Chapter 17: Tugas Pertama

Aku menarik napas dan menghembuskannya perlahan-lahan. Setiap Rapat OSIS Belakang tidak pernah berakhir baik untukku, jadi sejujurnya aku takut. Namun, aku tidak boleh mundur dan mundur bukanlah pilihan. Jika aku ingin menjalankan rencanaku, maka aku harus terus maju setakut apapun diriku. Pintu Gudang Lama tertutup rapat, tapi aku tahu apa yang menantiku dibaliknya. Jadi, dengan langkah kaki berat, aku berjalan.

Pintu berderit ketika aku membukanya dan sebagian besar anggota sudah datang. Aku masih bisa merasakan tatapan-tatapan mereka yang menusuk dan berusaha menghakimiku. Dulu aku tidak tahu kenapa, tapi sekarang aku tahu. Aku adalah 'Kuroko Tetsuya' mantan Ketua OSIS Belakang yang akhirnya di cap sebagai pengkhianat, mengalami kecelakaan dan kembali seolah tidak terjadi apa-apa. Benar, 'Kuroko Tetsuya' pernah berdiri di atas mereka semua, sehingga aku tidak harus takut akan apapun.

Aku menegakkan punggung dan berjalan dengan percaya diri memasuki ruangan. Dewan Harian sudah beberapa menempati tempat mereka, termasuk Nash Gold. Aku tahu beberapa dari mereka memikirkan hal yang sama, seperti bagaimana Kuroko Tetsuya masih punya muka untuk bergabung dengan Dewan Harian sementara dia sudah pernah di cap sebagai pengkhianat. Aku tahu bahwa beberapa dari mereka berharap keruntuhan Kuroko Tetsuya dan beberapa ingin menyakiti Kuroko Tetsuya. Aku tidak mau memberi kepuasan pada mereka. Aku tidak akan menjadi bulan-bulanan mereka. Aku akan berdiri tegar dan menghancurkan OSIS Belakang ini.

Midorima, Aomine dan Momoi sudah menempati kursi mereka. Aku menempati tempat di sebelah Nash Gold. Tindakanku menyebabkan berbagai reaksi dari para anggota. Aku melihat satu per satu wajah mereka. Midorima tampak biasa saja, meskipun aku tahu dia gugup setengah mati. Momoi berusaha tersenyum kaku padaku dan Aomine hanya menaikkan sebelah alisnya.

"Kuroko," sapa Nash Gold dengan suara dinginnya. Namun dia tidak mengatakan apapun. Dia tidak mengusirku, tidak menyuruhku pindah tempat. Dia menatap ke tumpukan berkas-berkas di depannya.

Midorima telah memberitahuku, bahwa jika aku memang menginginkan perhatian dari Nash Gold, incar kasus yang paling terakhir. Biasanya kasus itu adalah kasus sulit yang akan diberikan kepada Dewan Harian. Kasus-kasus biasa akan diberikan pada anggota lainnya. Masalahnya, tidak semua Dewan Harian mau menerima kasus itu. Jadi, aku harus menjadi sukarelawan.

Midorima juga memberitahuku posisi Dewan Harian di OSIS Belakang. Dewan Harian terdiri dari 7 orang. Nash Gold sebagai Ketuanya, lalu ada Momoi dan Midorima sebagai Sekretaris. Aomine dan Murasakibara adalah bendahara (meskipun aku tidak yakin mereka bisa mengurus keuangan dengan baik), dan Jason Silver adalah Wakil Nash Gold. Namun, menurut Midorima, penetapan Jason Silver itu belum sah. Dia sendiri yang mendeklarasikan dirinya sebagai Wakil Ketua sejak kejatuhan Kuroko Tetsuya. Namun, Kuroko Tetsuya sudah kembali. Jadi, menurutku yang berhak untuk duduk menjabat sebagai Wakil Ketua adalah aku.

Pintu terbuka dan masuklah Jason Silver dengan tubuhnya yang besar. Perutku bergolak dalam kebencian serta semua perlakukannya padaku. Aku berharap suatu saat nanti aku yang akan menghancurkannya. Tatapan kami bertemu dan aku tidak memutus kontak mata di antara kami. Dia harus melihat sendiri bahwa aku adalah 'Kuroko' dan aku berhak untuk duduk di sebelah Nash Gold.

"Kenapa ada monyet yang menduduki tempatku?" dia bertanya dengan nada geram. Aku tidak gentar menghadapinya. Dia sudah berusaha menghancurkanku dan menginjak-injak harga diriku, tapi sekarang aku tidak akan diam saja. Aku juga akan menghancurkannya sampai dia tidak bisa bangkit lagi. Dia berdiri di meja depanku, tapi aku tetap diam. Aku tahu bahwa anggota yang lain menantikan apa yang akan terjadi. Mereka menantikan perseteruan di antara kami berdua.

"Tempatmu? Ini adalah tempat untuk Dewan Harian. Setahuku kursi di belakang masih kosong. Apa matamu bermasalah?" tanyaku dengan santai.

Jika ada satu atau dua anggota yang tertawa, aku tidak berusaha melihatnya. Jason Silver masih berdiri menjulang di depanku. Aku melirik dari sudut mataku dan melihat Midorima sudah mengelap dahinya dua kali dengan sapu tangan. Namun, Nash Gold masih tenang di tempatnya. Dia seolah tidak peduli pada pertikaian di antara aku dan Jason. Tidak masalah, bisikku sendiri. Selama Nash Gold belum turun tangan, artinya aku pasti bisa mengendalikan Jason.

"Monyet kecil," geramnya.

"Apa matamu sudah rusak? Ah, harusnya waktu itu aku menusuk matamu dengan gunting." Aku memperhatikan bekas parut di pipinya, hasil pembelaan diriku waktu itu. Sangat memuaskan melihatnya.

Aku tahu apa yang akan dia lakukan selanjutnya. Dia akan mencengkram bajuku dan akan menghajarku. Aku sudah bisa membaca gerakannya yang repetitif. Aku sudah mengulang-ulang adegan itu di kepalaku dan melakukan berbagai macam simulasi untuk mengunggulinya. Badan Jason Silver besar, sehingga jika aku menyerangnya ketika dia siap, aku sudah pasti kalah. Jika aku mau menang darinya, serang dia ketika titik pertahanannya lemah.

Jadi, ketika dia mengangkat lengannya untuk mencengkram kemejaku, aku menarik tubuhnya turun sehingga dia kehilangan keseimbangan dan kubenturkan kepalanya ke atas mejaku dengan keras. Bunyi benturan itu menggema di seluruh ruangan. Lalu, kuambil gunting (lucky item yang waktu itu diberikan oleh Midorima) dari saku celanaku dan kuarahkan ke matanya yang melotot dan memerah.

"Jangan sampai aku merusak matamu di sini," bisikku. "Cukup harga dirimu saja yang aku hancurkan disini."

Aku memastikan bahwa Jason melihat seringaiku. Dia harus melihatnya dan dia harus mengingat seringaiku. Wajahku yang tersenyum merendahkannyalah yang akan datang di malam-malam dan hadir di mimpinya. Akan kupastikan Jason Silver tidak pernah lepas dari bayang-bayangku.

"Sadar dirilah dan kembali ke tempatmu."

"Cukup." Nash Gold bertitah. "Kuroko, lepaskan dia. Jason, duduklah dengan tenang di belakang. Rapat akan segera di mulai."

Aku melepaskan tanganku dari kepalanya dan menaruh lagi gunting itu di saku celana. Jason bangkit dan dia tidak berani menatapku atau Nash Gold. Dengan bahu membungkuk, dia berjalan ke belakang ruangan. Para anggota yang lain tidak berani melihatnya yang jelas-jelas kalah dariku, tapi mereka juga tidak berani melihatku.

Aku melirik Midorima yang sudah hampir pingsan karena adegan tadi. Aku memberinya anggukan kecil, mengatakan semuanya akan berjalan sesuai rencana. Midorima berkedip dua kali, entah artinya dia paham maksudku atau matanya kelilipan keringat. Namun, tidak jadi masalah. Aku harus menegaskan ulang siapa aku di tempat ini. 'Kuroko Tetsuya' sudah kembali, itulah pesan tersirat yang ingin kusampaikan.

Aku tidak tahu bagaimana cara Tetsuya mengontrol semuanya, namun aku adalah setengah jiwa dari Tetsuya. Dengan caraku, aku akan mendapatkan rasa hormat mereka sampai tidak ada lagi yang berani menyentuh seujung rambutku. Karena rasa takut lebih efektif mengontrol manusia dibandingkan rasa cinta.

Rapat kali ini tidak disertai oleh Ketua Dewan, mungkin karena ini hanyalah rapat sepele. Midorima juga bilang bahwa Ketua Dewan tidak selalu ada. Namun tidak masalah. Aku tidak akan terburu-buru untuk memburu Ketua Dewan. Targetku saat ini hanyalah mendapatkan kepercayaan Nash Gold dan mencari Ruang Arsip. Ketua Dewan tidak bisa melakukan itu, tapi Nash Gold masih bisa. Aku akan memanfaatkan semua di sekelilingku dengan baik.

Nash Gold membagi-bagikan beberapa kasus dan aku terus melirik berkas-berkas yang semakin berkurang. Aku berusaha mengatur wajahku agar tidak tegang, tapi keringat terus mengalir di punggungku. Tidak diragukan lagi bahwa aku menantikan berkas-berkas itu berkurang sedikit demi sedikit. Aku tidak mendengar setengah dari perkataan Nash Gold yang dingin dan menusuk, tapi kurasa itu hanya memberikan perintah-perintah biasa.

Sesekali aku mengecek keadaan Midorima. Dia berhasil menjaga wajahnya tetap datar, tapi aku juga tahu bahwa dia cemas dengan rencanaku. Tatapan kami bertemu dan aku baru melihat betapa khawatirnya dia. Kilatan kecemasan itu begitu nyata hingga perutku melilit. Aku hampir mundur, tapi setelah adegan pertikaian tadi dengan Jason Silver, aku tidak mungkin mundur.

Akhirnya, berkas itu berkurang hingga menyisakan satu map. Aku menatap Nash Gold yang masih setenang permukaan danau di hari yang tidak berangin. Begitu tenang dan tidak terbaca. "Lalu, untuk kasus terakhir–"

"Aku akan menanganinya," potongku terlalu cepat. Namun, mulutku tidak bisa dihentikan. Punggungku sudah banjir dengan keringat.

Untuk kedua kalinya hari itu, Nash Gold memandangku. Tatapannya dingin dan penuh perhitungan. Aku berusaha menutup semua emosi di wajahku agar dia tidak bisa membacanya. Aku sendiri tidak bisa membaca apa yang dipikirkan oleh lelaki itu.

"Kau?" tanyanya.

Aku mengangguk. "Sudah saatnya aku kembali aktif. Ketua Dewan sendiri sudah menyambutku. Biarkan aku yang menanganinya."

Para anggota lain tidak berusaha meredam suara-suara mereka. Bisik-bisik terdengar seperti dengungan para lalat di tempat sampah. Aku mengabaikannya. Tujuanku hanya Nash Gold. Aku menelan ludahku pelan-pelan, berusaha tidak bersuara.

"Oke, kasus ini kuserahkan padamu," ujarnya. Dengan suara yang lebih pelan dan hanya bisa didengar olehku, dia berkata, "Aku mau bicara denganmu saja setelah ini selesai."

Dia kembali menoleh ke arah lain, bahkan sebelum aku sempat merespon. "Laporannya dibuat yang lengkap sebelum menyerahkannya padaku. Rapat selesai. Momoi, aku mau notulensi hari ini."

Para anggota mulai beranjak dan keluar ruangan, termasuk para Dewan Harian. Midorima menatapku, tapi aku masih duduk di tempatku, jadi aku menggeleng pelan. Semoga dia menangkap sinyalku. Dia keluar bersama yang lain, hingga orang terakhir keluar menutup pintu ruangan. Yang tersisa hanyalah aku dan Nash Gold. Kini, suasana terasa sangat dingin.

"Katakan apa maumu," ujar Nash Gold tanpa basa-basi.

"Seperti yang aku katakan. Aku telah kembali dan aku juga akan kembali berpartisipasi aktif. Membantu meringankan pekerjaanmu."

Nash Gold menggeleng. Tatapannya begitu tajam sehingga aku yakin dia bisa membelah jantungku. "Tidak ada kata-kata seperti itu dikamusmu, Kuroko."

"Dulu tidak, tapi sekarang ada." Aku menatap Nash Gold.

"Apa kau menginginkan Jabatanmu yang dulu? Kursi ini?" tanyanya.

"Apa kau takut aku bisa merebutnya dengan mudah?"

Sebagai balasan, Nash Gold hanya menyeringai. Seringainya dingin dan seperti serigala yang bersiap memburu mangsanya. "Kuroko Tetsuya, aku tidak takut pada hal itu. Aku lebih takut pada orang yang ada di atas kita berdua."

Ketua Dewan, itu maksudnya.

"Dan sudah seharusnya kau juga takut padanya. Bukankah kau sudah mendapatkan pelajaran? Kau gigih sekali."

"Aku tidak mudah hancur."

"Aku tahu. Karena itu kau adalah favoritnya. Namun, kau sudah melangkah terlalu jauh."

Aku menelan ludah. Aku tidak boleh salah bicara sekarang. Tidak dengan Nash Gold. "Karena itu aku mau memperbaiki apa yang sudah kuhancurkan. Aku mau memperbaiki keadaan."

Lama, dia hanya menatapku. Mungkin dia berusaha mencari rencana tersembunyi. Namun, aku memastikan dia tidak akan pernah tahu apa rencanaku. Akhirnya, dia menyerahkan berkas itu. "Lakukanlah semaumu. Jika kau salah melangkah kali ini, tidak ada yang bisa menyelamatkanmu."

Dia bangun dari kursinya, begitu pula denganku. Aku mengambil berkas itu dan memasukkannya ke dalam tasku. Aku mulai berjalan keluar dari Gudang Lama. Langkahku terasa ringan sekaligus berat.

.

Aku mengetikkan alamat apartment-ku pada Midorima. Aku memintanya untuk dapat ke apartment-ku untuk berdiskusi mengenai langkah kami selanjutnya. Aku sudah memegang kasus, tapi aku belum membukanya. Aku ingin mendengar pendapat Midorima terlebih dahulu.

Midorima datang tak lama setelah aku sampai. Kami berdua duduk di berhadap-hadapan di meja makan. Berkas kasus dari Nash Gold belum kubuka dan kami berdua menatapnya bersama.

"Sebelum itu, aku ingin menunjukkan sesuatu padamu," kataku. Aku beranjak ke dalam kamar tidurku dan mengambil buku polos milik Tetsuya yang berisi banyak identitas orang. Aku meletakkannya di samping berkas kasusku. Midorima mengambilnya dengan tatapan bingung. Dia mulai membuka buku itu dan aku membiarkannya membaca sampai habis. Aku mengamati ekspresinya, berusaha membaca sesuatu. Namun, Midorima tampaknya tidak terkejut dengan buku Tetsuya ataupun dia terlihat bingung. Dia seperti membaca koran di pagi hari.

"Apa kau tahu itu apa?" tanyaku akhirnya.

Dia menutup buku itu dan menaruhnya di meja. "Tampaknya ini laporan pribadi milik Kuroko. Sejauh yang aku tahu, mereka semua adalah bagian dari kasus yang selama ini ditangani Kuroko."

Jawabannya sudah kuduga, karena aku pun berpikiran hal yang sama. Namun, aku mau menggali lebih banyak lagi. Aku harus tahu apa yang terjadi pada mereka, pada semua orang yang sudah 'diselesaikan' oleh Tetsuya.

"Suzuki Ken. Dari informasi di buku itu, dia adalah seorang guru di Teiko. Kemana dia?" tanyaku.

Midorima menatapku. "Sejauh mana kau sudah menyelidiki Suzuki Ken?" tanyanya.

Aku menggeleng. "Aku hanya dapat info bahwa dia mengundurkan diri tiba-tiba dan kembali ke kampung halamannya."

Ekspresi Midorima sedikit rumit ketika aku melihatnya. Dia seperti menimbang-nimbang apakah informasi yang dipunyainya harus dibagikan padaku. Namun, aku sudah bertekad untuk menerima semua informasi apapun. Jika aku ingin masuk ke dalam pikiran Tetsuya, aku harus tahu apa saja yang telah dikerjakannya. Jika aku memahami Tetsuya, setidaknya aku berharap bisa sedikit membaca pergerakan Ketua Dewan.

"Katakan saja," ujarku, "apapun yang kau ingin katakan. Aku akan menerima semuanya."

Midorima menghela napas dan akhirnya bicara. "Kabar yang beredar memang seperti itu. Namun, dia sudah meninggal. Mobilnya kecelakaan ketika dia menyetir."

Aku merasa duniaku terpisahkan secara paksa dengan tubuhku. Rasanya seperti dihempaskan dari atas gedung tinggi tanpa tali pengaman. Aku sudah bilang bahwa aku akan menerima semua informasi dari Midorima, tapi rasanya aku tidak tahan. Asam lambungku naik ke kerongkongan dan aku merasa ingin muntah. Kepalaku berputar dan jantungku bertalu-talu. Rasanya, seolah seluruh dunia menarik gravitasi di sekitarku dan aku bisa jatuh kapan saja.

"Apa… Apa Tetsuya…"

Kalimat tanya itu tidak mampu aku selesaikan. Tidak, tidak mungkin. Meskipun Tetsuya adalah OSIS Belakang, dia hanya seorang siswa. Dia bukan pembunuh! Dia tidak mungkin melakukan hal seperti itu. Mungkin memang Suzuki Ken kecelakaan secara kebetulan. Benar, mungkin seperti itu. Aku tidak bisa lagi mengubah profil Tetsuya di dalam diriku. Profilnya terus-menerus berubah sejak hari itu. Dan, perubahan itu tidak baik. Semakin lama, aku semakin tidak tahu siapa Tetsuya.

"Tidak ada yang tahu, nanodayo." Midorima mengetuk-ketuk buku Tetsuya. "Namun, aku rasa kau jangan terlalu membebani dirimu dengan mencari tahu hal-hal yang ada di dalam ini."

"Supaya aku tidak perlu tahu hal-hal mengerikan apa saja yang sudah dilakukan Tetsuya! Dia adikku dan dia… dia… memb–"

Aku tidak bisa. Lambungku bergolak dan aku buru-buru menuju toilet dan memuntahkan apa yang ada di dalam lambungku. Asam lambungku yang panas membuatku batuk-batuk. Leherku perih dan perutku sakit. Kepalaku berputar-putar dan aku pasti tampak menyedihkan di mata Midorima. Namun, aku tidak sanggup memikirkan hal lain selain Suzuki Ken meninggal karena kecelakaan. Jika aku baru tahu satu dari sekian banyak daftar nama di buku itu, hal mengerikan apa yang bisa kutemukan jika aku terus menggali?

"Kau oke?" tanya Midorima. Dia membantuku bangun dari depan toilet. Aku mem-flush muntahanku dan mengelap bibirku. Aku terlalu lemas untuk bangun sendiri, apalagi berjalan dan duduk kembali di meja makan. Kedua berkas itu masih rapi, namun mataku sakit melihatnya. Aku ingin membakar semuanya.

"Aku tahu itu pasti mengejutkan untukmu," kata Midorima. Dia memilih kata-katanya dengan hati-hati. Namun, aku tidak punya energi untuk marah saat ini. "Aku juga tidak tahu apa itu berhubungan dengan tugas Kuroko atau tidak. Seperti yang aku katakan, Kuroko lebih sering bekerja sendiri. Namun, kalau ini bisa membuatmu sedikit lebih baik, ketika kecelakaan itu terjadi, kami semua sedang berada di sekolah."

Aku tidak tahu apakah perasaanku membaik atau tidak. Namun, aku masih bisa mendengar detak jantungku sendiri, begitu pula profil Tetsuya yang terus-menerus retak di dalam kepalaku. Aku hanya menggeleng ringan. "Siapa sebenarnya Kuroko Tetsuya itu?" tanyaku lemah. Aku menatap Midorima. "Apa kau tahu siapa dia? Kau sering bekerja bersamanya. Kau pasti tahu siapa dia."

Midorima menghela napas. "Akashi, sudahlah. Ada alasan mengapa Kuroko tidak menceritakan apapun. Namun, seperti apapun Kuroko, aku tahu bahwa kau ingin menolongnya. Itu yang penting saat ini."

Aku mendengarkan dan mencerna kalimat Midorima itu baik-baik. Benar, aku ada di sini karena aku ingin menyelamatkannya, terlepas dari apapun yang telah diperbuatnya. Namun, aku harus mengenalnya di saat bersamaan dengan menyelamatkannya. Itu bukanlah hal yang mudah. Prosesnya menyakitkan dan berkali-kali aku ingin menyerah. Midorima pasti tahu perasaanku, karena pada akhirnya dia pun sama sepertiku. Tidak peduli apa yang telah dilakukan oleh Takao, dia tetap ingin menolongnya.

Aku mengangguk. "Kau benar. Aku harus fokus pada tujuanku." Aku menarik napas dan menghembuskannya. Buku milik Tetsuya akan aku kembalikan ke dalam kamarnya. Pasti ada alasan mengapa Tetsuya melakukan apa yang harus dilakukannya. Pasti ada alasan mengapa buku itu tersimpan di dalam kegelapan. Pasti Tetsuya juga ingin mengubur dan melupakan semuanya.

Aku menunjuk berkas yang diberikan padaku. Berkas yang harus aku selesaikan. Midorima meletakkan tangannya di atas berkas, sebelum aku sempat membukanya. Dia menatapku serius. "Sebelum kau benar-benar terlibat, aku harus memberitahu beberapa hal mengenai hal-hal yang sepertinya harus kau tahu sebelum kau terlibat lebih jauh." Aku diam mendengarkannya. "Kami punya beberapa cara untuk menyelesaikan suatu masalah. Kau pasti melihatku menyelesaikan masalah di SMA Touou. Namun, sebelum cara seperti itu digunakan, lebih baik jika tidak terlibat secara langsung atau pun 'menyentuh' target secara langsung."

"Apa maksudnya dengan 'menyentuh target secara langsung'?" tanyaku.

"Artinya, kita tidak bertemu target secara langsung, tidak melukainya secara fisik, tapi semua tujuan kita bisa tersampaikan dengan baik. Kita membuat 'target' sadar apa yang kita inginkan tanpa campur tangan langsung."

Aku menelan ludah. "Jadi, maksudmu kita seperti 'mengancam' mereka? Tapi kita mengancam dengan apa?"

"Itulah yang menjadi tugas kita. Kita mencari rahasia mereka, mengancam mereka, sehingga sumber masalah kita akan menjadi sumber penyelesaian. Memegang rahasia orang sangat efektif untuk mengendalikan mereka."

Aku menyimaknya dalam diam. Selama ini aku hanya menyaksikan sebagian cara kerja OSIS Belakang, jadi aku hanya berspekulasi sendiri. "Bagaimana cara kita mengetahui rahasia mereka? Dan, seberapa efektif ancaman itu?"

"Dengan menghalalkan segala cara, itu satu-satunya cara. Situasi yang dibuat senatural mungkin, tidak akan ada yang menaruh kecurigaan pada kita. Rahasia mereka yang akan merantai mereka sendiri. Kalau pun terbongkar, kita hanya akan menjadi anonim. Seberapa efektif, tergantung dari rahasia yang kau pegang. Semakin besar rahasia yang kau pegang, akan semakin kuat cengkramanmu. Karena jika seseorang punya rahasia gelap, dia akan melakukan segala cara untuk menutupinya."

Aku paham kenapa OSIS Belakang ini tidaklah untuk semua siswa. Tidak semua siswa akan menerima begitu saja sistem kerjanya. Dan lagi, cara-cara kotor seperti ini akan banyak sekali kecaman dan jelas sangat-sangat melanggar hukum. Ketua Dewan ingin melindungi SMA ini dengan cara apapun, termasuk dengan mengotori tangan para siswa untuk semua pekerjaan kotornya. Namun, aku juga akan melindungi Tetsuya dengan cara apapun, termasuk menghancurkan Ketua Dewan beserta OSIS kesayangannya.

"Aku paham. Terima kasih atas penjelasanmu." Barulah Midorima melepaskan tangannya dari berkas. Aku meraih berkas itu dengan sedikit gemetar. Aku sudah tidak bisa mundur lagi. Aku mulai membuka berkas itu dan di halaman pertama adalah biodata seorang lelaki berusia 40 tahun. Dari biodatanya, aku mendapati dia adalah mantan guru di SMA Teikou dan sekarang mengajar les di sebuah bimbel banyak 4 hari dalam satu minggu.

"Apa menurutmu dia dulunya merupakan target OSIS Belakang?" tanyaku pada Midorima. Midorima mengamati wajahnya dan menggeleng.

"Sepertinya dia sudah lama berhenti. Biasanya OSIS Belakang tidak pernah menangani masalah sebanyak dua kali."

Aku lanjut membaca. Setelah biodata singkatnya, aku melihat tertera alamat tempat tinggalnya dan juga lingkungan di sekitar rumahnya. Ketika aku membuka halaman selanjutnya, aku tidak menemukan apapun. aku membolak-balik dan membaca ulang semua isi berkas tersebut. Namun, tidak kutemukan apapun.

"Apa tugasku? Di sini tidak tertera apapun," kataku.

Midorima menghela napas. "Sepertinya kau dipermainkan, Akashi."

"Oleh siapa? Ketua Dewan? Tapi, dia bahkan tidak tahu siapa yang akan mengambil berkas ini. Dan lagi, maksudnya apa dipermainkan?"

"Biasanya selalu ada perintah jelas di setiap kasus."

"Maksudmu, ini hanya akal-akalan Ketua Dewan saja? Ini bukan kasus?" aku menggebrak meja. Rasa kekesalan bergumul di hatiku dan aku benar-benar tidak terpikir bahwa Ketua Dewan sudah melangkah lebih jauh lagi. Apa dia sengaja, karena dia (entah bagaimana caranya) tahu bahwa aku mengincar Ruang Arsip untuk menemukan konflik apa antara Tetsuya dan ketua Dewan? Dia sengaja ingin membuatku berputar-putar pada kekosongan.

"Tenanglah," kata Midorima. "Sekarang, satu-satunya cara adalah pergi ke alamat itu untuk memastikan apa sebenarnya tugasmu."

Aku menghela napas. Midorima benar, tidak ada gunanya jika aku marah-marah sendiri. Tindakanku tidak akan membawaku kemana pun, hanya sebagai boneka penghibur bagi Ketua Dewan. Aku harus berusaha tenang dan memikirkan rencana selanjutnya.

"Oke, kau benar. Aku hanya merasa kesal karena tidak pernah unggul dari Ketua Dewan," ujarku jujur.

"Sedikit sulit mengalahkan orang yang sudah berkuasa lama di sekolah ini. Tapi, menurutku kau sudah membuat beberapa gebrakan."

Aku menatapnya. Aku tidak ingat pernah berorasi atau mengajak orang-orang untuk membelot melawan OSIS Belakang. Yang aku ingat, selama ini aku hanya berusaha bertahan hidup dari berbagai jenis serangan kebencian. Jadi, kalau hal itu bisa disebut gebrakan, mungkin aku harus memenangi penghargaan.

"Kau mengingatkan lagi pada OSIS Belakang siapa kau dan apa posisimu. Itu saja sudah membuat mereka berpikir dua kali sebelum mencari masalah denganmu. Dan yang kau lakukan untuk Mochizuki itu benar-benar berarti. Jadi, jelas saja Ketua Dewan mengawasimu sepanjang waktu."

Aku tidak tahu harus merasa senang atau sedih mendengar ucapan itu dari Midorima. Aku bukan pahlawan dan sampai kapanpun aku tidak akan pernah menjadi seorang pahlawan. Akhirnya aku mengangkat bahu. "Aku hanya berusaha bertahan hidup."

"Dan itu sudah cukup untuk mengguncang Ketua Dewan. Karena tidak ada yang pernah berani bangkit setelah dihancurkan olehnya."

Karena aku juga bukan Tetsuya. Tekanan yang diterimanya dan yang aku terima berbeda. Dia telah menghadapi tekanan itu sedari awal, sementara aku seperti masuk di tengah-tengah kapal yang sedang diamuk badai di tengah Samudra. Awalnya membuatku kewalahan dan terguncang, tapi aku harus berpikir cepat untuk menguasai keadaan karena aku punya tujuan. Namun, Tetsuya yang sudah sejak awal berada di dalam kapal yang diamuk badai, sudah tidak sanggup lagi. Jadi, bisa dikatakan tindakan Ketua Dewan telah berhasil untuk Tetsuya.

Aku tidak menjawab Midorima. Setidaknya, dia berusaha menghiburku dan itu sudah cukup untuk saat ini. Lagipula, Midorima benar. Bagi Ketua Dewan, aku adalah Faktor X. Seseorang yang masuk begitu saja ke dalam amukan badainya. Aku tidak bisa dikendalikan olehnya dan aku tidak takut padanya. Karena itu, dia harus selalu selangkah di depanku untuk mencegahku bertarung.

Tidak masalah, aku tidak takut menghadapi semua serangannya.

.

To Be Continued


A/N: Sampai jumpa di chapter selanjutnya!

Salam,

Sigung-chan