Happy reading, Minna-san!

Ino benar-benar menepati kata-katanya.

Pagi-pagi sekali Ino sudah membangunkan Sakura dan menyuruhnya mandi, membuat Sakura terheran dengan sahabatnya itu. Bagaimana tidak, semalam mereka mengobrol banyak hal hingga tanpa sadar menghabiskan semua bir yang mereka beli sebelumnya dan tertidur jam dua pagi. Dan kini Ino menyuruh Sakura untuk bangun bahkan saat matahari pun belum tampak sepenuhnya.

"Cepatlah Sakura, aku menyuruh Sai datang pagi, aku akan membunuhmu jika kita tidak memiliki waktu cukup untuk bersiap-siap."

"Tidak bisakah aku tidur sebentar lagi?" Gumam Sakura, menggosok-gosok matanya yang terasa berat untuk membuka.

"Tidak." Kata Ino tegas.

Dia sudah bangun sejak setengah jam lalu, sudah mandi dan tinggal menunggu Sakura mengikuti jejaknya.

Ino memutuskan untuk sarapan di rumahnya saja. Toh, dia juga perlu untuk berdandan dan mendandani Sakura. Sahabatnya itu hanya memiliki basic make up di atas meja riasnya, sebuah hal yang membuatnya tak habis pikir bagaimana bisa seorang wanita tak memiliki set make up yang memadai.

Sakura berjalan keluar kamar mandi dalam balutan kaos Kakashi yang lain dan masih dengan short pants yang sama dengan semalam.

"Bagus, gunakan saja celana olahraga atau apa, toh kau akan menggunakan bajuku nanti."

Perkataan Ino itu sukses membuat Sakura memicingkan matanya, curiga.

"Apa yang kau rencanakan, Pig?" Tanyanya sarat akan kecurigaan.

"Hanya meminjamimu baju untuk hari ini, Jidat. Kita akan bersenang-senang di Shibuya."

"Cepat, cepat." Ino mendorong Sakura masuk ke dalam kamarnya dan mengambilkan sebuah celana training hitam panjang untuk dikenakan Sakura.

Sakura menuruti perintah tanpa kata dari Ino itu dan memakainya. Ia kini berjalan menuju pintu dengan Ino yang menarik tangannya.

Keduanya kini telah berada di kamar Ino. Sibuk menyibakkan pakaian demi pakaian yang ada di dalam lemari Ino.

"Kita perlu pakaian yang cerah karena kata Sai, perkiraan cuaca hari ini akan cerah, meski akan ada banyak awan."

Kedua tangan Ino sibuk mengambil baju satu persatu dari dalam lemari dan menggeletakkannya begitu saja di atas kasurnya. Sementara Sakura hanya menatapi Ino dengan mata sayu menahan kantuk.

Sebuah ketukan terdengar dari pintu kamar Ino.

"Ino, jika sudah selesai, turunlah. Kita makan bersama. Sai-kun sudah ada di bawah." Suara Ibu Ino terdengar dari balik pintu.

"Ya, Kaa-san. Kau makan dulu saja dengan Tou-san dan Sai, aku dan Sakura akan menyusul." Balas Ino yang kini memandang dress dengan bahu terbuka dan memiliki perpotongan di bagian dada.

"Nah, aku sudah menemukan gaun yang pas untukmu."

Ino menyodorkan gaun di tangannya itu kepada Sakura. "Pakailah."

"Kau gila?!" Pekikan Sakura terdengar begitu nyaring hingga membuat Ino memejamkan mata mendengarnya.

"Tidak. Berikan saja aku hoodie dan celana jeansmu. Aku tak mau memakai pakaian seperti itu, kita hanya berjalan-jalan ke Shibuya, bukan berpesta."

Sakura bangkit dan mengambil sebuah hoodie maroon dan sebuah jeans berwarna putih gading.

"Tidak, tidak. Aku tak akan membiarkanmu berpakaian seperti gembel hari ini."

"Biarkan aku memakainya, atau aku tak akan ikut." Ujar Sakura penuh ancaman, ketika Ino berusaha merebut pakaian yang ada dalam genggaman Sakura.

Untuk beberapa saat mereka saling menarik hoodie dan jeans yang digantung pada gantungan baju. Hingga akhirnya Ino mengalah dan berkata dalam sebuah desahan pasrah.

"Baiklah, lakukan sesukamu, Jidat."

Ino menarik sebuah dress putih selutut tanpa lengan dengan motif bunga dandelion beserta blazer biru langit sebagai outernya.

Mereka mengenakan pakaian dalam diam, berjalan turun setelah Ino selesai memoles wajah Sakura dan bergabung untuk sarapan dengan lainnya.

Sakura merebahkan tubuhnya pada sofa.

Dia benar-benar lelah setelah mengelilingi Shibuya bersama Ino yang penuh energi dan Sai yang mengikuti Ino ke mana saja dengan senyuman polos yang selalu tersungging di wajah minim ekspresinya itu.

Sakura meraih ponselnya yang sesaat lalu ia lempar begitu saja ke atas meja.

Tidak ada notifikasi pesan maupun telepon terlewatkan. Sakura mendesah. Ketakutan yang tak ia rasakan seharian ini kembali datang.

Meski waktu yang ia habiskan bersama Kakashi belum selama ia dan Tenzo, tetap saja Kakashi telah berhasil mengisi kekosongan yang ada di dalam ruang hatinya.

Di saat dia menangisi kepergian Tenzo, Kakashi selalu menghiburnya. Mengajaknya berkeliling Tokyo, mendaki gunung Ibuki dan bahkan mengikuti festival di sana, hingga memancing di danau Biwa. Kakashi selalu menyempatkan dirinya untuk mengajak Sakura makan siang bersama, bahkan ketika lelaki itu sedang memiliki banyak pekerjaan yang menunggunya.

Segala perhatian dan usaha Kakashi itu yang berhasil membuat Sakura luluh dan mulai jatuh hati. Tanpa memedulikan pandangan orang-orang saat mengetahui ia berkencan dengan sahabat mantan tunangannya sendiri.

Siapa peduli?

Toh, selagi dia dan Kakashi bahagia, dan orang tuanya pun tak mempermasalahkan hal itu. Bahkan kedua orang tuanya sudah menganggap Kakashi seperti anak mereka sendiri.

Mengingat perlakuan kedua orang tuanya kepada Kakashi membuatnya memikirkan satu hal yang selalu menjadi kegundahan hatinya.

Selama hampir satu tahun ia berhubungan dengan Kakashi, sudah tak terhingga berapa kali pria itu mengajaknya berkunjung ke rumah orang tua Kakashi di Fukushima yang selalu ia tolak. Bukan karena dia takut dengan orang tua Kakashi, dia hanya takut untuk melangkah ke jenjang yang lebih serius.

Dia memang selalu memimpikan sebuah pernikahan yang bahagia. Memiliki satu atau dua anak dan menikmati hari-hari bersama dengan melihat anak-anak mereka tumbuh besar.

Mempersiapkan Hatsu Tanjou lalu memakan kue beras dari Isshou Mochi anak-anaknya, melihat apa yang mereka ambil saat Erabitori. Mengajak anak perempuannya mengunjungi kuil di ulang tahun ketiganya. Dan mengantar anak-anaknya mengikuti Seijin no Hi. Menua bersama dengan melihat anak-anaknya menikah dan memiliki anak.

Alasan di balik ketakutannya untuk mengunjungi orang tua Kakashi adalah dia takut jika harus merasakan kehilangan lagi. Dia merasa tak sanggup untuk menghadapi hal serupa. Terlebih jika itu Kakashi. Pemikiran buruk yang selalu datang saat dia berpikir tentang masa depan secara berlebihan.

Namun, saat kini dia berusaha untuk menghilangkan ketakutannya itu, dia malah tanpa sengaja menimbulkan kekacauan dalam hubungan mereka.

Sakura membuka SNS dengan harapan Kakashi membuat update di SNSnya agar dia bisa mengetahui keadaan pria berambut perak itu. Namun, nihil. Akun SNS kekasihnya itu terakhir melakukan update bulan lalu, postingan foto makanan mereka berdua saat mengunjungi Osaka.

Sakura mematikan layar ponselnya dan kembali menaruh benda persegi itu ke atas meja. Dia menyalakan televisinya tanpa berminat untuk menonton. Dia hanya tak ingin berada dalam keheningan. Setidaknya suara-suara dari televisi mampu mendistraksi kekosongan yang tengah ia rasa.

Kantuk menyapa Sakura, dan tanpa bisa ia cegah, matanya telah terpejam. Lelah yang dirasakan tubuhnya serta tidurnya yang terasa kurang semalam membuat dia tak menyadari kehadiran seseorang yang begitu dia rindukan.

Kakashi memindahkan tubuh Sakura dari sofa ke dalam kamar dengan hati-hati, berusaha untuk tidak membangunkan gadis itu.

Setelah meletakkan tubuh Sakura di atas kasur dengan kehati-hatian yang sama, Kakashi duduk bersila di lantai, memperhatikan wajah Sakura yang damai. Gerakan teratur dari dadanya yang naik turun memberi tahu Kakashi bahwa gadisnya sudah terlelap dalam alam mimpi.

Kakashi menyingkirkan anak rambut yang jatuh di dahi Sakura, tangannya seolah bergerak sendiri membelai kepala Sakura yang menyadarkannya betapa ia rindu menatap gadis di hadapannya itu. Selama beberapa saat dia mempertahankan posisinya itu, tak memedulikan dingin lantai yang menembus celana yang ia kenakan.

Mulanya Kakashi hanya berniat untuk membawakan Sakura makanan sebab dia tahu Sakura belum makan apapun hari ini selain sarapan di rumah Ino pagi tadi. Dia juga tahu seharian tadi Sakura sibuk berkeliling Shibuya. Dia mengetahui kegiatan Sakura dari Ino, termasuk berapa kaleng Sakura minum-minum kemarin malam.

Kakashi beranjak dari duduknya.

Dia beringsut ke arah jendela untuk menutup tirai, lalu berjalan keluar kamar. Dilihatnya kaleng-kaleng bir dan bungkus camilan masih berserakan di atas meja. Beberapa entah terjatuh atau sengaja diletakkan di kolong meja.

Dengan segera dia mengambil sepasang sarung tangan plastik dan mulai membersihkan apartemen Sakura.

Dia tahu, gadisnya itu bukan seseorang yang jorok. Malah Sakura lebih memperhatikan kebersihan dan kerapian ketimbang dirinya. Jika apartemennya dalam keadaan kotor, itu berarti Sakura tak memiliki waktu dan tenaga untuk merapikan apartemennya.

Kegiatan bersih-bersih malamnya usai saat dirinya menenteng plastik sampah sebesar badannya itu keluar, untuk diletakkan pada tempat sampah.

Kakashi menelepaskan sarung tangan dan menepuk-nepukkan kedua tangannya. Dia meregangkan badannya, sedikit pegal akibat bungkuk-membungkuk yang ia lakukan tadi saat membersihkan apartemen Sakura.

Kakashi kembali masuk ke dalam apartemen.

Perhatiannya tertuju kepada beberapa bungkus makanan yang tergeletak di atas meja pantry. Dia sengaja membeli sop miso dan berbagai dessert kesukaan Sakura, termasuk anmitsu, anko dango, dan dessert manis lainnya. Dia juga membeli umeboshi berbagai rasa.

Kakashi sadar bahwa dialah yang meminta jeda dalam hubungan mereka, tetapi tidak ada salahnya kan mengkhawatirkan keadaan Sakura yang notabene masih berstatus sebagai kekasihnya. Sebesar apapun kekecewaan yang menderanya, rasa sayang yang dia miliki masih jauh lebih besar.

Faktanya, jauh sebelum Tenzo membawa Sakura ke perkemahan jurusan mereka 7 tahun lalu. Sebenarnya acara itu diadakan untuk menyambut mahasiswa baru, namun sudah menjadi tradisi jurusan mereka di setiap acara penyambutan mahasiswa baru, alumni akan mendapat undangan untuk saling memperluas koneksi.

Bahkan jauh sebelum Tenzo mengenal gadis itu, Kakashi sudah lebih dulu mengenalnya. Hanya saja, Sakura tak mengetahui eksistensinya kala itu.

Keluarga Kakashi dulu juga tinggal di Taito, tepatnya di dekat Iriya South Park. Ayahnya adalah seorang jaksa penuntut umum yang sering dipindahtugaskan di berbagai daerah, karena ayahnya seorang yang idealis dan tidak pernah mau berbuat curang dalam menjalani pekerjaannya. Membuat banyak orang tak suka dengan ayahnya.

Saat dia lulus sekolah dasar, ayahnya dipindahtugaskan ke Kantor Kejaksaan Negeri di Sumida. Keluarga Hatake kemudian pindah ke Taito karena Ibu Kakashi saat itu tengah mengandung dan berencana untuk melahirkan di Rumah Sakit Universitas Tokyo, sehingga mereka memutuskan untuk menyewa rumah di Taito, yang berada di tengah-tengah. Sayangnya di bulan ketujuh kehamilan, Ibunya mengalami pendarahan hebat hingga nyawa calon adiknya tak terselamatkan.

Kakashi melanjutkan sekolahnya di Hakuo Junior High School. Awalnya dia berangkat sekolah berbarengan dengan ayahnya berangkat kerja. Namun saat dia menginjak kelas 2 SMP, dia memilih untuk bersepeda. Jarak rumah ke sekolahnya hanya sekitar 6 menit dengan sepeda.

Terlebih saat itu dia memiliki kebiasaan baru, yakni mengunjungi Torikoe Shrine, sebuah Kuil Shinto, untuk mendoakan keselamatan dan kesehatan kedua orang tuanya, terlebih setelah insiden yang menimpa ibunya. Setelah berdoa, dia selalu membeli roti atau cemilan di minimarket dekat kuil. Sesekali dia membeli makanan di restoran china di samping minimarket itu.

Dan di sanalah dia pertama kali melihat seorang anak perempuan manis berambut merah muda, dengan bando berbentuk telinga kelinci.

Mulanya dia tak tertarik pada gadis itu. Beberapa kali dia makan di sana, dia selalu melihat gadis itu seorang diri sibuk dengan buku dan mainan di meja paling pojok. Hingga satu ketika, sebuah jigsaw puzzle yang familier dengan dirinya. Makanan yang ia pesan belum datang, membuatnya seketika berpindah tempat duduk di meja yang sama dengan gadis itu. Yang kelak menjadi seseorang yang sangat berarti baginya.

Sebuah suara terdengar dari kamar Sakura, membawa Kakashi kembali dari wisata masa lalunya. Dengan sigap Kakashi bangkit dan memasuki kamar Sakura untuk melihat keadaannya.

Sakura masih terlelap dalam tidurnya. Sesaat kemudian Kakashi menderngar Sakura memanggil sebuah nama.

"Kashi..."

Namanya. Sakura mengigau dan memanggil namanya.

Apa gerangan yang diimpikan gadis itu?

Seketika perasaan hangat menjalar di dadanya.

Benar. Mau sebesar apapun perasaan rindu Sakura kepada Tenzo, lelaki itu hanyalah masa lalu Sakura. Dan dialah pemenangnya di masa kini.

Kakashi telah membulatkan tekadnya.

Dia mendekatkan dirinya kepada Sakura dan perlahan mencium kening gadis itu dengan lembut. Kakashi berjalan keluar dan mengenakan mantel yang ia bawa tadi, untuk berjaga-jaga jika cuaca mendingin dan memang benar, suhu malam itu lebih rendah dari malam-malam sebelumnya.

Kakashi keluar dari apartemen Sakura dengan banyak hal memenuhi kepalanya, yang isinya berbeda dengan ketika ia datang tadi. Dia masih harus melakukan banyak hal.

Pertama-tama, dimulai dari surat pengunduran diri.

Hatsu Tanjou = upacara perayaan ulang tahun di Jepang yang dilakukan dengan ritual isshou mochi dan erabitori.

Isshou mochi = kue beras pertama. Salah satu tradisi di Jepang di mana pada ulang tahun pertamanya, bayi di Jepang diharuskan membawa atau menginjak mochi yang beratnya sekitar 2 kg.

Erabitori = salah satu tradisi di Jepang di mana pada ulang tahun pertama beberapa benda/kartu ditaruh di hadapan sang bayi yang mana benda/kartu pertama yang disentuh akan memprediksi kepribadian si bayi dan benda/kartu kedua untuk memprediksi karirnya.

Seijin no hi = hari kedewasaan. Hari libur resmi di Jepang di mana para pemuda pemudi Jepang keluar untuk merayakan datangnya hari dewasa mereka.

Anmitsu = makanan penutup Jepang yang berasal dari era Meiji, terbuat dari agar-agar yang dibentuk menjadi kubus kecil, jeli transparan putih dari ganggang merah, dan potongan-potongan buah.

Anko dango = dango kenyal dengan anko (pasta kacang azuki) di atasnya.

Dango = kue Jepang berbentuk bulat seperti bola kecil, terbuat dari mochiko (tepung beras), dan dikukus atau direbus di dalam air.

Umeboshi = asinan kering yang dibuat dari buah ume.

Wah, saya ga nyangka akan dapat review #nangisterharu

Error Boss: maaf ya kalo bikin kaget, aku sendiri juga kaget kok bisa nulis begituan T_T curcol dikit, sebenernya adegan itu terjadi di dunia nyata dan katanya si cowok ga ngeh kalo ceweknya nyebut sebuah panggilan yang asing (yang bukan panggilan dia ke cowoknya), jadi mereka lanjut aja #mendadakrumpi

SHC FOREFER: aku juga nulis di wattpad kak, malah lebih dulu up di sana, nicknamenya Reiki Prasasti (apa Rei Prasasti ya? Aduh, mendadak lupa nickname sendiri). Iya, sepi banget ffn sekarang, author-author senior keknya udah sibuk banget di rl, mana masih ada ff favoritku yang digantung #nangisdipelukankakashi

Makasih banget ya buat reviewnya, dan makasih juga buat segenap yang berkenan membaca cerita saya yang masih banyak kekurangan ini, love pokoknya, hehe

Anw saya jarang on di ffn, lebih ke wattpad karena di sana nulisnya lebih enak, jujur di ffn publishnya ribet ternyata, tapi saya usahakan setiap cerita selalu saya publish di sini juga, biar ga berdebu amat ini dunia ffn

So, bagian ini kerasa sedikit ya?
Gomen, saya bingung sebenernya mau memutus cerita di bagian mana karena sekali lagi saya bilang, awalnya cerita ini adalah one shot yang saya jadikan two shot, dan kini berakhir menjadi three shot alias chap depan udah ada dan akan saya up di hari yang sama, huhu (cry in Kakashi's arm)

Kindly to be nice reader, everyone

Salam hangat dan peluk jauh dari saya