Title: Baby

Genre: Romance, Christmas

Rate: T

Words: 1k+

Sequel of "Mon Chéri" and "Schatje"


Harry sekali lagi mengecek penampilannya di cermin. Setelah merasa puas, barulah Harry mulai memasang sepatunya. Senyum tidak sekali pun luntur dari wajahnya. Ia bahkan bersenandung kecil saat menuruni tangga. Ia sudah bersiap-siap untuk keluar sebelum kedua sahabatnya muncul.

"Kau mau ke mana?" tanya Hermione. Berbeda dengan Harry yang berpenampilan rapi, Hermione hanya menggunakan jaket tebal dan beanie, sama dengan Ron yang berada di sampingnya.

Ngomong-ngomong, Hermione dan Ron sedang berada di Grimmauld Place No.12 karena semalam mereka merayakan pesta natal—dengan semua keluarga Weasley dan Granger—dan menginap.

"Kencan dengan Draco Malfoy." Bukan Harry, Ron lah yang menjawab. Wajahnya terlihat masih mengantuk, tapi ia tidak bisa menahan senyum gelinya.

Kening Hermione berkerut. "Kupikir kita sudah selesai dengan lelucon ini."

Harry sama sekali tidak marah dengan perkataan kedua sahabatnya. Lagi pula, memang sudah seharusnya Hermione dan Ron menganggapnya bercanda. Harry dan Draco adalah dua orang yang paling tidak cocok selama mereka masih di sekolah menengah. Lalu, musim panas tahun ini ketika Harry pulang dari liburan singkatnya—yang seharusnya menjadi liburan mereka bertiga, tiba-tiba mengatakan bahwa ia berkencan dengan Draco. Siapa yang akan percaya? Harry sudah memperlihatkan pada mereka fotonya bersama Draco, tapi keduanya hanya menganggap itu sebagai foto dari dua rival yang akhirnya berteman.

"Berterimakasihlah karena aku tidak akan mengganggu waktu kalian," balasnya pura-pura kesal. "Bye!" Dan Harry segera keluar meninggalkan Ron dan Hermione.

Hermione menggeleng-gelengkan kepalanya. "Kuharap dia menemukan pacar sungguhan," desah Hermione. Ron membalas dengan sebuah tawa renyah.

Harry yang sudah berada di luar berjalan dengan langkah ringan. Ia mengecek ponselnya saat sebuah notifikasi masuk. Senyumnya semakin lebar dan pipinya sedikit tersipu saat membaca pesan singkat dari pacarnya, Draco. Harry tidak bisa mengungkapkan betapa senangnya ia sekarang. Ini adalah kencan pertamanya dengan Draco di London. Tentu saja Draco baru bisa kembali ke Inggris saat libur Natal.

Meskipun Harry sudah sangat merindukan Draco dan ingin segera bertemu dengannya, Harry meminta Draco untuk tidak menjemputnya. Ia bahkan meminta Draco untuk tidak membawa mobil. Harry menginginkan sesuatu yang lebih romantis. Berjalan-jalan sambil berpegangan tangan. Sederhana, namun romantis.

Harry harus naik bus untuk pergi menuju taman tempatnya akan bertemu Draco. Begitu turun, mudah bagi Harry untuk menemukan lelaki pirang yang sudah sangat ia rindukan itu. Harry segera berlari menuju kekasihnya.

Draco pun langsung menyadari kedatangan Harry. Ia tersenyum dan langsung menyambut Harry dengan sebuah pelukan. Draco juga tidak lupa mendaratkan sebuah kecupan manis di pipi Harry. "Happy Christmas, Harry."

Senyum lebar di wajah Harry cukup menjadi bukti betapa senangnya ia mendengar suara kekasihnya itu secara langsung. "Happy Christmas, Draco."

Melihat Harry yang sangat menggemaskan begini membuat Draco tidak tahan dan langsung menciumnya. Ia memberikan satu ciuman di kedua pipi Harry, kemudian, satu lagi di bibirnya. "I miss you," ungkapnya dengan manis.

Betapa Harry menyukai kalimat sederhana itu. Harry dan Draco menghabiskan cukup banyak waktu untuk mengungkapkan kerinduan mereka. Hanya berupa pertanyaan-pertanyaan singkat mengenai kabar masing-masing. Juga beberapa kata mengenai betapa senangnya mereka bisa bertemu hari ini.

"Ke mana kita harus pergi untuk kencan hari ini?" tanya Draco setelah mereka memutuskan untuk berjalan-jalan di sekitar taman. Tentu saja, dengan tangan yang saling bertautan.

Harry mengedikkan bahunya. "Terserah kau saja. Kau mau ke mana? Bukankah kau merindukan Inggris?"

Draco mengangguk singkat. "Tentu saja aku merindukan Inggris. Tapi aku tidak masalah pergi ke mana saja. Karena lebih dari apa pun, aku paling merindukan pacarku."

Sebuah kesalahan jika Harry tidak tersipu mendengarnya. Ia bahkan merasakan pipinya menghangat. Harry pun semakin mendekatkan dirinya pada Draco, mengeratkan gandengan pada pacarnya.

Harry dan Draco pada akhirnya memilih untuk pergi ke Hyde Park. Mereka benar-benar menikmati waktu mereka di sana. Saat hari sudah mulai siang, barulah keduanya pergi mengunjungi pasar Natal di sekitaran London.

Sedikit berbeda dengan kencan mereka di Amsterdam, Harry dan Draco menjadi lebih nyaman satu sama lain. Meskipun hubungan mereka masih terbilang baru, mereka ternyata tidak secanggung itu. Dan meskipun ini adalah pertemuan pertama mereka—secara langsung—setelah berpisah di Amsterdam, mereka tidak malu untuk berbicara manis pada satu sama lain.

Kencan yang penuh akan pelepasan rindu ini terasa begitu singkat. Saat siang mulai berganti sore, Harry dan Draco berpindah untuk mencoba skating bersama. Sebuah kegiatan wajib untuk kencan di musim dingin. Barulah setelah puas bermain, keduanya memilih untuk berjalan santai di sepanjang sungai Thames.

Langit mulai berganti menjadi ungu, yang perlahan menjadi biru gelap. Ini dia. Suasana malam di London. Mereka tidak butuh musik latar untuk membuat suasana romantis. Semua sudah sempurna sebagaimana adanya.

Di tengah-tengah jalan santai mereka, Harry bersuara. "Tentang hubungan kita, apa kau sudah memberitahu orang lain?"

Draco dengan mengejutkannya mengangguk. Padahal Harry pikir Draco tidak akan semudah itu memberitahu orang lain mengenai hubungan percintaannya.

"Siapa?" tanya Harry penasaran.

"Orangtuaku."

Jawaban Draco sekali lagi membuat Harry terkejut. Bukannya tidak wajar. Harry juga sudah memberitahu Sirius jika ia sedang dalam hubungan dengan seseorang sekarang. Tapi Harry tahu betul siapa kedua orangtua Draco. "Lalu, tanggapan mereka?" tanyanya sedikit gugup.

Draco menghela napas. Harry semakin gugup. "Sangat mengecewakan."

Harry tidak tahu bagaimana harus menunjukkan perasaannya. Jantungnya yang tadi berdebar kencang seolah berhenti bekerja.

"Sangat mengecewakan karena mereka tidak terkejut. Sedikit pun tidak."

"Eh?" Harry menoleh dengan bingung. "Maksudmu?"

Draco tersenyum melihat raut wajah Harry. Terbesit rasa puas karena berhasil menjahilinya. "Yah, aku sendiri sebenarnya sudah coming out sejak dua tahun yang lalu. Dan, ibuku bilang, dia bisa menebak jika laki-laki yang kusuka itu adalah kau. Mereka hanya tidak pernah mengatakannya, karena mau bagaimana pun, itu pilihanku. Makanya mereka hanya mengangguk seolah berkata 'Ya, kami sudah menduganya,' saat aku memberitahu mereka di tengah makan malam kemarin."

Harry lagi-lagi dibuat terkejut. Siapa sangka. Ia pikir Lucius Malfoy akan lebih keras dengan pasangan anak semata wayangnya. "Tapi, bagaimana mereka bisa menduga kalau orang itu adalah aku?"

Pertanyaan ini tiba-tiba membuat Draco menjadi malu. Wajahnya sedikit memerah dan ia mengalihkan pandangannya dari Harry. "Well, I told them 'bout you. A lot." Draco benar-benar malu dengan apa yang dikatakannya. "Selama kita di sekolah menengah, aku bicara banyak hal pada orangtuaku, dan kebanyakan tentang dirimu. Bahkan, saat aku bilang aku ingin berbicara, Father sudah menghela napas karena tahu bahwa aku akan menyebut namamu. Jadi, ya, bisa dibilang, mereka sudah tahu kalau aku menyukaimu bahkan sebelum aku sadar bahwa aku menyukaimu."

Harry pernah melihat Draco malu-malu sebelumnya, tapi kali ini berbeda. Kali ini Harry begitu gemas sampai ingin memeluk Draco erat. Namun sebelum ia sempat memeluk Draco, pemuda itu mencoba menghilangkan rasa malunya dengan balik bertanya.

"Kau sendiri, siapa saja yang sudah kauberitahu?" Tentu saja Draco sudah menyingkirkan rona merah di wajahnya. "Tunggu! Biar kutebak. Weasley dan Granger adalah yang pertama yang kau beritahu."

Harry mengangguk membenarkan jawaban Draco. "Tepat sekali."

"Lalu, tanggapan mereka?" Kini giliran Draco yang gugup. Ia tahu betul betapa posesif Hermione dan Ron terhadap Harry.

"Sangat mengecewakan." Desahan yang dikeluarkan Harry berbeda dengan Draco yang tadi bercanda. Ia tidak merasa sedih, hanya sedikit kesal. "Akan lebih baik jika mereka terkejut dan mengatakan betapa gilanya aku. Tapi mereka malah tertawa!"

"Benarkah?"

Harry mengangguk dengan wajah yang cemberut. "Mereka pikir aku terlalu kesal karena berlibur sendirian dan membuat candaan seperti itu untuk menunjukkan kemarahanku."

Draco tidak bisa menahan tawanya. Ia baru berhenti tertawa saat Harry mencubit lengannya. "Lalu, kenapa tidak kau tunjukkan saja pada mereka pesan-pesan manis yang kukirimkan padamu?"

Harry menggeleng dengan penyangkalan keras. "Tidak akan! Itu sangat memalukan. Lebih baik mereka menyadari jika aku tidak bercanda daripada harus memperlihatkan pesan-pesan memalukan itu."

"Oh, jadi menurutmu itu memalukan, ya," suara Draco terdengar datar. Wajahnya pun tidak memperlihatkan ekspresi yang berarti.

Harry tahu jika Draco sedang berpura-pura kesal padanya. Tapi Harry tidak mencoba membujuk Draco. Ia membiarkan kekasihnya itu memasang wajah cemberut.

Karena tidak mendapatkan reaksi apa-apa dari kakasihnya, Draco melirik Harry. "Bukankah seharusnya kau membujukku dan memintaku untuk tidak marah?"

Harry tertawa gemas. Siapa sangka berkencan dengan Draco akan semenyenangkan ini. Harry pun akhirnya memeluk Draco dengan sangat erat. Ia benar-benar gemas pada lelaki yang bahkan tidak pernah Harry kira bisa menjadi pacar yang manis.

Harry dan Draco melanjutkan perjalanan mereka. Kaki mereka sama sekali tidak lelah. Keduanya bahkan berharap jika malam bertahan lebih lama agar mereka bisa terus berjalan dan tak segera berpisah. Namun pada akhirnya mereka harus mengalah pada waktu.

Harry dan Draco naik bus menuju Grimmauld Place No.12. Awalnya Harry tidak mau Draco mengantarkannya, tapi pemuda Malfoy itu terlalu keras kepala. Harry menyerah dan membiarkan Draco mengantarkannya.

Mereka masih harus berjalan sedikit lagi setelah turun dari bus. Harry menghentikan Draco saat mereka sudah hampir sampai. Bukan karena Harry tidak mau Draco mengantarkannya hingga ke depan pintu, tapi karena kedua sahabatnya ternyata ada di sana. Hermione dan Ron baru saja datang dari arah yang berlawanan dan baru saja akan masuk. Tentu saja keduanya juga berhenti karena melihat Harry dan Draco berdiri tidak jauh di depan mereka.

"Well," Draco bersuara, "sampai di sini saja kalau begitu." Ia menjadi satu-satunya yang tidak peduli di sini. Bahkan Draco tidak mempedulikan tatapan tidak percaya Hermione dan Ron.

Draco menghadap Harry yang sepertinya masih terkejut akan pertemuan tidak disengaja ini. Draco pun mencium punggung tangan Harry untuk mendapatkan perhatiannya. Lalu, saat Harry menoleh, Draco memberikan ciuman di bibirnya yang dingin karena udara malam. Seketika Harry merasa hangat.

"Sampai jumpa besok," ucap Draco dengan senyum menghiasi wajahnya. Ia sekali lagi mencium pipi Harry. "Good night, Baby," dan barulah Draco melangkahkan kakinya untuk pergi.

Harry melambaikan tangannya pada Draco yang menjauh dengan senyum lebar di wajahnya. Ia sudah melupakan keterkejutannya bertemu dengan Hermione dan Ron. Sekarang Harry tidak bisa melepaskan pandangannya dari punggung Draco yang semakin menjauh hingga akhirnya menghilang.

Setelah Draco benar-benar sudah pergi, barulah Harry berjalan mendekati Hermione dan Ron. Oh, betapa Harry ingin tertawa melihat raut wajah kedua sahabatnya ini.

"W-what was that?" tanya Hermione sambil berkedip beberapa kali. Ia sedikit merasa bodoh karena bertanya meskipun jelas-jelas melihat secara langsung apa yang terjadi.

Harry tersenyum, tidak begitu lebar, namun juga tidak palsu. "Tidak perlu sampai kaget begitu. Ini hal biasa bagi sepasang kekasih." Dan Harry segera masuk, meninggalkan dua sahabatnya yang masih tidak percaya dengan kebenaran dari lelucon konyol ini.

.

.

Baby — Completed

.

.

.