Hampir tiga minggu berlalu setelah kedatangannya kembali ke rumah ayah dan ibu.

Aurelia sedang merombak ruang keluarga miliknya agar dapat digunakan untuk menyimpan koleksi tanaman tropisnya. Seorang konsultan tanaman tropis dan ruang kaca tanaman tropis dari Univeristas Cambridge sedang mondar-mandir di dekatnya, yang satu memberikan rekomendasi tepat untuk perawatan tanaman hias tropis yang rapuh dan yang satunya lagi menceramahinya tentang pemeliharaan ruangan konservatori agar selalu dalam kondisi prima.

Kehadiran dua konsultan tersohor yang hanya menjawab panggilan dari klien elit adalah sedikit keuntungan yang Aurelia rasakan sebagai anggota masyarakat kelas atas. Ia memanggil keduanya setelah bisa memikirkan apa saja yang dapat ia lakukan pada rumah peninggalan orangtuanya. Tentu saja atas persetujuan suaminya.

"Apakah saya bisa melihat jalur aliran udara pada rumah ini? Saya harus melihatnya agar bisa memastikan titik mana yang harus diatur ulang secepatnya," sang konsultan ruang kaca bertanya sopan kepada Aurelia.

"Bisa, tentu saja bisa," jawab cepat Aurelia. "Martha, tolong pandu tuan ini untuk melihat-lihat bagian rumah yang harus beliau periksa," pinta Aurelia kepada pelayannya. Dengan takzim, Martha menuruti permintaan sang nyonya besar.

Sang konsultan ruang kaca bersuara kembali, "Jika diperbolehkan, saya ingin melihat denah rumah ini. Supaya saya bisa menggunakannya untuk referensi arahan pada tim arsitek nanti."

"Baiklah. Martha, denahnya."

Sekali lagi, Martha tetap bersikap patuh. Menundukkan kepala dengan hormat, Martha melakukan semua yang diperintahkan nona kecilnya. Sang pelayan tua itu membawakan kertas kusam yang mengandung denah rumah tua milik keluarga Hartwick, milik orangtua kandung Aurelia. Tanpa kata, ia memimpin jalan bagi sang konsultan rumah kaca untuk melakukan pekerjaannya.

Ditinggalkan oleh keduanya, Aurelia langsung memusatkan perhatian pada sang konsultan tanaman tropis. Mendapat atensi penuh dari kliennya, sang konsultan tanaman tropis langsung bersemangat memberikan jasanya.

Bagaimana tidak? Di mata sang konsultan tanaman tropis, sungguh suatu kehormatan dapat menjalin hubungan profesional dengan istri pengusaha terkaya di seluruh Britania Raya. Sang konsultan tanaman tropis takkan menyia-nyiakan kesempatan ini!

"Nyonya Jones, saya sungguh tak menyangka Anda akan membangun koleksi tanaman hias tropis di Yorkshire yang dingin dan tak dapat diprediksi," mulai sang konsultan tanaman tropis berbicara. "Saya sudah mendengar reputasi taman bunga milik keluarga Jones yang termahsyur. Keragaman taman Anda selalu menjadi topik pembicaraan hangat di kalangan teman-teman saya di Cambrigde!"

Aurelia merendahkan pandangan sepersekian detik, lalu kembali menatap lurus ke arah sang konsultan tanaman tropis. "Kebetulan keluargaku memiliki tukang kebun yang sangat hebat, jadi pujian tersebut lebih tepat sasaran jika diberikan kepada Bill, tukang kebun kami," balas Aurelia dengan rendah hati.

Sang nyonya besar sudah berkali-kali mendengar pujian itu dari mulut orang-orang yang selalu berbasa-basi dengannya. Variasinya macam-macam: teman-teman di Grosvenor Square selalu memuji kebun bunga Nyonya Jones atau seorang wakil rakyat di Dewan Bangsawan tidak berhenti membicarakan ratusan varian bunga mawar indah di rumah Tuan Jones dan sebagainya. Pujian itu akan dilanjutkan dengan percakapan lanjutan yang menjemukan. Skenario terburuk: membahas gosip tak penting yang menguras tenaga.

Membayangkan skenario terburuk itu membuat hati Aurelia mendung karena was-was.

Apa yang ada di hati terefleksi di wajah. Sang konsultan tanaman tropis terheran saat membaca wajah kliennya, tak menyangka suasana hati kliennya akan berubah. Bahu sang konsultan menegak sedikit lebih kaku, memutar otak agar bisa menggiring arah pembicaraan ke arah lain: "Apakah Anda punya konsep ruang taman indoor yang diinginkan?"

Pertanyaan itu membuat Aurelia bebas dari awan mendung.

Untuk itu, sang wanita jelas punya jawabannya.

"Aku ingin tamanku dibuat seperti Crystal Palace," ungkap Aurelia dengan penuh semangat. Pipi wanita itu terlihat memerah segar tatkala melanjutkan, "penuh dengan tanaman berukuran tinggi, besar, gemuk, dan indah! Jangan terlalu banyak bunga. Didominasi tanaman tropis saja, supaya berbeda dengan koleksi tanaman di rumah London sana."

Mendengar rentetan permintaan Aurelia, dengan buru-buru sang konsultan tanaman tropis mencatat semuanya di buku agenda miliknya. "Apakah ada tanaman khusus yang ingin Anda miliki?" pancing sang konsultan tanaman tropis.

"Hmm, pohon pisang? Terus, pohon palem yang gemuk dan besar seperti di Timur Tengah? Aku pernah melihatnya dari koleksi majalah petualangan yang dimiliki ayahku. Lalu, apa lagi … Daun lidah mertua yang banyak sekali. Habis itu, daun kuping gajah, beberapa bunga anggrek juga. Anggreknya jangan terlalu banyak, supaya masih didominasi sama tanaman hijau. Tambah lagi—"

Martha, yang kembali ke tempat sang nona berada dengan membawa sebaki teh poci dan satu set cangkir-cangkir, menahan diri agar tidak tersenyum lebar di depan para tamu. Nona Aurelia terlihat bersemangat membahas tanaman-tanamannya, membuat sang konsultan muda hampir terseok-seok mengikuti arah pembicaraan karena sang nona tak berhenti membahasnya.

Senang melihat sang nona yang tak lagi muda itu kembali menjadi sosoknya dahulu kala.