karena untuk tekanannya sendiri bisa ditolerir."

"Mana bisa begitu. Sebaiknya misi level sama dengan kutukan semi-grade 1. Selain memastikan data tekanan energy yang mampu ditolerir, jujutsushi di atas level 1 sedang turun ke misi semua. Sambil menunggu ada yang available, turun ke misi level B lagi."

"Tenang," Yaga kembali harus angkat suara supaya ruangan itu senyap. "Sebaiknya kita lanjutkan dulu rapat ini dengan pembahasan kondisi lapangan terbaru. Ieiri-Sensei, silahkan."

Kini gantian Shoko yang melakukan presentasi, menampilkan data yang ada di layar.

"Aku akan membahas beberapa jujutsushi yang melewati persentase 90% beberapa minggu terakhir ini," ucap Shoko. Ia kemudian menjelaskan satu per satu nama jujutsushi, lalu misi mereka dan bagaimana penyelesaiannya. Hingga mencapai data terakhir yang paling parah.

"Kejadian terparah dialami oleh Ashima, jujutsushi kelas satu yang turun dalam misi level A, dia mencapai angka 98%. Dia sudah memasuki fase berserk, dan berhasil membasmi kutukan, namun dia sendiri harus dilumpuhkan oleh tim," Shoko menampilkan sebuah video dimana seseorang jujutsushi tampak tak terkendali. Para madou juga kesulitan menghadapi, mereka mengakalinya dengan cara memasang kekkai berlapis, dengan radius semakin menyempit. Hingga setelah cukup sempit arena nya, mereka menembakkan obat bius. Itu pun tidak cukup satu tembakan. Sekitar 15 tembakan bius barulah jujutsushi itu tumbang, dan dapat ditangani.

Proses pelumpuhan berjalan nyaris 12 jam. Dan saat ini Ashima masih dalam perawatan intensif. Dari medis yang merawat menyatakan bahwa kesempatan survive nya untuk kembali normal hanya sekitar 27%," tambah Shoko.

Megumi bungkam melihat video itu. Jujutsushi yang berserk terlihat seperti bukan manusia lagi, ekspresinya liar seperti binatang buas, dan dia menggunakan kekuatannya semau dia, menyerang apa saja yang bergerak. Seperti iblis yang sedang mengamuk saja.

Megumi menelan ludah berat. Kalau ia turun ke misi untuk memberikan heal, dia akan berhadapan dengan yang seperti itu. Bayangkan saja ia harus melakukan heal pada jujutsushi yang sedang mengamuk secara brutal sedemikian rupa.

Tanpa sadar tangan Megumi gemetar di bawah meja, dan dia segera menautkan kedua tangannya supaya tak gemetar lagi.

"Seperti yang bisa kita lihat, kondisi jujutsushi saat nyaris berserk sudah di luar kendali," Shoko menambahkan. "Saya setuju dengan pendapat yang mengatakan eksperimen ini lanjutkan sesuai pace sebelumnya saja, tidak dipaksakan. Kita matangkan dulu eksperimen ini, biarkan peak season kali ini berjalan seperti biasanya, dan kita baru menjalankan hasil eksperimen di peak season selanjutnya.

Saya bukan mengatakan bahwa jujutsushi tidak berharga. Tapi dunia jujutsu sudah mengalami peak season berulang kali, kita tahu resiko nya, bahwa kita mungkin akan kehilangan beberapa jujutsushi. Tapi bukan berarti kita harus menambah resiko kehilangan dari sisi healer juga."

Suasana kembali ribut begitu Shoko menutup presentasinya. Terjadi debat antara anggota rapat, masing-masing dengan pendapat mereka sendiri.

"Bagaimana kalau ganti strategi. Kita turunkan healer saat persentase jujutsushi belum separah itu. 90, tidak, 80. Kalau sudah mendekati angka 80 kita segera kirimkan healer ke sana untuk menurunkan persentase nya. Dengan begitu, jujutsushi belum lepas kendali."

"Hey, kau tidak dengar. Ini bukan soal persentase saja. Tapi kondisi pertempuran juga. Kalau jujutsushi sampai menggunakan kekuatan setinggi itu dan mencapai persentase tinggi, berarti kutukan yang dihadapi juga sangat kuat. Terlalu berbahaya untuk healer nya."

"Tapi bukankah eksperimen ini memang ditujukan untuk melakukan heal di dalam pertempuran? Tentu saja kekuatan kutukan sudah masuk dalam perhitungan."

Bla…bla…bla…

Perdebatan semakin memanas dan sampai jam 12 pun mereka belum menemukan titik temu. Hingga akhirnya rapat dihentikan untuk istirahat siang.

.

.

Megumi keluar dari gedung jujutsushi dengan langkah gontai. Setelah cukup jauh, ia berhenti, lalu menatap tangannya sendiri dan baru menyadari bahwa ia gemetar. Di kepalanya kembali teringat video tadi, video saat seorang jujutsushi berserk. Mengerikan sekali. Matanya yang seperti sudah tak mengenali mana kawan mana lawan, lalu menghancurkan semua yang bergerak di sekelilingnya. Benar-benar gila.

Dan misi Megumi seharusnya diturunkan ke dalam situasi seperti itu? Tidak hanya kutukan yang mengerikan, tapi juga jujutsushi yang mengamuk.

Apa dia…bisa…?

Tatapan Megumi kosong, tangannya masih bergetar halus. Ia terdiam cukup lama sebelum akhirnya menyadari ponselnya bergetar di dalam saku. Megumi pun meraih benda itu, dan melihat nama Gojo di layar nya. Megumi melanjutkan langkah sambil mengangkat panggilan itu, ia lupa membawa earphone jadi ia tempelkan ponsel itu ke telinga.

"Moshi moshi," ucap Megumi. Tak ada jawaban. Megumi melangkah menuju vending machine masih dengan ponsel di telinga. Ia taruh ponsel di pundak, lalu meraih koin dari dompet untuk membeli roti dan susu. Ia sedang tidak ingin makan berat, lagipula dari pagi dia tidak ada aktivitas yang menguras tenaga juga.

"Gojo-san?" panggil Megumi setelah selesai membeli dan Gojo masih tak bersuara.

"Hmng," akhirnya hanya terdengar suara Gojo merajuk.

Megumi tertawa kecil. Kurang lebih ia tahu kenapa, tapi ia mencoba biasa saja. "Kau sudah makan?" tanya Megumi. Ia berjalan menuju taman dan duduk di bawah sebuah pohon besar, menikmati makan siang di atas rumput taman yang hijau dan di bawah rimbunnya pohon.

"Belum," balas Gojo singkat.

"Mm hm," balas Megumi dan tak bicara lagi karena ia mulai mengunyah.

"Kenapa diam, aku ingin dengar suaramu," ucap Gojo dari ujung telefon.

Megumi tersenyum, ia telan dulu sebelum menjawab. "Aku sedang makan siang. Mau?"

"Makan apa?"

"Roti, sandwich dari vending machine, dan sekotak susu."

"Oohh, dari vending machine. Roti strawberry nya enak loh," ucap Gojo bersemangat.

"Ya tapi aku nggak terlalu suka makanan manis."

"Tapi itu enak! Kau harus coba!" nada bicara Gojo meninggi.

"Iya iya, nanti kucoba," Megumi menghela nafas pelan. Tanpa perlu melihat tab kerja pun Megumi tahu statistik Gojo pasti sedang tinggi, makanya hawanya bad mood begitu. meski begitu Gojo masih berusaha tenang demi menelfon Megumi. "Hari ini pergi misi?" tanya Megumi kemudian.

"Nggak, nanti malam," balas Gojo singkat, terdengar ketus.

"Sudah tidur siang?"

"Ini aku baru bangun dari pagi."

"Astaga, sudah tengah hari loh ini."

"Memangnya kenapa. Aku baru kembali jam 7 pagi tadi."

Megumi hanya tertawa dalam hati. Sisi Gojo yang jutek dan ngambekan seperti ini jarang ditemuinya, biasanya Gojo berusaha sesopan mungkin di depan Megumi. Jadi membayangkan Gojo tengah manyun atau bermuka masam sambil mengomel begitu rasanya lucu saja bagi Megumi.

"Wah, sibuk sekali ya."

"Ya. Peak season begini memang selalu sibuk. Tapi nanti setelahnya akan cukup tenang."

"Begitu. Jadi setelah tenang itu kita baru bisa bertemu?"

"..." Gojo diam. "...pokoknya tunggu sampai ketemu," rajuknya lirih.

Ingin sekali Megumi tertawa, kalau Gojo di sampingnya mungkin sudah ia cubit pipi jujutsushi itu saking gemas nya.

"Iya iya, aku juga nggak bilang apa-apa kan," balas Megumi, berusaha menguasai diri.

"Kau jangan dekat-dekat sama orang itu! Kalau bisa nggak usah misi bersama lagi!"

"Iya, nggak akan. Kami hanya rekan kerja. Lagipula ini sedang tidak misi, barusan aku ikut rapat."

"Rapat?"

"Iya. Soal eksperimen yang kujalani ini."

"Kalau kau keberatan dengan suatu hal kau harus bilang pada mereka loh."

"Iya aku tahu."

"Pokoknya jangan memaksakan diri."

"Iya."

"Atau tunggu aku sebelum melakukan misi berbahaya."

"Misi nya nggak berbahaya, mereka selalu mengutamakan keselamatanku."

"Ini sedang istirahat? Nanti mulai lagi?"

"Ya, jam 1."

"Kalau begitu makan dan istirahatlah."

Megumi tertawa tipis. "Iya ini kan sedang istirahat dan makan. Kau juga jangan lupa makan, ok. Nanti malam sibuk lagi."

"Iya, nanti kalau sudah tidak malas bangun. Hoaaahm," Gojo menguap lagi.

"Bangun sana, cuci muka, mandi."

"Iya iya. Hmngh…" sepertinya Gojo bangun dari rebahannya. "Ya sudah Sensei, aku ke kamar mandi dulu. Sampai jumpa."

"Ya, sampai jumpa," balas Megumi, tapi Megumi lalu terpikirkan sesuatu. Ia tersenyum jahil. "Aku merindukanmu," ucapnya kemudian.

"HUH?!" Ucap Gojo, Megumi mencoba menahan tawa. "Nooooo, hentikan itu. Aku tidak mau katakan," Gojo mulai merengek lagi. "Tunggu sampai kita bertemu dan bicara."

Tawa Megumi lepas juga mendengar itu. "Ya sudah," ucap Megumi kemudian. "Sampai jumpa. Aku mencintaimu."

"HUH?! SEN–..."

Dan Megumi pun mematikan telefon sebelum mendengar omelan Gojo. Ia tertawa geli. Lalu menghela nafas banyak-banyak. Tatapannya menerawang. Ia bisa dengan mudah mengucapkan kata itu kini, andai saja ia memberanikan diri lebih awal, mungkin kesalahpahaman konyol ini tidak akan terjadi.

"Heeh, sudahlah," ia menghela nafas sekali lagi. Ia bersiap bangun saat ia menyadari sesuatu. Ia menatap kembali tangannya, sudah tak gemetar lagi.

Megumi mengepalkan tangannya. Ya, ia sudah tak gemetar itu. Rasa khawatir dan gelisahnya sudah lenyap hanya dari berbicara dengan Gojo, mendengar suaranya.

Ia menarik nafas panjang dan menatap langit.

"Aku ingin cepat bertemu…" ucapnya lirih.

.

.

.

~To be Continue~

.

Support me on Trakteer : Noisseggra