Disclaimer : Jujutsu Kaisen by Gege Akutami
A Fanfiction by Noisseggra
Pair : Gojo Satoru X Fushiguro Megumi
Genre : Drama, Supernatural, Romance
Warning : OOC (Out of Character), iya di fanfic ini sengaja OOC, nggak terlalu mirip sama Manga/Anime, demi plot.
YAOI, BL, RATED M, Semi Canon, maybe typo (s)
You have been warned !
This fic inspired from manhwa The Ordinary Lifestyle Of A Universal Guide by Kang Yoonwoo
A/N : Fanfic ini ditulis untuk kepuasan pribadi, jadi serah aing mau nulis apa :"V
.
.
Astaga, mau menyapa lupa terus :"v makasih buat yang matchalike7 udah menyempatkan review ya~ sorry baru menanggapi. Lupa mulu mau edit dokumen gegara kebiasa upload2 doang. Makasih banyak read reviewnya~
.
.
Kiseki no Hiiraa
.
.
"Kanan kanan…akk, itu item nya sebelah situ," ucap Gojo.
"Hish, susah. Ada bomb musuh di sebelah sana," balas Megumi.
"Bisa kok bisa, lompat dulu baru geser, yak–..."
"Aaaaaaahh…!" teriak mereka berdua saat akhirnya character mereka terkena bomb. Keduanya lalu tertawa.
"Astaga, kita sudah ngulang 5x loh," tawa Megumi. "Harusnya memang tidak usah diambil saja item nya."
"Tapi item itu perlu buat lawan bos terakhir nya nanti. Mungkin harus cari cara lain," Gojo memeluk Megumi dan mengusel-uselkan kepala ke pundaknya. Mereka tengah duduk di single sofa saat ini, Megumi duduk dengan Gojo yang memeluknya dari belakang, main game bersama.
Megumi tersenyum kecil, menepuk-nepuk pelan kepala Gojo.
"Sensei…" rengek Gojo kecil seraya memeluk Megumi lebih erat. "Aku mencintaimu."
"Iya, aku juga," balas Megumi, mengecup kecil pipi Gojo. Bisa ia lihat pipi Gojo memerah sampai ke telinga. Megumi jadi senyum-senyum sendiri melihat itu. Ia bersandar penuh ke Gojo, menyamankan diri di pelukan pacarnya itu.
"Kau libur misi kah?" tanya Megumi.
"Ya, habis kekacauan separah kemarin, mereka setidaknya memberikan aku waktu istirahat," balas Gojo. "Sensei sendiri?"
"Mereka menyuruhku standby selama peak season, jaga-jaga aku diturunkan ke misi lagi."
"Ah, masuk akal juga. Tapi kurasa, peak season nya akan segera berakhir. Mungkin satu minggu lagi, paling lama dua minggu. Biasanya sih durasi peak season nya segitu."
"...aku jadi ingat sesuatu. Gojo-san, sebelum ada aku, kau melewati peak season begini bagaimana? Kemarin statusmu sempat naik ke angka 97% selama misi loh."
"Ya…begitu saja. Menjalankan misi sampai selesai. Tapi biasanya aku tidak akan menemui siapapun setelah itu untuk beberapa lama, team rescue juga justru tak boleh datang, menungguku tenang. Nanti setelah agak tenang aku memberikan semacam sinyal pada mereka, barulah tim HQ menjemput dan membawaku pulang."
"Hah? Lalu bagaimana kalau terjadi sesuatu padamu?!" shock Megumi.
"Ya justru karena takut terjadi sesuatu padaku mereka harus berada jauh dari lokasiku. Setidaknya sampai aku tenang."
Megumi benar-benar speechless mendengar itu. Ia teringat kembali bagaimana orang-orang HQ hanya mematikan alarm peringatan yang muncul saat status Gojo naik, seolah itu hal yang biasa. Mereka sama sekali tak memikirkan bagaimana Gojo di luar sana.
Tangan Megumi mengepal erat, tapi ia lalu menghela nafas menenangkan diri. Seharusnya ia sadar tim HQ bukannya tak ingin menyelamatkan Gojo, tapi lebih ke tak ada yang bisa mereka lakukan. Berserk dari jujutsushi level 3 saja bisa menghancurkan seluruh kota, bagaimana dengan special-grade? Ditambah saat itu bahkan masih dirapatkan mengenai keselamatan Megumi dalam misi kelas A, sudah muncul masalah di kelas S.
Megumi menghela nafas lagi, ia bersyukur misi nya berjalan lancar. Ia bisa buktikan kalau ia mampu diturunkan ke misi kelas S. Mungkin setelah ini jika status Gojo tinggi lagi, ia bisa dengan mudah diturunkan ke arena misi.
"...sei, Sensei…" panggilan Gojo menyadarkan Megumi kembali ke dunia nyata. Gojo tertawa kecil. "Apa sih, kok melamun begitu?" tanyanya sambil menoel pipi Megumi.
"..." Megumi menatap Gojo, hanya bisa membayangkan seberapa berat masa yang sudah jujutsushi itu jalani. Wajah Megumi mendekat, lalu mencium bibir Gojo, menyalurkan heal kepadanya.
Alis Gojo bertaut, tapi dia diam saja. Setelah ciuman lepas barulah ia bertanya. "Kenapa tiba-tiba? Lagipula kau masih dalam pemulihan, Sensei."
"Tak apa, hanya sedang ingin saja," balas Megumi. Ia menyandarkan kepalanya ke dada Gojo. "Ne…kapan kita mencoba lagi untuk heal secara penuh?"
Gojo sedikit terperanjat mendengar itu. "I-itu…maksudnya…" ucapnya tersipu.
Megumi tersenyum melihat Gojo yang malu-malu begitu.
"Ugh…Sensei, memangnya kau mau? Aku tak masalah loh kita hanya sejauh ini saja. Heal dengan ciuman juga efektifitasnya sudah meningkat kan. Dan kita sex hanya seperti biasa saja, tak perlu masuk. Yang penting kita berdua sama-sama menikmatinya."
"Hish, kau sex dengan banyak orang tapi tak mau sex dengan pacarmu sendiri," Megumi menjewer pipi Gojo dengan kesal.
"Aaah ittai ittai," keluh Gojo. "Tapi…aku tidak ingin menyakitimu."
"Ya…lakukan saja seperti yang biasa kau lakukan saat sex. Kau tidak menyakiti partner mu kan?"
"Itu…" Gojo sweatdrop sendiri. Ia membuang muka tak berani menatap Megumi.
"Hah? Kau melakukannya?" ucap Megumi shock.
"Yha…kadang…kalau aku sudah tak tahan, aku bisa sedikit kasar memaksa masuk. Kau tahu sendiri masalahnya di ukuranku. Supaya bisa masuk aku harus mempersiapkan cukup lama, dan kalau aku sedang tidak sabar, aku memaksa masuk tanpa persiapan yang bagus," balas Gojo dengan sweatdrop bercucuran.
"Geez, mattaku," keluh Megumi, menghela nafas lelah.
"Karena itulah, aku tak masalah jika kita tidak lebih jauh dari ini," tambah Gojo. "Sex tidak harus masuk kan, yang penting kita sama-sama enak."
"Kau mau aku virgin selamanya?" goda Megumi.
"Itu–..." Gojo langsung bungkam dengan wajah memerah.
"Pffftt…" Megumi tertawa kecil. "Lagipula terbalik, bukan tidak melakukan sex solusinya. Tapi melakukan sex dengan persiapan yang baik. Kau bilang kau menyakiti partner mu karena kurang persiapan kan, kalau begitu lakukan persiapan yang baik padaku. Katamu kau tak ingin menyakitiku, pasti kau bisa menahan diri untuk tak memaksa masuk kan?"
Gojo menelan ludah berat, lalu mengangguk kecil. "Baiklah," ucapnya kemudian.
"Lalu mau kapan? Sekarang?"
"Hey! Secepat itu?"
"Kan aku sedang tanya. Maunya kapan."
"Ugh…" Gojo tampak berpikir. "Baiklah, tapi aku harus beli sesuatu dulu. Jadi, nanti malam bagaimana?"
Megumi mengerutkan sebelah alis. "Beli sesuatu?"
"Ya, untuk 'mempersiapkan', biar kau tidak sakit, Sensei."
"Baiklah kalau begitu."
.
~OoooOoooO~
.
Megumi berpakaian rapi dan kembali menuju paviliun Gojo malam itu. Seperti yang ia katakan dulu, ia tak ingin melakukan itu di kamarnya. Karena setiap melakukan aktivitas, yang ada dia malah teringat terus apa yang mereka berdua lakukan di sana.
"Sensei, selamat datang," sambut Gojo begitu Megumi datang.
Megumi tersipu menatap penampilan Gojo yang juga rapi, ia bahkan bisa mencium aroma parfum nya. "Y-ya…" balas Megumi sedikit grogi, ia pun masuk ke paviliun Gojo.
"Ngomong-ngomong kau beli apa? Yang kau bilang untuk persiapan itu," tanya Megumi.
Gojo sweatdrop. "Guh, langsung ke inti ya," ucapnya. Gojo membawa Megumi ke kamar, di nightstand samping ranjang ada sebuah tas kertas berwarna coklat keemasan. Gojo duduk di tepi ranjang lalu meraih tas itu, mengambil sesuatu di dalamnya.
"Ini," ucap Gojo, menunjukkan sekotak kondom dan sebuah lube pada Megumi.
"Ah…" Megumi tersipu melihat itu. Ia duduk di samping Gojo, menatap benda itu lebih dekat. "Aroma citrus, astaga."
Gojo tertawa kecil. "Mirip dengan aroma mu," balas Gojo.
"Tunggu," Megumi meraih kotak kondom dari tangan Gojo. "Ugh, ukurannya…" ujar Megumi melihat ukuran yang tertera.
"Yha…memang segini," sweatdrop Gojo dengan muka memerah.
"Tapi selama ini kita nggak pakai kondom, memangnya harus ya?"
"Ya, ini pertama kalinya bagimu kan. Kurasa akan terlalu berat untuk tubuhmu kalau aku tak pakai."
"Hee, jadi selama ini tanpa kondom karena kau memang tak ada niatan masuk ya."
"Itu–..." Gojo sweatdrop sendiri. "Ya…sebagai pengingat untukku juga untuk tidak masuk. Soalnya beberapa kali aku hampir kebablasan."
"Hampir kebablasan? Berarti kau ingin masuk kan? Kenapa sok sekali bilang tak apa kita tidak lebih dari ini, sex tak perlu masuk segala macam."
"Sensei…" rengek Gojo menangis bombay dibully oleh Megumi.
Megumi tertawa kecil karena itu. "Ya sudah, ayo lakukan."
"Mm," Gojo mengangguk kecil, lalu membopong Megumi naik ke ranjang. "Kalau tidak nyaman bilang, oke?" ucap Gojo dengan wajah mereka yang berada di jarak dekat. Megumi mengangguk seraya memeluk leher Gojo dan mencium bibirnya.
Tangan Gojo bergerak masuk ke balik baju Megumi, meraba dadanya, menekan-nekan nipple nya. Lalu turun sampai perut, memanjanya di sana sebelum semakin ke bawah, melepas kait celana Megumi dan melepas keseluruhan celananya.
"Hey, secepat ini?" protes Megumi.
"Mumpung aku masih bisa mengendalikan diri, Sensei," ujar Gojo dan meraih lube.
"Dasar," tawa kecil Megumi. Ia membuka jaketnya sendiri, lalu kembali mencium Gojo sambil tangannya melepas kancing kemeja Gojo satu per satu.
"Sensei…" panggil Gojo lembut dan menjilat bibir Megumi, kemudian kembali menautkan lidah mereka.
Gojo membuka kaos Megumi, membuatnya polos kini, Megumi juga melepas kemeja Gojo, membuatnya topless. Megumi suka melihat tubuh Gojo.
"Buka kakimu, Sensei," ujar Gojo lembut.
Megumi menurut, ia menekuk lutut lalu membuka kakinya. Ia merasa malu, tapi ia tahu hal itu perlu.
Gojo membuka lube dan membasahi tangannya dengan gel itu, ia lalu menuju lubang Megumi, menekan-nekan bagian luarnya.
"Nn…" Megumi mengerang. "Dingin," ucapnya, pandangannya mengarah ke bagian bawah tubuh supaya bisa melihat apa yang Gojo lakukan.
"Ya, ada sensasi mint nya," ujar Gojo. "Aku masuk ya?" ucap Gojo sebelum memasukkan satu jarinya ke dalam lubang Megumi.
"Aahh…ssshh…" Megumi mendesis. Sensasi dingin itu masih asing baginya. Tapi Gojo tak berhenti bergerak sehingga Megumi mulai terbiasa. Gojo memasukkan satu jari lagi, lalu mulai menggerakkannya untuk memperlebar jalan. Ia juga kembali bergerak masuk, mencari sweetspot Megumi.
"Nnh…" Megumi mengerang saat merasakan titik itu disentuh.
"Di sini?" tanya Gojo dan kembali menyentuh tempat itu.
"Y–...ya…ahh," desah Megumi.
Gojo memasukkan satu jari lagi, dan kali ini bergerak sedikit lebih cepat, ia juga lebih melebarkan lubang Megumi.
"Hngh…ahh, nn…Go-Gojo-san… aahhh," desah Megumi keenakan. Pandangannya sedikit berkabut, tapi ia bisa melihat jelas penis Gojo yang sudah menggunduk di balik celananya, bahkan Megumi bisa melihat bagian ujungnya basah. Megumi jadi ingin pegang.
Tangan Megumi pun terulur untuk menyentuh benda itu, tapi Gojo segera menghentikannya dengan satu tangannya yang bebas.
Gojo tertawa kecil. "Jangan Sensei, aku bisa tak tahan," ujarnya.
"Tapi itu terlihat sesak sekali, kau sudah ereksi penuh," balas Megumi.
"Tentu saja, melihat pacarku keenakan saat aku melakukan fingering padanya pasti membuatku terangsang."
Blush…
Wajah Megumi memerah mendengar kata itu terlontar dari bibir Gojo.
"Jadi sabar sedikit oke, aku juga sedang mencoba menahan diri," tambah Gojo dan mencium bibir Megumi, tangannya kembali bergerak di lubang Megumi untuk melebarkannya. Satu tangan Gojo ganti menyentuh penis Megumi, mengocoknya.
"Mmnn…" Megumi melepas ciuman. "Hentikan, aku bisa klimaks nanti," ucap Megumi terengah.
"Tak apa klimaks, biar kau lebih rileks. Keluarkan saja."
"Ugh…tapi…"
"Tak apa, jangan menahan diri," Gojo menjilat cuping telinga Megumi, mengulumnya. Tangannya semakin cepat bergerak di penis dan di lubang Megumi.
"Ugh…aahh, Go-Gojo-sann…" Megumi mencengkeram lengan Gojo erat saat sudah tak tahan dan akhirnya klimaks. Nafasnya terengah, tubuhnya pun lemas.
"Bagus," bisik Gojo. "Lihat? Jadi lebih rileks," ucapnya yang kembali melebarkan lubang Megumi.
"Y…eah…" balas Megumi masih terengah.
"Aku masuk sekarang, oke?" tanya Gojo. Megumi mengangguk. Gojo meraih kotak kondom dan mengambil satu dari sana, membuka bungkusnya.
"Ngh…ini baru pertama kulihat yang nyata di depanku," ucap Megumi meraih benda itu, menyentuhnya.
'Astaga…' Gojo hanya bisa sweatdrop sambil menahan diri, berusaha tak langsung menubruk Megumi. Kejantanannya sudah berdenyut tak nyaman.
"Ya sudah, coba pakai. Aku ingin lihat," ucap Megumi.
"Uh–...ehm," Gojo pun melepas kaitan celana lalu menurunkan sampai boxer nya juga, membebaskan penisnya yang sudah sesak sedari tadi.
"Woah, besar sekali. Hey, aku coba pasang ya?" pinta Megumi yang masih memegang kondom itu.
"Ya," balas Gojo sweatdrop.
Megumi mencoba memasangkan kondom itu, tapi lepas lagi. Ia mencoba lagi, tapi tetap lepas. "Uwaah…" ujarnya saat penis Gojo berdenyut.
"Sensei…jangan menggodaku," keluh Gojo.
"Aku tidak menggodamu, ini susah sekali. Kau pakai sendiri saja," Megumi menyerah.
Gojo lalu memakai sendiri kondom itu, memasangnya sampai ke pangkal.
Gulp…!
Megumi menelan ludah berat melihat itu. Berarti sekarang tinggal masuk kan? Batinnya.
"Sensei, posisikan badanmu yang rileks," ujar Gojo.
Megumi mengangguk. Ia sedikit memundurkan badannya ke belakang, bertumpu dengan kedua tangan. Ia mengangkat kakinya dan membuka pahanya lebar.
"Rileks oke, jangan mencengkeram," ujar Gojo memberi instruksi, Megumi mengangguk.
Gojo membuka paha Megumi, menekannya, lalu ia menuntun penis nya menuju lubang Megumi, mendorong beberapa kali ke lubang itu seperti bersiap. "Aku masuk ya, Sensei," ucapnya.
"Ya…" ucap Megumi. Ia berdebar, tapi matanya tak mau teralih dari bagian bawah tubuhnya. Ia ingin melihat saat benda itu masuk. Perlahan Gojo mendorong masuk, membenamkan kepala penisnya ke lubang Megumi, dan bergerak maju dengan pelan.
Saat itulah perlahan rasa sakit menghujam Megumi. Ia mencoba diam, mungkin sakit itu akan berlalu. Tapi rasa sakit itu bertambah saat Gojo bergerak maju sedikit lagi.
"Aarrghh…" akhirnya teriakan lolos dari bibir Megumi, ia tak tahan dengan rasa sakitnya.
"Sensei, Sensei," Gojo meraih wajah Megumi, menangkup pipinya. "Bernafas, oke. Tarik nafas, lalu keluarkan. Tarik nafas…"
Tapi Megumi sudah terlanjur panik, ia masih merasakan sakit di bagian bawah tubuhnya, yang ada dia malah mengeratkan otot-ototnya seolah mencoba mengeluarkan benda yang ada di lubangnya itu, sehingga membuat sakit yang ia rasakan semakin meningkat.
"Nn–...no…keluarkan, keluarkan, ini sakit…" Megumi berontak.
"Sensei, Sensei, tenanglah, rileks," Gojo mencoba meraih tangan Megumi untuk menenangkannya, tapi sepertinya Megumi sudah berada di mode panik.
"Tidak–...tidak mau…ahhh, sakit. Cepat keluarkan," berontak Megumi.
"Ugh…iya, tapi rileks sedikit. Aku juga tidak bisa keluar kalau kau mencengkeram kuat begini, Sensei. Rileks…" pinta Gojo.
"Arrghh…ini sakit…ahh…"
"Sensei…! Sensei…!" Gojo kembali meraih wajah Megumi dengan tangannya lalu menempelkan dahi mereka, ia mengecup bibir Megumi, sedikit memaksa mengunci dan mengulumnya supaya Megumi lebih tenang. Setelah pergerakan Megumi lebih tenang, barulah Gojo melepas ciuman.
"Tenang, rileks, oke… pelan-pelan, rilekskan cengkeramanmu," bisik Gojo lembut. Perlahan tubuh Megumi pun rileks, dan Gojo menarik penisnya keluar dengan hati-hati. Ia tak ingin melukai Megumi lebih dari ini.
Nafas Megumi masih tersengal meski penis Gojo sudah keluar, air mata sudah banjir di pipinya sejak tadi. Gojo mengusap air mata Megumi lalu mengecup dahinya dengan sayang.
Tatapan Megumi buram karena air mata, ia melihat penisnya sendiri yang sudah lembek, sepertinya karena rasa sakit tadi. Tapi ia melihat penis Gojo yang masih tegak.
"Kita istirahat saja, oke?" ucap Gojo lembut dan membaringkan Megumi dengan hati-hati ke ranjang. Ia menarik selimut, menutupi tubuh Megumi sampai ke pundak.
"Milikmu…" lirih Megumi serak.
Gojo tersenyum kecil dan mengecup pelipis Megumi. "Tak apa. Tapi aku ke kamar mandi dulu ya, sakit tegang begini," balas Gojo. Megumi mengangguk kecil. Gojo menyempatkan membelai rambut Megumi sebelum melangkah ke kamar mandi utama biar Megumi tak mendengar kegiatannya.
Megumi menarik selimut sampai ke wajah, ia mencengkeram tepiannya erat dan perlahan mulai terisak. Tubuh bawahnya masih terasa nyeri, tapi bukan itu yang membuat dadanya terasa sesak kini. Ia benci…karena telah mengecewakan Gojo.
Padahal dia sendiri yang mengajak Gojo melakukan ini di saat Gojo bilang ia tak masalah tak melangkah lebih jauh, tapi malah Megumi sendiri yang memaksa berhenti di tengah jalan, bahkan di saat kondisi Gojo sudah begitu. Megumi juga seorang pria, ia tahu bagaimana rasanya tak terpenuhi hasrat saat sudah ingin, menyakitkan sekali. Dan Gojo mengalami itu karena dirinya, karena ketidakmampuannya menepati ocehannya sendiri yang kelewat tinggi.
Megumi terisak, tapi ia lalu bangun dan mulai memakai pakaiannya. Ia rasa ia tak mampu melihat Gojo setelah ini. Apalagi dengan wajah menangisnya yang sekarang, Gojo pasti malah akan merasa bersalah dan menyalahkan dirinya sendiri, padahal di sini Megumi lah yang salah.
Setelah memakai pakaiannya, Megumi pun pergi meninggalkan paviliun Gojo. Ia memilih menaiki cart supaya tak berpapasan dengan siapapun. Begitu sampai di paviliun, Megumi menutup pintu, dan merosot turun di balik pintunya. Ia menaikkan lutut dan menyembunyikan wajah di baliknya, lalu kembali terisak.
.
.
Gojo menyiram toilet dan membersihkan sisa kegiatannya di kamar mandi. Setelah itu ia keluar dari sana untuk kembali ke kamar. Ia harus minta maaf pada Megumi, pikirnya.
Tapi saat tiba di kamar, ia mendapati tempat itu sudah kosong. Pakaian Megumi tak ada, dan dari kamar mandi kamar juga tak terdengar suara. Gojo menghela nafas lelah dan bersandar ke tembok menatap langit-langit.
"Apa yang sudah kau lakukan, Satoru…" keluhnya pada diri sendiri. Ia tak tahu harus bagaimana sekarang. Apa boleh ia menemui Megumi? Ia ingin, tapi melihat Megumi yang pergi tanpa pamit begini, berarti dia sedang tidak ingin bertemu Gojo kan. Tapi kalau Gojo tak menemui… bagaimana kalau Megumi berpikir Gojo marah kepadanya?
Gojo mengusap wajahnya sampai ke kepala, ia menghela nafas lelah. Saat tengah bimbang itulah, ponselnya berbunyi. Ia pun meraih ponsel itu, ada misscall dari orang HQ, ia pun membuka bagian chat.
'Buka tab kerja,' begitu katanya. Gojo pun meraih tab kerja di mana sudah ada satu assign misi di sana. Gojo menghela nafas lelah. Dengan malas ia pun memakai pakaian misi dan pergi dari paviliun, sudah ada mobil dan asisten manager bersama Yaga di sana. Mereka tahu Gojo tak menurut pada siapapun kecuali pada beberapa orang, salah satunya Yaga. Karena itulah Yaga sering sekali meng handle Gojo sendiri meski posisinya sudah menjadi kepala HQ kini.
"Satoru, maaf mengganggu di waktu off mu. Tapi status nya naik dari misi kelas A ke kelas S, dan jujutsushi yang menghandle hanya jujutsushi kelas 1," jelas Yaga. "Bersabarlah, peak season paling sebentar lagi–..."
"Iya iya," malas berdebat, Gojo sudah memotong ucapan dan masuk duluan ke dalam mobil. Membuat Yaga dan asisten manager itu saling tatap. "Ayo cepat!" kesal Gojo. Asisten manager itu pun segera memasuki mobil ke kursi kemudi dan melajukan mobil.
Gojo mengetuk-ngetukkan jari di kursi mobil, ia menatap keluar. Apa sebaiknya dia menemui Megumi dulu ya? Atau tidak perlu, biar Megumi tenang dulu, temui dia nanti sehabis misi saja.
Tapi saat melewati area dekat kompleks healer, akhirnya Gojo membuka pintu mobil.
"Stop stop," ucapnya tanpa menunggu mobil berhenti.
"Eh? Eehh?" Asisten manager mengerem mendadak. "Gojo-san…!" panggilnya saat Gojo keluar dari mobil dan pergi begitu saja.
"Tunggu di sana," ucap Gojo tanpa menoleh. Ia melangkah menuju paviliun Megumi. Mungkin Megumi akan marah padanya, tapi ia tak peduli. Ia ingin memastikan keadaan Megumi.
Gojo menarik nafas panjang untuk menenangkan diri. Ia pun menekan bel unit Megumi.
"Sensei…" panggil nya lembut. Tak ada jawaban, tapi Gojo memilih untuk menunggu. Ia menunggu beberapa saat, apa sebaiknya ia pergi kalau Megumi belum ingin menemuinya? Tapi sebelum ia sempat memutar langkah, ia mendengar suara pintu terbuka tanpa ia mendengar suara langkah mendekat sebelumnya. Apa sejak tadi Megumi ada di balik pintu?
Pintu hanya terbuka sedikit, Megumi juga hanya memunculkan sebagian kecil tubuhnya.
"A…umm…" Gojo bingung harus berkata apa. "...apa kau…baik…saja," akhirnya hanya itu yang bisa ia katakan.
"Yeah," balas Megumi, suaranya serak.
"Umm…etto…umm, aku boleh menemuimu lagi nanti?"
Megumi mengerutkan alis, barulah ia menatap Gojo sekali lagi, melihatnya memakai seragam misi. "Kau sudah mau pergi misi lagi?" ucap Megumi terkejut dan akhirnya membuka pintu sepenuhnya.
"Mm," Gojo mengangguk. "Misi mendadak, biasanya karena statusnya naik dari level A ke S," balas Gojo. Ia menatap Megumi, Megumi belum berganti baju, masih memakai pakaian yang tadi. Gojo juga bisa melihat mata Megumi yang bengkak dan memerah, bahkan masih sedikit basah.
"Sensei…aku…" Gojo menghela nafas, ia tak tahu harus berkata apa. "Bisakah kita bicara nanti?"
"..." Megumi terdiam, lalu mengangguk.
Gojo tersenyum kecil. Tangannya terulur untuk mengusap pipi Megumi, tapi batal saat ia melihat tubuh Megumi berjengit kecil.
"Ah…y-ya sudah, aku pergi du–..." ucapan Gojo terhenti saat Megumi meraih lengannya dan menarik Gojo masuk, ia menutup pintu, dan menarik kerah baju Gojo supaya Gojo menunduk, lalu menciumnya, memberikan heal padanya.
Gojo sedikit menunduk untuk memperdalam ciuman, mendesak tubuh Megumi ke tembok, apalagi saat Megumi memeluk lehernya dan menekan belakang kepala Gojo. Decak basah mengisi keheningan untuk beberapa saat.
Saat ciuman mereka lepas, Gojo sengaja menjaga wajah mereka tetap berada di jarak dekat. "Sensei…kita baik-baik saja kan…?" tanya nya lirih.
Megumi mengangguk. "Aku hanya butuh waktu untuk menenangkan diri. Hubungan kita baik-baik saja."
Gojo menghela nafas lega, ia merilekskan kepalanya ke pundak Megumi. "Yokattaa…aku takut sekali saat melihatmu tak ada di kamar," ucap Gojo.
Tatapan Megumi menerawang. Ia bisa merasakan jantung Gojo yang berdebar keras di pelukannya. Tangan Megumi terulur untuk membelai lembut rambut Gojo. Sikap bodohnya membuat Gojo sampai begini, Megumi semakin menyesali tindakannya.
Gojo melepas pelukan dan menyatukan dahi mereka, tangannya membelai pipi Megumi. "Aku pergi dulu, oke," ucapnya. Megumi mengangguk. "Sampai nanti Sensei," Gojo mengecup singkat bibir Megumi sebelum pamit meninggalkan paviliun Megumi.
Megumi mendengar langkah Gojo yang menjauh di balik pintu yang sudah tertutup. Ia kembali merosot turun, memegangi kepalanya. "Dan kau bahkan tak mengucap kata maaf padanya, Fushiguro Megumi," maki Megumi pada diri sendiri.
Sudahlah, yang terpenting apa yang harus ia lakukan sekarang. Tak ada gunanya menyesali apa yang sudah terjadi. Megumi pun bangkit, ia memilih mandi supaya lebih segar, pikirannya juga jadi jauh lebih tenang setelahnya.
"Sshhh…" ia mendesis saat duduk di ranjang, bagian bawah tubuhnya masih terasa nyeri. Akhirnya ia memilih tengkurap sambil memeluk bantal dan memainkan HP. Ia kembali browsing mengenai hubungan sex sesama lelaki.
Ia membaca artikel yang dulu ia baca, termasuk dari site yang berisi forum tanya jawab. Megumi terdiam…forum itu…ia bisa menanyakan sesuatu di sana.
Meski sedikit ragu, akhirnya Megumi membuat email baru, dengan nama random, lalu masuk ke forum itu dengan username anonymous. Rupanya banyak user anon juga di sana, jadi Megumi merasa aman.
Ia mulai menjelajahi forum itu, mencari pertanyaan-pertanyaan yang sekiranya mirip dengan kasusnya. Rupanya ada banyak, tapi kebanyakan menanyakan bagaimana saat pertama kali, karena mereka grogi. Banyak jawaban yang membantu, tapi Megumi tak menemukan post mengenai masalahnya. Kebanyakan hanyalah pertanyaan dan jawaban general saja, bukan spesifik seperti yang Megumi hadapi.
"Ugh…" akhirnya dengan sedikit ragu, ia membuat post anonymous ke ruang general, berharap mendapat solusi.
'#Ask. Ini hubungan pertamaku, dan aku kesakitan karena milik partner ku terlalu besar. Apakah ada cara untuk melakukannya lebih baik?'
Sedikit berdebar, Megumi menekan tombol post, lalu menunggu sampai ada yang merespon. Ia membenamkan wajah di bantal, sedikit grogi dengan jawaban apa yang akan dia dapat. Tak berapa lama banyak bunyi ping di ponselnya, rupanya banyak juga yang menanggapi.
'Kunci utamanya kau harus rileks. Biasanya kesalahan pemula, karena takut, kau malah tegang, akhirnya sakit. Berapapun ukuran partner mu selama kau rileks, pasti lama-lama nyaman.'
'Benar, harus rileks. Kalau tegang dan sampai mencengkeram, tidak hanya kau yang sakit, partnermu juga sakit.'
Megumi pundung. Iya juga sih, karena panik dia malah mencengkeram, dan memang lebih sakit dari sebelumnya. Ugh…berarti Gojo juga kesakitan ya…itu membuat Megumi semakin pundung saja.
'Iya, aku memang sempat panik sih,' Megumi merespon chat mereka. 'Tapi sebelum itu aku rileks, hanya saja ukurannya sangat besar. Aku mulai panik saat dia masuk dan aku mulai kesakitan.'
'Seberapa besar sih? Aku pernah dengan partner ukuran XX, memang sakit, tapi nikmati saja.'
'Hey, dia baru pertama. Wajar lah,' ada yang merespon demikian.
'Mungkin partner nya tidak mempersiapkan dia terlebih dulu?'
'Ya, kalau sama-sama pertama sih bisa saja. Rookie mistake.'
Melihat jawaban-jawaban itu Megumi merasa ia harus menambahkan konteks. Ia pun mengetik chat tambahan di kolom komentar.
'Partner ku sudah berpengalaman, dia mempersiapkanku dengan baik. Tapi ukurannya sekian (XXXX) dan aku tidak kuat padahal baru masuk belum ada setengahnya.'
Lagi, Megumi menunggu jawaban. Beberapa waktu kemudian kolom reply nya kembali banjir respon.
'Woaaah seriuss, itu ukurannya? Aku pernah dengan partner XXX saja itu sudah membuatku kesakitan. Aku berdarah padahal bukan sex pertamaku.'
'Haha, ini sih sulit. Mau dipersiapkan seperti apa juga pasti tetap sakit.'
'Tapi katamu dia berpengalaman? Biasanya dia bagaimana dengan partner yang lain?'
'Dia bilang dia biasanya hanya masuk setengah, itupun kebanyakan partner nya wanita,' tulis Megumi.
'Uwaah, sulit. Vagina wanita memang lebih elastis daripada milik pria. Dan itupun dia biasanya hanya masuk setengah?'
'Haha aku menyerah, kalau aku paling hanya gesek saja dengan partner yang seperti itu deh. Nggak kuat.'
'Bagaimana kalau kau saja yang memasukinya?'
Megumi terbelalak saat melihat ada yang menulis itu. Ia mencoba membayangkan dia yang memasuki Gojo, tapi tak bisa.
'Itu…kurasa…aku tak bisa…' ketik Megumi.
'Pfftt dasar bodoh, beberapa orang memang memiliki aura yang benar-benar mendominasi,' seseorang merespon komen yang direspon Megumi juga. 'Mungkin yang ini kasusnya juga sama. Partnernya mungkin absolute Alpha, yang seperti ini memang tidak bisa didominasi.'
"..." Megumi terdiam. Absolute Alpha ya. Ya…Megumi rasa itu benar. Ia merasa kata itu mendeskripsikan Gojo.
'Kau sudah coba dengan alcohol?' tanya user tadi pada Megumi.
'Alcohol?' tanya Megumi.
'Ya, biasanya kalau sedikit mabuk jadi lebih nekat saja. Aku baca di artikel katanya lubang lelaki bahkan bisa stretch sampai muat dimasuki dua ekor rakun. Artinya, sebenarnya bisa saja dimasuki oleh partner ukuran segitu, sisanya tinggal kuat atau tidak kuat menahan rasa sakit dari penetrasi. Kurasa alcohol akan membantu.'
'Ah, benar juga. Kalau sudah mabuk kadang kita nekat, apa saja bisa. Mungkin kau harus minum, tapi jangan terlalu mabuk, cukup membuatmu untuk tak peduli pada rasa sakitnya saja,' tulis user yang lain.
'Eh, tapi ngomong-ngomong soal penetrasi, kau bilang kesakitan saat dia baru masuk belum ada setengah. Berarti dia belum menyentuh sweetspot mu dong?' tambah akun yang lain.
'Sweetspot?' tanya Megumi.
'Ya, kalau disentuh enak. Kau pernah fingering atau semacam itu? Ada kan tempat yang enak begitu saat tersodok?'
"..." Megumi berpikir sejenak. Ah, iya juga. Dia merasa enak saat Gojo melakukan fingering padanya, ada spot yang baginya begitu nikmat saat tersentuh. Oh, jadi itu namanya sweetspot, pikir Megumi.
'Ya, kurasa ada,' tulis Megumi, merespon chat sebelumnya.
'Ya, mungkin itu juga faktor lainnya. Kau merasa sakit karena dia baru masuk sedikit, sweetspot mu belum tersentuh. Mungkin saja saat dia masuk lebih dalam, kau bisa mentolerir rasa sakitnya karena nikmat sweetspot mu tersentuh.'
'Ah, bisa juga sih itu,' respon user yang lain. 'Mungkin bisa dilakukan begini, untuk awal, mentolerir rasa sakitnya pakai alcohol, kalau sudah berhasil dan merasa nyaman, barulah sex selanjutnya tanpa perlu bantuan alcohol.'
'Haha, bagaimana kalau sakit terus? Its freaking XXXX size bruh. Masa setiap sex harus mabuk. Bagaimana kalau doi tiba-tiba minta jatah saat tak ada alcohol.'
'Pffttt hahaha itu sih nikmati saja.'
Megumi hanya sweatdrop karena beberapa orang menganggap ini lucu. Ya maklum saja, mereka tak mengalaminya sendiri sih.
'Oh, painkiller bagaimana? Sepertinya painkiller juga bisa,' respon user lain yang membuat Megumi mengerutkan alis.
'Wah benar juga, pain killer, obat pereda nyeri begitu ya?'
'Iya. Bisa jadi opsi kan.'
'Menurutku jangan,' balas user lain.
'Kenapa memang? Asal minum dosis wajar pasti tak masalah. Satu tablet saja begitu.'
'Aku pernah soalnya. Sakitnya memang hilang, tapi rasa enaknya juga tidak terasa. Saat partnerku masuk dan menyodok titik dimana aku biasa merasa nikmat, rasanya biasa saja, hanya merasa ada benda bergerak di dalam tubuhku saja. Tapi tidak terasa nikmat.'
'Ah benar juga ya, sensitivitas kita juga jadi berkurang.'
'Ya, tapi dalam kasus ini, demi bisa sex pertama mungkin bisa saja pakai cara itu, haha. Jujur aku lumayan kasihan pada partner nya, baru masuk di ujung, tapi sudah harus keluar. Pasti sakit banget itu, apalagi sedang tegang-tegangnya.'
'Haha, iya juga sih. Hey, setelah kejadian itu partner mu bagaimana? Kau membantunya klimaks pakai tangan atau mulut? Kasihan kalau tidak keluar, sudah tegang begitu.'
Megumi semakin pundung. Ia tak ingin menjawab chat mereka. Masa iya dia menulis partner nya ke kamar mandi untuk melakukannya sendiri. Pada akhirnya Megumi mengucapkan terimakasih atas jawaban-jawaban yang masuk, lalu menutup forum diskusi. Ia juga lalu mengubah diskusi tadi menjadi private.
"Aaaaaaahhhhh…" Megumi berteriak ke dalam bantal sambil menendang-nendang kasur. Ia memeluk bantal itu erat. Lagi, ia merasa bodoh dan semakin menyesal. Setidaknya dia harus membantu Gojo klimaks, tapi yang ada dia malah breakdown sendiri dan kabur dari sana, membuat justru Gojo yang merasa bersalah padanya.
"Aku…yang terburuk…" umpat Megumi pada diri sendiri. Ia menghela nafas lelah, lalu berbaring ke bantal dengan kepala miring. Ia kembali terpikir tentang Gojo. Ya, tidak ada gunanya menyesali apa yang sudah terjadi, yang jelas apa yang harus ia lakukan kini.
Megumi kembali membaca diskusi forum tadi, dia menemukan beberapa solusi di sana. Ya, dia rasa dia bisa mencobanya. Megumi bertekad untuk membuat Gojo merasa nikmat di sex mereka yang selanjutnya. Pasti.
.
.
.
~To be Continue~
.
Support me on Trakteer : Noisseggra
