Kuroko no Basuke Fanfiction

Disclaimer : Fujimaki Tadatoshi

I just borrow his Chara

Warning!

As you know, there will be so much typo, AU, OOC, and so much more.

Read first, and please give me your Review.. It's my pleasure...

Pemeran Utama :

Akashi Seijuurou

Kuroko Tetsuya

Please Enjoy..

UNDEFINED

Chapter 5: "Waktumu sudah habis, setan kecil."

"Oi Kuroko, tampaknya kau sudah sembuh."

Aku berbalik setelah mendapati 'sapaan' seperti itu. Hal pertama yang terlihat olehku adalah sebuah tangan besar berwarna coklat tua, persis seperti kaki babi. Aku mendongak untuk melihat siapa yang menahanku dan di depanku berdiri seorang tinggi besar, berkulit hitam dan persis seperti raksasa.

Ia menampilkan wajah yang paling kubenci; wajah meremehkan.

Siapa dia?

"Jason Silver," desis Ogiwara di sebelahku. Aku menatap Ogiwara yang memberi tatapan muak pada pemuda raksasa bernama Jason Silver dihadapanku. Melihat namanya tampaknya ia bukan orang Jepang asli.

Ia menyeringai menatapku dengan bibirnya yang penuh dengan tindikan. Aku meringis jijik.

"Jauhi dia Silver," kata Ogiwara sambil menepis tangan-kaki-babi-milik Jason dari pundakku. Seketika tangannya lepas, aku merasa seperti melepaskan beban dunia dari pundakku.

"Sekarang kau punya pengawal, eh? Pengawal sesama monyet," katanya sambil tergelak. Kutatap Ogiwara yang wajahnya seperti ingin melayangkan tinju telak ke arah wajah sengak milik Jason, sementara aku berpikir untuk mencincang lidahnya yang tidak tahu aturan bahasa.

Ogiwara menarik tanganku. "Ayo kita masuk kelas Kuroko," katanya.

Namun pergerakannya terhenti. Jason Silver sedang menahan bahuku lagi. Kali ini ia tidak segan-segan melingkarkan tangan-kaki-babi-nya ke sekeliling leherku. Aku merasa seperti Atlas yang dihukum oleh Zeus. "Aku belum selesai bicara, monyet-monyet," katanya lagi.

Kusentak lepas lengan besarnya dan kutatap ia berang. "Jangan mencoba menyentuhku dan tolong jaga bahasamu."

Ia menatapku seolah terkejut kemudian kembali tertawa terbahak-bahak. Ia menunduk hingga wajahnya sejajar dengan wajahku. Sungguh, aku tidak tahu siapa dia, namun yang jelas aku tahu bahwa ia bukanlah orang baik-baik dan ia tampak berbahaya.

Di depanku, aku mampu melihat jelas tindikan di sekitar bibirnya, dan ketika ia membuka mulut untuk berbicara aku juga melihat tindikan di lidahnya. Tipikal orang-orang yang sangat kubenci. "Kau mulai berani ya sekarang. Kau pikir akan ada yang berubah meski kau sakit?" tanyanya dalam nada rendah. Tanganku sudah gatal ingin menghajarnya.

"Silver, Kuroko baru saja sembuh," kata Ogiwara. Nada yang dipakai lebih hati-hati dan penuh dengan kewaspadaan. Ia menatap Ogiwara.

"Apa itu artinya aku diperbolehkan ketika ia sudah sembuh? Hei, temanmu baru saja menjualmu," katanya dengan nada mengejek dan terkekeh. Aku menatapnya jijik.

Ia mengangkat kepalanya lagi dan menarik tanganku kasar hingga aku merasa perih di kulitku. "Melihat wajahmu tampaknya kau sudah pulih benar."

Aku menyentak lepas tangannya yang mencekal lenganku erat. Tenaganya kuat sekali, hingga ada bercak merah muda di tempat bekas ia mencekalku. Ia menatapku dengan pandangan terganggu. "Kau berani membantah sekarang?" ia merendahkan suaranya. "Kau lupa statusmu sekarang apa, pengkhianat? Hm?"

Tubuhku membeku.

Pengkhianat.

Ini dia. Dia mengucapkan kata itu. Kata yang selalu menghantui pikiranku. Kata yang selama ini Tetsuya sembunyikan rapat-rapat dariku. Kata yang menjadi 'alasan' Tetsuya untuk bunuh diri.

Ia terkekeh melihat reaksi spontan yang kukeluarkan. Aku ingin sekali memaksanya buka mulut dan menceritakan apa yang telah terjadi. Namun melihat sifat orang di depanku, itu hal paling mustahil yang pernah ada.

"Enyahlah Jason Silver," kata Ogiwara lagi. Ia kembali menarik tanganku, membimbingku masuk kelas. Namun rasanya Jason Silver juga tidak menyerah karena ia kembali menarik tanganku. Dan tenaganya lebih kuat dari Ogiwara. Ia lebih besar dan lebih hitam dari Eikichi Nebuya. Oke, perbandingan yang tidak penting.

Aku benar-benar akan melayangkan sebuah pukulan telak padanya jika bukan sebuah suara berat menginterupsi.

"Jason Silver."

Jason Silver dan aku melihat ke arah sumber suara.

Dari koridor, adalah seorang lelaki tinggi (lagi) dengan rambut berwarna hijau lumut. Rahangnya keras dan tatapannya tajam. Ia memakai kacamata dan dia membawa… Apa itu figure sebuah karakter dari Sailor Moon?

Jason Silver mendesah berlebihan. "Midorima Shintarou. Ada apa gerangan kau berjalan-jalan dengan membawa sebuah figure wanita?" Ia bertanya dengan nada merendahkan.

"Ini lucky item, nanodayo," jelasnya sambil membenarkan kacamatanya yang bahkan menurutku tidak melorot. Sekilas ia menatapku dan aku merasa bahwa untuk sejenak emosinya berubah sebelum ia kembali menatap tajam Jason Silver.

"Jangan membuat masalah di koridor, Silver," katanya memperingatkan.

Jason Silver memutar matanya malas. "Jangan bilang kini kau menjadi pengawal monyet ini. Basi sekali Midorima."

"Aku bukan pengawal siapapun dan tolong jaga bahasamu." Ia berjalan mendekat ke arah Jason Silver. "Kau tahu bahwa 'dia' tidak ingin 'kita' membuat keributan yang mencolok 'kan?"

Sekejab, Jason Silver terdiam. Lalu dengan tidak rela ia melepaskan tanganku kasar sambil mendecih. "Dasar brengsek. Kau memang pengganggu, sialan." Setelah ia berkata seperti itu, ia berbalik pergi sambil menggerutu. Diam-diam aku menarik napas lega.

Aku menatap orang bernama Midorima Shintarou ini. "Ano, Arigatou Midorima…-kun," kataku.

Ia menaikkan kacamatanya lalu kembali menatapku. "Setidaknya jangan diam saja ketika orang itu menarikmu, bodoh. Bukannya aku peduli padamu atau apa, hanya saja melihat keributan di koridor itu bukanlah sesuatu yang menyenangkan," katanya sambil membenarkan lagi kacamata yang bahkan tidak turun.

Ada apa dengan orang ini?

Dan lagi, ia menyebutku bodoh?

"Aku tidak bodoh," kataku refleks. Ia berdehem.

"Sudahlah, itu tidak penting. Yang jelas sekarang kau sudah sembuh dan masuk sekolah. Bukannya aku ingin kau cepat sembuh dan masuk sekolah, aku hanya lewat koridor ini saja," katanya lagi. Orang ini sebenarnya kenapa? "Bukan berarti aku ingin mengecek keadaanmu karena aku lewat kelasmu. Hanya kebetulan saja," lanjutnya.

Aku hanya bisa mengangguk setengah hati. Dia ini tulus tidak sih mencemaskan 'Kuroko Tetsuya'?

"Sudahlah Midorima, tidak perlu se-tsundere itu. Tapi terimakasih ya," kata Ogiwara.

Midorima Shintarou hanya mendengus. Ia melengos pergi ketika bel masuk berbunyi nyaring.

Ogiwara merangkulku bersahabat. "Lihat? Bahkan sebelum kau memberitahunya bahwa kau sudah sembuh, ia sudah mengecek sendiri keadaanmu. Ia benar-benar khawatir padamu."

Aku tidak tahu harus menjawab apa.

Pikiranku kini dipenuhi oleh sosok Jason Silver dan 'pengkhianat'. Apa Jason Silver itu salah satu dari 'mereka' yang membuat Tetsuya tertekan?

Lalu, percakapan singkat Midorima dan Silver, tentang 'dia' dan 'kita', itu apa maksudnya?

.

.

.

Pelajaran Matematika pun sudah tidak mendapat perhatianku lagi. Aku ingin cepat-cepat sekolah ini berakhir dan menyelidiki tentang semua yang tidak kuketahui.

Aku mendesah lega bersama dengan murid-murid yang lain ketika bel berbunyi, hanya saja desahan yang berbeda makna dengan mereka. Jika mereka mendesah lega karena bisa terbebas dari semua kumpulan rumus, aku lega karena aku bisa menyelidiki Jason Silver atau Midorima Shintarou. Tampaknya mereka berdua yang tahu pasti apa yang sebenarnya telah menimpa Tetsuya.

"Nee Kurokocchi, bagaimana jika kita mampir ke MajiBa dulu sebelum pulang?" tanya Kise Ryouta sesaat guru matematika meninggalkan kelas. Ia menatapku dengan pandangan berbinar yang terkadang membuatku berilusi bahwa ia itu sebenarnya Dewa Matahari turun menjelma ke bumi. Oke, berlebihan.

"Sumimasen, tapi aku masih ada urusan," kataku.

Ada hal yang lebih penting dari sekedar duduk-duduk di dalam restoran cepat saji dan berbincang.

Ia memajukan bibirnya seperti seorang anak kecil yang sedang kesal pada orangtuanya karena tidak dibelikan es krim. "Mou~ Kurokocchi masa tidak mau jalan bersamaku? Aku traktir Vanilla Milkshake deh~" katanya merayuku.

"Sumimasen, tapi aku ada urusan penting," kataku menolak lagi. Kise melebarkan matanya.

"Urusan sepenting apa sampai kau mengabaikan Vanilla Milkshake secara gratis?" tanyanya yang menurutku terlalu berlebihan. Namun aku kembali mengingat bahwa Tetsuya sangat-sangat mencintai minuman bernama Vanilla Milkshake dan wajar saja jika ia bereaksi seperti itu.

Aku mengulum bibir bagian bawahku, mencari alasan logis bagi seorang 'Kuroko Tetsuya' yang menolak segelas Vanilla Milkshake. "Aku harus… mengikuti pelajaran tambahan fisika sepulang sekolah," kataku bohong.

Kise menaikkan alisnya. "Pelajaran tambahan?"

Aku mengangguk. "Begitulah. Kau tahu, aku absen selama satu minggu. Dan sensei memintaku untuk mengikuti pelajaran tambahan untuk mengejar ketertinggalanku." Akashi Seijuurou yang pandai berbohong.

Ia tampak berpikir sejenak sebelum mengangguk enggan. Kise lalu berpaling pada Ogiwara yang masih berkutat dengan buku pelajarannya meski beberapa waktu yang lalu bel sudah berbunyi. "Nee Ogiwara, mau menemaniku ke MajiBa?" tanyanya.

"Maaf Kise, tapi aku masih ada remedial matematika dan sejarah setelah ini," katanya sambil tidak mengalihkan pandangan dari buku pelajaran yang di depannya. Kise mendesah berlebihan.

"Masa aku harus ke MajiBa sendiri sih? Menyedihkan sekali ssu~" rengeknya. Lalu mendadak ia kembali bereskpresi seolah sudah menemukan jawabannya.

"Aku one-on-one saja dengan Aominecchi dan minta traktir Kagamicchi! Ya! Ide bagus!" serunya pada dirinya sendiri. Ia lalu berbenah dengan cepat lalu bangkit. "Ogiwara, Kurokocchi, aku duluan ya~" katanya riang sebelum keluar kelas diiringi dengan senandung.

Aku hanya mengerjap, tidak mengerti mengapa mood-nya bisa berubah secepat itu. Tapi itu tidak penting lagi. Sekarang ada kenyataan yang harus kubongkar di depanku.

Setelah beberapa saat Kise keluar kelas, Ogiwara menatapku. Ia memandangku dengan pandangan menyelidik. "Apa kau akan baik-baik saja mengikuti pelajaran tambahan?" tanyanya.

Aku mengangguk.

Ia kembali menatapku resah. "Tapi, bagaimana jika Jason Silver menemukanmu lagi? Aku tidak ada dan Midorima juga tidak bisa secara 'kebetulan' bertemu denganmu," katanya. Aku menghormati rasa cemasnya. Tanpa sadar aku mengulum senyum tipis. Ternyata masih ada orang yang peduli pada Tetsuya.

"Aku… akan berusaha menghindarinya," jawabku hati-hati.

Ia tampak belum puas mendengar jawabanku. "Tapi bagaimana kalau Jason Silver membawa yang lain? Seperti yang ia lakukan beberapa minggu yang lalu?" katanya lagi.

Aku terdiam. Jadi, masih ada lebih banyak orang lagi yang sama brengseknya dengan Jason Silver itu? Telingaku terasa panas ketika mendengarnya dan aku mengepalkan tanganku. Jadi bukan hanya si keparat Jason itu yang menyebabkan Tetsuya tertekan, namun masih ada koloni-koloninya dan mereka tahu status pengkhianat Tetsuya.

Kepalaku hampir pecah jika aku terus memikirkan hal-hal yang masih tampak buram dan tidak jelas. Ini sama seperti berusaha melihat jalan raya ketika semuanya tertutup oleh kabut tebal dan jarak pandang bahkan tidak sampai satu meter. Kebenaran tertutup kabut tepat di depan mataku.

"Kuroko, kau baik-baik saja? Aku minta maaf jika mengingatkanmu pada kejadian itu lagi," katanya, nada suaranya melembut. "Tapi aku benar-benar tidak mau kejadian seperti itu terulang lagi."

Aku menarik napas, mencoba menahan diriku.

Aku menggeleng kaku. "Tidak apa-apa Ogiwara…-kun. Aku bisa menjaga diriku sendiri."

.

.

.

Koridor sekolah sepi dengan cepat. Lagipula itu wajar saja, karena jika aku hanya merupakan siswa biasa yang tidak ada urusan lagi di sekolah, maka aku juga memutuskan untuk cepat pulang daripada bersantai-santai di sekolah.

Aku melangkah menuju loker sepatu.

Sebenarnya meski aku berencana untuk menyelidiki, namun aku tidak tahu apa sebenarnya yang harus kuselidiki, mulai dari mana, siapa yang harus kutanya, atau dimana aku harus memulai. Tidak ada yang tahu bahwa aku bukanlah seorang Kuroko Tetsuya dan aku tidak memiliki memori apapun tentang semua hal yang Tetsuya lalui selama di SMA Teikou ini.

Aku jadi ingin menangis rasanya.

Sesampainya aku di loker sepatu, kuganti lagi sepatuku dan bersiap pulang dan mencoba membuat daftar kemungkinan ketika seseorang mencengkram bahuku kasar.

"Oi. Kau tidak berpikir bisa kabur semudah itu dariku 'kan?"

Badanku di putar kasar dan di dorong hingga membentur loker di belakangku. Bunyi nyaring akibat benturan antara punggungku dan loker bergema di koridor yang sepi.

Jason Silver berdiri dihadapanku dengan pandangan yang sama seperti yang ia tunjukan padaku tadi siang.

Ia menyeringai. "Dimana para pengawalmu? Tidak ada eh?" tanyanya mencemooh. Aku jadi ingin meludahinya.

"Jangan ganggu aku Silver," kataku mencoba mengabaikan tatapannya yang membuatku jengah.

Ia mengangkat sudut bibir yang penuh dengan tindikan. "Kau tidak mencoba mengusir atau mengaturku 'kan, monyet kecil?" Ia menunduk menatapku. Rambutku dijambaknya hingga kepala bagian belakangku membentur loker. Aku dipaksa menatapnya.

"Waktumu sudah habis, setan kecil. Kau harus tahu diri, dasar pengkhianat," desisnya langsung tepat di wajahku hingga aku nyaris saja melayangkan sebuah pukulan untuk mematahkan hidungnya dan merusak wajah brengseknya.

Dengan gerakan kasar dan tidak pernah kuduga sebelumnya, ia menarikku (atau lebih tepatnya menyeretku sekaligus menjambakku) kembali memasuki koridor sekolah yang sudah sepi.

Ubun-ubun kepalaku yang dijambak terasa sakit dan aku berusaha mencakarnya agar ia melepaskanku. Tapi itu tidak berpengaruh baginya. Ia semakin menyeretku saat tahu aku memberontak.

Di dalam pandanganku yang terasa berkunang-kunang, ia membawaku ke belakang gedung utama dan menuju sebuah pintu bertuliskan 'Gudang Lama'. Jantungku semakin berpacu cepat dan aliran listrik seolah menyengatku secara bersamaan.

Mau apa dia dengan membawa 'Kuroko' ke dalam gudang? Pikiranku kembali dinaungi oleh pikiran-pikiran jelek dan itu semakin memperburuk firasatku. Ia menyeringai kembali kepadaku sebelum ia membuka pintu gudang itu dan menyeretku masuk.

Untuk sesaat aku merasa pangling ketika memasuki 'Gudang' tersebut. Maksudku, seharusnya jika itu Gudang, maka berbau apek, banyak debu, gelap dan banyak barang-barang yang tidak terpakai adalah segala sesuatu yang menyambutku.

Bukannya sebuah ruang tamu model sederhana dengan AC yang berdengung dan membuat seisi ruangan dingin.

Aku mengerutkan dahiku bingung ditengah usahaku untuk melepaskan diri.

"Apa kau merindukan tempat ini?" tanyanya lagi yang tidak mesti kujawab.

Tempat apa ini?

Apa 'Gudang' itu hanya kamuflase? Tapi untuk apa?

Ia mendorongku hingga aku nyaris jatuh tersungkur di tengah ruangan kalau saja aku tidak segera menyeimbangkan tubuhku dengan cepat.

"Kau tidak membuat masalah lagi 'kan, Silver?"

Jason Silver tertawa mendengar pertanyaan dari seseorang yang tidak kuketahui. Kepalaku masih pusing dan aku masih mempelajari situasi yang sedang kuhadapi ini.

Secara sekilas, ini tampak seperti ruang OSIS atau ruang Kepala Sekolah. Setelah ruang tamu yang berisi beberapa sofa dan meja kaca, terdapat meja bundar tempat biasa OSIS rapat, dan di ujung meja bundar itu, terdapat meja besar yang kutebak itu milik Ketua.

Kebanyakan anggota sedang bersantai di sisi lain ruangan, namun ada pula yang sedang berdiskusi di meja rapat. Di meja Ketua duduk seseorang yang tidak bisa kulihat wajahnya karena mataku yang berakomodasi maksimum dan pikiranku yang terbagi.

"Masalah? Apa aku tampak membuat masalah?" tanyanya balik.

Orang yang tadi bertanya hanya mendengus. "Aku melihat si kacamata aneh itu menegurmu di koridor. Apa itu bukan membuat masalah namanya?"

Jason Silver mendengus. "Masalah yang kau sebutkan itu adalah monyet kecil yang kuseret ini. Lagipula si aneh yang suka membawa barang-barang wanita itu tidak akan bisa melarangku sekarang," dengus Jason.

Entah kenapa aku sangat tidak menyukai cara mereka membicarakan Midorima Shintarou. Memang aku baru pertama kali bertemu dengannya, namun aku bisa tahu bahwa Midorima Shintarou adalah orang yang jauh lebih baik dibandingkan Jason Silver keparat di hadapanku ini.

Ia menatapku dengan pandangan yang membuatku jengah lagi. Perlahan, ia maju mendekatiku sementara aku refleks mundur. Bisa saja ia langsung melakukan hal-hal yang tidak ingin kupikirkan.

"Oi Silver. Kudengar dia baru pulih dari kecelakaan, jadi jangan kasar-kasar padanya," kata seorang lagi yang tidak kuketahui siapa.

Jason Silver tertawa. "Itu bukan masalah bagiku. Toh sejak awal aku tidak peduli jika monyet ini hancur sekalipun," katanya.

Oke, boleh aku meludahinya sekarang?

Dia baru saja menginjak-injak harga diri Tetsuya di hadapanku dan tidak ada yang boleh melakukan hal itu pada Tetsuya.

"Hoo. Pandangan matamu garang sekali hari ini. Tapi tenang saja, itu tidak akan lama lagi sebelum kuubah pandanganmu."

Ia terus maju dan aku terus mundur hingga pinggangku membentur meja. Rasa nyeri pun kuabaikan.

"Jangan mendekatiku," kataku.

Ia tertawa. Tawa nyaring yang jelek. "Kau takut? Padahal kau sudah biasa, tapi tetap saja kau ketakutan. Monyet memang monyet."

Lama-lama aku kesal sendiri karena sedari tadi ia terus menyebut 'monyet' dan 'monyet'. Memangnya dia tidak punya kaca di rumahnya bahwa yang wajahnya mirip monyet itu siapa?

"Kau tidak punya kaca di rumah? Mengacalah terlebih dahulu sebelum mengatakan orang monyet," balasku tanpa bisa kutahan. Dan itu adalah pilihan yang paling buruk.

Dengan gerakan cepat ia menjambak rambutku dan semakin menghimpitku antara meja dan dia. Oke, ini sangat menjijikan. Pinggangku kembali terasa nyeri namun aku tidak mau mengakuinya. Kulirik anggota yang lain dan tampak tidak ada yang peduli atau bahkan melarangnya yang mungkin akan melakukan hal-hal tidak senonoh. Ada apa dengan mereka? Apa mereka ketakutan pada Jason Silver?

Dia semakin mendekatkan diri hingga hidungnya nyaris bersentuhan dengan hidungku. Tanpa bisa kutahan lagi, aku meludah tepat di wajahnya.

Dalam sekejab ia kaget dan gerakannya terhenti. Melihat kesempatan itu, kudorong kuat tubuhnya dan kutendang sampai ia terhuyung dan menabrak meja kaca.

Jantungku masih berdetak keras dan kakiku terasa sedikit lemas, namun aku berusaha menggerakkan tubuhku untuk menjauh dari ruang 'Gudang' itu.

Sekilas, kulihat Jason Silver yang menggerung marah dan dengan cepat aku memutar kenop serta berlari keluar dari ruang laknat itu.

Namun itu tidak membuat serta merta aku aman atau apa. Jason Silver dan (brengseknya) anggota yang lain ikut mengejarku. Aku mempercepat lariku hingga kembali memasuki bangunan utama.

Di saat seperti ini aku sedikit bersyukur bahwa aku ini seorang pemain basket. Setidaknya aku tidak akan kehabisan napas di tengah jalan dan menggali kuburan sendiri.

Oke, lupakan soal menyelidiki. Sekarang aku, Akashi Seijuurou harus menyelamatkan diri dari kejaran massa.

Naik ke lantai dua, menyusuri koridor, dan naik ke lantai tiga. Ini terasa seperti fartlek, bedanya fartlek yang ini taruhannya nyawa. Hingga aku berada di ujung lantai tiga, aku terjebak. Pintu yang menuju balkon rupanya sudah dikunci oleh petugas kebersihan. Menggedor-gedor pun tidak akan ada gunanya.

Dengan napas terputus-putus, aku kembali menyusuri ruangan mana yang bisa kujadikan tempat bersembunyi dan lantai tiga bukanlah pilihan tepat jika ingin bermain petak umpet.

Aku baru tahu bahwa lantai tiga hanyalah lantai khusus untuk labolatorium. Berderet dari kiri ke kanan, lab biologi, lab kimia, lab fisika, dan lab bahasa. Serta pintu menuju balkon.

Dan, ketika gerombolan massa itu sudah nyaris berada di lantai tiga, tiba-tiba pintu lab biologi terbuka dan aku ditarik secara paksa untuk masuk ke dalamnya.

To Be Continued

A/N: Entah kenapa, menjelang H-sekian UN, saya semakin semangat menulis. Jika keadaan seperti ini, saya tidak tahu harus senang atau sedih, karena saat saya ingin belajar, saya jadi ingin nulis dan ketika saya ingin nulis, tidak ada satu inspirasi pun menghampiri saya.

Nah, semoga chapter ini berkenan di hati para pembaca. Saya update cerita tidak akan menentu. Bisa cepat tapi bisa juga sangaaaaaat lambat, tergantung kondisi waktu dan kemauan dan tuntutan kewajiban (?).

Lalu, maafkan saya jika saya tampak seperti 'menyiksa' 'Kuroko Tetsuya' di sini. Tapi jangan khawatir, masih banyak 'penyiksaan' di chapter-chapter selanjutnya.

Terakhir…

Kritik, saran dan komentar selalu diterima.