Title : Precious Memories
Genre : Romance, Friendship
Rating : T
Words : 2k+
"Aku tidak meminta pendapat payahmu, Potter!" seorang pemuda dengan name tag Draco Malfoy menatap remeh pemuda berkaca mata yang duduk di depannya.
Pemuda dengan name tag Harry Potter itu balas menatap tajam pemuda yang baru saja menyela saat ia bicara. "Dan aku juga tidak meminta kau untuk berkomentar, Malfoy!"
Pemuda Malfoy itu menyeringai. "Hei, jangan salahkan aku jika kelompok kita mendapat nilai paling rendah karena kau menolak komentarku," balasnya sambil bersandar.
"Kau yang pertama kali menyela, Malfoy, apa kau tidak pernah diajari sopan santun?" Harry menekankan setiap perkataannya, namun Draco tidak mempedulikannya dan hanya balas mencibir.
Baru saja Harry ingin berdiri dari kursinya, seorang gadis berambut coklat menghempaskan bukunya ke meja membuat seisi kelas diam. Bahkan guru mereka pun ikut diam. Harry langsung kembali ke tempat duduknya tidak berani bicara lagi, dan Draco segera duduk tegap.
Gadis dengan name tag Hermione Granger itu tersenyum sambil menatap Harry dan Draco bergantian. "Aku harap kalian ingat jika aku adalah ketuanya di sini, dan aku harap kalian juga bisa mengikuti diskusi ini dengan tenang," Hermione mengakhiri perkataannya dengan senyum yang begitu lebar.
Dan, diskusi kembali berjalan dengan tenang.
Waktu istirahat akhirnya datang, Harry, Ron dan Hermione yang baru sampai di kantin menghela napas melihat betapa ramainya kantin hari ini. Mereka bertiga kemudian segera duduk setelah menemukan satu meja kosong.
"Kalian mau pesan apa? Biar aku saja yang pergi," tanya Harry pada kedua sahabatnya.
"Aku sandwich dan jus, seperti biasa," jawab Hermione.
"Kalau kau, Ron?" tanya Harry beralih pada Ron.
"Samakan saja dengan Hermione," jawab pemuda Weasley itu.
"Yakin?" Harry memastikan, "kalau begitu jangan meminta hal lain saat aku sudah kembali,"
"Tiga bungkus coklat, permen jelly, dan jangan lupa kiripik kentangnya. Ah! Aku dengar ada hidangan mie terbaru, kau beli juga ya. Oh! Jangan lupakan burger langgananku," Harry hanya menghela napas mendengar balasan Ron.
"Baiklah, kalian tunggu sebentar," dan Harry segera pergi menuju kerumunan siswa yang juga sedang menunggu makan siang mereka.
Harry cukup kesulitan saat beberapa murid mendorongnya, apalagi ia yang paling pendek di sana. Sungguh menyebalkan.
"Auch, bloody hell," Harry meringis saat tidak sengaja terdorong kembali ke belakang. "Astaga, ini bahkan lebih parah dari pada jam sibuk di stasiun,"
"Makanya, jangan jadi orang pendek,"
Satu kalimat menancap tepat ke hati Harry. Ia berbalik dan langsung menemukan Draco menatapnya dengan seringan khas Malfoy. Harry balas dengan memberi death glare. "Shut up, Malfoy!"
Draco balas mencibir, tidak takut sama sekali dengan tatapan tajam Harry. Draco bahkan dengan sengaja meminum jusnya tepat di depan wajah Harry, mengejek pemuda berkaca mata itu.
"Oh my, stop being silly, Malfoy," Harry berucap malas sambil menatap Draco makin tajam. 'Aku harap jus itu tumpah tepat di wajahmu! ' ia berdoa dalam hati.
Dan ya, harapannya terkabul. Hanya saja, bukan Draco yang menjadi korban di sini.
Seorang pemuda yang baru saja mendapatkan minumannya hampir saja menumpahkan minumannya pada Harry. Tapi itu hanya hampir. Lalu kenapa Harry masih menjadi korban? Karena setelahnya, Draco dengan sengaja menyenggol lengan pemuda itu hingga minumannya berakhir tumpah pada Harry.
Harry benar-benar terkejut, pemuda pemilik minuman itu lebih terkejut lagi, dan ia segera meminta maaf, benar-benar menyesal. Berbeda sekali dengan Draco yang malahan berusaha keras untuk tidak tertawa.
"Potter, kurasa kau tidak perlu membeli minuman lagi, kau sudah mendapatkannya secara gratis!" Draco berseru dengan bersemangat.
Harry tidak membalas perkataan Draco, ia hanya diam menatap Draco. Jika tatapan bisa membunuh, maka Draco sudah mati dari tadi. Sadar jika aura aura hitam di sekeliling Harry makin gelap, Draco dengan kecepatan cahaya sudah menghilang di antara lautan manusia di kantin.
Harry benar-benar ingin mengumpat sekarang.
"U-um, s-sorry..." pemuda pemilik minuman meminta maaf dengan hati-hati saat merasakan aura membunuh mengelilingi Harry. Merasa jika ia bisa juga mati di tangan Harry saat ini juga.
.
Harry menghela napas panjang beberapa kali. Ia hanya bisa memperhatikan jalan yang kini telah basah oleh hujan. Ia harusnya ingat jika payung dan jas hujan adalah teman dekat warga Inggris.
"Hari ini benar-benar menyebalkan," monolognya saat mengingat betapa sial dirinya. Dimulai dengan sekelompok dengan Draco saat diskusi, lalu dipermalukan di kantin oleh Draco, kemudian mendapatkan pelajaran tambahan karena lupa membawa PR.
Dan kesialan lainnya, ia terjebak di halte sendirian tanpa ada satu pun bus yang datang. Ia tau jika ini sudah mulai gelap, tapi bukan berarti para bus dan supirnya sudah beristirahat, kan?
Tidak lama saat Harry masih saja mengeluh, sebuah mobil berwarna putih berhenti tepat di depannya. Harry hanya diam di tempat, karena ia tau pasti siapa pemilik mobil mewah ini.
Lama Harry hanya diam tanpa ada niat beranjak dari kursinya, sang pemilik mobil akhirnya menurunkan kaca jendela mobilnya. Dan muncullah wajah menyebalkan yang seharian ini membuat Harry naik darah.
"Apa yang kau tunggu? Ayo cepat masuk," ajak Draco saat Harry masih belum mau beranjak dari tempatnya. Bahkan Harry segera mengalihkan pandangannya ketika Draco bicara padanya.
Draco mendadak kesal. "Kau masih marah soal kejadian di kantin?" Harry masih tidak menjawab. Draco menghela napas, "baiklah, aku minta maaf, puas?"
Harry lagi-lagi hanya mengacuhkan Draco, tidak peduli dengan perkataan pemuda itu. Lagipula ia tidak jelas mendengar perkataan Draco karena hujan.
"Kalau kau memang tidak mau, aku pergi sekarang!" teriak Draco dan seketika Harry langsung berdiri dari kursinya.
Draco hanya mendengus saat Harry kini sudah masuk ke dalam mobilnya dengan wajah yang masih terlihat jengkel. "Bersyukurlah karena aku masih mau memberikan tumpangan, Harry," dan Draco segera menjalankan kembali mobilnya.
Draco menatap sekilas pada Harry yang hanya menatap ke luar yang mulai gelap. "Pelajaran tambahan apa yang kau terima sehingga kau baru pulang sekarang?" tanya Draco berbasa-basi.
"Hanya kumpulan tugas yang merepotkan," balas Harry terdengar tidak peduli.
Kalian mungkin kebingungan dengan atmosfer aneh yang ada di dalam mobil ini. Tapi percayalah jika mereka berdua itu masih dua orang yang sama yang saling berdebat saat diskusi tadi, dan mereka juga masih dua orang yang sama yang hampir setiap hari membuat keributan di sekolah.
Harry dan Draco mungkin terkenal sebagai rival di sekolah, tapi sebagian orang, atau bahkan hampir semua orang di sekolah tidak tau jika mereka berdua sebenarnya adalah childhood friend. Bahkan mungkin bisa dibilang jika mereka sudah berteman sejak mereka masih berada di kandungan ibu mereka. Mereka bertetangga, wajar jika mereka tumbuh dan bermain bersama, tapi tidak pasti sejak kapan, mereka malah terlihat begitu bermusuhan di depan orang lain. Alasannya, hanya mereka berdua yang tau.
Dan sekarang, inilah situasi yang tidak pernah dilihat oleh teman-teman mereka. Di mana tidak ada di antara keduanya yang saling melemparkan kata-kata kutukan atau pun ejekan. Mereka berdua hanya diam tanpa mau mencari masalah, benar-benar damai.
"Mengemudi lah dengan pelan, Draco, aku belum mau mati muda," peringat Harry memecah keheningan.
"Aku akan pelan-pelan jika penumpang yang aku bawa bukan kau, menyebalkan rasanya berlama-lama denganmu," balas Draco dengan perhatian hanya tertuju pada jalan di depannya.
Well, tidak sepenuhnya penuh kedamaian sih, tapi setidaknya tidak akan ada perang diantara keduanya.
Dan setelah beberapa menit, akhirnya Draco memberhentikan mobilnya tepat di depan kediaman Potter. Harry segera keluar dari mobil setelah sebelumnya mengucapkan terimakasih. Draco kemudian membawa mobilnya menuju kediamannya yang berada tepat di samping rumah keluarga Potter.
Draco segera berjalan ke dalam rumah saat ia sudah selesai menyimpan mobilnya di garasi. "Mom?" panggil Draco sambil mencari ibunya di ruang tengah.
"Oh, hai Drake, kenapa kau baru pulang?" tanya Narcissa, ibu Draco, saat putranya itu duduk di depannya.
"Aku mampir ke rumah Blaise," jawab Draco.
Narcissa mengangguk mengerti. Ia kemudian hanya memandang lama Draco yang kini sibuk dengan ponselnya. "Apa kau pulang dengan Harry? Tadi Lily bilang jika Harry belum pulang juga,"
"Ya," jawab Draco terdengar malas, "aku bertemu dengannya di halte, jadi aku memberinya tumpangan,"
Narcissa terkekeh kecil membuat Draco bingung.
"What?" tanya Draco bingung.
"Nothing," balas Narcissa masih terkekeh.
"Mom, kalau tidak ada apa-apa, kau tidak mungkin tertawa, kan?"
"Well," Narcissa akhirnya menjawab, "Mom pikir ini hanya lucu. Kau terlihat tidak peduli pada Harry di depan orang-orang, tapi dulu, kau bahkan tidak membiarkan siapa pun membawa Harry jauh darimu,"
Draco terdiam sesaat. "Mom, itu konyol, kenapa juga aku melakukan hal itu?"
Narcissa hanya angkat bahu. "Aku juga tidak tau kenapa kau begitu possessive pada Harry, padahal kalian saat itu baru berumur lima tahun,"
Draco menggeleng tidak setuju. "Mana mungkin aku seperti itu,"
"Tapi kenyataannya begitu," balas Narcissa, "kau bahkan pernah bilang jika kau akan mengajak Harry kencan setiap akhir pekan,"
Draco menggeleng lagi. "Konyol, sangat konyol," dan kemudian ia segera berdiri dan masuk ke kamarnya.
Narcissa yang masih berada di tempatnya hanya terkekeh melihat putranya. "Hm, anak-anak memang tumbuh begitu cepat,"
.
"Harry, ayo bangun, cuci mukamu dan segera sarapan,"
"Ngh.." Harry membuka matanya sambil menguap. Ia membuka selimutnya, namun masih berbaring di kasurnya sambil menatap langit-langit kamar. Karena ini adalah akhir pekan, maka ketidak relaan Harry untuk meninggalkan kasurnya bertambah berkali-kali lipat.
"Harry,"
"Yes Mom," jawab Harry pada panggilannya ibunya dari lantai bawah.
Harry dengan berat hati segera duduk dan kembali menguap. Ia mengambil kacamatanya di nakas dan kemudian melihat jam yang kini menunjukkan pukul delapan pagi.
Harry berdiri dari kasurnya, membuka tirai dan juga jendela, langsung menuju balkon kamar sambil meregangkan otot-ototnya yang masih terasa kaku.
"Baru bangun, tukang tidur?"
Harry yang baru saja bersyukur dengan cuaca cerah pagi ini kemudian menghela napas mendengar sapaan tetangganya. Ia hanya balas mencibir pada Draco yang kini juga berada di balkon kamarnya dengan cangkir putih di tangannya.
Draco hanya terkekeh kecil. "Morning," sapanya sambil meminum tehnya.
"Morning, Drake," balas Harry sambil menyenderkan tubuhnya di pagar balkon.
Kamar mereka sejajar, dan jarak balkon mereka juga hanya lima meter, jadi mereka begitu sering mengobrol seperti ini tanpa perlu mampir ke rumah yang lain. Dan sepertinya mereka tidak sadar jika apa yang mereka lakukan ini terlihat romantis.
"Kau mau mampir?" tanya Draco pada Harry yang terlihat masih mengantuk. Draco diam-diam merasa gemas.
"Untuk apa aku mampir? Tidak ada yang menarik di rumahmu," balas Harry.
"Well, kemarin aku baru saja membeli seri terbaru Cormoran Strikes,"
"Benarkah?" Harry yang tadi masih setengah tertidur sekarang sudah terbangun sepenuhnya. "Kalau begitu aku akan datang ke sana setelah sarapan," dan Harry segera masuk kembali ke kamarnya dengan bersemangat.
Draco yang melihatnya hanya terkekeh pelan. "Mudah sekali membujuknya,"
Dan kini Harry yang baru selesai mandi sudah duduk di meja makan dan memakan sarapan yang tersaji untuknya. Hanya kurang dari sepuluh menit, dan Harry sudah menghabiskan semua sarapannya. Baru saja Harry berdiri dari kursinya, Lily mencegahnya.
"Harry, kau tau apa yang harus kau lakukan setelah makan," perkataan Lily membuat Harry menghela napas dengan raut kesal.
Lily tertawa gemas melihat Harry yang tetap membereskan semua piringnya dan kemudian segera mencucinya, walau terus saja mendumel. "Kau mau ke mana sih, hari libur begini tapi terburu-buru sekali,"
"Tidak ke mana-mana kok, hanya ingin ke tempat Draco," jawab Harry sambil mencuci piring.
"Draco?" Harry mengangguk, "kalian memang tidak pernah berubah dari dulu,"
Harry hanya tertawa kecil mendengar komentar ibunya. Andai saja Lily tau apa yang terjadi antara Harry Potter dan Draco Malfoy di sekolah.
"Kami memang sangat akrab, saking akrabnya semua orang di sekolah tau jika aku dan Draco tidak akan hanya saling sapa saja saat bertemu," tambah Harry sambil meletakkan piring di rak.
"Kalian tetap jadi teman baik di sekolah, kan?" Harry mengangguk, "bagus, jangan buat masalah, apalagi jika kalian saling ribut membuat sekolah kacau. Beruntung kau dan Draco tidak pernah bertengkar dari dulu,"
"Yeah, syukurlah," balas Harry sambil tersenyum. 'Well, kami memang tidak pernah bertengkar, kami hanya saling mengejek,'
"So, Mom, aku pergi dulu ya," pamit Harry dan kemudian segera keluar dari rumahnya menuju kediaman Malfoy.
"Oh, Pottah, sekali pun rumah kita bersebelahan, cobalah berjalan lebih cepat,"
Harry yang baru sampai di depan gerbang rumah Malfoy mencibir pada Draco yang sudah berdiri di depan pintu. "Aku sedang menikmati udara pagi, tapi sayang kau mengganggu pemandangan," balasnya saat sudah berada di depan Draco.
"Ya kalau kau pikir aku mengganggu kau bisa putar balik dan aku tidak perlu repot-repot meminjamkan bukuku padamu. Bye," balas Draco santai segera menutup pintu.
Harry segera menahan Draco dan menatapnya jengkel. Dan tanpa membalas apa-apa, Harry hanya mencibir dan segera masuk ke rumah Draco tanpa permisi.
"Oh, hai aunt Cissy," sapa Harry saat bertemu dengan Narcissa di ruang tengah.
"Oh, hai Harry," sapa Narcissa balik pada Harry yang kini duduk di sofa di sampingnya. "Harry, kau sebenarnya ingin bertemu denganku atau dengan Mom?" tanya Draco yang berdiri di belakang sofa.
"Well, aku pernah tidak bilang jika aku ingin menemuimu, sih," jawab Harry membuat Draco jengkel.
Narcissa terkekeh pelan. "Ya sudah, Mom ingin ke dapur dulu," dan Narcissa segera berdiri menuju dapur meninggalkan Harry dan Draco yang masih berada di ruang tengah.
Draco kemudian ikut duduk di tempat ibunya sebelumnya duduk. Baru saja ia ingin menyalakan TV, Harry sudah berdiri dari duduknya dan berjalan menuju tangga.
Draco tercengang. "Aku bahkan baru duduk dan kau sudah langsung berdiri, sebenarnya ini rumah siapa, sih?"
"Kau bisa tetap duduk, biar aku ambil bukunya sendiri," balas Harry sambil berjalan ke lantai atas.
Draco menggeleng. "Dan kau pikir aku bisa percaya jika kamarku akan tetap rapi dengan kau di dalamnya? Mustahil," dan ia segera mengikuti Harry yang sudah masuk ke kamarnya.
"Drake, kau masih menyimpan foto ini?" tanya Harry saat Draco baru saja membuka pintu kamar. "Aku menemukannya di antara halaman Cormoran Strikes, kau jadikan pembatas buku ya?"
Draco menatap datar pada foto yang di pegang Harry. Foto mereka berdua saat merayakan ulang tahun ketujuh Draco. Sangat menggemaskan karena mereka saling merangkul dan tersenyum lebar dengan wajah penuh krim kue.
"Hm, pembatas bukuku hilang, jadi aku pakai foto itu saja," jawab Draco kemudian duduk di ujung ranjangnya.
Draco terdengar jujur, tapi ia tidak sepenuhnya jujur. Memang benar jika pembatas buku untuk buku terbarunya itu hilang, tapi sebelum-sebelumnya, ia memang selalu menggunakan foto itu untuk jadi pembatas buku.
"Apa kau masih punya foto lainnya?" tanya Harry.
"Kenapa? Apa kau tidak menyimpan satu pun foto kita? How cruel," balas Draco terdengar tidak peduli.
"Bukannya begitu, tentu aku masih menyimpannya, tapi aku cuma pengen lihat," kata Harry membela diri. "Kau simpan di mana?"
"Dalam lemari, rak ketiga, kau lihat album hijau?"
"Ya," jawab Harry sambil mengambil sebuah album dalam lemari.
Ia segera kembali duduk dan membuka album sewarna hijau yang baru saja ia ambil. Ia tertawa saat mendapati foto mereka yang bermain perang salju di halaman belakang kediaman Malfoy. Dan tertawa terbahak-bahak pada foto Draco menangis dengan tubuh penuh lumpur. Harry ingat jika saat itu ia lah yang mendorong Draco ke kubangan lumpur dan tertawa tanpa ada niat menolong Draco.
"Oh, Drake, wajahmu konyol sekali, kenapa sekarang malah berubah menjadi menyebalkan seperti ini sih?" Harry menjentik jidat Draco membuat junior Malfoy itu mendecak sebal.
"Shut up, Harry," Draco balik menjentik kening Harry. "wajahku sudah seperti ini dari dulu, tampan, malahan kau yang berubah jadi menyebalkan,"
Harry mendengus. "Drake, kau yang pertama kali menjadi menyebalkan dengan mulai mengejekku di sekolah. Aku pikir kau salah pergaulan sejak berteman dengan Zabini dan Nott,"
"Ya maaf, aku awalnya hanya iseng, tapi ternyata bermusuhan denganmu sangat menyenangkan, jadi ya aku teruskan saja," balas Draco.
"Kau sungguh menyebalkan," dan Harry kembali membolak balik halaman album.
Draco yang dari tadi berbaring di ranjang kemudian ikut melihat foto-foto lama mereka. Sesekali tertawa dan saling mengejek melihat betapa konyolnya mereka masa itu.
Dan Harry berhenti di salah satu halaman di mana terdapat foto ia dan Draco berciuman di sana. Ya, namanya juga anak kecil, mana mengerti mereka arti dari ciuman.
"Yeah, aku harus ingat jika first kiss ku diambil oleh orang paling menyebalkan di dunia," Harry menggeleng mengingat ketika ia yang menangis karena terjatuh dari sepeda, dan Draco yang kebingungan bagaimana cara menenangkannya dengan tiba-tiba menciumnya.
"Memalukan ketika mengingatnya kembali," komentar Draco, "kau itu cengeng sekali, tergores sedikit saja kau sudah menangis, aku yang jadi kerepotan tiap kali kita bermain,"
"Hehe, tapi meskipun begitu kau tetap mau bermain denganku," balas Harry dengan senyum lebarnya, "kau juga bilang saat itu jika kau pastikan tidak akan ada yang membuatku menangis lagi selama ada kau di sisiku,"
Draco terlihat tidak setuju. "Kenapa juga aku harus bilang hal seperti itu?"
"Oh, Draco, kau tidak ingat ya?" Harry menghela napas. "Kau sendiri yang bilang saat aku menangis setelah diganggu oleh anak-anak lain. Kau bilang jika aku sangat berharga, jadi kau akan selalu menjagaku. How ridiculous,"
"Maybe I'm, tapi aku hanya mengatakan itu karena kau tidak bisa berhenti menangis," bela Draco dan kemudian segera membalik ke halaman berikutnya.
Cukup lama mereka berdua hanya menghabiskan waktu dengan melihat kembali foto-foto lama mereka, hingga Harry yang merasa lelah memilih untuk berbaring sejenak di kasur Draco. Ia yang awalnya hanya berbaring mulai mengantuk dan pada akhirnya tertidur.
Draco menghela napas saat melihat sahabat masa kecilnya itu tertidur pulas. "Setidaknya bereskan dulu kamar orang, jangan seenaknya tidur," katanya mengomeli Harry walau tau pemuda berkacamata itu tidak akan membalasnya.
Draco mengambil album yang tadi mereka lihat-lihat. Ia kembali membuka album dan tersenyum melihat foto yang tadi sempat mereka tertawakan. Foto ketika Draco mencium Harry yang menangis.
Draco menatap foto itu dan Harry bergantian. "What a tiny precious child," monolognya dengan senyum yang masih belum luntur dari wajahnya.
Ia melihat foto itu sekali lagi, dan kemudian segera mendekatkan wajahnya pada wajah Harry yang tertidur. Memberi kecupan manis di bibir tipis itu dan segera menarik tubuhnya menjauh, takut jika sampai membangunkan Harry.
Masih dengan senyum dan pandangan yang tidak lepas dari Harry, ia berkata, "Well, you're still a tiny precious child. Always,"
.
Precious Memories — Completed
