200%
A GojoHime Fanfiction
Jujutsu Kaisen by Akutami Gege
WARN : typo, OOC, OOT, sedikit kasar, author's headcanon. Mohon dimaafkan apabila ada perbedaan dengan cerita aslinya.
1 October, 2018
"Yah, aku kurang lebih paham. Tapi sebenarnya kalian itu apa? Pacaran tidak, mau dibilang berteman juga tidak mungkin. Aku sebenarnya tidak kaget saat kau bilang kau tidur dengan wanita, kau sudah dewasa, Tapi sungguh, dengan Kak Utahime?"
"Aku sungguh TIDAK tidur dengannya lagi setelah itu, aku merasa berdosa,"
"Sudah sepatutnya,"
Wanita yang berdiri di balkon SMA Jujutsu menghisap rokoknya, dan menghembuskannya perlahan. "Untung gak kebobolan,"
Gojo terkekeh.
"Kau brengsek ya ternyata,"
"Hentikan itu," kata Gojo. Ia mengeluarkan sebungkus rokok dengan merk yang sama seperti milik Shoko, menyalakannya dan menghisapnya juga.
Rahasia itu sudah terpendam sejak kejadiannya terjadi- dan baru sekarang, Gojo berani cerita ke Shoko. Kenapa tidak langsung cerita? Mungkin ia takut kena bogem Shoko saat itu.
Gojo akui, itu kali pertama dan terakhir ia tidur dengan seorang wanita. Sungguh. Asli.
Gojo Satoru bukan pria yang suka main wanita. Tidak, beberapa wanita pernah dekat dengannya, tapi ia tak terlalu meresponnya. Gojo hanya sekadar ramah, sebatas ramah kepada teman dan koleganya.
Jika gambaran kalian Gojo Satoru adalah pria tampan, old money yang suka menghamburkan uang demi wanita- tidak mungkin ia seperti itu. Sebagian kekayaannya ia hamburkan untuk keperluan sekolah dan beasiswa murid-muridnya. Apalagi, belum lama ini, ia baru saja mengadopsi Itadori Yuji, yang katanya adalah wadah bagi Raja Kutukan, Ryomen Sukuna.
Nama Sukuna muncul lagi di permukaan. Sejak beberapa tahun lalu, Sukuna sudah menjadi topik utama di kalangan petinggi akademi Jujutsu. Gojo, salah satunya, ditugaskan untuk mencari salah satu jari yang terletak di Sendai. Tapi, murid imut kesayangannya itu malah sengaja menelannya. Sukuna sekarang bermukim di tubuh Itadori Yuji.
"Jadi, kalian belum ngapa-ngapain lagi setelah itu?"
"Enggak," kata Gojo.
"Serius?"
Gojo mendecak, "Serendah apasih rasa percayamu itu padaku?"
"Jujur saja aku tak pernah sepenuh itu percaya padamu sejak lama," kata Shoko.
Gojo meniupkan asap rokok yang ia hisap, "Gak pernah. Sekalipun,"
"Kencan?"
"Tidak ada,"
"Aku tidak tahu kau sepayah ini..." ujar Shoko.
Gojo menghela nafas, "Bicaramu kayak orang professional saja," ujar Gojo.
"Oh! Tentu. Mantanku ada 3, setidaknya," ujar Shoko. "Lebih berpengalaman darimu,"
Gojo melirik kesal. "Jujur saja ya, aku tidak mau sedekat itu lagi dengan Utahime," kata Gojo.
Shoko meniup asap rokok, "Beneran Brengsek," lanjutnya.
"Bukan karena habis manis sepah dibuang, tapi aku takut ia terlalu terikat padaku, kau tahu-" Gojo menghisap rokoknya, "Sukuna sekarang sudah ada di dalam tubuh Itadori Yuji. Aku takut suatu saat nanti aku akan mati bertarung dengannya," lanjutnya sambil menghembuskan asap rokok.
Shoko mematikan rokoknya di asbak dan membuang sampahnya. Ia melirik Gojo yang masih merokok. "Dia juga harus aman, Shoko,"
"Begitu,"
Shoko menghela nafasnya. Ia membetulkan rambutnya yang acak-acakan karena angin di balkon.
"Memilih untuk tidak serakah, kau sangat bijak," kata Shoko. "Tapi mungkin Utahime akan tersiksa,"
Gojo menoleh. Memberikan isyarat apa maksudnya?
"Ia akan tersiksa jika kau tak pernah memberinya kejelasan," kata Shoko.
Memang benar.
Semenjak itu, Gojo dan Utahime tak pernah menuntut satu sama lain untuk memberi kejelasan sebenarnya hubungan seperti apa yang ada di antara mereka. Utahime yang tak pernah bertanya kenapa Gojo tak pernah sedekat itu lagi, juga dengan Gojo yang punya alasan sendiri. Mereka sama-sama paham, tapi tak pernah sama-sama melabeli hubungan.
"Entahlah, Shoko,"
Gojo mematikan rokoknya dan membuang puntung itu ke asbak yang sama,
"Aku rasa aku akan mati sebentar lagi,"
Kejelasan apalagi yang dibutuhkan Utahime? Pikirnya.
Gojo berjalan di lorong SMA Jujutsu. Setelah ia membubarkan Yuji, Megumi dan Nobara dari praktek hari ini, ia jadi punya waktu luang hingga akhir hari ini. Jam tangannya masih menunjukkan pukul lima lewat tiga puluh dua menit, matahari mulai turun dan akan berganti shift dengan bulan. Anak-anak muridnya juga punya acara sendiri, jadi kemana Gojo akan pergi untuk mengakhiri hari?
Entah. Mungkin menghabisi harinya untuk memikirkan jawaban dari pertanyaan yang sulit untuk ditemukan titik terangnya, atau-
"Gojo,"
Suara itu familiar. Ia menoleh ke belakang, tahu betul siapa yang memanggilnya. Kemudian ia berpura-pura tidak melihat sosok kecil yang memanggilnya, karena memang tidak ada dalam level penglihatannya.
"Gojo!"
"Aduh, siapa yang manggil ya? Ada suaranya gak ada wujudnya, serem-"
BUGH!
Sosok itu menonjok perut Gojo. Lumayan sakit, karena ia menumpukkan energinya di kepalan tangannya. Lagi lagi, Gojo belum sempat mengaktifkan limitlessnya.
"Sembarangan! Kau tak pernah belajar ya!"
"S-sakit..." kata Gojo merintih. Tonjokannya lumayan terasa loh, membuat energi kutukannya sedikit buyar. "Habis Utahime kecil banget, aku tidak bisa melihatmu," lanjutnya.
"Kok tumben ada di Tokyo? Ngapain? Kangen aku ya?"
"Pak Gakuganji memintaku untuk datang," kata Utahime.
"Hm, terus?"
Utahime melirik, "Aku asumsikan kau nganggur, kan?" Tanya Utahime.
Gojo tak menjawab. Ia hanya melihat ke arah wanita itu dengan tatapan heran. "Ya, begitulah,"
"Ikut aku,"
"Aku heran,"
Wanita itu duduk di hadapan rak buku dengan dokumen yang terpampang rapih di hadapannya. Sementara pria di belakangnya menyender di rak buku, dengan kedua matanya yang tertutup dengan blindfold khasnya, menghela nafas yang cukup panjang.
"Apanya?"
"Semenjak kau adopsi Yuta dan wadah Sukuna, akui saja, keamanan sekolah Tokyo jadi agak rentan. Karena sekolah Kyoto juga begitu," kata Utahime, sambil menyisir dokumen.
Mereka berdua tengah berada di ruangan arsip. Utahime memintanya untuk ikut dan diskusi sedikit.
"Kenapa dengan sekolah Kyoto?" Tanya Gojo.
Utahime mengambil satu dokumen di rak paling bawah. "Terlalu banyak kutukan. Banyak membahayakan murid juga perlahan warga sekitar. Entah ini karena apa yang kau bilang benar soal mata-mata, atau memang wadah Sukuna itu yang mengundang banyak kutukan tak diundang," lanjutnya, sambil berdiri menatap Gojo. "Waktu acara pertukaran juga begitu, kan?"
"Hm..."
"Pak Gakuganji memintaku secara langsung. Untuk bicara padamu," kata Utahime.
"Memintaku membunuh Yuji? Akhiri saja pembicaraannya sampai sini, Utahime," ujar Gojo, sambil beranjak dari tempatnya bersandar. Wanita itu tak gentar, ia menghalangi langkah Gojo.
"Dia adalah wadah Sukuna, Gojo. Bencana bagi seluruh umat manusia," kata Utahime.
"Satu-satunya alasan kenapa aku tidak mengeksekusi Yuji adalah karena ia bisa mengendalikan jiwa Sukuna dalam dirinya," Jelas Gojo, memandang Utahime meski dari penutup matanya yang berwarna hitam pekat itu.
Wanita itu meletakkan arsip yang ada di tangannya, ke atas meja di samping kirinya. "Ini dokumen soal Sukuna dan wadahnya yang sekarang, milik Pak Gakuganji,"
Pria itu melirik sedikit. Ia meraih dokumen itu dan membukanya. Terdapat beberapa informasi soal Yuji dan Sukuna, juga keputusannya akan mengeksekusi Yuji berikut Sukuna dengan pertimbangan agar roh kutukan itu tak dapat berpindah wadah lagi.
"Kita beruntung sekarang Itadori dapat mengendalikan Sukuna. Tapi pernahkah kau berpikir, suatu saat nanti Sukuna berpindah inang? Bagaimana kalau wadah barunya tidak dapat mengendalikannya seperti Itadori?" Tanya Utahime. "Sangat riskan, Gojo. Aku juga tidak ingin kehilangan muridku, baik anak-anak Tokyo maupun Kyoto,"
Gojo terdiam. Memang benar, Yuji yang sekarang dapat mengendalikan Sukuna, adalah sebuah nilai plus dan menguntungkan bagi pihak Akademi Jujutsu. Tak pernah terpikirkan olehnya apabila Sukuna berpindah raga- seperti ke dirinya, atau mimpi buruknya, kepada Fushiguro Megumi, karena entah kenapa makhluk itu sangat menginginkan anak keturunan Zenin asli yang mewariskan teknik 10 bayangan itu. Mungkinkah Megumi sekuat itu? Akankah dia bisa mengendalikan Sukuna, sama seperti Yuji?
Gojo tahu ia ragu.
Ia menatap Utahime yang menundukkan kepalanya. Helaan nafasnya penuh rasa putus asa.
"Aku yang akan membunuh Sukuna tanpa harus mengorbankan siapapun,"
Utahime paham kalau ia ragu.
"Aku..."
Gojo terdiam. Meski dari balik kain hitam pekat yang menutup matanya, ia tahu wanita yang di hadapannya tengah mencoba untuk menahan emosinya.
"Jika sesuatu terjadi padamu, aku tidak-"
Pria itu melepaskan senyumnya meski sedikit. Ia meletakkan telapak tangannya di kepala Utahime. Meski ia tahu itu tidak sopan (justru sengaja), ia tak bisa menahan dirinya untuk melakukannya.
"Jadi, Utahime menuruti kakek tua Gakuganji karena khawatir padaku?"
Utahime tak membalas pertanyaan (atau pernyataan) dari Gojo. Pria itu terkekeh.
"Aku akan baik saja," Ujar Gojo. "Mau janji? Dengan satu syarat,"
Utahime mendongakkan kepalanya. Mengekspos mata yang sudah berkaca-kaca dengan wajah yang memerah. Manik matanya menangkap pemandangan dari wajah Gojo yang damai dan tersenyum, sambil menunjukkan jari kelingkingnya.
"Utahime,"
Utahime ikut mengaitkan kelingkingnya di kelingking miliki Gojo.
"Pinjamkan aku kekuatanmu,"
Aku akan baik saja bersamamu.
Sinar matahari terbenam menyinari lorong SMA Jujutsu, dua kopi kaleng yang ada di tangan masing-masing. Gojo yang berjalan lebih dahulu daripada Utahime tiba-tiba menghentikan langkahnya.
"Utahime.."
"Apa?"
"Kalau aku melamarmu, apa kau mau menerimaku?"
Cih.
"Pertanyaan apa itu?" Tanya Utahime.
Gojo menoleh, "Serius,"
"Begini caramu mengajak seseorang untuk menikah?"
Pria itu kemudian tertawa, "Kalau ekspektasimu pria yang melamar wanita itu harus selalu yang romantis, dengan pemandangan indah, dan cincin, maaf saja. Aku bahkan tak pegang cincin sekarang," ujar Gojo. "dan juga, ini pertama kalinya aku melamar wanita," lanjutnya.
Utahime menghela nafas. "Kau memang tak bisa diharapkan," lanjut Utahime, kemudian meminum kopi kalengnya dan melanjutkan langkahnya hingga meninggalkan Gojo beberapa langkah
"Utahime,"
"Apa?"
"Serius!"
Utahime mendecak kesal. "Kau pikir aku bisa langsung memberimu jawaban?!"
"Bisa!"
Wanita itu terdiam. Wajahnya memerah, melihat senyum jail dari pria yang baru saja mengajaknya untuk hidup bersama di sisa waktu hidupnya.
Benar, tak ada lagi yang harus dipertimbangkan.
"Datang ke rumahku," ujar Utahime, "Kau akan dapat jawabannya," lanjutnya, lalu meninggalkan Gojo sendirian di lorong itu.
TBC
