"Kalau begitu, aku permisi dulu, brother."

"Woi, Karamatsu nii-san!"

Karamatsu pergi dengan melambaikan tangan, menghilang begitu cepat. Choromatsu? Jangan tanya. Dia sudah siap meledak di tempat. Menyeret saudara yang lain boleh juga.

Ini semua berawal ketika Karamatsu terlalu baik hingga tidak pernah menolak permintaan tolong dari saudara-saudaranya. Choromatsu yang melihatnya jadi kesal sendiri serta bermaksud memberi nasihat, tapi siapa sangka ia akan dikhianati seperti ini?!

Alih-alih Karamatsu yang menolak permintaan tolong, kini Choromatsu yang kena getah nya. Tahu begini, dia takkan mau memberikan saran apapun pada kakak nya! Tidak berguna!

Ketika mereka dewasa, tidak banyak yang berubah, sebenarnya. Kehidupan Matsuno bersaudara juga begini-begini saja, terlebih menjadi NEET. Meski dipandang rendah, atau bahkan tidak berguna, tetapi mereka menemukan kedamaian hati dengan tidak berusaha memakai topeng kembali.

Benar, semuanya telah berada di zona nyaman masing-masing. Sesuai dengan apa yang mereka katakan beberapa tahun lalu. Janji adalah sesuatu yang harus ditepati, bukan? Terus berpura-pura dan menipu hati mereka sendiri begitu melelahkan. Mereka tidak ingin melaluinya lagi.

Namun semua menjadi lain ketika Karamatsu berubah. Pemuda yang dulunya selalu pendiam dan ketakutan itu sekarang adalah sosok yang berbeda sekali dengan dirinya dulu. Mereka tidak tahu apa yang mendasari Karamatsu keluar dari zona nyamannya seperti itu. Mereka pun tak menyukai keputusannya.

Bukankah Karamatsu yang meminta mereka agar kembali menjadi diri sendiri? Lalu kenapa dia sekarang menjadi seperti itu? Saudara-saudaranya juga tidak pernah berusaha mencari tahu. Yang jelas, mereka merasa sakit hati akan hal ini.

"Hei, bagaimana pendapat kalian tentang Karamatsu?"

Choromatsu entah mendapat dorongan dari mana untuk menanyakan apa yang dipikirkannya. Mungkin karena kekesalannya kali ini tidak bisa ditahan seperti biasanya. Semua saudaranya yang bertingkah rada-rada itu pun langsung diam saat mendengar pertanyaan Choromatsu.

"Maksudmu apa, Choromatsu? Pendapatku tentang dia? Sudah pasti orang narsis. Iya, kan?" Osomatsu menoleh kepada semua orang di sana dan mendapatkan anggukan.

"Bukan itu yang aku bicarakan."

Osomatsu menatap malas. "Apaan sih, ngomong yang jelas, dong."

"Yang kumaksud, adalah soal kepribadiannya. Apakah menurut kalian … Karamatsu berubah?"

Ichimatsu berdecak. "Ya, dia menjadi tambah narsis."

Choromatsu sweatdrop. "Kau tidak perlu mengulangi apa yang dikatakan Osomatsu nii-san."

"Tapi bukannya itu benar?" Jyushimatsu menimpali. Perubahan Karamatsu yang paling besar memang adalah sifat narsisnya itu.

"Iya, tidak diragukan lagi." Todomatsu kian memanaskan suasana. "Narsis ya narsis aja."

"Dengarkan aku dulu! Kalian cuma ingin bilang 'narsis' karena tidak ada jawaban lain, kan?" Choromatsu mencak-mencak.

"Yah … " semuanya langsung memalingkan wajah. Tuh, kan!

Kenapa semua saudaranya berotak lemot? Dia sudah lelah harus menjelaskan secara detail mengenai apa yang sebenarnya ia tanyakan. Tapi dia harus melakukannya, bukan?

"Maksudku, tentang sifat baiknya itu. Kurasa dia tidak pernah berubah sedari dulu."

Semuanya terdiam. Memang benar, mungkin Karamatsu yang narsis adalah sebuah perubahan besar. Namun tentu saja ada sesuatu yang masih tetap sama di dalam dirinya dan itu adalah kebaikan hatinya. Mereka pernah merasakannya, sampai sekarang juga begitu. Seketika mereka tersadar bahwa tindakan Karamatsu yang selalu membantu mereka merupakan bagian dari kebaikannya.

"Tiba-tiba aku ingin menangis." Todomatsu berujar. Karamatsu adalah kakak yang baik setelah ia kembali mengingatnya.

Dulu, Todomatsu selalu bingung ketika bekalnya yang tertinggal bisa berada di tasnya. Tidak hanya itu, ada juga beberapa permen manis yang ditinggalkan. Todomatsu awalnya skeptis, mengira bahwa ia sendiri yang melupakannya. Tetapi suatu hari, ia tidak sengaja melihat dengan mata kepalanya sendiri bahwa itu adalah tindakan Karamatsu.

Todomatsu selalu menginginkan perhatian kakak-kakak nya, karena itu ia selalu menempel pada Choromatsu di sekolah dulu. Dikarenakan yang lain lebih sulit didekati dan lagi situasi mereka begitu buruk saat itu. Todomatsu hanya tidak ingin terpisah dari saudaranya. Ia berusaha menarik atensi, mungkin dengan begitu semua akan lebih baik.

Sayangnya tidak ada perubahan yang berarti. Walau Choromatsu membiarkannya menempel padanya, tetapi mereka semua ada enam. Todomatsu masih merasa dirinya memiliki banyak kekurangan sehingga kakak-kakak nya tidak mau melihat ke arahnya. Apakah ia memang tidak sepantas itu untuk bersama mereka?

Todomatsu kemudian menjadi tidak percaya diri. Ia berpikir hari-hari yang ia lalui akan seperti ini terus. Membosankan, sekaligus menyebalkan. Karena banyak pikiran, maka dia sesekali lupa membawa bekalnya ke sekolah. Itu adalah hal yang biasa terjadi, kan?

Oleh sebab itu, ketika tidak sengaja melihat Karamatsu melakukan semua itu untuknya, ia merasa harapannya telah terjawab dengan sendirinya. Walaupun dulu ia juga tidak begitu dekat dengan Karamatsu karena sifat penakut kakak nya itu, tetapi Todomatsu selalu berterima kasih di dalam hatinya. Dia memiliki harapan bahwa saudara-saudaranya yang lain mungkin bisa akur suatu saat.

"Karamatsu nii-san sangat baik sekali, dia selalu mengantar kotak bekalku yang ketinggalan dan bahkan memberikanku permen manis." Celoteh Todomatsu ketika mengenang memori indah itu.

Karamatsu dulu memang bukan orang yang banyak bicara, bahkan meski berubah pun, Todomatsu tidak bisa benar-benar membencinya. Karamatsu adalah seseorang yang selalu menunjukkan hatinya melalui tindakan. Jadi ia hanya merasa … begini saja juga tidak apa-apa. Ini sudah cukup.

"Yah, walau aku tidak suka ketika dia berubah seperti itu. Rasanya dia bukan seperti orang yang aku kenal. Tapi, ya sudahlah." Todomatsu tertawa pelan.

"Ya sudahlah, apanya?!" Teriak Ichimatsu. Semua orang terkejut karena biasanya dia yang paling kalem dalam situasi begini. Sebenci itukah dirinya pada Karamatsu hingga tidak bisa ditutupi?

"Dia itu mengkhianati kita! Todomatsu, apa matamu tidak terbuka?!"

Todomatsu menunduk setelahnya. Memang benar, dirinya juga merasa terkhianati oleh itu. Alasan mengapa mereka semua bersikap begini adalah karena Karamatsu yang justru keluar dari zona nyamannya usai kelulusan. Padahal dulu ia yang berkata bahwa tidak apa-apa bagi mereka untuk menjadi diri sendiri.

Jelas saja mereka semua menjadi sakit hati.

Jyushimatsu tiba-tiba menyahut. "Tapi dia selalu mengkhawatirkan kita, aku rasa kita tidak bisa mengubah fakta itu."

"Bagaimana kau tahu?" Tanya Osomatsu.

"Dulu aku sering sekali dipanggil ke ruang kesiswaan—wah, aku bahkan tidak ingin mengingatnya karena sangat memalukan!" Jyushimatsu menutupi wajahnya.

"Hei, bagaimana kami tahu kalau kau tidak cerita?!" Choromatsu makin kesal sekarang.

"Jadi … kalian tahu aku dulu memang seperti itu, bukan? Setiap kali aku dipanggil, Karamatsu nii-san akan mendengarkan dari luar sampai aku selesai dimarahi."

"Dia tidak menemuimu?" Choromatsu menatap.

Jyushimatsu menghela napas. "Situasi kita sedang buruk saat itu, jadi kurasa Karamatsu nii-san hanya tidak ingin membuat masalahnya menjadi besar. Sekarang ketika aku memikirkannya kembali, itu sedikit membuatku senang."

Jyushimatsu tidak berbohong. Dulu, sikapnya sangat kekanakan dan bahkan berdandan menjadi preman demi terlihat berbeda dari saudaranya yang lain. Walau tak melakukan apapun, wajah seramnya cukup membuat orang takut serta melabelinya dengan julukan anak nakal. Lalu tentu saja sekolah tidak akan tinggal diam dan segera menindak tegas anak didik mereka.

Jyushimatsu dipanggil ke ruang kesiswaan, untuk dinasihati. Masuk telinga kanan dan keluar melalui telinga kiri. Dia malas mendengarkan, sebenarnya. Hanya saja dia tidak peduli pada apapun lagi, jadi membiarkan semua berlalu seperti itu.

Jyushimatsu tidak pernah menyadari itu sebelumnya. Ketika dia keluar dari ruang kesiswaan suatu hari, tanpa sengaja ia masih melihat Karamatsu yang baru saja berbalik menuju arah lain lalu berbelok. Awalnya Jyushimatsu pikir itu hanya kebetulan, hingga ia mendengar suatu rumor dari para siswa.

"Eh, tahu, tidak? Karamatsu dari kelas xx katanya sering sekali pergi ke ruang kesiswaan?"

"Serius ini?"

"Seseorang melihatnya selalu kembali dari arah sana. Kau tahu kan, lorong itu sepi karena tak ada murid yang berani lewat!"

"Aku baru ingat. Guru pembimbing sangat galak!"

"Dia anak yang tampak penakut dan pendiam, tapi tidak kusangka memiliki banyak masalah juga, ya."

"Hahahaha, kita memang tidak bisa menilai orang dari luarnya saja."

Jyushimatsu tahu tidak seharusnya ia langsung membenarkan pembicaraan orang. Tetapi yang meyakinkannya adalah bagaimana murid-murid itu dengan entengnya menertawai saudaranya. Apakah selama ini hanya dia yang tidak menyadari itu?

Berikutnya, Jyushimatsu mencari rumor yang berkaitan dengan kakak nya, apapun itu. Tidak jauh berbeda daripada sebelumnya. Mereka menghina Karamatsu dan membicarakannya di belakang seperti itu. Mengatainya jerawatan dan juga pengecut. Tertawa tanpa dosa hingga Jyushimatsu ingin menghajar mereka semua.

Tetapi, Jyushimatsu memikirkan ulang. Dia tidak bisa melakukannya seperti itu. Karenanya, ia hanya menakuti mereka dengan menunjukkan wajah seramnya. Ia harap itu bisa sedikit membantu, tapi ia juga tidak tahu bagaimana hasilnya. Jyushimatsu hanya melakukan apa yang ia bisa.

"Jadi karena itulah aku pikir Karamatsu nii-san masih memperhatikan kita, hanya saja dia memang tidak pernah bicara soal itu." Jyushimatsu pun mengakhiri ceritanya.

"Kalian semua … aku tidak percaya ini." Ichimatsu menatap malas.

"Kau tidak punya kenangan yang indah bersamanya?" Ledek Jyushimatsu.

"Diam, aku tidak mau membicarakan itu."

Ichimatsu mendengkus, membuat yang lain berusaha memaklumi. Tampaknya amarah pemuda itu pada Karamatsu sangatlah besar jadi mereka tidak bisa berkomentar apa-apa.

"Karamatsu nii-san juga selalu membantuku." Choromatsu mengalihkan topik supaya suasana tidak kian runyam.

"Bagaimana dia membantumu?" Todomatsu penasaran.

"Yah, kau tahu, aku dulu selalu dibully dan dibilang mesum … "

"Bukannya kau mesum memang fakta, ya?" Semua orang serempak bertanya. Choromatsu langsung marah seketika.

"Dengar dulu! Waktu itu aku dijahili dan Karamatsu nii-san … "

Choromatsu tidak mampu melanjutkan kalimatnya. Suaranya hilang entah ke mana secara tiba-tiba. Tenggorokannya kering dan matanya terasa panas. Perundungan yang dialaminya merupakan mimpi buruk selama di sekolah dan ia senang karena Todomatsu selalu menempel padanya.

Tetapi adik nya itu tidak pernah tahu apa yang dialaminya.

Si bungsu justru berkata dengan entengnya. "Kau kan memang pantas dibully."

"Todomatsu?!" Choromatsu kian patah hati begitu mengalami pengkhianatan tidak terduga. Ia syok hingga terjatuh ke lantai. Tidak ada peringatan soal critical damage!

Osomatsu merasa buruk sekarang. Semua itu terjadi ketika mereka bersekolah di tempat yang sama. Tapi mengapa ia tidak pernah berusaha peduli, atau setidaknya mencari tahu mengenai apa yang terjadi pada saudara-saudaranya?

Ia bukanlah kakak yang baik bagi mereka.

Karamatsu lah yang menggantikan perannya. Membantu semua meski dalam diam. Sekarang ia baru memikirkan, pastilah yang mengganti seragamnya yang terkena tumpahan kopi waktu sekolah dulu adalah Karamatsu. Mengapa saat itu ia tidak memikirkan kemungkinan tersebut?

Kenapa dia bisa sebodoh ini?

"Omong-omong soal itu … kurasa aku juga pernah." Osomatsu yang teringat kembali dengan itu mendadak berbicara hingga membuat yang lain menjadi tertarik.

"Benarkah, Osomatsu nii-san?!" Semua orang langsung teralihkan akan hal tersebut dan jadi penasaran. Kok bisa Karamatsu mau membantu Osomatsu yang bentukan nya tidak jelas begitu?

"Ah, sebentar, aku agak lupa."

"Wuuu!" Semua orang melemparinya dengan benda-benda dan membuat Osomatsu harus menghindar supaya dirinya aman.

"Padahal aku niat bercanda sedikit, kalian ini kenapa serius sekali, sih?!"

"Tentu saja, kita sedang membicarakan Karamatsu nii-san, bukan?!"

Mereka berkelahi sebentar setelah itu, namun tidak berlangsung lama. Kelimanya terdiam dan duduk setelahnya. Mungkin karena mereka saudara, jadinya memikirkan hal yang sama. Tidak ada gunanya meneruskan ini.

"Rasanya aku jadi ingat waktu dulu." Celetuk Choromatsu.

"Kita juga pernah bertengkar seperti ini, ya?" Jyushimatsu menatap langit-langit.

Todomatsu berbicara, "Itu kenangan yang cukup menyakitkan."

" … " Ichimatsu hanya terdiam.

Osomatsu kian murung. "Aku benar-benar menyesal kita pernah seperti itu."

Tidak ada yang mau mengingat hari itu lagi. Di mana mereka saling mencaci serta menyumpahi untuk mati satu sama lain. Sangat mengerikan. Bagaimana bisa mereka melakukan hal seperti itu dahulu kala? Pantas saja Karamatsu sampai muak.

Omong-omong soal itu, Karamatsu juga lah yang berinisiatif untuk memperbaiki hubungan mereka. Ia bisa mengatasi sifat penakutnya hanya demi hubungan persaudaraan keenamnya. Semuanya jadi merasa tidak enak sekarang karena selalu memanfaatkan kebaikan Karamatsu.

Mereka benar-benar sampah.

"Kalau dipikir-pikir, Karamatsu nii-sa n dulu selalu berusaha dekat dengan kita, ya … " Choromatsu memulai topik lain. Sekalian untuk mencairkan suasana. Keheningan yang cukup lama ini sangat mengganggu dan ia tidak tahan untuk terus menutup mulutnya.

"Tentu saja, Karamatsu kan ingin dekat denganku." Sahut Osomatsu santai. Sudah jelas adiknya itu peduli padanya, kan? Jadi tidak diragukan lagi, bahwa Karamatsu memang ingin dekat dengannya.

Keempat saudaranya yang lain tidak terima. "Jangan terlalu percaya diri!"

"Memangnya kalian dekat dengan dia?!" Osomatsu menatap sengit.

Choromatsu berdehem. "Tentu saja! Dia yang selalu membantuku walau diam-diam! Itu karena kami sangat dekat, bukankah begitu?"

"Enak saja," potong Jyushimatsu. "Karamatsu nii-san selalu menungguku. Kami begitu dekat, oke?"

"Tidak, tidak. Aku yang paling dekat dengan Karamatsu nii-san." Todomatsu menunjuk pada dirinya sendiri.

"Kalian berisik sekali …. " Komentar Ichimatsu di sela-sela keributan antar saudara itu. Tidak bisakah mereka memberinya ketenangan sehari saja?

Osomatsu melirik aneh seraya tersenyum. Ia lantas menaik-turunkan alisnya, selama tahu apa yang hendak diucapkan adik nya.

"Apa? Kau sekarang cemburu, Ichimacchan ? HAHAHAHAA!"

"Aku tidak—"

Tawa Osomatsu meledak sebelum Ichimatsu sempat berbicara. Membahana memenuhi ruang. Diikuti oleh yang lainnya, pula. Membuat telinga Ichimatsu terasa amat risih saat mendengarnya.

Ichimatsu tidak menjawab. Tetapi itu memang benar adanya. Sial. Kenapa Osomatsu harus mengatakannya seperti itu, sih?! Sekarang dia jadi tidak bisa berbicara apa-apa!

Namun ada satu hal yang perlu diketahui. Ichimatsu sungguh tidak menyukai Karamatsu, omong-omong. Saudara-saudaranya yang bodoh hanya salah paham dengannya. Tapi, ini benar-benar menyebalkan. Ia jadi ingin mengutuk mereka, secara mendadak mengeluarkan aura kegelapan miliknya.

"He-hentikan itu sekarang, Ichimatsu/Ichimatsu nii-san!" Mereka tampak ketakutan. Bagaimana jika sisi gelap Ichimatsu muncul? Jiwanya yang psikopat itu tidak mudah ditangani.

Selepas itu, mereka terdiam kembali. Tidak berlangsung lama karena tiba-tiba saja Osomatsu menjauh dan berkacak pinggang.

"Jadi aku yang paling dekat dengan Karamatsu, kan?"

"Minimal ngaca." Kata Choromatsu. Dibenarkan juga oleh saudara yang lain melalui anggukan. Membuat Osomatsu tersudutkan. Dia harus segera membalas dengan sesuatu.

"Kalian pikir dia mau dekat-dekat kalian?!"

Osomatsu tentu saja harus membela dirinya. Lagipula, itu sangat aneh. Karamatsu lah yang membuatnya jelas. Jika mereka tidak dekat, maka Karamatsu takkan mengganti seragamnya waktu dulu terkena tumpahan kopi, bukan? Memikirkannya saja membuat Osomatsu sangat bangga.

"Enak saja, aku sudah bilang kalau itu aku!"

Choromatsu kesal. Kenyataannya, bahwa Karamatsu peduli padanya dahulu ketika hubungan mereka sedang tidak baik-baik saja. Hanya Karamatsu yang tergerak dan memiliki hati untuk membantu dirinya. Osomatsu bahkan tidak melakukan apapun padahal dia adalah saudara tertua. Bisa-bisanya dia bilang seperti itu?

"Tapi aku rasa Karamatsu nii-san lebih dekat denganku." Jyushimatsu ikut-ikutan menambah panas suasana.

"Dia itu cuma khawatir padamu karena jadi preman … " Ichimatsu menguap. Yah, meskipun preman bodong tapi tetap dihitung, kan?

Todomatsu tertawa pelan, membuat semua orang jadi menoleh ke arahnya. Tawanya agak aneh, begitu mencurigakan.

"Kalian semua tidak tahu, ya?" Todomatsu bersidekap sembari memasang wajah sombong. "Aku adalah kesayangan Karamatsu nii-san. Kami bahkan tidak pernah berselisih. Bukankah itu sangat dekat ?"

Ichimatsu harusnya tidak menanggapi karena dia tidak menyukai Karamatsu sekarang. Tetapi mendengar Todomatsu berkata demikian jadi membuatnya berapi-api entah kenapa.

"Tapi kau tidak pernah merasakan bagaimana Karamatsu nii-san memperhatikan dirimu secara langsung, kan?"

"Hah? Memangnya kau pernah?"

Todomatsu jelas tidak percaya. Setahunya Ichimatsu tidak pernah suka Karamatsu yang sekarang. Mereka juga sulit bicara satu sama lain kecuali jika sedang meminta tolong. Apa ini? Keajaiban dunia ke-delapan?

Ichimatsu menaikkan alisnya, sengaja memancing. "Menurutmu?"

Senyuman di wajah Ichimatsu begitu menjengkelkan. Bukan hanya bagi Todomatsu, tetapi semuanya. Bagaimana bisa Ichimatsu mengatakan hal seperti itu?! Membuat mereka menjadi marah sekarang.

"Oh, Ichimatsu. Bukannya kau tidak suka Karamatsu, ya?" Osomatsu menatapnya.

"Tentu saja." Balas Ichimatsu. "Kenapa aku harus menyukainya?"

"Lalu kenapa kau terlihat ingin dekat dengannya?!" Choromatsu berang.

"Siapa yang bilang?" Ichimatsu tidak terima.

"Ichimatsu!" / "Ichimatsu nii-san!"

Osomatsu dan Choromatsu menyerangnya bersamaan. Kemudian Jyushimatsu serta Todomatsu juga ikut membantu. Sekarang Ichimatsu jadi terjebak. Tangan dan kakinya ditahan dengan kuat oleh mereka. Membuat Ichimatsu jadi kesulitan bergerak, apalagi melepaskan diri.

Sial. Kalau seperti ini, dia tak akan bisa melawan balik—

"Kalian ngapain?"

Suara yang familiar itu berhasil menghentikan perang dunia yang sebentar lagi akan terjadi. Matsuno bersaudara melihat Karamatsu kembali sambil membawa satu kresek soft drink. Tampaknya ia baru saja membeli itu dari luar.

"Ah, ini … " Jyushimatsu berkeringat dingin. Bagaimana mereka harus menjelaskannya? Memperebutkan gelar siapa yang paling dekat dengan Karamatsu? Tampaknya bukan ide yang bagus bila mengatakannya.

Todomatsu pun terdiam. Dia tidak bisa membuat-buat alasan dan hanya terpaku di tempat seperti robot. Choromatsu memalingkan wajah, hanya Osomatsu yang menjawab.

"Kami … sedang main sebentar."

Karamatsu mengernyit. Dia sangat mengenal semua saudaranya. Main? Apa mereka pikir ia akan mempercayainya? Dikira mengelabuinya itu mudah ?

Karamatsu melihat sekeliling. Sepertinya mereka berselisih lagi dan kali ini Ichimatsu yang kena. Karamatsu juga tidak mau tahu alasannya sebab percuma saja meski ia bertanya tetap tidak akan diberitahu. Karamatsu hanya berjalan mendekat pada saudaranya itu dan kemudian mengulurkan salah satu tangannya yang tidak membawa soft drink.

"Kau tidak apa-apa, Ichimatsu?"

Hening.

Karamatsu masih bergeming, mengulurkan tangan. Pada. Ichimatsu.

EEEEEEEH?!

Ichimatsu tidak meraih tangan Karamatsu. Dia tidak bisa melakukannya karena membencinya. Jadi Ichimatsu hanya berdiri dan kemudian berlalu tanpa mengucapkan apapun. Lantas menutup pintu, entah hendak pergi ke mana.

Karamatsu rasa mungkin Ichimatsu sedang dalam suasana hati yang buruk saja. Dia kan memang selalu seperti itu. Karamatsu juga tidak begitu mempermasalahkannya. Sehingga ia pun ganti bertanya kepada yang lainnya.

"Aku beli minuman untuk kalian. Kenapa kalian memasang wajah jelek? Tidak mau? Oi, kalian kenapa?!"

Semua saudaranya telah berubah menjadi debu.