Kuroko no Basuke Fanfiction

Disclaimer : Fujimaki Tadatoshi

I just borrow his Chara

Warning!

As you know, there will be so much typo, AU, OOC, and so much more.

Read first, and please give me your Review.. It's my pleasure...

Pemeran utama :

Akashi Seijuurou

Kuroko Tetsuya

Please Enjoy..

UNDEFINED

Chapter 7: Rapat

Dinginnya pendingin ruangan adalah hal yang pertama kali kurasakan. Lab bahasa tampak gelap dan tidak ada tanda-tanda ada orang datang sebelumku. Aku mengerutkan dahi. Apa benar disini tempat yang dijanjikan? Atau ada lab bahasa lain di sekolah ini dan aku salah alamat?

Aku hampir saja berbalik jika tidak ada suara yang menyerukan 'Kuroko'.

"Kuroko-kun!" seru seseorang. Aku menoleh ke belakang dan mendapati seorang pemuda setinggiku dan berambut hitam sedang melambai ramah kearahku. Di belakangnya adalah Midorima Shintarou dengan gayanya yang biasa dan masih dengan memegang majalah gadis. Apa ia tidak malu berjalan-jalan sepenjuru sekolah dengan majalah gadis?

Pemuda yang berambut hitam itu langsung merangkulku akrab. "Duh… Kok nggak langsung ngomong kalau sudah sembuh? Aku khawatir," katanya setengah merajuk.

Di tengah kebingungan, aku hanya menunjukkan wajah tidak enak. "Sumimasen."

"Nah, tidak apa-apa. Aku dengar dari Shin-chan kalau kau langsung diundang oleh'nya' ya? Ini pasti penting sekali," katanya.

Aku hanya diam. Ia merendahkan suaranya sampai berbisik. "Apa lagi jika anggota lain tahu. Bahaya 'kan?"

Aku merasa bahwa aku pusing karena setiap kata-katanya tidak ada yang kumengerti. Jadi aku hanya menatap ke depan dan berharap kenyataanlah yang kutemui untuk kasus Tetsuya.

Pemuda yang merangkulku itu mendadak tertawa. "Jangan buat wajah ketakutan seperti itu dong, Kuroko-kun. Aku hanya bercanda. Ber-can-da~" katanya riang. Aku hanya meringis gugup.

"Oi Bakao, jangan membuatnya bingung," tegur Midorima yang berada di belakang kami. Orang yang disebut 'Bakao' itu hanya menatap Midorima dengan kesal dan menjulurkan lidahnya.

"Shin-chan terlalu kaku. Tidak seru nih!" protesnya. "Dan aku tidak mau disebut 'Bakao' oleh orang yang membawa majalah perempuan kemana-mana," tambahnya.

Midorima hanya mengangkat kacamatanya yang bahkan tidak melorot. "Ini lucky item, nanodayo. Dan kau memang 'Bakao'," katanya.

"Yeah, dan kau tsundere," balasnya. "Ayo masuk Kuroko-kun. Kita tinggalkan saja si tsundere ini sendirian," lanjutnya sebelum Midorima membuka mulut lagi untuk membalas ejekan pemuda yang sedang merangkulku sambil berjalan lebih dalam ke lab bahasa.

Pemuda itu membuka pintu lain di dalam lab bahasa dan aku merasa seperti ia menyeringai ke arahku di dalam gelapnya lab bahasa. Pintu terbuka dan hal pertama yang kulihat adalah meja besar bundar tempat rapat.

Sudah duduk beberapa orang di dalam ruangan itu dan ketika pemuda itu membuka pintu, semua mata tertuju pada kami.

"Takao Kazunari, Midorima Shintarou, dan… Kuroko Tetsuya," panggil seseorang yang duduk di ujung meja. Kami bertiga masuk ke dalam ruangan itu.

Aku memperhatikan sekeliling dan… ada Jason Silver di dalamnya. Kenapa orang itu ada dimana-mana? Ia menatapku garang dan aku berusaha tidak melihat ke arahnya. Kulihat lagi ke arah lain dan mendapati seorang pemuda berambut ungu dengan badan bongsor sedang menatap kami bertiga malas. Di mejanya ia makan dengan rakus dan banyak remah-remah berserakan dan tampaknya ia tidak peduli.

"Mido-chin, Takao-chin lama sekali sih~ Aku menunggu sampai lapar lagi~" katanya dengan malas. "Are? Kuro-chin kenapa ada disini?" tanyanya melihat aneh ke arahku.

"Dia diundang, nanodayo. Dan jangan berbicara sambil makan, Murasakibara," tegur Midorima.

"Cih! Mendokusai," gerutu seorang lelaki hitam berambut biru tua. Ia menatapku dengan tatapan malas nan aneh dan aku tidak menggubrisnya.

"Dai-chan! Jangan begitu," tegur seorang perempuan berambut merah muda yang duduk di sebelahnya. Ia menatapku sambil tersenyum antara lembut dan kasihan. "Tetsu-kun, selamat atas kesembuhanmu," katanya.

Aku mencoba tersenyum. "Arigatou gozaimasu."

"Oi monyet kecil, jangan kira urusan kita sudah selesai," geram Jason Silver. Aku hanya menarik napas, mencoba mengontrol perasaanku. Urusan kita sudah selesai dan enyahlah Jason Silver.

"Duduklah kalian bertiga," titah orang yang berada di ujung meja. Aku masih belum bisa melihat wajahnya karena penerangan yang samar-samar dan orang itu membelakangi cahaya. Wajahnya hanya berupa siluet.

Midorima dan Takao duduk bersebelahan di sebelah kiri pemuda berambut ungu yang kuketahui bernama Murasakibara. Aku sendiri duduk di kursi yang tersisa dan itu artinya di antara Jason Silver dan seorang gadis berambut merah muda.

Aku menahan erangan muak. Kenapa 'Kuroko' harus terus berurusan dengan Jason Silver?

"Tetsu-kun, apa sudah baikan?" tanya gadis itu sopan padaku. Aku mengangguk untuk menghargai pertanyaannya.

Ia tersenyum lega mendengarnya. "Syukurlah," katanya sangat lega.

"Cukup basa-basinya," kata orang itu. Seketika semua mendadak diam dan memperhatikan orang itu. Jason Silver duduk langsung di sebelah kanan orang itu dan karena aku duduk di sebelah Jason Silver, aku bisa melihat samar-samar bentuk wajah orang itu. Lonjong, kekar dan berambut… mungkin blonde.

"Langsung saja, ada kejadian apa lagi sekarang?" tanya pemuda hitam yang duduk di sebelah gadis merah muda itu. "Rapat seperti ini mengganggu kegiatanku saja," gerutunya lagi.

"Dai-chan!" tegur gadis itu. Aku merasa mereka tampak seperti kakak perempuan dan adik laki-laki yang badung dan tidak bisa diberi tahu.

"Aku diminta mengumpulkan kalian semua karena permintaan dari 'Ketua Dewan'," kata orang itu lagi. Ia membuka laptop yang berada di depannya dan diputar layarnya hingga menghadap kami semua. Ketika aku melihat laptop itu, aku tahu bahwa laptop itu sedang terhubung oleh sebuah laptop lagi, seperti sedang menelepon satu sama lain.

Tensi ruangan berubah dengan cepat.

Orang itu menekan spasi satu kali dan tersambunglah kami dengan saluran di laptop itu.

"Dewan Harian OSIS Belakang yang kusayangi," kata sebuah suara mekanik dari laptop itu. Aku menduga bahwa orang yang berbicara menggunakan pengubah suara, "Maaf jika memanggil kalian kemari secara mendadak," lanjutnya.

"Tapi ada beberapa hal penting yang harus kalian kerjakan untukku dan sekolah ini," jelasnya. "Sebelum itu, selamat atas kesembuhanmu, Kuroko Tetsuya-kun. Senang sekali bisa membayangkan kau bergabung aktif lagi menjadi Dewan Harian OSIS ini," katanya.

Seketika semua mata melirik ke arahku dengan pandangan yang berbeda. Aku juga merasa sumsum tulang belakangku bergidik dan aku hanya menahan napas. Aku masih mencerna kalimat dari suara mekanik itu.

"Arigatou gozaimasu," kataku kaku.

"Nah, berhubung karena Nash Gold sudah berbaik hati mengumpulkan kalian dan Kuroko Tetsuya sudah hadir kembali bersama dengan kita, maka aku akan mengumumkan hal dengan cepat," katanya lagi. Aku menerka-nerka bahwa orang blonde itu yang bernama Nash Gold. Aku mengangkat pandanganku dan seketika itu bertemu dengan mata milik Nash Gold. Hanya sekilas sebelum ia memutus kontak mata kami dengan dingin.

"Belakangan ini aku merasa keamanan sekolah sedang mengendur ya? Karena adanya berita yang mengumumkan bahwa konflik antar kelompok sedang marak. Aku, selaku Ketua Dewan, tidak mau nama baik sekolah ini terseret. Kalian tahu apa yang harus kalian lakukan 'kan?"

Tidak ada yang bersuara. Aku hanya mampu mendengar suara napas semuanya tertahan sementara jantungku berdebar keras. Tak lama setelah suara mekanik itu mengucapkan hal itu, sambungan terputus. Hanya ada layar hitam laptop yang kembali ditampilkan.

Aku menatap sekeliling dan bahkan Murasakibara menghentikan kegiatan makannya.

Aku mencoba berwajah datar meski aku sedang sangat bingung saat ini.

Tadi itu apa-apaan? OSIS Belakang? Ini jelas bukanlah sebuah kegiatan klub atau ekskul biasa. Apalagi kalau kau langsung berhadapan dengan Dewan sekolah.

Dan lagi, perintahnya tadi itu maksudnya apa? Yang aku tahu hanya Tetsuya bergabung dengan OSIS Belakang dan menjabat sebagai Dewan Harian. Tapi, apa itu OSIS Belakang? Aku merasa kepalaku kembali berdenyut menyakitkan.

"Kalian dengar tadi?" tanya Nash Gold memecah keheningan. "Aku menunjuk Aomine Daiki dan Murasakibara Atsushi untuk menanganinya. Momoi, kau cari infomasi soal kasus konflik itu," perintahnya.

Lelaki berkulit hitam itu berdecak malas. "Mendokusai. Kenapa pula aku harus dipasangkan dengan Murasakibara?" gerutunya.

"Che! Siapa juga yang mau dipasangkan dengan Mine-chin?" gerutu Murasakibara. Mereka saling melemparkan death glare.

Pemuda berambut hitam bernama Takao itu malah tertawa riang, seolah mendapat hiburan gratis. "Ini pasti menarik, bukan begitu Shin-chan? Sayang, aku tidak pernah kebagian tugas dengan Shin-chan," katanya sambil menatap jenaka Midorima yang masih setia dengan pose duduk tegaknya.

Ia mendorong kacamatanya. "Diam Bakao. Kau itu terlalu berisik," gerutunya.

Namun Takao hanya semakin tertawa. "Yah, tapi bersama Kuroko-kun juga seru kok," lanjutnya sambil melihat ke arahku. Aku hanya mengangkat alisku. "Kuroko-kun juga merasa begitu 'kan?" tanyanya sambil tersenyum.

Aku bergeming sebelum mengangguk kaku.

"Itu saja hasil rapat hari ini. Momoi, jangan lupa menulis laporan untuk 'Ketua Dewan'," katanya sambil memandang gadis merah muda yang duduk disebelahku. Momoi mengangguk. Pulpen dan kertas di mejanya sudah banyak coretan. Aku merasa dia seperti notulis, atau memang notulis posisinya?

"Kalian boleh bubar sekarang," perintahnya.

Perlahan-lahan semua yang duduk mulai bangkit perlahan-lahan. Murasakibara bangkit sambil memeluk camilan di dadanya. Ketika ia bangun, aku baru sadar bahwa ia lebih tinggi dari Midorima Shintarou. Mungkin ada sekitar dua meter tingginya. Aomine juga bangkit diikuti dengan Momoi yang masih berbenah kertas-kertas dan pulpen.

Aku perlahan juga bangkit dari kursi sebelum bahuku ditahan kuat oleh… siapa lagi kalau bukan Jason Silver? Orang yang bermasalah dengan 'Kuroko Tetsuya'.

"Lepas," kataku dingin. Setiap ia menyentuhku aku merasa semakin marah. Aku berusaha menghentak lepas tangan besarnya, namun ia makin mencengkram bahuku kuat.

"Oi Silver. Kalau mau melakukan hal menjijikkan, setidaknya tunggu semua keluar dari sini dong. Brengsek," gerutu Aomine jijik. "Ayo Satsuki," katanya malas sambil mengajak gadis merah muda itu.

Momoi memandangiku dengan sorot 'maafkan aku' dan ia berpaling begitu saja.

Aku melihat Murasakibara hanya mendengus sebelum keluar cepat-cepat. Bahkan ketika aku melihat Midorima… Ia tampak sangat tidak berdaya. Tatapannya seolah menentang semua perlakuan Jason Silver, namun ia tidak bisa melakukan apapun soal itu. Seolah… ia tidak mempunyai kuasa apapun. Ia berpaling setelah memberikan tatapan yang sama seperti yang Momoi berikan padaku. Diikuti oleh Takao.

Semua keluar dan hanya ada aku, Jason Silver dan Nash Gold.

"Kau tidak berpikir bisa kabur setelah apa yang kau lakukan padaku 'kan, monyet kecil?" geramnya. Aku menatapnya nyalang.

"Aku tidak kabur karena aku merasa tidak ada urusan apapun denganmu. Sekarang lepaskan aku." Kusentak kuat tangan besarnya hingga tidak lagi hinggap di pundakku.

Aku mulai melangkah untuk mencapai pintu dan keluar dari tempat ini. Namun baru beberapa langkah nyaris mendekati pintu, pundakku di tarik kasar dan aku di dorong sampai punggungku menyentuh meja dan kepalaku terbentur kasar, membuat penglihatanku barang sekejab melihat bintang-bintang sebelum terfokus lagi.

Jason Silver sudah berada di atasku. Ia menyeringai sampai aku tergoda untuk meludahinya lagi. Tapi aku lebih mengontrol diriku saat ini. Dengan posisi yang sangat tidak menguntungkan ini aku tidak yakin akan selamat dan beruntung seperti kemarin. Ia mencekal kedua tanganku dengan tangannya yang besar dan itu membuatku sangat membencinya.

Sungguh, posisi kami sangat menjijikkan saat ini.

"Oi Nash! Kau diam saja atau ikut?" serunya pada Nash Gold yang beranjak pergi ke sisi lain ruangan.

"Lakukan saja sesukamu. Aku harus menyerahkan laporan kemarin kepada 'Ketua Dewan' dan seluruh tanggung jawab yang ditinggalkannya," jelasnya sambil memandangku dengan tajam.

Kuakui, pandangannya benar-benar tajam menusuk. Tapi bukan berarti aku gentar ketika melihatnya. Bukan Akashi Seijuurou namanya jika hanya ditatap dingin saja sudah menciut. Percayalah, ketika Otou-sama marah, itulah yang menurutku paling seram.

"Benar tidak mau bergabung? Kurasa ini akan menyenangkan," kata Jason Silver lagi. Aku menatapnya bengis ketika ia kembali menatapku.

"Tatapanmu belakangan ini tajam sekali ya, tidak seperti biasanya. Yah, tapi itu lebih baik dibanding kau menatap semuanya dengan datar seolah kau mengerti semuanya," katanya lagi. Aku berusaha menggerakkan tanganku yang dicekal olehnya namun percuma. Ia mencengkram lenganku dengan sekuat tenaga dan melawan hanya akan meretakkan tanganku secara perlahan-lahan.

"Menyingkir brengsek," geramku. Sungguh, aku ingin mengoyak-koyak wajah sombong milik Jason Silver detik ini juga.

"Dan rupanya kau sudah menanggalkan segala kesopansantunanmu yang selalu kau junjung tinggi itu," ejeknya lagi. Ia menyeringai. "Selalu ada hukuman bagi binatang yang menentang majikan, bukan?" tambahnya.

Oke. Aku belum pernah membenci orang dalam kurun waktu sehari-dua hari. Namun terima kasih Jason Silver, kau adalah orang pertama yang aku benci dalam kurun waktu satu-dua hari. aku jadi ingin memuji diriku sendiri karena bisa membenci orang dengan sebegini besarnya.

Ia menundukkan wajahnya hingga hidung kami saling bersentuhan. Oke. Ini sangat menjijikkan. Aku memalingkan wajah karena bisa-bisa aku muntah detik ini juga. Wajahnya sangat dekat dan aku bisa merasakan hembusan napasnya yang sedikit memburu. Shit! Ini lebih mengerikan dibanding kejadian di lab biologi.

"Nah, ayo kita bersenang-senang~" desisnya di depan mulutku dan aku merenggut jijik karena beberapa tindikannya nyaris menyentuh bibir bagian bawahku.

"Brengsek! Lepa–HMP!"

Menurut kalian hal apa yang paling menjijikkan? Bagiku yang paling menjijikkan adalah apa yang terjadi sekarang. Bibir besar milik Jason-babon-Silver itu menempel erat di atas bibirku yang terbuka untuk protes. Tindikannya bergesekan kasar dengan bibir bagian bawahku dan tindikan yang berada di lidahnya juga menggesek kasar papila lidahku.

Perutku bergolak. Rasanya semua makanan yang sudah kumakan berdesakan untuk keluar lagi dari lambung ke mulut. Lidahnya yang bergesekkan dnegan lidahku benar-benar membuatku ingin muntah.

Ini benar-benar sangat menjijikkan.

Aku berusaha menggerakkan tanganku namun ia mencengkram tanganku semakin kuat hingga aku merasa tanganku kebas. Aku berusaha menyentak lepas kepalanya dan bibirnya yang menciumku semakin ganas sementara aku merasa bahwa volume udara cadanganku kian menipis.

Dengan segala akal sehatku, kugigit kuat lidahnya yang masih berusaha masuk semakin dalam ke mulutku. Terus kugigit hingga aku mengecap rasa anyir darah dan dengan kakiku yang menggantung di meja, kutendang perutnya hingga ia terhuyung ke belakang.

Ia akhirnya melepaskan ciuman kasarnya dan aku bernapas barang sejenak sebelum meludah sembarangan. Aku bangkit dari posisiku dan berdiri sambil menyandar di meja. Kubersihkan lelehan ludah yang mengalir di daguku dan kembali meludah.

Aku tahu bahwa tindakanku itu pasti membuatnya semakin benci pada 'Kuroko', tapi dengan dia bertindak seperti tadi, ia juga sudah mengibarkan bendera perang dengan Akashi Seijuurou.

Ia menggeram dan meludah sembarangan. Kulihat ada bercak-bercak darah yang turut berama dengan saliva yang dikeluarkannya. Entah kenapa aku merasa sedikit senang. Namun tidak lama-lama sebelum aku sadar bahwa aku harus keluar dari tempat ini.

"AHA YANG KAU LAKUKAH BHENGSEK!" raungnya cadel. Aku mulai memacu kakiku untuk mencapai pintu dan meraih kenopnya… sebelum babon itu menangkapku dan mendorongku ke dinding. Punggungku membentur dinding kasar dan kepalaku lagi-lagi terantuk hingga aku pusing.

Ia mencengkram rahangku dengan tangannya yang besar sementara satu tangan lagi digunakan untuk menahan pundakku dengan sangat erat.

Napasnya memburu dan matanya melotot hingga merah. Aku tahu bahwa ia benar-benar marah sekarang.

"Kau…" geramnya penuh kedengkian. Aku bisa melihat setetes saliva berbaur dengan darah mengalir dari sela-sela giginya. Aku mengernyit jijik. Namun aku mengontrol wajahku hingga tetap datar.

"Lepas atau kau akan menerima lebih dari lidahmu yang luka," kataku menahan seluruh kemarahanku.

Napasnya semakin memburu. "Wajah itu… Wajah itu! Bhengsek! Behhenti memasang wajah datah sepehti itu!" bentaknya masih cadel. Saliva-nya berceceran di bibir bagian bawahnya ketika ia berteriak.

Kejadian itu sangat cepat ketika ia secara mendadak memukul pipiku hingga aku jatuh tersungkur. Rahangku terasa sangat nyeri dan berdenyut-denyut. Aku tanpa sadar menggigit bibir bagian bawahku hingga sedikit robek dan mengalirkan darah.

Besok pasti tercetak jelas memar berwarna biru akibat pukulannya. Dan bisa saja malam ini pipiku bengkak dan harus dikompres dengan es batu. Memikirkannya saja membuatku muak dan marah.

Aku mencoba bangkit namun ia sudah kembali berada di atasku. Ia tersenyum sinting dan sejurus kemudian tersenyum muak. "Masih saja memasang wajah datah sepehti itu! Ka–"

Kalimatnya terhenti karena ia harus menghindar dari gunting yang secara tiba-tiba kulayangkan ke arahnya. Nah, untuk bagian yang ini aku sangat berterimakasih pada Midorima yang secara sukarela memberi gunting kepadaku. Aku tidak menyangka bahwa aku akan benar-benar membutuhkannya di saat-saat seperti ini. Mungkin mulai sekarang gunting menjadi benda keberuntunganku.

Baiklah Jason Silver. Kau benar-benar menantang seorang Akashi Seijuurou sekarang.

Ia terlihat sangat kaget, persis seperti kucing liar yang kutendang karena ketahuan mencuri ikan. Aku tersenyum melihat ekspresinya. Jason Silver bagiku tidak ada apa-apanya. Dia hanya manusia tidak berotak.

"Aku kaget kau bisa menghindarinya," kataku. Kulihat darah menetes dari bekas goresan yang kutoreh dengan gunting di dekat matanya. Seharusnya kena saja sekalian matanya. "Saat ini kau kumaafkan karena sudah berhasil menghindarinya."

Aku bangkit sementara Jason Silver masih terlihat seperti orang tolol dihadapanku. Ia rupanya masih sangat kaget dengan tindakan tiba-tiba yang kulakukan. Aku setidaknya bisa tersenyum puas karena sudah membungkam monyet tak berotak ini. "Tapi ini adalah peringatan terakhir. Berhenti bermain-main denganku atau aku bisa melakukan hal yang lebih parah dari yang kulakukan sekarang. Dan aku selalu teguh pada pendirianku, Jason Silver."

Sejenak ruangan hening. Jason Silver mulai pulih dari kondisi syok-nya dan menatapku dengan matanya yang besar. Pupilnya mengecil dan aku tahu bahwa ia sedang merasa terancam atau mungkin dia sedang berusaha memulihkan harga dirinya yang sudah kuinjak dua kali. Ya, itu karena kau berurusan dengan Akashi Seijuurou.

"Kau… Setan kecil!" Ia mulai meraung lagi, persis seperti orang biadab dan tampaknya rasa syok membuatnya tidak lagi cadel. Ia menjulurkan tangannya hendak mencekikku dan aku bersiap untuk menusuk tangannya lagi sebelum sebuah suara dingin menghentikan kegiatan kami berdua.

"Jason Silver." Itu merupakan suara milik Nash Gold.

Ajaibnya, Jason Silver seketika itu menghentikan aksinya. "Cukup dengan keributan ini. Kau membuatku tidak bisa konsentrasi," katanya kalem dan dingin. Jason masih diam. Entah orang seperti apa Nash Gold hingga mampu membungkam binatang liar bernama Jason Silver ini.

Aku memberanikan diri menatap Nash Gold yang ternyata juga sedang menatapku. Tatapannya masih sama; datar, dingin, dan tidak mengenal ampun. Aku bergeming di tempatku. Siapapun Nash Gold, jelas ia bukan orang biasa.

"Keluar, Kuroko Tetsuya," titahnya. Aku mengerjap. Untuk sesaat aku lupa bahwa aku saat ini adalah 'Kuroko Tetsuya', dan aku melupakan hal itu karena Jason Silver. "Apa kau tidak mendengar perintahku, Kuroko Tetsuya?" tanyanya lagi dan aku baru sadar bahwa perintah itu ditujukan untukku.

Aku membuka mulut lalu menutupnya lagi dan masih tidak bergerak. Mataku masih terfokus pada Nash Gold yang juga menatapku dingin. "Oi Nash Gold! Kenapa kau tidak seru sih? Aku belum selesai dengan monyet kecil ini," protes Jason Silver. Pandangan dingin milik Nash Gold membungkam Silver.

"Diam." Jason Silver langsung bungkam.

"Apa kau mencari masalah denganku, Kuroko Tetsuya?" ia menatapku lagi dengan pandangannya yang dingin dan aku menggeleng kaku. Aku seperti diingatkan lagi bahwa saat ini aku adalah 'Kuroko Tetsuya'. Dan sejak tadi sikapku sangat tidak 'Kuroko Tetsuya' sekali.

"Sumimasen," kataku, dengan sangat tidak rela. Ini benar-benar seperti merendahkan harga diriku sendiri, meski sebenanya bukan benar-benar aku. Menggenggam gunting dengan erat, aku berjalan melewati Jason Silver dan keluar dari ruangan itu. Ketika aku menutup pintu, aku masih bisa merasakan tatapan tajam Nash Gold mengikutiku sampai pintu tertutup.

Seketika suasana hening. Aku bersandar pada pintu yang baru saja ditutup di belakangku sambil mengatur detak jantungku.

Gunting digenggamanku masih saja kupegang erat dan ketika kulihat, ada bercak darah milik Jason Silver di ujung perak tajam itu. Setidaknya aku harus senang barang sejenak karena berhasil membungkamnya. Tapi itu belum ada apa-apanya dibadingkan cara Nash Gold membungkamnya hanya dengan satu kata.

Aku mulai melangkah keluar dari lab bahasa dan mungkin mencoba mecari informasi tentang OSIS Belakang dari Ogiwara atau mungkin Midorima.

Dinginnya air conditioner belakangan ini membuatku selalu menggigil. Kurapikan lagi blazer yang sempat lecek karena perlakuan Jason Silver padaku dan seketika aku kembali merasa marah. Pipiku masih terasa sangat sakit dan rasa anyir darah masih bisa kurasakan.

Namun mendadak aku teringat, bahwa selama ini yang merasakan hal seperti itu adalah Tetsuya. Jika aku yang baru saja sudah sebegini benci dan tidak tahan dengan semuanya, bagaimana dengan Tetsuya yang selama enam bulan melewati ini semua? Aku mencoba berpikir seperti Tetsuya jika aku memang Tetsuya saat ini. Mungkin saja wajar bila aku tidak kuat dan memutuskan bunuh diri. Ini bukan sekedar pembulian biasa. Ini pelecehan seksual.

Dan lagi, seluruh tekanan yang kudapatkan sudah bisa membuatku frustasi sementara Tetsuya selalu mendapatkan tekanan itu. Kini aku semakin bisa menerima alasan Tetsuya meski terkadang aku ingin menyangkal kenyataan.

Namun semakin dipikir, semakin aku juga merasa marah pada diriku sendiri. Aku marah karena aku tidak tahu-menahu seberapa menderitanya Tetsuya selama ini. Rasanya aku ingin kembali memutar waktu dan kalau bisa seharusnya aku ikut Okaa-sama juga ke Tokyo agar aku bisa selalu bersamanya. Bukannya mendapati saudara kembarmu tengah koma dan entah kapan akan sadar seperti ini.

Pintu lab bahasa kututup pelan dan angin hangat menerpa kulitku.

Aku berjalan menuju tangga untuk kembali ke kelasku dan ketika aku berada di anak tangga, aku merasakan kepalaku dihantam kuat oleh besi dan jatuh terhuyung.

To Be Continued


A/N: Yup, saya sudah update lagi chapter baru. Oke, saya tahu kalau ini terlalu cepat, tapi kalau ditunda juga takutnya gak ada waktu lagi. Soalnya udah H-Seminggu UN (T_T) jadi saya tidak bisa menjamin kapan update untuk chapter-chapter selanjutnya. Mumpung masih diberi kesempatan dan waktu, saya memanfaatkan waktu itu sebaik-baiknya.

Apa menurut kalian Akashi sudah saya buat lebih menderita dari chapter sebelumnya? Semoga iya.

Lalu, SPECIAL BIG THANKS TO Aizawa Harumi editor tercinta. Tanpamu cerita ini pasti tetap akan selesai. Oke, bercanda. Tanpamu, pasti akan lebih banyak ranjau typo dari ini. Lalu, terima kasih untuk pinjaman leppi sehingga update cerita ini bisa tanpa halangan. Lalu saran-saran di setiap chapter... sungguh, gue merasa lu udah kayak penasihat gue...

Nah, sekian cuap-cuap dari saya, semoga chapter ini berkenan di hati para pembaca.

Kritik, saran dan komentar selalu diterima.