Tiada harga yang setara bagi sebuah kebenaran. Sepahit apapun masa lalu yang telah berganti menjadi lembaran memori semata. Senihil apapun tempat yang menyambut ketika diri ini kembali rebah pada buaiannya.

Cipta dan Sirna

By: Koyuki17

Boboiboy © Monsta Studio

Prolog: Tepi

Sebentang angkasa menyapa, menyibakkan tabir kabut seiring dengan sadar yang kian memekat. Menggantung pada kelamnya malam sekaligus hampir tak lagi terbilang, pelita mungil nan benderang yang menjadi anasir bagi alam semesta. Namun bulatan besar planet kini turut menghiasi langit, begitu dekatnya hingga jemarinya pun tergelitik untuk menggapainya. Seolah berbagai ilustasi pada buku astronomi bergambar yang dilihat Boboiboy dulu terangkum tepat di atas sana.

Bintang, meteor, planet, bahkan nebula. Netranya kini setara dengan visi dari sebuah teropong angkasa.

Boboiboy tak lagi tahu bagaimana ia berakhir dan terlelap di sebuah kursi kayu berlengan, lalu menjemput asingnya angkasa melalui lubang besar pada dinding dan atap sebuah sudut kamar apartemen. Ia hafal betul bagaimana planet dan objek angkasa seharusnya tak sedekat ini, namun tak sekalipun gentar menaklukan kagum yang menawan intuisinya untuk sejenak memaku. Untuk sejenak merenung.

Remaja itu pun mulai menyebarkan cakrawala netranya, merendah sekaligus memilah satu demi satu benda yang ada di sekelilingnya. Remang yang mengakar bukanlah rintang, karena cahaya dari atas sana menyepuh segala sesuatu di sekitarnya dengan warna keperakan.

Tak banyak hal yang ada di sana. Sebuah meja belajar yang dipenuhi oleh carik kertas dengan gambar-gambar kekanakan ada di sebelah kanan. Sebuah ranjang mungil yang entah mengapa tak begitu asing berada di sebelah kiri. Tapi tak ada petunjuk dimana persisnya ia berada.

"Akhirnya kita berjumpa lagi..." Sebuah suara kini mendapat limpahan atensi Boboiboy, membuat pemuda bersurai gelap itu melirik ke sudut ruangan yang lain yang belum dijamahnya.

Bersandar pada dinding yang luput dari retakan dan celah, sosok yang persis seperti figurnya hadir di sana. Boboiboy tersentak kaget, melihat sepasang mata berwarna keemasan yang kini menatapnya. Satu-satunya rupa yang menjadi pembeda antara Boboiboy dan sosok di hadapannya.

"Kalau begitu... apakah kau sudah memutuskannya?" Sosok ini seolah telah lelah menunggu hingga dahaganya akan sebuah jawaban terpuaskan.

"Kau... siapa?" Pertanyaan itulah yang justru mengemuka, menyiratkan bahwa Boboiboy tidak menggenggam sebuah jawaban apapun yang diminta.

Dua patah kata itu justru membuat pemilik netra keemasan meringis, seolah rangkaian aksara itu adalah bilah yang menyayat sukmanya. Boboiboy kian meragu. Menimbang-nimbang kembali apa yang telah ia ucapkan, lalu apa yang semestinya ia ucapkan setelahnya.

"Melupakan adalah hal yang mudah bukan? Kau selalu begitu..." Nada kecewa pun terdengar begitu kentara.

Sembari menggelengkan kepala pelan, sosok yang persis sama dengannya itu mengambil langkah demi langkah menuju celah dimana angkasa penuh warna berada di baliknya. Lalu ia pun kembali berbalik pada Boboiboy, tepi kamar itu menjadi batas tipis antara hidup dan mati. Hembusan kuat angin yang menerpa pun menjadi isyarat atas jarak kamar itu dan permukaan tanah nun jauh di bawah sana.

"Sama seperti yang lain. Keberadaanku takkan lagi bertahan lama..." Kata-kata itu cukuplah menjadi pelatuk, membuat Boboiboy bangkit dengan tergesa.

Iris hazel milik Boboiboy akhirnya menangkap sebuah retakan pada tubuh itu, dan segenap sukmanya menjerit dalam hati. Barulah ia berlari dan mencoba meraih sosok yang kian menyerpih. Namun sebuah determinasi membuat tubuh itu melompat ke belakang, menyambut dekapan gravitasi. Bibir yang sendu itu pun bergerak dan menyusun sebuah ungkapan selamat tinggal.

Kepingan waktu milikku

Adalah bentang hampa

Namun anganku

Berteriak dengan lantangnya

Tak ingin menyambut sirna

-CdS-

Suara napasnya begitu memburu, membuat remaja dengan sejumput surai putih itu mencoba menarik napas lebih dalam lagi. Detak jantungnya tak keruan, adrenalin masih memuncak dan membuat seluruh tubuhnya berada dalam keadaan siaga. Perlu waktu hingga Boboiboy kembali pada ambang statis dimana tubuh dan benaknya kembali membumi. Tanpa aba-aba, sesuatu tertumpah dari pelupuk matanya. Namun sekali lagi, tak sekilaspun gambar terlintas dalam memorinya.

.

.

.

Berlanjut pada chapter 1: Dusta

A/N: Halooo saya kembali lagi dengan fanfiksi yang baru ^^/

Mungkin kali ini akan berbeda dengan fanfiksi sebelumnya walaupun sama-sama AU...

Terimakasih bagi yang sempat mampir dan sampai jumpa di chapter selanjutnya ^^