BoBoiBoy © Monsta
Keping Kisah Asmaradana © Roux Marlet
The author gained no material profit from this work of fiction.
Alternate Universe, Historical, Family, Angst
Warning: Character's Death
#Octoberabble Day 6: Last
Bab 6: Manembah Kang Linangkung
.
.
.
.
.
Surakarta, 1915.
.
Semua orang tentunya takut menghadapi kematian. Tak terkecuali Gusti Raden Mas Gempa Bumiasri, yang meregang nyawa di usianya yang hampir separuh abad lantaran penyakit prostat yang deritanya telah meluas ke mana-mana. Obat pereda nyeri dan alat bantu kencing yang diberikan seorang dokter kepadanya beberapa hari sebelumnya, tak lagi berarti.
Gempa tahu, ajalnya sudah mendekat. Sempat terselip rasa takut dalam hati; namun, bagi orang yang berilmu dan beriman seperti Gempa, hal itu tidak lagi menakutkan kala saatnya tiba. Sedikit waktu lagi dan dia akan bertemu dengan penciptanya, yang lima kali dalam sehari disembahnya begitu rupa, penuh peluh dan derita.
Sebelum jiwanya terpisah dari raga, Gempa harus menyampaikan beberapa pesan terakhir. Dia sendiri tak berputra, tak berkeluarga, hanya ayahandanya yang duduk setia.
"Ayah … Taufan."
Gempa tahu ada di mana cucu sang adipati Mangkunegara. Dia harus menyebutkannya agar Hang Kasa bisa mencari Taufan dan menjemputnya pulang. Seharusnya Gempa yang melakukan itu, tapi Gempa tahu dia sudah tak sanggup.
"Maaf …" Gempa juga harus meminta maaf, karena, "aku … tak bisa … jadi … penerusnya Ayah …."
Gempa adalah si sulung, putra Hang Kasa. Gelarnya adalah Gusti Raden Mas, pemegang jabatan adipati jika Hang Kasa kelak mangkat. Adik lelakinya, Beliung, juga seorang Gusti Raden Mas, telah tiada dan hanya tersisa Taufan seorang, keponakannya, putra tunggal Beliung. Maaf itu juga ditujukannya kepada Taufan, karena akan pergi meninggalkannya tanpa sempat berpamitan, sekaligus di sana tersisip doa Gempa yang terakhir diucap,
"Taufan bisa jadi pemimpin yang baik …."
Banyak lagi yang dipanjatkan Gempa teruntuk sang keponakan yang tak terucapkan oleh mulut yang perlahan kaku dan napas satu-satu.
Semoga Taufan bahagia … semoga gadis yang dicintainya bisa membahagiakannya … semoga Taufan pun bisa membahagiakan gadis itu …. Tunggu, siapa namanya? Sepertinya Taufan pernah menyebutkannya dalam surat.
Oh, ya. Nama gadis itu: Yaya.
Gempa tentunya juga ingin bertemu gadis yang dipuja keponakannya tersayang itu. Namun, penciptanya telah berkehendak lain. Jadi, doa terakhir Gempa ditujukannya untuk Yaya yang belum pernah ditemuinya.
Semoga Yaya dapat menghidupkan kembali rumah besar yang sunyi dan dingin ini, agar Hang Kasa juga bisa berbahagia di akhir hayatnya.
Gempa merasa kebas dan sesekali lupa membuka mata. Pandangan terakhirnya adalah Hang Kasa yang menangis di depannya.
Gempa tahu, Allah mahatahu telah mendengar semua doanya yang tak terucapkan.
Napas Gempa yang terakhir digunakannya untuk mengucapkan kalimat tauhid, "Laa … illaha … ilallah …."
.
.
.
.
.
Catatan Penulis:
Manembah kang linangkung: Menyembah/menundukkan jiwa kepada yang melampaui segalanya.
(Nangis sendiri pas browsing nyari judul bab ini)
.
Beneran, berkaca-kaca sendiri Roux nulis ini :" siapa suruh malam Natal nulis beginian? Entahlah, lagi pengen mendekatkan diri pada Tuhan aja :")
Anyways, terima kasih sudah membaca!
Selamat Natal bagi yang merayakannya!
[24 Desember 2023]
