Fanfiction by Hatake Shinoda a.k.a Reiki Prasasti
Pairing: Kakasaku
Alternative Universe
Naruto © Masashi Kishimoto
Be With You
Elusif
Kakashi bangun dengan kepala pusing luar biasa.
Tangan kiri memegang kepala sementara tangan kanan ia gunakan untuk membantunya mendudukkan diri di ranjang, sembari otaknya bekerja keras mengingat apa yang terjadi padanya.
Menghela napas, ia menjulurkan kedua tangannya setelah usahanya untuk mengingat apapun yang bisa otaknya ingat itu sia-sia, tanpa hasil. Kernyitan muncul di dahinya kala ia menyadari ia hanya mengenakan boxer untuk menutupi area paling pribadinya itu di balik bed cover berwarna putih bersih.
Tunggu. Dia tak memiliki bed cover berwarna putih.
Putih adalah warna yang ia benci, karena mudah terlihat kotor. Dia tak suka kotor. Tapi tak serajin itu juga untuk menjaga agar apartemennya selalu bersih tanpa noda.
Lagi pula, ruangan tempat ia bangun pagi ini seratus persen ia yakin bukanlah kamarnya.
Pening kembali hinggap menyerang kepalanya. Berdecak kesal, dia menyibakkan bed cover dari tubuhnya. Menjulurkan kakinya ke lantai untuk mencari alas kaki. Nihil. Yang ditemukan kakinya malah sebuah celana katun berwarna hitam yang ia gunakan seharian kemarin.
Dengan segera diambilnya celana itu. Secepat kilat ia mengenakannya. Kakashi lalu menyambar seonggok kain putih yang ia yakini adalah kemeja yang juga ia kenakan kemarin.
Kakashi mengedarkan pandang ke segala penjuru ruangan. Ia menemukan jas hitam yang seperti dilempar dengan sengaja oleh seseorang. Terlihat dari lokasi jas itu yang janggal, di samping pintu kamar mandi. Di bawah jas, ia menemukan sepasang sepatu docmart dan kaus kakinya yang tercecer.
Setelah selesai berpakaian layak, matanya kembali menyusuri ruangan untuk mencari arloji dan ponsel yang tidak ia temukan di jasnya. Pantulan cahaya yang berasal dari kursi kecil di samping nakas mendapat atensinya.
Ponsel dan arlojinya tergeletak tak berdaya di sana.
Setelah mengetahui pukul berapa kini, Kakashi segera mengenakan arloji dan memasukkan ponsel ke saku dalam jasnya. Ia sudah bersiap meninggalkan kamar, yang ia sadari sebuah kamar bertipe suite di salah satu hotel berbintang lima (terlihat dari kartu ucapan dengan logo hotel terpampang dalam setiap liukan hurufnya yang elegan), kala netranya menangkap sebuah kertas yang terlipat rapi di atas nakas.
Kakashi mengurungkan niatnya untuk segera pergi dari sana.
Dibukanya kertas itu. Sebuah tulisan tangan, yang anehnya sangat akrab dengannya itu, menyapa kedua matanya.
Kau berhutang kata maaf dan terima kasih kepadaku, Tuan.
H. S.
Salah satu alisnya terangkat kala ia menangkap inisial yang ada dalam pesan itu. HS? Banyak sekali orang yang memiliki inisial itu. Namun, anehnya sudut ruang dalam otaknya dengan segera menampilkan sesosok entitas dengan rambut pink sepunggung dan netra seindah zamrud yang telah mengisi ruang hatinya selama beberapa waktu terakhir.
Ah, gadis itu. Entah kapan Kakashi akan memiliki keberanian untuk mengungkapkan perasaannya.
Kakashi berjalan ke arah pintu seraya meremas pesan dari entah-siapa-itu dan melemparnya ke tempat sampah. Membuka pintu dan mengambil kunci kamar berbentuk kartu dari tempatnya, dia melangkahkan kakinya keluar dari kamar.
Setelah mengembalikan kunci di resepsionis, yang memberitahunya bahwa tagihan kamar itu telah dibayarkan oleh seorang wanita cantik berambut hitam legam dini hari tadi.
Tanpa repot-repot mengorek informasi lebih lanjut tentang siapa wanita itu, Kakashi memilih untuk segera mencari tumpangan agar ia bisa segera kembali ke apartemennya. Ia butuh mandi dan mengganti pakaiannya sebelum berangkat kerja.
Tidak lucu jika ada mahasiswa atau rekan sesama dosen yang menyadari kalau ia tak pulang ke apartemennya semalam, jika ia tidak mengganti bajunya.
Sebuah taksi berhenti tepat di pintu masuk hotel, menurunkan dua orang penumpang yang menggendong ransel seukuran badan mereka. Dengan cepat Kakashi memasuki pintu penumpang depan dan menyebutkan alamat apartemennya kepada supir taksi.
Kakashi menyandarkan punggungnya pada sandaran bangku penumpang. Kepalanya masih pening, walau tak sepening tadi.
Dia harus menghubungi Yamato, temannya yang menjadi bartender di bar yang ia datangi semalam, untuk memintanya membawakan mobilnya yang masih ada di tempat parkir bar sebelum Yamato pulang.
Yamato terbiasa untuk menghabiskan waktu hingga matahari terbit, bereksperimen dengan minuman-minuman keras demi membuat racikan yang pas atau menemukan menu baru setelah bar tutup pukul tiga pagi. Ada untungnya juga memiliki teman yang berdedikasi penuh pada pekerjaannya.
Kakashi memutuskan untuk mengirim pesan kepada Yamato, menanyakan apakah ia bisa membantunya untuk membawa pulang mobilnya ke apartemen mereka. Supir taksi menghentikan laju mobilnya tepat di depan apartemennya yang ada di Ebisu, Shibuya-ku.
Apartemen kondominium yang sudah ia tinggali setahun belakangan sejak ia keluar dari perusahaan ayahnya, dia kembali ke Tokyo dan memutuskan untuk tinggal sendiri. Meski ia hanya memerlukan 14 menit berkendara dengan mobil untuk sampai di rumah kedua orang tuanya yang berada di Gotenyama yang termasuk dalam area Jonan Gozan, Prime Maison Gotenyama.
Tak seperti kedua orang tuanya yang hanya perlu menjentikkan jari untuk membeli unit apartemen atau kondominium jika mereka menyukainya, Kakashi masih berstatus sebagai penyewa. Yah, dia hanyalah seorang dosen muda di Fakultas Hukum Tōdai yang belum genap setahun mengajar.
Uang yang ia miliki tentu belum sebanyak ayahnya yang merupakan pemilik perusahaan retail yang masuk jajaran 10 besar di Jepang itu. Dia juga tak suka menghamburkan uang milik kedua orang tuanya. Meski ia tumbuh dengan bergelimang harta, namun Kaa-sannya selalu mengajarkan ia untuk tidak berlebihan dalam hal apapun, terutama menyangkut uang.
Dan ia harus berterima kasih atas didikan Kaa-sannya itu yang membuatnya bisa membentengi diri dari orang-orang yang berkemungkinan untuk memanfaatkannya saat mereka mengetahui berapa banyak kekayaan yang dimiliki keluarganya.
"Tadaima." Bisik Kakashi ketika kakinya melangkah memasuki apartemennya yang senyap.
Tentu saja tak ada yang menjawab.
Kakashi meletakkan sepatunya di getabako yang terbuat dari pohon Sugi yang berumur dua ratusan tahun. Kakashi tak tahu pasti berapa umur pohon itu yang sebagian batangnya kini menjadi rak sepatu di apartemennya.
Sebagian besar furnitur di apartemennya dipilih oleh Tou-san dan Kaa-sannya, hingga ia merasa tidak enak kepada Yamato saat ia mengajaknya tinggal bersama. Untungnya Yamato tak mempermasalahkannya. Dia bilang bagus, karena mereka tak perlu repot mengisi apartemen. Juga menghemat uang.
Tanpa melepas kaos kakinya, Kakashi berjalan dengan tergesa menuju kamarnya. Ia sudah tak tahan melepas pakaiannya yang entah kenapa tiba-tiba saja membuat badannya terasa gatal. Ia ingin segera merasakan kesegaran air menerpa tubuhnya. Beruntung hari ini dia tak memiliki kelas pagi untuk diajar, sehingga ia bisa berendam sejenak untuk menghilangkan sisa pengar yang ia rasakan.
Kakashi membuka satu per satu kancing kemejanya dan melemparkannya ke dalam keranjang pakaian kotor yang ada di kamarnya. Dia melanjutkan kegiatan melepas pakaiannya itu pada kaos kaki dan celananya.
Diraihnya handuk bersih yang ada di dalam lemari, serta boxer bersih senada dengan boxer yang ia kenakan saat ini. Dengan santai menyampirkan handuknya pada bahu dan menyenandungkan melodi lagu favoritnya, Kakashi berjalan ke arah bathroom yang ada di sebelah kamarnya.
Apartemen mereka memang hanya memiliki satu bathroom.
Bukan masalah besar sebab dia dan Yamato memiliki jam kerja yang berbeda. Meski sesekali Yamato harus pergi pagi, seperti dirinya, untuk menghadiri rapat atau apapun-kegiatan-bisnis-yang-tak-ia-suka bersama ayahnya. Yeah, Yamato juga sama seperti dirinya, berasal dari keluarga berada. Ayah Yamato adalah Presiden Kazaya Group yang bergerak di bidang makanan dan akomodasi.
Sebenarnya ayah Yamato berharap banyak kepada putra satu-satunya itu, namun Yamato sendiri tak tertarik dengan bisnis hotel dan sejenisnya. Ia hanyalah seorang pria biasa yang tergila-gila dengan alkohol. But, not in negative way.
"Kakashi!"
"Yo!" Sahut Kakashi yang masih ada di dalam bathtub dengan buih-buih busa yang mulai meletus satu per satu.
"Tidakkah kau berpikir untuk menjual mobilmu itu dengan sesuatu yang lebih berguna?"
Ah, dasar Yamato, pria dengan selera buruk jika menyangkut soal mobil dan otomotif.
"Kau tau kan jika itu adalah edisi terbatas yang hanya ada 100 unit. Lagi pula sangat sulit mendapatkannya." Gerutu Kakashi.
"Bagus kalau begitu. Daya jualnya akan sangat tinggi kurasa."
Kakashi mengumpat teman seatapnya itu.
Meski Kakashi selalu diajarkan untuk hidup seadanya, tapi hobinya jauh dari kata sederhana. Pria kebanggaan Hatake itu menaruh minat pada mobil sport, seperti kebanyakan anak-anak dari keluarga kaya.
Sangat berbanding terbalik dengan Yamato yang selalu menggunakan transportasi umum kemanapun ia pergi. Kecuali jika supir ayahnya menjemputnya. Atau jika dia memiliki agenda untuk berkencan.
"Kau masih lama, Kakashi? Aku ada janji kencan dengan Yugao."
Belum sempat Yamato mengatupkan bibirnya, pintu bathroom telah terbuka menampilkan sosok Kakashi yang lebih tinggi tiga senti darinya.
"Kau tau kan jika aku seharusnya sudah berada di kampus jam segini." Decak Kakashi.
"Dan memangnya sepenting apa sih janji kencanmu itu sampai memburu-buru orang yang sedang mandi. Dasar tidak punya hati, membicarakan kencan pada seorang pria lajang penuh karisma sepertiku."
"Janji kencanku bahkan lebih penting dari seonggok mobil sport berwarna oranye norakmu itu." Ujar Yamato seraya memasuki bathroom.
"Dan omong-omong tentang pria lajang penuh karisma minim sopan santun itu, katakan kepadanya kalau dia berutang penjelasan kepadaku soal gadis yang membawanya pergi dari bar semalam tanpa memedulikan mobil kesayangannya."
"Terima kasih, akan kusampaikan pesanmu kepadanya." Teriak Kakashi yang sudah berada di walk in closet, memilih pakaian yang akan ia kenakan hari ini.
Tangannya sibuk menyibakkan kemeja demi kemeja berbagai warna yang tergantung di lemari, dia masih bingung dengan outfit yang akan digunakannya hari ini. Pilihannya jatuh kepada kemeja biru laut dari Nanamica, salah satu brand clothing favoritnya. Serta celana bahan hitam seperti biasa.
Kakashi sedang menimbang-nimbang hendak memakai dasi atau tidak ketika Yamato memasuki walk in closet.
"Apakah ada hal menarik di kampusmu yang tidak kuketahui selain gadis berambut pink itu yang membuatmu menghabiskan banyak waktu hanya untuk memilih pakaian yang akan kau gunakan?"
Kakashi menghela napas.
"Tidak bisakah kau membiarkanku memulai hari dengan tenang? Sehari saja?" Keluh Kakashi.
Yamato mengedikkan bahu mendengarnya. Dia tak memedulikan Kakashi dan lebih memilih untuk mulai berpakaian. Sudah sebulan lebih dia tidak berkencan dengan Yugao.
"Aku tidak akan mengganggumu saat kau sudah punya keberanian untuk mengajak Sakura berkencan."
"Kalau begitu doakan saja agar senpaimu ini cepat memiliki keberanian." Gerutu Kakashi, menekankan kata senpai.
Kakashi memang dulunya senpai Yamato saat mereka menempuh pendidikan di Saint Maur International School yang berada di Yokohama. Itulah mengapa mereka bisa bersahabat meski Kakashi dua tahun lebih tua darinya.
Kakashi sudah bersekolah di sana sejak preschool, sementara Yamato pindah ke Saint Maur saat Kakashi berada di Junior High School. Kakashi tanpa sengaja bertemu dengan Yamato yang tersesat di jalan pulangnya saat ia mengendap-endap keluar dari asrama untuk berlatih tenis di lapangan tenis dekat taman Yamate.
Dan dari sanalah pertemanan mereka dimulai.
"Ha'i, Senpai." Ujar Yamato tanpa sedikit pun gairah dalam suaranya.
"Jika kau mengantuk bukankah lebih baik Yugao datang kemari dan kalian berkencan di dalam rumah saja? Aku akan pulang ke Gotenyama jika kau mau." Tawar Kakashi.
Dia kini tengah menggulung lengan kemejanya menjadi 3/4 sebelum mengenakan arloji sporty dari G-Shock.
"Memang itu rencana kami. Aku hanya menjemputnya di bandara dan mungkin sarapan di luar. Atau membeli makanan lalu memakannya di rumah."
"Pastikan untuk membereskan kekacauan yang akan kalian buat." Pesan Kakashi. "Gunakan saja mobilku untuk menjemput Yugao."
"Tak perlu, aku sudah meminta mobil kepada asisten Tou-san. Jangan khawatir, Kakashi." Kata Yamato, melambaikan tangannya pada Kakashi tanpa membalikkan badan.
"Oh, dan kau tak perlu pulang ke Gotenyama. Aku tidak mengambil libur hari ini karena Yugao bilang dia ingin melihatku bekerja."
"Terserah kau saja." Kata Kakashi sambil lalu meninggalkan Yamato sendirian di walk in closet.
"Itte kimasu!"
Teriak Kakashi sembari mengenakan sepatu sneakers salah satu brand besar asal Amerika.
"Ittera!"
Kakashi keluar dari apartemen mereka dengan menenteng handbag di tangan kirinya. Dia memilih menaiki kereta pagi ini untuk menghilangkan pengar yang tersisa agar ia bisa fokus di kelas nanti. Butuh hampir satu jam dengan menaiki kereta untuk sampai di Fakultas Hukum Tōdai.
Setelah berjalan selama sepuluh menit, Kakashi sampai di Stasiun Ebisu. Dia harus menunggu lima menit sampai kereta yang melaju di jalur Hibiya datang. Sebenarnya alasan dia tak suka menaiki transportasi umum untuk pergi bekerja karena dia harus mengganti kereta, sebab tak ada rute kereta langsung dari Daikanyama menuju Tōdai.
Dan itu sangat tidak efektif. Atau seperti kata salah satu mahasiswanya yang cemerlang, Nara Shikamaru; mendokusai.
Kakashi kembali bergabung dalam lautan manusia yang berjalan turun di Stasiun Hongo-sanchome. Setelah sebelumnya ia berganti kereta di Stasiun Kasumigaseki. Dia memutuskan untuk membeli kopi di sebuah minimarket yang didominasi warna putih-biru, sebagai teman dalam perjalanannya menuju kampus.
Kakashi berjalan memasuki area kampus melalui Akamon, gerbang merah yang sangat bersejarah sebab merupakan salah satu dari bangunan yang masih bertahan dari zaman Edo. Melewati Aula Fukutake, Kakashi sampai di gedung 3 Fakultas Hukum Tōdai.
Beberapa mahasiswa menyapanya yang dia balas dengan anggukan kepala. Dengan langkah tegap ia menaiki tangga menuju lantai kedua bangunan di mana ruangannya berada.
Seorang laki-laki berambut kuning dengan mata safir telah berada di depan ruangannya. Mahasiswa yang terkenal suka berbuat onar. Sekaligus penerus sebuah firma hukum terkenal yang dimiliki oleh keluarga Namikaze.
"Ohayo gozaimasu, Hatake-sensei."
"Ohayo, ada perlu apa, Naruto?" Tanya Kakashi seraya membuka pintu ruangannya.
"Etto, ada yang ingin kubicarakan denganmu, Hatake-sensei." Jawab Naruto, terlihat gugup. "Jika Sensei ada waktu."
"Masuklah." Ujar Kakashi, mengedikkan kepalanya sebagai gestur untuk menyuruh Naruto mengikutinya masuk ke dalam ruangannya.
"Ha'i, Sensei."
Buru-buru Naruto mengikuti langkah Kakashi dan menutup kembali pintu ruangan Kakashi.
"Nah," ucap Kakashi sembari meletakkan handbag dan juga kopinya di atas meja kerjanya, lalu mendudukkan diri, "duduklah."
Naruto mengikuti perintah Kakashi dan turut mendudukkan dirinya pada kursi yang ada di hadapan Kakashi.
"Apa yang ingin kau bicarakan denganku, Naruto? Tidak biasanya aku melihatmu berada di kampus sepagi ini."
Naruto meringis mendengar perkataan Kakashi. Dia memang hobi terlambat dan bahkan sering membolos jika ada kelas pagi yang naasnya kelas Kakashi lah satu-satunya kelas pagi yang ia ikuti di semester ini.
"Ano, aku ingin meminta bantuanmu, Sensei."
"Bantuan apa yang bisa kuberikan kepada putra pengacara terhebat di seantero Jepang ini, Naruto?"
Ujung telinga Naruto memerah mendengar kalimat Kakashi. Wajahnya mengeras. Untuk sesaat dia terdiam, sebelum akhirnya membuka suara.
"Iie, sepertinya aku akan berbicara lain kali saja, Sensei."
Naruto hendak bangkit dari kursinya ketika Kakashi berkata, "Hontou desu ka?"
"Iie, chigaimasu. Sebentar lagi aku ada kelas, Sensei. Shitsureishimasu."
Begitu Naruto menutup pintu ruangannya, Kakashi menghenyakkan tubuhnya pada kursi kerjanya. Dia sebenarnya tahu bantuan apa yang diinginkan Naruto darinya. Pria berambut kuning jabrik serupa ayahnya itu pasti hendak meminta surat rekomendasi agar bisa magang di firma milik ayahnya.
Namikaze Minato adalah mentornya dulu saat ia masih menjadi mahasiswa hukum di universitas tempat ia kini menjadi dosen.
Hubungan mereka pun sudah seperti kakak-adik. Dan pria Namikaze itu sudah mengirimkan pesan kepadanya pagi tadi untuk mewanti-wanti agar dia tidak memberikan surat rekomendasi kepada Naruto sebelum anaknya itu memperbaiki nilainya.
Toh, mahasiswa mana yang tidak mau melakukan magang di firma hukum yang terkenal sukses dalam menangani berbagai persidangan penting itu.
Kakashi menghidupkan komputernya. Rutinitasnya saat memiliki waktu senggang, mengecek surel-surel yang ditujukan kepadanya. Kebanyakan surel dari mahasiswa yang memintanya untuk mereview jurnal mereka.
Di Tōdai mahasiswa tidak akan memiliki nomor pribadi para dosen, bahkan mahasiswa penanggug jawab kelas sekalipun. Para dosen selalu menggunakan alamat email dari kampus untuk memberikan informasi terkait kelas mereka. Dan sangat jarang mahasiswa mengirimkan surel untuk membuat janji temu. Mereka akan datang ke kampus pagi-pagi sekali untuk menunggui dosen yang hendak mereka temui, seperti yang dilakukan Naruto tadi.
Merasa sudah membalas semua surel yang perlu ia balas, Kakashi bersiap untuk memasuki kelas Etika dan Tanggung Jawab Profesi Hukum yang dia ampu untuk mahasiswa semester 5. Kelas yang selalu ia nantikan setiap minggunya.
Di mana ia bisa mencuri-curi pandang dengan leluasa kepada gadis yang telah menjadi pelabuhan hatinya dua tahun terakhir.
-TBC-
Hallo, Minna-san
Saya kembali dengan cerita baru yang sebenarnya ga baru, karena udah saya publish duluan di wattpad, hehe
Maaf ya kalau setiap akhir cerita saya selalu curhat T_T
Anw, sepertinya saya akan mengupload dua chapter sekaligus sepertinya, sebagai ucapan selamat tahun baru untuk kalian semua
Kindly to be a nice reader everyone, mind to RnR hehe
Semoga tahun ini lebih baik dari tahun-tahun sebelumya untuk kita semua di segala hal
Salam
