Sebuah pertempuran terjadi di hutan sebelah selatan bagian wilayah suatu kerajaan. Itu karena ada beberapa petualang melaksanakan misi dari gulid untuk membunuh para monster di sana.

Nampak terlihat sengit dan saling menyerang.

Tap

Tap

Tapi, salah satu orang dengan memakai pakaian yang sedikit mewah di antara mereka, sedang berlari kencang dimana di belakangnya banyak monster serigala yang mengejarnya.

Bruk

"Aduh."

Dia tersandung batu dan terjatuh. Namun dengan cepat bangkit untuk mengambil sapu yang ia bawa. Ia menggunakan sapu tersebut untuk melindungi dirinya dari para monster serigala yang menyerangnya.

Duk

Ketika tanpa sadar berjalan mundur, punggungnya menabrak tebing sehingga ia tidak bisa lari lagi dari 9 ekor monster serigala yang mengepungnya dari depan.

Ia terpojok!

Seharusnya begitu, tapi sang gadis malah tersenyum menyeringai.

Sementara dari belakang semak-semak, dua orang pria melihat itu semua. Salah satu pria ingin menolong gadis tersebut.

"Hentikan!"

Pria satu lagi menahan dada rekannya. "Percuma saja." ucapnya lagi dengan ekspresi pasrah.

Melihat ekspresinya itu membuat pria dengan pelindung kepala itu geram. "Mana mungkin aku biarkan!" pria itu langsung lari keluar tanpa perduli temannya yang memanggilnya.

"Haaa!"

Sang gadis tersentak mendengar teriakan, dia menengok ke kanan, ada seorang pria membawa pedang berlari ke monster serigala yang paling terdekat.

"Tunggu!" Gadis itu ingin menghentikannya. Tetapi...

Crash

Sebuah pedang cahaya berwarna putih kebiruan melesat di balik pepohonan memotong monster serigala yang ingin di serang pria petualang tersebut menjadi dua. Darah keunguan muncrat mengenai pria tersebut.

Tap

Tap

"Maaf, tapi bisakah tidak ikut campur dan menjauh dari sini?"

Kemudian sosok remaja laki-laki muncul di hadapan mereka setelah berlari dari tempat yang sama. Pria B membeku sesaat sebelum menjauh dari sana.

Wush

"Hei! Jangan mengambil buruanku!"

Gadis itu menggerutu ketika sudah berada di samping laki-laki itu. Bagaimana bisa? karena sapu yang ia bawa adalah sapu terbang. Sedangkan lawan bicaranya hanya memutarkan matanya bosan.

"Cuma satu saja. Lagipula di belakang masih ada beberapa serigala lagi." ucap pemuda menunjuk ke belakang di mana ada tujuh monster serigala yang mengejarnya.

Sontak itu menbuat pria B petualang menjadi pucat.

"Yatta! Aku jadi makin mencintaimu!" Bukannya takut, justru gadis ini berteriak kegirangan karena ada banyak buruan.

"Ha'i - ha'i" Remaja laki-laki membalas seadanya. Lantas ia memungut benda di dekat monster serigala yang ia bunuh tadi, lalu mengambil benda yang sama dari saku celananya. Saat kedua benda itu di pegang kedua tangannya, cahaya putih kebiruan membentuk pedang yang tadi di gunakan.

Ia berjalan sehingga kedua insan ini saling membelakangi.

Sang laki-laki memasang kuda-kudanya. "Kau siap?" tanyanya kepada gadis yang mengambil benda di pahanya dan membentuk pedang yang sama

"Tentu." balas gadis itu semangat.

Wush

Wush

Pasangan itu langsung melesat ke kumpulan serigala itu.

Pria yang tadi ingin menolong, sekarang jadi bengong memandang pembantaian yang di lakukan kedua remaja itu.

"Sudah di bilang, percuma membantu." ucap Pria A tadi mendekati Pria B.

Pria B berkeringat "Sebenarnya siapa mereka?"

Menghela nafas, Pria A memandang gadis surai pirang dengan iris hijau dan pemuda surai putih dengan iris biru langit.

"Mereka pasangan aneh yang muncul tiap ada monster langka."

"Mereka remaja nyentrik yang bertarung dengan alat-alat tidak biasa"

"Sang gadis meski dia sangat anggun, tapi dia pembuat masalah nomor satu di kerajaan ini."

"Sang pemuda yang selalu bersama sang gadis karena dia satu-satunya yang bisa menghentikannya. Sifatnya terkenal kalem, tapi kalau di pertarungan, dia menjadi berbeda 180 derajat."

"Lalu, status yang terkuat dari warna rambut yang tak bisa mereka tutupi."

"Mereka di juluki... Duo penjarah buruan."

"Mereka adalah..."

Pria A melihat kedua remaja sedang menguliti buruan mereka yang semuanya sudah di bunuh.

"... Tuan putri kerajaan, Anisphia Wynn Palettia dan putra pertama Duke, Naruto Magenta."

.

.

.

Hari sudah pagi, para petualang sudah siap-siap untuk sebab misi mereka selesai. Sebelum itu, mereka berkumpul untuk mengantar dua remaja bangsawan yang telah membantu mereka.

"Baiklah, kami ambil semua bahan dari monster yang di kalahkan kami." ucap gadis surai pirang alias Anisphia dengan senyum manisnya.

"Terimakasih telah mengizinkan kami untuk ikut bersama kalian." sambung pemuda surai putih alias Naruto sembari menggendong tas berisi hasil jarahan.

"Tidak. Justru kami yang berterimakasih, Naruto-sama, Hime-sama. Berkat kalian, kami jadi sangat terbantu." balas pria A yang adalah ketua grupnya memandang tumpukan mayat monster di belakangnya.

"Santai. Kami juga mau hasil bahannya. Jadi sama-sama untung."

Para petualang bingung dengan ucapan Anisphia yang asing di telinga mereka.

Naruto mengerti ekspresi mereka. "Maksud dari kata Anis, kita sama-sama tersenyum dengan ini."

Pria A tersenyum senang. "Begitu. Senang mendengarnya. Kuharap kita bisa bertemu lagi dengan penuh senyum."

"Serahkan pada kami." Anisphia mengenggam tangannya di depan dada "Penyihir yang menggunakan sihirnya untuk membuat orang lain tersenyum." Lalu membuat gerakan piece "Itulah sosok penyihir yang ku impikan." lanjutnya membuat senyum cengiran.

Hening...

Pria-pria di sana kembali bingung.

Grep

"E-eh? Naru?"

Anisphia sontak terkejut saat Naruto menggendongnya ala tuan putri tanpa persetujuannya. Ia merona menahan malu dalam posisi ini.

"Sampai jumpa semuanya." Naruto tanpa menunggu jawaban dari mereka, ia membawa Anisphia untuk kembali ke kerajaan.

"Ba-baka! Turunkan aku!"

"Diamlah! Kakimu terluka."

"Tapi ini memalukan."

"Aku tidak perduli."

"Mou~"

Para petualang di sana hanya menggeleng-gelengkan kepala melihat interaksi keromantisan mereka berdua. Dasar anak muda.

"Aku tidak mengerti." celetuk pria B terus melihat Naruto dan Anisphia yang mulai menjauh.

Pria A memandang Pria B. "Ya. Meski mereka bangsawan, tapi mereka petualang tingkat atas juga. Pasangan yang serasi bukan?"

"Itu juga sih. Tapi kalau mereka bangsawan, harusnya tinggal memakai sihir, kan? daripada memakai alat-alat aneh itu." ujar pria B melihat patahan sapu serta benda di paha mereka berdua.

Pria A menghela nafas. Ia menyalakan rokok di mulutnya. Memang benar kalau para bangsawan bisa memakai sihir, itu bisa membuktikan statusnya sebagai kalangan atas. Pria B tidaklah salah... tapi dia atau mungkin yang lain belum mengetahuinya kalau..

"Naruto-sama dan Anisphia-sama...

.

.

.

"...tidak bisa memakai sihir."

.

.

.


Sipnosis: 'Mereka' berasal dari tempat yang sama. Walau sudah berpindah tempat, 'Mereka' akan terus bersama-sama.

Ini cerita dua orang dimana seorang gadis yang ingin mewujudkan impiannya dengan sihir, namun di tolak oleh sihir itu sendiri. Sedangan yang laki-laki tidak minat memiliki tujuan, hanya ingin berada di samping sang gadis.

.

.

.

Disclaimer milik penulis masing-masing.

Naruto

Tensei Oujo to Tensai Reijou no Mahou Kakumei

.

.

Pair:

Naruto x Anisphia Wynn Palettia (Harem?)

.

.

.

Rating: M

.

Warning: Pemula, tidak jelas, acak dsb

.

.


"Hah~"

Naruto menghela nafas lelah. Ia saat ini berada di lorong istana kerajaan bersama dengan Anisphia yang memakai kepala monster serigala layaknya topi.

Anisphia yang asik bersenandung, langsung menghentikan suaranya. Ia bingung dengan teman masa kecilnya. "Ada apa, Naru?"

Kepala surai putih itu menggeleng pelan. "Tidak. Aku hanya sedikit lelah saja."

"Souka."

Tidak memikirkan lebih lanjut, Anisphia kembali bersenandung senang. Bagaimana tidak, hasil bahan yang di dapatkan jauh melebihi apa yang di inginkannya. Itu semua berkat Naru.

Tapi yang di maksud oleh Anisphia merasa cemas di dalam hati. Ia tidak ingin merusak kebahagiaan Anisphia, tapi ia juga bingung dengan kondisi mereka saat ini. Lihat, pakaian mereka kotor dan penuh noda darah monster, apalagi saat ini berada di lorong kerajaan. Kalau berpapasan dengan Raja, bisa saja...

"A-anis?"

Naruto Facepalm. Baru juga di bilang, masalah sudah datang dengan sendirinya.

Mereka berdua berpapasan dengan rombongan raja di pertigaan lorong sebelah kanan. Apalagi yang bikin Naruto berkeringat dimana ada ayahnya disana.

"Ayahanda, Al-kun, halo!"

Naruto ingin menepuk jidat, tidak habis pikir dengan Anisphia yang menyapa rombongan raja dengan santainya.

"Anak bodoh! Pagi-pagi sudah kotor semua!" Raja mendekati mereka atau lebih tepatnya ke Anisphia yang panik.

Anisphia bersiap untuk kabur, tapi gadis itu kalah cepat dengan ayahnya yang sudah memegang kerah baju Anisphia membuat gadis itu terangkat.

"Berburu bahan lagi!? Apa kau tidak sadar diri dengan posisimu sebagai putri, hah!?"

Anisphia memegang kepalanya, takut di apa-apakan oleh raja yang mengangkat tangan kanannya. "Maaf! Jangan pukul aku! Pemaksaan dan hukuman fisik adalah kekerasan! Itu KDRT!"

"Ilegal! Kejahatan! Masalah tanggung jawab! Turun takhta! Hilang jabatan! Kerajaan dalam masalah!"

Semua orang berkeringat jatuh mendengar ocehan tak jelas Anisphia.

"A-apa yang kau katakan?"

Anisphia tersenyum menyeringai ketika ayahnya lengah.

'Sekarang saatnya!'

"Lari!"

Gadis itu langsung melepaskan diri dan langsung berlari ke depan meninggalkan topi serigalanya.

Sang raja geram dengan kelakuan ayahnya. "Anak itu!!"

Tapi sepertinya ada yang di lupakan oleh Anisphia. Ya siapa lagi kalau bukan Naruto yang melongo karena di tinggal begitu saja.

'Oi! malah di tinggal!'

"Naruto, bagaimana keadaanmu?"

Pemuda itu memperbaiki sikapnya. Ia memandang ayahnya. "Saya baik-baik saja. Mohon maaf bila bertemu dalam kondisi ini, Tou-sama, Heika." ucapnya formal dengan tangan di dada sembari sedikit membungkuk.

"Tidak apa-apa, Naruto." Raja meminum obatnya. "Sepertinya Anis sudah merepotkanmu."

Naruto menggeleng "Tidak, Anis tidak merepotkan saya. Justru saya berterimakasih untuk ikut bertarung demi menambah pengalaman tempur saya."

Semua orang di sana terkesan dengan ucapan Naruto, kecuali seorang remaja rambut pirang yang mengepalkan tangannya.

"Begitu, tidak heran kalian bisa memburu Grey Wolf." ucap ayah Naruto aka Grantz memegang kepala Wolf yang di jatuhkan Anisphia.

"NARU!!! AYO CEPATLAH!"

Baru ingin membalas, teriakan Anisphia yang berada di ujung lorong membuat Naruto melirik sesaat. Ia membalasnya dengan kode tangan.

"Baiklah, saya pamit dulu, Tou-sama, Heika." ucap Naruto membungkukkan badannya.

Heika, ayahnya Anisphia mengangguk, sedangkan Grantz menatap Naruto yang sudah berjalan dengan tatapan sulit diartikan.

"Naruto, apa kau tidak ingin bertemu dengan 'adikmu'? Kalian sudah lama tidak bersama."

Langkah Naruto terhenti membuat suasana sekitar menjadi suram. Ia mengucap beberapa kata sebelum melanjutkan jalannya.

Grantz, Heika dan yang lain hanya diam saja.

"Aku tidak ingin 'Euphilia sang jenius' malu mempunyai kakak yang tidak bisa sihir sepertiku, Tou-sama."

.

.

Di sebuah bangunan bagian kerajaan, atau lebih tepatnya kediaman Anisphia, Naruto sedang berkalut dalam pikirannya sembari berjalan. Ia memikirkan apa yang di ucapkan oleh ayahnya tadi pagi.

"Euphi..."

Sejujurnya, ia sangat ingin menemui adiknya. Tapi ia bingung harus melakukan apa. Apakah dia akan membencinya karena punya kakak sepertinya? ia pun tak tahu.

Makanya, ia hanya bisa mengawasi dari kejauhan selama ini.

Ngomong-ngomong tentang adiknya, sepertinya ada masalah yang menimpanya, dan kebetulan ia tahu itu.

Terlalu memikirkan masalahnya membuat Naruto tanpa sadar sudah berada di depan kamar Anisphia. Ia menghela nafas lelah. Astaga, masalah jadi semakin banyak.

Daripada memikirkannya, lebih baik fokus yang ada dahulu. Tanpa mengetuk pintu, Naruto langsung membukanya.

"Hei, Anis. Bukannya kau bilang mau ke tempat Tilty? kenapa lama se-ah!"

Naruto langsung menghentikan ucapannya ketika melihat Anisphia sedang duduk bersama pelayan berambut merah tua yang bernama Ilia di belakang yang juga memandangnya. Bukan itu yang jadi masalahnya, tapi wajah Naruto mulai memerah ketika tanpa sengaja melihat Anisphia yang setengah telanjang sehingga ia bisa melihat Oppai gadis itu dengan putingnya yang pink.

Sontak saja Anisphia cepat menutupi dadanya dengan lengan, walau tak dapat di pungkiri wajahnya juga merona "Kau mesum, Naru!" pekiknya.

Naruto gelagapan.

"A-Tunggu! Aku tidak-"

"Naru-sama, sudah berapa kali saya bilang kalau ingin masuk harus mengetuk pintu dulu bukan? Kenapa anda selalu melupakannya?"

Naruto tak bisa berkata-kata lagi ketika Ilia menegurnya. Tak hanya itu, Ilia malah menambahkan ucapannya yang membuat suasana jadi semakin akward.

"Aku tahu kalau Naru-sama selalu nyelonong masuk ke kamar Hime-sama malam-malam. Bahkan saya sering mendengar suara desahan kalian berdua setiap kali saya melewati kamar ini. Tapi tolong, jangan asal menerobos masuk tanpa mengetuk pintu, terutama pada siang hari. Itu sangat tidak sopan, terlebih anda berstatus bangsawan. Anda mengerti, Naru-sama?"

Pada akhirnya, wajah Naruto dan Anisphia jadi merah sempurna bagaikan tomat ketika mendengar Nasihat dari Ilia. Tanpa di jelaskan, mereka baru tahu kalau Ilia mengetahui kegiatan malam mereka.

Hanya satu yang bisa mereka ucap.

""ILIA!!!!""