Disclaimer: Masashi Kishimoto dan ZUN
Shikigami: Yakumo Rei
Genre: Adventure, Supernatural, Family dan lainnya.
Main Chara: Yukari, Ran, Naruto.
Rate: T
Warning: AU, OOC, Typo bertebaran, Bashing chara, alur terlalu cepat dan kesalahan lainnya.
Enjoy It!
Shikigami: Yakumo Rei
Beberapa hari telah berlalu semenjak pesta perjamuan yang diadakan di kuil Hakurei. Reimu sebagai tuan rumah telah menjalankan tugasnya cukup baik dalam menyiapkan pesta perjamuan. Dibantu oleh beberapa rekan, terutama Rei dalam menambah akomodisi berupa makanan dan minuman. Pesta kali ini berjalan lancar.
Disamping itu, kehadiranku disini sebagai satu-satunya Youkai pria di pesta perjamuan menjadi momen yang langka. Mengingat jika aku sendiri merupakan Youkai pria, membuat sesuatunya menjadi tampak berbeda. Karena pada dasarnya para penghuni Gensokyo adalah wanita. Entah itu dari manusia, Youkai, Roh dan juga dewa sekalipun adalah wanita.
Hal ini juga menggangguku untuk bergabung bersama dalam pesta perjamuan. Tetapi, berkat keputusan yang diambil Kanako, aku akhirnya bisa bergabung bersama mereka. Meski bisa bergabung tetap masih ada jarak yang menghadang antara aku dan para tamu lainnya. Itu bisa dibenarkan mengingat aku sendiri sangat berbeda dari yang lainnya membuat para tamu lain juga agak sungkan. Tapi tak apa, karena aku juga sama seperti mereka.
Beberapa orang tampak sungkan, tapi juga ada beberapa lainnya yang tampak sudah bisa dekat denganku. Seperti halnya Reimu ataupun si tukang koran Aya yang terus-terusan menantangku untuk berduel kecepatan. Tentunya aku menolak ajakan duel darinya. Tak lupa kali ini datang seorang Oni berbadan besar kearahku. Aku bisa merasakan niat bertarung didalam dirinya, dan benar saja.
Datang kepadaku dan langsung menantangku untuk beradu panco, dimana aku sendiri tak mengerti akan ajakannya. Dia juga berguman ingin bertarung habis-habisan denganku untuk mengujiku sebagai Youkai pria. Mendengar itu aku hanya memandang lelah pada antusiasnya dalam bertarung. Tapi karena sekarang sedang berada dalam pesta perjamuan, maka panco adalah jawaban untuk semuanya. Tidak tunggu aku sama sekali tak mengerti.
"Karena kita sedang dalam pesta, maka panco adalah jawaban simpel untuk menguji kekuatan diantara kita. Ayo lakukanlah!"
Ucapnya sembari tangan kanannya sudah terpaku dimeja, tak lupa memberikan intimidasi kuat. Aku sendiri tak terpancing akan provokasinya dan hanya menatapanya dengan tatapan ogah.
"Tunggu kalian berdua. Sedikit saja aku melihat kerusakan oleh ulah kalian, aku akan menghajar kalian tanpa ampun."
Sebelum pertarungan kecil akan berlangsung, Reimu datang untuk memperingatkan mereka berdua akan konsekuensinya membuat kekacauan dikuil miliknya.
"Kau dengar yang dikatakannya. Tak bisakah kita menikmati pesta dengan damai?"
Aku mencoba menolak seramah mungkin ajakannya dalam bertanding panco. Tapi, perawakan Oni bertubuh besar ini sudah menjelaskan semuanya, dia tak akan menyerah. Mengesampingkan tatapan penuh ketidaksukaan dari Reimu dan wajah penuh akan kepercayaan diri dari Oni ini membuatku tak punya pilihan selain menerima tantangannya. Berbeda dari si tukang koran, tampaknya Oni akan terus memaksa.
Untuk itu aku menerima tantangannya dalam adu panco. Menaruh tangan kananku dimeja dan memegang erat tangan kanan lawan. Melihat ini dia tampak tersenyum puas karena menerima tantangannya.
"Woi budak rubah!, Kau sadar akan keputusanmu ini?"
"Tenanglah, aku juga akan berhenti jika diluar kendali."
Seakan tak habis pikir akan keputusanku, Reimu langsung saja memanggilku dengan kasar. Menyebutku sebagai rubah sialan yang mana tak bisa berpikir jauh. Aku tahu itu. Tapi menolaknya terus-terusan hanya akan membuat wanita Oni ini terus memaksa, yang mana aku takut jika dia akan langsung menyerangku secara tiba-tiba. Yah, pilihan ini terasa lebih baik.
"Kalau begitu perkenankan aku menjadi wasit untuk pertandingan simpel ini." Gadis tukang koran, Shameimaru Aya tiba-tiba datang dan langsung memperkenalkan dirinya sebagai wasit.
Kenapa gadis tukang koran ini juga ikut-ikutan, bahkan tanpa wasitpun hal seperti panco bisa langsung dimulai. Entah karena memang ingin memeriahkan suasana atau memang hanya sekedar iseng saja untuk ikut-ikutan.
Layaknya seorang wasit, Aya langsung memegang tangan antara milikku dan Oni ini, tak lupa memberikan tatapan kepada kami seraya untuk bersiap.
"3…2…1…Mulai!"
Tepat ketika hitungan mundur selesai diucapkan, sebuah ledakan energi langsung terasa. Tidak cukup besar namun bisa terasa oleh semua tamu pesta. Rasanya seperti ada angin kuat tiba-tiba datang berhembus kencang. Aya yang menjadi wasit mereka berdua juga sedikit terpental oleh lonjakan kekuatan yang tiba-tiba.
Tatapan para tamu yang semula sibuk terhadap makanan dan Sake langsung tertuju kepada mereka berdua. Melihat bagaimana sebuah pertandingan panco biasa akan menjadi seluar biasa seperti ini. Jika bukan karena ledakan kekuatan tadi, pertandingan ini pastinya tak akan mengundang tatapan para tamu. Untungnya Sake dan makanan tidak ikut terlempar, walau ada sebagian Sake sedikit tumpah.
Rei serta Oni didepannya saling memandang satu sama lain. Mengingat ini hanyalah pertandingan panco biasa, aku hanya bisa menatap kearah dirinya. Seperti sebelumnya, wajahnya sendiri terus tersenyum penuh akan rasa percaya diri yang tinggi. Entah itu senyum penuh meremehkan atau senyum penuh akan kesenangan. Membuatnya bisa mengeluarkan kekuatan sebesar ini pastinya membuat dia merasa berbunga-bunga. Sementara itu, aku tetap mempertahankan ekpresi datarku dalam menanggapi pertandingan kecil ini.
Sesuai dugaanku, ras Oni memang memiliki kekuatan yang besar didalam tubuh mereka. Dari cengkraman tangan ini aku bisa merasakan betapa kuatnya kekuatan yang dikeluarkan. Aku bahkan yakin jika ini hanya separuh kecil dari kekuatan miliknya. Melihat itu, aku sendiri tak terpengaruh akan besarnya kekuatan yang dia keluarkan. Sama seperti dirinya aku sendiri mengeluarkan kekuatanku untuk menyamai kekuatan miliknya.
Adu panco ini bisa berakhir cepat ataupun lambat jika dilakukan dengan serius. Akan tetapi hal itu tidak akan terjadi mengingat jika hal yang ditakutkan oleh Reimu benar-benar terjadi. Tepat ketika ledakan kekuatan antara aku dan Oni ini mulai meledak, tak lama meja yang menjadi panggung untuk pertandingan ini mulai menunjukan batasnya. Terlihat adanya retakan tiba-tiba muncul dibagian tengah meja, menandakan jika meja ini sudah mencapai batasnya.
Brakkk!
Benar saja, meja yang menahan tanganku dan Oni ini langsung terbelah menjadi dua. Suara yang dihasilkanpun terdengar cukup keras
"Woi, Cukup sampai disitu! Lebih jauh lagi kalian akan menghancurkan tempat ini."
Rengek Reimu meminta kami untuk berhenti sekarang juga. Seperti perkataanya tadi, jika dilanjutkan bisa saja kuil ini hancur berkeping-keping. Tidak ingin hal itu terjadi, Reimu langsung menyuruh kami berhenti dengan nada cukup mengancam.
"Seperti yang dikatakan Reimu, aku tak bisa melanjutkan pertandingan ini."
Ucapku tenang seraya untuk menghentikan panco tak masuk akal ini. Mendengar itu, sang Oni terlihat sedikit mendengus kesal karena pertandingan ini berakhir tanpa pemenang. Mendengar rubah didepannya berkata tadi seakan dia sendiri memilih untuk menyerah. Mau tak mau sang Oni hanya bisa menuruti ucapan dari pria rubah didepannya.
Lonjakan kekuatan diantara mereka akhirnya mereda.
"~Haaa. Tidak menyenangkan jika pertandingan ini berakhir tanpa pemenang. Bagaimana, ingin melanjutkannya dengan sparring diluar sana."
"Tidak terima kasih. Kau boleh menganggap dirimu sebagai pemenang dalam adu panco tadi."
"Tch! Kupikir aku bisa sedikit mengeluarkan keringat dengan beradu pukulan denganmu. Biarlah, akan kutahan untuk saat ini."
"Syukurlah kau bisa menahan keinginanmu itu. Sebagai seorang Oni, aku takut kau kehilangan kendali dan langsung menyerangku secara membabi buta."
"~Hoo. Itu bisa saja kulakukan. Tapi, diriku ini, Hoshiguuma Yuugi lebih suka bertarung secara resmi dilapangan yang luas. Yakumo Rei, aku menantikan pertarungan diantara kita."
"Kuharap hari itu tak akan pernah tiba."
Sang Oni, yang memperkenalkan dirinya sebagai Hoshiguuma Yuugi lantas melenggang pergi dari hadapan Rei. Kembali ketempatnya dan meminum sake yang sudah disediakan. Dia sendiri tak mengubris perkataan Rei tentang dia tak ingin bertarung dengannya. Tapi Yuugi yakin jika hari itu akan tiba. Jika dia terus menghindar maka ia sendiri akan datang menghampirinya.
Reimu yang melihat peralatan dari kuil miliknya hancur langsung memegang kerah baju Rei dan mengguncangnya dengan kuat. Tak lupa meluapkan kemarahannya akan peringatan darinya yang tak digubris.
"Lihat! Aku sudah bilang untuk tidak menerima tantangannya. Sekarang meja berhargaku menjadi korban. Aku minta ganti rugi. Cepat berikan aku 50.000 yen sekarang!"
Mendengar tuntutannya membuatku menatap malas kepadanya. 50.000 ribu yen, yang benar saja.
"50.000 ribu yen untuk sebuah meja kayu biasa, kau itu ingin memerasku atau apa. Sudah kubilang tenanglah, aku akan memperbaikinya"
Kupikir aku bisa memaklumi keingingannya untuk mendapatkan sedikit keuntungan dari tindakanku. Tapi ayolah, 50.000 yen itu sangat berlebihan bahkan untuk sebuah meja dari kayu. Aku mungkin bisa memaklumi jika meja tersebut menggunakan kayu super langka dan dipahat dengan sangat detil. Tapi ini hanya meja kayu biasa mau bagaimanapun kau melihatnya.
Tak lupa wajahnya yang terlihat menggebu-gebu serta iris matanya sudah berubah menjadi mata uang yang bercahaya. Karena ini Reimu, aku bisa memakluminya. Mengingat keuangan di kuil ini sungguh mepet membuatku terkadang sedikit kasihan melihatnya. Tapi tetap saja 50.000 yen itu terlalu berlebihan.
Melepaskan genggaman tangannya dari kerah bajuku, aku mulai mengambil sebuah kertas Ofuda dari ketiadaan. Mengapitnya diantara jari telunjuk dan jari tengah, melakukan beberapa gerakan serta mengalirkan sedikit kekuatan kepada kertas ini. Kemudian mengarahkannya kepada meja yang terbelah. Tak lama sebuah aura kuning keemasan langsung menyelubungi meja tersebut. Bergerak dan menempelkan satu sama lain pada bagian yang patah. Hingga tak lama meja itu kembali seperti sedia kala.
"Lihat, aku sudah memperbaikinya. Jadi kau tak perlu menagih 50.000 yen kepadaku."
"Tch! kupikir aku bisa mendapatkan sedikit rezeki disini."
Jadi memang itu tujuanmu!
Aku tak tahu kenapa dia bisa menjadi tidak tahu diri seperti ini, mengingat jika dia adalah seorang Miko. Apa seorang Miko memang tak mendapat penghasilan apapun dari pekerjaan mereka. Bahkan jika mengandalkan kotak persembahanpun hal itu juga tak bisa menutupi kekurangan dirinya. Aku juga pernah sekali melihat kedalam isi kotak persembahannya dimana hampir tak ada isinya sama sekali.
Dasar kau ini Reimu. Aku ingin mengasihanimu, namun sifatmu ini malah membuatku menjadi sungkan.
"~Heee. Sihirmu bagus juga ~ze. Tapi agak menyedihkan juga untuk digunakan memperbaiki meja kayu yang tak ada harganya. Dan juga apa-apaan itu, 50.000 yen untuk meja kayu biasa. Kau pasti sudah gila ~ze"
"Berisik lu ah. Peluangku untuk mendapatkan sedikit dana darinya gagal sudah."
Seorang penyihir wanita berambut pirang dengan topi hitam ikut bergabung dalam pembicaraan. Dia sendiri secara sarkas mengatai Reimu gila karena harus mengganti rugi meja kayu biasa dengan harga selangit.
Yah aku setuju dengannya dan juga apa-apaan itu balasan darinya.
Gadis ini terlihat akrab bersama Reimu, mungkin saja jika dia ini adalah teman terdekatnya melihat dari bagaimana dia mengajak Reimu berbicara. Dia terlihat mencoba menghibur Reimu yang mana ia sendiri terlihat kecewa karena gagal mendaptkan sesuatu sesuai keinginannya.
Bahkan jika kau tetap bersikeras aku sendiri tak akan memberikannya.
"Tetapi ini benar-benar mengejutjan ~ze. Tak kusangka akan ada seorang Youkai pria di Gensokyo. Apa ini akan menjadi sebuah pertanda akan adanya Youkai pria lainnya yang akan datang. Aku cukup tak sabar untuk menantikannya."
Sedikit memberikan komentar tentang keberadaanku sebagai satu-satunya Youkai pria disini. Tetap saja mau bagaimanapun aku masih tetap tak bisa mempercayai jika aku satu-satunya Youkai pria. Aku percaya di Gensokyo ini pasti ada satu atau dua Youkai pria sepertiku. Hanya saja keberadaan mereka saat ini sukar untuk ditemukan.
"Ngomong-ngomong namaku Kirisame Marisa, salam kenal. Terima kasih juga untuk tambahan sake dan makannya."
"Ah iya salam kenal. Namaku Yakumo Rei, Shikigami dari Yukari-sama."
Jadi namanya Kirisame Marisa, hmm akan kuingat. Mengigat keberadaanku disini masih sebatas sebentar, masih banyak nama yang belum kukenal. Salah satunya gadis riang berambut pirang ini.
"Jika dilihat lagi hubunganmu dengan Reimu tampaknya cukup dekat ~ze. Apa kalian berdua sudah mengenal cukup lama? Jangan bilang jika kalian berdua memang sering bertemu satu sama lain."
Tanya Marisa kepadaku dengan nada sedikit mengejek. Mengataiku seolah aku dan Reimu ini memang sering bertemu. Jika seperti itu malah terlihat aku yang sering berkunjung ke kuilnya. Untuk hal ini bisa dikatakan iya dan juga tidak.
"Tentu saja bukan seperti itu. Jika bukan karena Youkai pembatas itu yang sering datang kekuilku, aku tak akan terus bertemu dengannya. Memang, pertama kali aku melihatnya juga mengejutkan. Aku tak mengira jika Yukari akan membawa seorang pemuda."
Kali ini Reimu yang membalas pertanyaan Marisa, sedikit keras seakan membantah hal yang tidak-tidak. Memberikan beberapa penekanan jika tak ada hubungan apapun antara dia dan diriku. Itu memang benar. Seperti yang dikatakan Reimu, jika bukan karena tuanku yang sering berkunjung ke kuil ini, entah sekedar bertukar sapa ataupun mengurus beberapa hal. Karena itu membuatku jadi sering mengungjungi kuilku.
Tapi Reimu, ucapannmu tadi terhadap masterku tadi sungguh tidak sopan. Minta maaf segera!
"Benar, seperti yang dikatakan Reimu. Jika bukan karena tuanku, aku juga tak akan sering berkunjung ke kuil ini. Namun, karena aku disini masih baru dan belum mengenal luas akan tanah ini, hanya kuil ini saja yang menjadi tujuanku saat berpergian."
"Gitu ya. Kukira kalian berdua memang mempunyai semacam hubungan khusus. Melihat kalian berdua tampak akrab membuatku berpikir demikian ~ze. Dasar kau Reimu, jika kau sudah tau tentangnya kenapa tak memberitahuku sedari awal."
Keluh Marisa karena Reimu tidak memberitahunya tentang keberadaan Rei di Gensokyo. Entah kenapa ia sendiri merasa kalah darinya. Yah mau bagaimana lagi, sifat pemalas dan acuh ini terkadang membuatnya muak. Berita sepenting ini malah disimpang untuk dirinya.
"Etoo, Rei boleh kupanggil seperti itu.?"
"Tentu. Silahkan, aku tak keberatan."
Dari cara Marisa memintaku untuk memanggilku menggunakan nama, tampaknya dia ingin lebih dekat denganku.
"Apa memang sesering itu kau pergi ke kuil Reimu. Kau tahu sendiri Rei, di Gensokyo juga ada banyak sekali tempat yang bisa kau kunjungi, seperti hutan peri ataupun danau besar. Juga ada taman bunga matahari, walau aku tidak merekomendasikannya sih."
"Memang, ada banyak tempat di Gensokyo yang bisa dikunjungi, seperti beberapa tempat yang kau sebutkan tadi. Tetap saja, untukku mengunjungi sebuah tempat baru membuatku sedikit tak nyaman. Seperti halnya ada sebuah tekanan batin."
Alasan terbesarnya adalah diriku sendiri. Mengingat jika diriku ini merupakan satu-satunya Youkai pria di Gensokyo membuatku pantang untuk mengunjungi sebuah tempat baru seorang diri. Jika bukan bersama sang master atau guru maka aku bisa mengatasinya. Tapi jika seorang diri, aku tak siap untuk dipandang dengan tatapan aneh dan juga heran.
"Lagipula, dikuil ini entah kenapa aku menemukan pemandangan yang agak mengejutkan. Itu ketika aku melihat Reimu sedang meratapi dirinya secara frustrasi pada kotak persembahannya yang selalu kosong. Saat aku melihatnya, entah kenapa aku merasa puas dan kasihan pada saat bersamaan ketika melihatnya meratap seperti itu."
"Y-yahhh. Kurasa aku paham itu."
Itulah yang kurasakan ketika beberapa kali berkunjung ke kuil Hakurei dan menemukan Reimu sedang bersikukuh pada kotak persembahannya. Meratapinya dan mengutukinya karena selalu kosong. Dia akan terlihat mengucapkan sumpah serapah seperti mengata-ngatai orang-orang yang tidak mau mengisi kotak persembahannya, kemudian dia akan menangis saat itu juga. Seperti kataku tadi, melihatnya entah kenapa membuat perasaan didalam diriku menjadi campur aduk. Bahkan reaksi Marisa tadi juga terlihat sedang menahan tawa.
Bugh!
Suara dentaman langsung terdengar. Tidak terlalu keras sampai mengganggu tamu lainnya. Suara itu berasal dari Reimu yang menghantamkan botol sake cukup kuat tanpa merusaknya. Oh aku lupa jika dia ada diseberangku.
"Aku juga tahu akan hal itu, sialan! Kotak itu selalu saja kosong tak peduli dihari apapun aku melihatnya. Aku juga perlu uang untuk membeli makanan dan sake untuk kebutuhanku. Tapi kotak sialan itu, selalu dan selalu saja kosong. Jika beruntung ada beberapa recehan disana. Karena itu cepat berikan uang 50.000 yen kepadaku."
Beginilah salah satu sifat menyedihkan Reimu. Melihatnya menjadi tidak tahu diri ketika menyangkut tentang uang. Penghasilan seorang Miko memang tidak bisa ditebak. Bisa untung mengandalkan uang persembahan dari pengunjung ataupun sebaliknya. Mengingat jika dia memiliki peranan penting dalam menjaga keseimbangan tanah Gensokyo membuatku terkadang merasa iba padanya.
"Topik tentang meja itu belum hilang juga ya."
Aku membalas Reimu secara skeptis dimana dia terus-terusan saja menagihku uang sebesar 50.000 yen. Marisa yang ada disebelahku juga menatap sama kepada Reimu akan sikap tidak terpujinya. Aku ingin memarahinya akan sikap tak terpujinya ini, tapi seperti kataku tadi kondisinya sendiri juga sudah menjelaskan mengenai sifatnya ini. Aku harap dia bisa berubah.
Marisa yang ada disamping Reimu, melihat dia yang sudah tak tahu diri untuk tetap menagih uang. Membuatnya merasa iba dan menawarkan sedikit keramahtamahan dirinya. Kebetulan Marisa sendiri mempunyai sedikit sumber makanan yang bisa ia bagi.
"Su-sudahlah Reimu, aku sendiri tahu bagaimana kondisimu sebagai Miko kuil ini. Jarang mendapat persembahan dan selalu berakhir tanpa uang sepeserpun. Kebetulan aku dan Alice baru saja memetik jamur dan jumlahnya cukup banyak. Aku akan memberikannya padamu sebagian. Untuk sekarang nikmati saja pesta ini."
"Beneran?! Jangan lupa ama nasi dan kecap Shouyunya. Kurang kenyang jika hanya makan jamur saja."
"Lu itu bisa tahu diri dikit ga sih."
Seperti itulah. Mengharapkan Reimu akan berterima kasih akan keramahtamahan seseorang sepertinya tak akan pernah terjadi. Alih-alih merasa bersyukur dia malah menjadi tak tahu diri dimana meminta lebih. Kurasa dia memang berada dalam kondisi yang begitu sulit dengan menjadi seorang Miko dari kuil Hakurei. Aku ingin tahu apa Miko dari kuil lain juga bernasib sama.
Melihat Marisa memaklumi sifat Reimu, aku rasa mereka berdua memang dekat selayaknya teman. Aku tak tahu apa mereka memang sudah saling mengenal satu sama lain dalam kurun waktu lama. Sampai Marisa sendiripun sudah memaklumi sifat Reimu yang satu ini.
"Cobalah untuk menahan diri, Reimu. Jangan meminta lebih akan kebaikan dari Marisa-san yang mau membagi sedikit makanannya denganmu."
Aku berucap seraya mencoba menasehatinya untuk bisa menahan diri. Meski dirinya berada dalam kondisi sulit namun tak pantas untuk tak tahu diri dalam menanggapi kebaikan orang lain. Itu yang ingin kukatakan walau pada akhirnya itu sendiri tak akan merubah Reimu. Sama seperti Marisa yang mau memberikan stok bahan makanan. Aku juga akan memberikan sedikit bantuan kepadanya.
Aku merogoh saku di dalam baju pergelangan tanganku. Mengambil satu lembar kertas uang bernilai 5.000 yen. Kemudian menyerahkannya kepada Reimu. Melihat ini tatapannya yang semula dipenuhi kekesalan dan rasa jengkel, langsung berubah menjadi penuh akan kebahagiann. Kau bisa melihat mata uang bersinar di kedua bola matanya.
"Ini, sedikit persembahan dariku. Walau ini bukan 50.000 yen seperti yang kau mau tapi ini pastinya juga cukup untuk dirimu'kan. Gunakanlah dengan bijak."
Mendengar itu, tanpa basa-basi Reimu langsung menerima uang pemberian dariku dengan senyuman lebar. Semua perasaan negatif didalam tubuhnya mendadak hilang tergantikan oleh aura kebahagian. Bagi Reimu, 5000 yen seperti emas seberat 50 gram. Cukup untuk memberinya kemewahan dalam beberapa hari.
"Aku sungguh berterima kasih atas kebaikan hati anda, Rei-sama! Diriku ini, Hakurei Reimu sangat senang atas persembahan yang anda berikan kepadaku! Kumohon kedepannya untuk sering memberiku uang persembahan!"
"Jangan harap."
Meski dipuji seperti itu oleh Reimu tak membuatku merasa senang. Ia malah memintaku untuk sering memberinya uang persembahan. Jangan harap. Aku memberimu atas kasihan semata, bukan karena aku orang baik yang akan terus memberimu uang.
Karena tindakan memalukannya ini perhatian semua tamu yang fokus pada sake dan makanan langsung teralih kepadanya. Tatapan mata dari para tamu beragam. Mulai dari kasihan, jijik, maupun heran akan kelakuan dari Miko satu ini. Meski mendapat berbagai macam reaksi, Reimu sama sekali tak mempedulikan itu semua. Hebat sekali hati miliknya.
"Oi Rei kau yakin memberikan uang 5000 yen mu itu kepada Reimu. Bahkan untukku rasanya terlalu sulit untuk memberinya uang sebesar itu."
"Mau bagaimana lagi, melihatnya terus merajuk seperti itu membuatku sendiri merasa tidak enak. Kesampingkan sifat tak tahu dirinya, tapi dia memang berjasa dalam menjaga ketentraman di tanah ini."
"Bukan hanya Reimu saja, aku juga sama ikut andil dalam membereskan insiden yang terjadi di Gensokyo. Agak menyebalkan juga sih karena dia selalu mengambil bagian akhir untuk dirinya. Jika bukan karena bantuanku aku yakin Reimu sendiri tak akan bisa menyelesaikannya dengan mudah."
Yah ini adalah hal baru yang kuketahui.
Jika terjadi sebuah insiden biasanya hal itu sendiri akan diselesaikan oleh Reimu sebagaimana tugasnya dalam menjaga keseimbangan Gensokyo dari Youkai lainnya. Mengenai perkataan Marisa tadi, aku bisa menyimpulkan jika ada beberapa pihak lain tampaknya juga ikut membantu. Ini agak tidak terduga, kupikir semuanya itu akan diselesaikan oleh Reimu sendiri. Tidak disangka jika dia sendiri juga menerima bantuan.
"Begitu ya. Kau memang orang yang baik, Marisa-san. Kupikir setiap insiden yang terjadi di Gensokyo akan ditangani seorang diri oleh Reimu, tapi ternyata aku salah."
"I-itu sudah jelas."
Aku sedikit memberi pujian pada Marisa, namun entah kenapa seperti ada semburat merah dikedua pipinya. Aku rasa dia sudah minum terlalu banyak sake. Jika melihat pernyataan Marisa tadi, aku pikir ia juga ingin dianggap berjasa karena sudah mencegah insiden di Gensokyo, walau hasil akhirnya sendiri selalu diambil oleh Reimu.
Mau bagaimana lagi, kekuatan Reimu sebagai seorang Miko juga tak bisa dianggap remeh.
"Yah, meski begitu aku juga tak sebaik itu untuk memberi Reimu uang sebesar itu. Memang menyebalkan tapi kekuatannya sebagai seorang Miko memang bukan bualan semata. Akan kubuat dia berhutang padaku. Jika suatu hari aku ataupun masterku membutuhkan bantuannya, akan kubuat dia tak bisa menolaknya."
Selalu ada udang dibalik batu. Itulah alasan kenapa aku mau begitu saja memberikan selembar uang 5000 yen kepada Reimu secara cuma-cuma. Melihat ini, Marisa tampak memberikan tatapan tidak percaya akan pernyataan Rei barusan. Hanya saja bagi Marisa yang sudah mengenal Reimu lebih lama akan kepribadiannya tak tahu apakah hal tersebut akan berpengaruh atau tidak. Yah biarlah, ia tak ingin ikut campur lebih dalam diantara mereka.
Aku meneguk sake pada gelas kecil yang sudah disediakan dimejaku. Melihat kembali para tamu yang sibuk pada sake dan makanan mereka, tak lupa pembicaraan riang diantara mereka menambah suasana pesta. Dalam hidupku ini yang sekarang sudah sangat panjang, ini pertama kalinya aku berada dalam situasi meriah. Bergabung bersama semua orang untuk menikmati sebuah pesta. Sejujurnya aku sendiri masih merasa sungkan, tapi setelah bergabung seperti ini rasanya menyenangkan juga. Jika saja ada beberapa lelaki disini maka aku tak akan merasa terasingkan.
Mau bagaimana lagi, karena akulah satu-satunya Youkai pria.
Agak melamun dan melihat sake ditanganku, dimana pikiranku kali ini melayang agak jauh dari tubuhku. Namun lamunanku tak berlangsung lama mengingat jika aku sedang berada dalam pesta. Tak lama para tamu lain juga mendekat kearahku untuk sekedar mengajakku berbicara ataupun meminum sake bersama. Yah mengesampingkan beberapa orang seperti si tukang koran atapun Reimu sendiri yang agak terlalu bersemangat.
Hal yang dibicarakan juga tampak tidak terlalu berkesan atau terlalu mengusik hal pribadi. Contohnya adalah apa aku mengincar salah satu tamu dipesta. Aku menjawabnya tidak dengan tegas. Bisa kukatakan para tamu yang hadir sendiri memang cantik dan menawan sesuai kriteria mereka. Tapi hal itu tak membuatku merasa ingin memilih salah satu diantara mereka.
Aku adalah seorang Shikigami dan aku sudah menyerahkan seluruh jiwa dan ragaku kepada masterku. Hubungan yang dalam seperti itu tak pernah terbesit didalam pikiranku, malah aku lebih suka hubungan yang ringan seperti halnya aku mengenal Reimu. Untuk itu pertanyaan pribadi seperti itu sudah kujawab dengan tegas dan jelas.
Benar. Aku tidak menargetkan siapapun yang hadir disini.
Beberapa waktu berlalu dan para tamu lainnya juga mulai hadir. Mulai dari tamu di kuil Moriya dimana dia datang bersama seorang Miko berambut hijau. Para Youkai dari dunia bawah dan juga para tamu dari mansion Scarlet.
Bertambahnya tamu membuat pesta kembali menjadi meriah. Tak lupa akan tatapan tidak percaya yang diarahkan kepadaku. Aku mengerti akan tatapan mereka semua. Setelah melakukan sedikit penjelasan oleh Kanako dan sedikit perkenalan dariku, mereka semua akhirnya bisa menerimaku. Tidak kusangka jika hal ini akan terasa mudah. Alih-alih mendengar penolakan aku malah mendapat tatapan kagum.
Tolong jangan lihat aku seperti itu.
Pesta kembali berlangsung. Para tamu yang hadir sekarang telah bertambah. Untuk itu Reimu sebagai tuan rumah terpaksa kembali ke gudang untuk membawa beberapa persediaan yang masih tersisa. Ada beberapa botol sake yang masih bisa dibawa. Untuk bagian makanan aku pikir tambahan yang aku bawa sudah cukup untuk para tamu lainnya yang baru datang. Syukurlah persiapannku cukup matang.
Topik pembicaraan dalam pesta kali ini tentang diriku. Tak banyak yang bisa kuceritakan selain dari perjalananku bersama Yukari sama dalam menjelajahi berbagai tempat dari dimensi lain. Tak kuduga hal ini cukup menarik minat beberapa orang, khususnya Miko berambut hijau dan seorang Kappa berambut biru. Sang Kappa tertarik akan penemuan apa saja yang ada disana dan sang Miko lebih tertarik akan bagaimana peradaban yang ada disana.
Setelahnya ada membicarakan beberapa insiden yang pernah terjadi di gensokyo, seperti musim salju abadi, kabut merah tebal dan insiden taman bunga jiwa. Menurutku insiden tersebut sudah melebihi ranah yang bisa dihadapi oleh manusia. Jika bukan karena Miko berambut hitam itu aku rasa kedamaian seperti ini akan sulit untuk dirasakan.
Benar. Itulah kekuatan dari Miko kuil Hakurei. Seorang Miko dengan tugasnya menjaga keseimbangan tanah Gensokyo.
Untuk itu aku menikmati pesta ini untuk waktu yang cukup lama sampai Master dan guruku datang.
Shikigami: Yakumo Rei
Pagi hari disebuah rumah di Gensokyo. Langit masih terlihat berwarna biru gelap dan matahari perlahan muncul diufuk timur. Suara-suara serangga dan hewan kecil mulai terdengar di pagi yang masih dingin. Disalah satu kamar, terlihat seorang pemuda bersurai pirang sudah terbangun dipagi hari yang masih dingin. Membereskan tempat tidurnya, menata dirinya kemudian pergi keluar dari kamarnya.
Aktifitas dipagi hari yang selalu rutin ia lakukan adalah menyiapkan sarapan pagi. Berada didapur dengan segala bahan makanan yang sudah tersedia. Sudah waktunya memasak sarapan. Hal pertama yang ia lakukan adalah mengingat lengan bajunya yang panjang supaya lebih mudah bergerak dan tak lupa mengenakan apron. Sebisa mungkin untuk menjaga dirinya terihat bersih saat mulai memasak.
Begitu ia akan memulai aktifitas paginya lebih awal, seseorang sudah masuk disana serta memakai apron yang sama dengan dirinya. itu adalah sang guru, Yakumo Ran. Melihat itu ia nampak terkejut akan keberadaan sang guru yang sudah berada disisinya. Untuk itu, membuat sarapan pagi bersama langsung dimulai.
Ada banyak bahan makanan disini, tentunya menu yang akan dibuat juga cukup beragam. Bersama dengan Ran, Ia kemudian mengupas beberapa sayur, mencucinya dan kemudian menyerahkan kepada sang guru untuk dipotong menjadi ukuran kecil. Suara hentakan kecil dari pisau bisa terdengar cukup keras namun tidak mengganggu.
Sementara sang guru sibuk memotong sayur, ia menyempatkan diri untuk mengolah daging ayam bagian dada. Mengirisinya menjadi lebih tipis dan kemudian dipotong menjadi dadu.
Ia lantas mulai memanaskan tungku pembakaran dan menaruh wajah diatasnya. Sedikit menunggu sampai wajan tersebut panas dan mulai memasak. Menu yang akan dibuat kali ini adalah tumisan sayur dengan daging.
Pertama ia menggoreng potongan daging ayam tersebut bersama beberapa bumbu lainnya. Ketika sudah agak coklat ia kemudian memasukan beberapa bumbu lainnya dan beberapa saus untuk menambah cita rasa. Tak lama berbagai macam sayur yang sudah dicampur langsung dituang ke wajan.
Selesai dengan memotong sayur, Ran juga menyempatkan untuk membuat menu lainnya seperti telur dadar manis dan sup miso. Untuk itu Ran kemudian mulai memecahkan beberapa telur. Memasukannya kedalam wadah, memberikannya beberapa bumbu dan langsung mengaduknya secara merata. Dirasa sudah halus, Ran lantas mulai menyalakan kompor lain untuk mulai memasak.
Menggunakan wajan khusus, Ran lantas langsung menuang telur itu dan membentuknya menjadi sebuah gulungan. Setelah matang Ran kemudian meniriskan telur dadar tersebut dan menyimpannya di talenan untuk dipotong menjadi beberapa bagian. Selesai memasak sisa dari telur dadar, Ran beralih untuk membuat menu lainnya, yakni sup miso.
Aktifitas dua orang didapur dalam membuat sarapan pagi berjalan sangat tenang dan lancar. Juga nikmatnya aroma dari makanan yang baru saja disajikan sudah memenuhi seisi dalam rumah. Maka tak heran dua penghuni lainnya dirumah ini sudah terbangun. Disamping hari sudah menjelang pagi serta nikmatnya aroma sarapan pagi.
Chen tampak masih memakai piyamanya dan ia sudah menunggu dimeja makan. Sesekali ia sempat pergi kedapur untuk melihat jika ada yang sesuatu yang bisa dibantu. Untuk itu Chen mendapat tugas untuk menyiapkan meja dan membawa makanan yang sudah jadi.
Hari-hari biasa dalam menyiapkan sarapan pagi.
Aku sama sekali tak membenci kedamaian ini, malah aku sangat menikmatinya. Membuat sarapan bersama guruku untuk sang master. Hal yang tak pernah kujalani dikehidupanku dulu sebagai manusia. Dalam hidupku yang sudah berubah drastis ini, lebih banyak arti yang kurasakan semenjak beliau menjadikanku Shikigaminya. Oleh karena itu kehidupan damai ini sangat kusyukuri.
Tinggal satu menu lagi yang sedang kubuat. Ini adalah Omurice, sebuah nasi goreng berbalut telur tebal. Aku mendapat resep ini dalam perjalananku bersama Yukari-sama. Juga resep makanan ini sangat disukai oleh Chen. Untuk itu aku menuangkan semua perasaanku dalam membuatnya.
Yep selesai. Tinggal memberi saus dengan motif kucing. Mengingat Chen seorang Nekomata kurasa ia menyukai segala hal tentang kucing. Selesai memberikan motifnya. Aku langsung membawa Omurice ini dan menghidangkannya kepada Chen. Aku bisa melihat ekspresinya berbinar ketika tahu makanan favoritnya dihidangkan.
Melihatnya membuatku tersenyum akan kepolosannya.
Benar. Sebuah keluarga yang belum pernah kurasakan kehangatan didalamnya. Berkumpul bersama seperti ini dan menyantap makanan bersama. Tak pernah kupungkiri jika hal sepele seperti ini merupakan suatu kemewahan. Semenjak kapan, ketika aku masih menjadi manusia merasakan perasaan hangat ini.
Tidak pernah. Aku yakin itu.
Biarkan saja. Tidak perlu memikirkan sesuatu yang sudah jauh terlewat. Karena semuanya sudah berkumpul tidak baik membuat mereka menunggu. Akupun berniat duduk dan mulai makan bersama semuanya, sampai tiba-tiba…
"Kenapa sepagi ini kau sudah ada disini!?"
Aku berteriak cukup keras pada tamu asing yang tak diundang. Belum lagi dia sudah duduk dimeja dan memakan hidangan yang tersedia. Aku melihat kearahnya dengan heran dan jengkel, tapi dia tidak peduli.
"Ayolah, aku kebetulan lewat jalan sini dan mencium aroma lezat. Kebetulan aku belum makan pagi ini. Kebetulan, ini adalah rumah seseorang yang kukenal. Kebetulan juga aku bisa bertamu dan ikut sarapan pagi disini."
"Kebetulan ya, sampai sebanyak itu kau mengatakannya. Bukan karena kau memang sengaja datang untuk ikut sarapan pagi'kan, kan!?"
"Benar! karena itulah aku datang kesini."
"Coba sangkal napa. Jangan langsung terus terang gitu."
Pagi hari yang tenang ini langsung hancur begitu saja oleh kehadirannya. Melihat keberadaannya disini membuatku mengomel cukup keras. Lagipula kenapa dipagi ini dia sudah berada disini. Aku yakin di waktu ini dia masih tertidur nyenyak di kuilnya.
Tamu yang tak diundang, cewek berambut hitam berpakaian seorang Miko dengan aksen merah dan putih. Siapa lagi kalau bukan Reimu dengan sikap acuh tak acuhnya itu. Dia datang begitu saja tanpa ada rasa bersalah. Sungguh, ada apa dengan jalan pikiran Miko satu ini.
Aku, Ran-sama, dan Chen memandang heran pada Reimu yang tengah lahap memakan sarapan pagi yang kami buat. Seakan tidak bisa berkata apa-apa lagi akan kelakuannya ini. Tapi tidak terduga jika Yukari-sama melihat ini tampak biasa saja. Daripada merasa kesal beliau malah melihat ini sebagai pemandangan biasa. Memilih tersenyum dan memaklumi akan tindakan kurang ajar dari Reimu.
Sungguh, anda baik sekali terhadap Miko yang tak berguna ini.
"Sudahlah Rei, tidak perlu berteriak seperti itu. Jarang juga melihat Reimu mau berkunjung ke tempat ini. Dia selalu saja menolak undangan dariku. Melihat Reimu sepagi ini sudah berada disini merupakan sesuatu yang langka untuk dilhat."
"Te-tetapi Yukari-sama, aku masih sulit untuk memaklumi tindakannya ini. Jika dia memang berniat berkunjung cobalah datang diwaktu yang tepat."
"Aku setuju dengan pendapat Rei, Yukari-sama. Aku yakin sekali dia datang kesini cuma untuk numpang makan doang."
Ran-sama ikut menimpali. Dia sendiri juga terlihat jengkel akan tindakan Reimu yang semena-mena.
"Tentu saja. Untuk itu aku mau repot-repot bangun pagi. Jika bukan karena makanan enak ini aku juga ogah datang."
Twitch!
Urat kemarahan muncul didahiku dan Ran-sama. Perasaanku sekarang begitu menggebu-gebu. Aku berpikir api kemarahan sudah muncul dibelakangku. Yukari-sama, ijinkan aku untuk menghajar Miko ini agar ia sadar akan perilakunya.
"Sudah-sudah kalian berdua. Tidak perlu merisaukan tingkah Reimu. Lihat, Chen sendiri sudah mulai memakan hidangannya. Kalian berdua cepatlah bergabung, tidak enak jika makanan yang sudah kalian buat susah payah menjadi dingin."
Api kemarahan didalam tubuhku lenyap tanpa sisa. Atas titah dari Yukari-sama akupun mengiyakan akan perkataan beliau. Serasa percuma untuk memprotes tindakan Reimu. Mengingat kembali akan beberapa tingkah lakunya di pesta perjamuan, aku pikir harus terbiasa akan tindakannya. Tapi, yah ini juga menjadi kali pertama Reimu mengunjungi kediaman ini, walau sekedar untuk numpang makan doang.
Haaa… aku mendesah lelah akan pagi hari ini yang terasa kacau.
Meski begitu, dengan adanya Reimu tampaknya ada topik baru yang bisa dibicarakan. Masterku tampaknya cukup senang dengan adanya Reimu disini. Terlihat bagaimana beliau cukup akrab untuk berbicara disela-sela makan. Aku tak tahu apa kedatangan Reimu ini merupakan sesuatu yang bagus atau tidak. Tapi jika beliau senang akan hal ini, maka aku tak akan keberatan.
Menuju tempat lain disuatu tempat.
Cukup jauh dari kediaman milik Yukari, disudut lain ditanah Gensokyo.
Itu adalah sebuah kuil yang terletak agak jauh dari pemukiman Manusia. Sebuah kuil yang mana ditempati oleh beberapa penghuni dan juga salah satu Miko yang masih dalam pelatihan. Ini adalah kuil Myouren, sebuah kuil yang tak jauh berbeda dengan Hakurei. Mungkin hanya dekorasi dan cara memanjatkan doa yang berbeda.
Menuju salah satu ruangan kuil, disana terlihat seorang wanita dewasa tengah terbaring. Alih-alih masih tidur ia sudah terbangun, namun belum beranjak dari tempat tidurnya. Ia hanya terdiam disana, sembari sesekali melihat kearah kedua tangannya. Dia tampak melamun memikirkan sesuatu. iris matanya terlihat melihat sangat dalam pada sesuatu yang tak bisa dipahami oleh orang lain.
Sreett!
Sebuah pintu tergeser terdengar ditengah lamunan wanita ini. Memandang kearah suara itu ia bisa melihat dua sosok orang. Seorang Youkai dewasa dan anak-anak. Youkai dewasa mempunyai tampilan seperti harimau, mempunyai iris mata berwarna kuning-orange, rambut berwarna kuning bercorak hitam seperti pola harimau, tak lupa sebuah tongkat dan pagoda kecil yang ia bawa.
Youkai anak-anak disampingnya memiliki tampilan seperti tikus dengan telinga besar. Iris mata berwarna merah serta rambut berwarna abu. Dia biasanya akan membawa dua tongkat besi sebagai senjatanya, tapi kali ini dia terlihat membawa nampan berisi makanan.
"Anda sudah bangun, Byakuren-sama. Bagaimana perasaan anda?"
Youkai harimau itu berbicara untuk menanyakan akan keadaannya. Wanita bernama Byakuren itu agak sedikit terdiam dan kemudian tersenyum.
"Agak mendingan, kurasa." Ia membalas lembut pada Youkai harimau itu.
Hijiri Byakuren, adalah nama lengkap wanita ini. Ia adalah seorang biarawati dari kuil Buddha yang mana berakhir mengenaskan ditangan manusia. Karena kebaikannya pada Youkai membuat ia sendiri ditakuti dan berakhir disegel oleh manusia. Selama tertidur 1000 tahun, ia akhirnya bisa terlepas dari segel yang telah mengekang dirinya.
"Anda pasti lapar. Silahkan, sarapan pagi untuk anda."
Mendenger itu, Youkai tikus yang membawa nampan langsung bergerak kehadapan Byakuren.
"Silahkan, Byakuren-sama."
"Terima kasih ya, Nazrin."
Byakuren tak lupa untuk memberikan rasa terima kasihnya kepada Nazrin. Mendengar itu, Youkai tikus bernama Nazrin itu mengiyakan rasa terima kasih dari Byakuren dengan sedikit rasa canggung, ada sedikit semburat merah dikedua pipinya.
Set makanan yang dibawa Nazrin berupa Washoku. Hidangan lokal yang terdiri dari nasi, sup miso, ikan salmon bakar, telur gulung manis dan tumis jamur. Selesai menaruh nampan Nazrin kembali kesisi Youkai harimau. Nazrin tahu jika beliau ini masih perlu beristirahat.
"Byakuren-sama silahkan kembali beristirahat. Anda masih perlu memulihkan diri."
"Iya. Terima kasih juga untukmu, Shou."
Mendengar hal itu, Nazrin dan Youkai harimau bernama Shou lantas pamit. Meninggalkan Byakuren seorang diri diruangannya. Pandangannya kemudian beralih pada nampan berisi makanan. Sesaat setelah bangun ia sendiri merasakan gejolak didalam perutnya. Rasa lapar memberitahunya untuk segera memakan sesuatu. Tanpa berlama-lama ia langsung memakan hidangan yang sudah diberikan padanya.
Ia memakan secara pelan, tidak terburu-buru. Membiarkan mulutnya merasapi setiap gigitan akan makanan yang masuk kedalam. Rasanya yang ringan dan cukup beragam membuatnya bisa memakan hidangan ini dengan lahap. Hanya saja pikirannya masih kembali menjauh dari dirinya. Beberapa hal yang telah tejadi semenjak kebangkitannya.
Setelah ia terlepas dari segel dan bertarung habis-habisan melawan seseorang. Ia kalah.
Ia dikalahkan oleh seorang Miko berambut hitam dengan aksen merah dan putih. Ia sendiri tak menyangka beberapa saat setelah ia terlepas dari segel, bertarung melawannya dan kalah. Terlebih ia masih tak terima alasan kenapa Miko itu melawannya demi mencari harta karun semata. Sungguh alasan yang bisa ia terima dan mengerti.
Terlepas dari itu kekuatan yang dimiliki oleh Miko itu memang tak bisa diremehkan. Kekalahannya membuat ia berintropeksi diri akan kekurangannya dari Miko itu. Ia merasa tak ada yang kurang darinya bahkan jika ia baru saja lepas dari segel yang mengurung dirinya. Tetap saja kekalahan itu memberikan tamparan keras pada dirinya.
Disinilah ia sekarang, terbaring dengan maksud untuk menyembuhkan kekuatannya paska pertarungan. Pertarungan di waktu sudah beranjak lebih dari satu bulan, dimana ia kembali kehilangan kesadarannya selama seminggu penuh. Tersadar dari waktu yang cukup lama dan ia menemukan dirinya sudah berada disini. Syukurlah ia tak berakhir untuk tertidur dalam waktu yang sangat lama untuk kedua kalinya. Ia sangat berterima kasih pada mereka semua yang telah membawanya.
"Terima kasih atas makannya."
Ia berucap syukur atas makanan yang sudah diberikan. Membereskan alat-alat makan yang sudah digunakan ke nampan agar tidak berantakan. Selebihnya setelah ini adalah merenung seorang diri.
Selama berada didalam ruangan ini tak banyak hal yang bisa ia lakukan selain berbaring serta melamun. Sesekali ia akan melihat kearah telapak tangannya seraya ada sesuatu yang familiar. Tetapi, tidak ada apapun yang terlihat ditelapak tangan yang bersih itu. Jika memang ada maka itu adalah sesuatu yang berasal dari masa lalunya.
"Seribu tahun berlalu, semenjak mereka, para manusia itu menyegelku karena kebaikankku terhadap Youkai."
Ia berucap pada dirinya sendiri sembari mengepalkan tangannya. Terlihat sedikit bergetar, seraya terdapat sesuatu yang membuatnya bergetar. Rasa takut, cemas, canggung, hal itu tak bisa menjelaskan dirinya sekarang. Tapi ia yakin jika tak ada yang salah tentang dirinya.
Sebenarnya lebih dari cukup ia sudah beristirahat. Kekuatannya sudah pulih selama beberapa waktu kemarin. Hanya saja mereka tampaknya masih terus tak yakin akan kondisi dirinya. Mau tak mau ia menerima tawaran mereka untuk kembali beristirahat.
Tetapi ia tak ingin terus-menerus berbaring ditempat tidur dengan dalih menyembuhkan diri. Ia sendiri sudah sembuh dari bekas pertarungan dan kekuatan miliknya juga sudah pulih. Ia tak bisa terus-terusan berada diruangan ini. Sudah saatnya ia pergi keluar dan menyapa semua orang yang berada dikuil ini. Ia tak bisa terus-terusan merepotkan mereka.
Sudah saatnya ia beranjak keluar.
Selama beberapa hari berlalu, kondisi Byakuren sudah terasa baik. Untuk itu ia sudah keluar dari ruangannya dan menyapa para penghuni lainnya. Ia bisa menemukan para Youkai yang pernah ia tolong dimasa lalu. Mereka tampak cemas melihat Byakuren sudah keluar dari ruangannya. Setelah menjelaskan kepada mereka jika ia baik-baik saja, mereka semua tampak menerimanya.
Dari apa yang ia ketahui, ini adalah kuil Myouren dimana menjadi tempat tinggal para Youkai yang ia kenal. Kuil yang dulu berasal dari sebuah kapal besar yang bisa terbang, kali ini memilih untuk menjadi sebuah kuil. Terletak disisi barat Gensokyo dan agak jauh dari pemukiman manusia. Mengingat kuil ini dihuni oleh para Youkai ia rasa itu adalah pilihan yang bagus menempatkan kuil ini disini.
Hari-hari kembali berlalu dan ia sudah menjadi kepala kuil. Tak lupa ada seorang Miko yang masih dalam pelatihan. Ia tak lupa menyapa gadis itu serta memberikan ajaran sesuai akan kepercayaan miliknya. Mendapati dirinya memberikan sedikit ajaran padanya membuat ia cukup senang. Menghabiskan beberapa waktu bersama para Youkai lainnya yang sudah lama tak ia jumpai. Jika merasa senggang ia akan melangkahkan kakinya menuju beberapa tempat.
Kebetulan hari ini ia merasa senggang dan ini pergi untuk sekedar mencari angin. Sembari mencari tahu apa saja yang ada di Gensokyo paska ia bangun dari tidur panjangnya.
"Apa anda yakin ingin pergi seorang diri."
"Tentu. Rasanya banyak hal sudah terlewati dan aku juga perlu mengetahui apa saja yang ada ditanah ini."
Mendengar itu, Youkai harimau, Toramaru Shou, agak takut membiarkan beliau untuk pergi. Bahkan jika itu untuk sekedar mencari udara segar. Tetapi mendengar ucapan beliau yang lembut membuat ia tak punya pilihan. Ia hanya bisa mengiyakan keinginan dari tuannya ini.
"Saya mengerti, jika seperti itu saya tak akan menghentikan anda. Tetapi tolong lekas kembali sebelum matahari terbit."
"Aku tahu kok~. Aku bukan anak kecil yang akan tersesat. Tapi, terima kasih atas perhatiannya. Aku janji tak akan lama."
"Saya mengerti. Kalau begitu hati-hati di jalan."
Byakuren beranjak pergi setelah pamit pada Shou. Kakinya mulai melangkah mengikuti jalan setapak. Ada beberapa tempat yang ingin ia kunjungi didalam benaknya, tapi untuk sekarang ia akan membiarkan kakinya membawa ia kemana. Mengingat ada banyak tempat ditanah ini membuat ia harus bisa memutuskan tempat mana yang akan ia kunjungi.
Untuk itu perjalan menyusuri setiap tempat di Gensokyo ia mulai.
Perjalanan yang nampak biasa-biasa saja…
Sebatas pergi keluar untuk mencari angin segar…
Pergi keluar untuk menemui beberapa hal yang tak ia ketahui…
Itulah yang menjadi landasan awal ia pergi keluar. Hanya saja, ia merasakan jika hari ini adalah hari yang buruk.
Tak pernah terbayangkan jika ia akan menemui sosok yang entah bagaimana membuat kemarahan dalam dirinya bergejolak.
Itulah yang Byakuren rasakan sekarang.
Dilain sisi…
Aku menatap lurus pada wanita yang entah kenapa tiba-tiba terhenti. Aku baru saja kembali dari toko yang berada dipemukiman manusia dan membeli beberapa barang. Ketika pandangan kami bertemu tiba-tiba wanita ini seperti merasakan sesuatu yang entah apa. Aku sempat melihat pada tatapannya jika ia tampak terkejut melihat kearahku, setelahnya ekspresinya tampak menajam. Ia sekarang terlihat tertunduk entah karena apa.
"Tidak kupungkiri, akan menemukan dirimu ditempat seperti ini."
Aku mendengar ia berucap, tapi nada yang ia keluarkan tampak terasa dingin dan penuh niat membunuh.
Aku melihat dia mengeluarkan sesuatu entah dari mana. Itu terlihat seperti sebuah gulungan, tapi tampak bukan seperti gulungan biasa. tepat ketika dia mengeluarkan gulungan itu aku bisa merasakan sebuah lonjakan energi kuat secara tiba-tiba. Apa yang diinginkan wanita ini.
"Kyōkan: Hatsudō! (Sutra Scroll : Activate)"
Ia membuka gulungan tersebut dimana tidak ada kertas didalamnya melainkan sebuah aksara huruf yang keluar dengan warna seperti pelangai. Bukan hanya itu dibelakang punggunnya juga keluar semacam simbol khusus seperti lingkaran sihir. Tanah yang semula tenang baik-baik saja tampak bergetar akan intensitas kekuatan yang dikeluarkan. Wanita ini, apa ia sengaja mengeluarkan kekuatannya untuk menyerangku.
Bwoshh.
Hembusan kekuatan yang keluar darinya terasa seperti gelombang kejut. Aku tak bergeming melihat bagaimana wanita ini mengeluarkann kekuatannya yang luar biasa, juga aku sedikit terpukau melihat pancaran auranya. Aku masih memandang kepada wanita dengan penuh pertanyaan dan heran. Tiba-tiba bertemu dan langsung begitu saja mengeluarkan aura kekuatannya. Tepat ketika aku menyadari…
…
..
.
Aku berada dalam bahaya.
TBC
