Title: Schatje
Genre: Romance
Rate: T
Words: 1k+
Sequel Mon Chéri
.
Seperti yang telah mereka sepakati, Draco akan menemani Harry di sisa liburannya. Dimulai dari perjalanan ke Belgia, mereka menghabiskan satu hari di Brussel. Malamnya, mereka langsung naik kereta menuju Amsterdam, Belanda.
Baru keluar dari stasiun, Harry langsung menghirup udara Amsterdam sebanyak-banyaknya. Ia bahkan merentangkan tangannya, seolah-olah ingin memeluk kota ini.
"Apa kau sangat menyukai tempat ini?" tanya Draco yang berada di belakangnya.
Harry tidak mengangguk, namun tidak pula menggeleng. Ia hanya tersenyum. "Mengunjungi tempat baru selalu menyenangkan. Kau setuju?"
Draco berdiri di samping Harry dan mengangguk. "Hm, aku setuju."
"Kalau begitu ayo kita jelajahi kota ini dalam semalam!"
"Kita ke penginapan terlebih dahulu."
Wajah bersemangat Harry langsung berganti malas. Ia menatap Draco sambil cemberut. "Really?"
Draco mengangguk. "Setidaknya letakkan dulu tas kita dan makan malam."
Harry mengangguk paham. Ia juga berpikir kalau mereka setidaknya harus mencuci muka sebentar sebelum berjalan-jalan santai di bawah langit malam kota Amsterdam.
Harry dan Draco pun segera menuju penginapan yang berada di pusat kota. Tentu saja mereka memesan satu kamar dengan dua kasur terpisah. Mereka menyegarkan badan sebentar dengan mencuci muka. Awalnya, Draco juga ingin sekalian makan malam di restoran hotel, tapi Harry mengajaknya untuk makan di luar.
Mereka hanya makan sebentar, karena Harry benar-benar tidak sabar untuk berjalan-jalan. Draco pun mau tidak mau harus mengikutinya. Ia bahkan tidak sempat untuk duduk menikmati Amsterdam karena Harry langsung menariknya kesana kemari.
Sudut bibir Draco terangkat tanpa ia sadari. Tidak sedetik pun ia mengalihkan pandangannya dari Harry yang mengagumi lampu-lampu yang menghias kanal.
"Kau terlihat lebih senang daripada saat berada di Prancis," ungkap Draco membuat Harry menoleh ke arahnya.
"Well, aku punya seseorang untuk diajak ngobrol sekarang," jawab Harry. "Lagi pula, berlibur memang seharusnya menyenangkan."
Draco mengangguk mengerti dan kemudian menempatkan dirinya di samping Harry. "Kalau kau memang suka, kenapa kau hanya berlibur beberapa hari?"
Harry mendesah malas. Raut wajahnya berubah jengkel teringat akan kedua sahabatnya di London. "Aku sebenarnya merencanakan perjalanan dua pekan dengan Ron dan Hermione. Tapi ada hal yang tiba-tiba terjadi, sehingga mereka tidak bisa pergi. Makanya aku cuma berlibur singkat untuk menghibur diri."
Draco berseru pelan. Memang dari kemarin ia penasaran kenapa Harry berlibur sendiri. Padahal biasanya, di mana ada Harry, di sana juga ada Ron dan Hermione.
"Dan jika aku beritahu mereka kalau aku berlibur bersamamu, mereka pasti tidak akan percaya." Harry tertawa kecil. Ia sedang membayangkan reaksi kedua sahabatnya itu saat ia ceritakan tentang liburannya bersama Draco.
"Kalau begitu berikan mereka bukti." Draco tiba-tiba mengeluarkan ponselnya. Ia bergerak mendekati Harry.
Cukup mudah bagi Harry untuk tau apa yang ingin Draco lakukan. Ia ikut bergeser dan tersenyum. Keduanya diam sesaat untuk mengambil foto bersama.
"Bagus. Dengan begini mereka akan percaya," ucap Harry. Ia tersenyum melihat hasil foto mereka.
Draco juga ikut tersenyum. Hanya saja, ia tidak sedang melihat foto yang diambilnya barusan. Matanya hanya tertuju pada Harry.
Saat Harry akhirnya melepaskan pandangannya dari ponsel, barulah Draco berhenti memandangnya.
Draco masih belum menyimpan ponselnya. Ia sekarang mengambil beberapa foto dari pemandangan luar biasa yang mengelilinginya. Saat itulah Draco baru menyadari sesuatu. "Meskipun sudah lewat tengah malam, tapi ramai sekali, ya."
Harry ikut melihat kemana pandangan Draco. Ia melihat sekelompok orang yang bernyanyi dan bergembira bersama. Tidak hanya di satu tempat, Harry melihatnya di mana-mana. "Sekarang adalah waktunya untuk itu."
Kening Draco berkerut. "Itu?"
Harry mengangguk. "Pride Amsterdam."
Draco berseru. "Ah, benarkah? Kalau begitu kita harus kembali ke sini besok," ucap Draco sangat menantikannnya.
Harry mengangguk. Tentu saja ia akan kembali. Tidak mungkin ia melewatkannya.
Harry dan Draco kemudian kembali berjalan-jalan. Hingga Harry berhenti di sebuah toko dan mengajak Draco mengikutinya.
Harry langsung menuju rak yang terdapat banyak gantungan kunci dan miniatur. Ia mengambil sebuah gantungan kunci yang berhiaskan sepasang kekasih. Rambut merah dari karakter laki-laki dan rambut coklat dari karakter perempuan itu mengingatkannya pada Ron dan Hermione. Ia harus membawa pulang yang satu ini untuk mereka.
Sementara itu, Draco lebih tertarik dengan rak yang berisikan buku. Ia berdiri di sana, membaca sebuah buku, menunggu Harry. Harry yang melihatnya hanya menggeleng. Ia ingat jika Draco adalah murid terbaik kedua setelah Hermione, tapi ia tidak pernah tau kalau pemuda itu ternyata juga sama-sama kutu buku.
Harry kemudian bergeser. Gelang-gelang yang berada di hadapannya menarik perhatian. Ia mengambil satu gelang berwarna hijau dan silver. Ia memandang gelang itu dan kemudian menoleh ke arah Draco yang masih sibuk dengan buku di hadapannya.
"Wanna give that to your boyfriend?"
Harry hampir saja melemparkan semua barang di tangannya karena terkejut. Ia berbalik dan mendapati seorang gadis, si penjaga toko menghampirinya.
"B-boyfriend?" Harry seharusnya tidak perlu bingung siapa yang dimaksud olehnya. Harry juga seharusnya tidak bingung kenapa ia dan Draco sampai dikira pacaran.
"That one will look good on him," ucapnya melihat gelang yang dipegang Harry, "and this one will look good on you." Ia mengambil satu gelang yang punya desain yang sama dengan yang dipegang Harry. Hanya saja, warnanya merah dan emas.
Harry menatap kedua gelang itu bergantian. "Baiklah, aku akan mengambil keduanya," ucap Harry tanpa ragu.
Setelah membayar semua barang yang dibelinya, Harry baru saja akan memanggil Draco. Tetapi, sebuah senyum muncul di wajahnya. Ia tersenyum dahulu kepada si penjaga toko dan kemudian ia memanggil Draco.
"Schatje!" panggil Harry sambil berlari ke arah Draco.
Walaupun tidak memanggil namanya, Draco tetap tau bahwa Harry memanggilnya. Ia menoleh ke arah Harry yang menghampirinya. "Hm?"
Harry tertawa kecil melihat reaksi bingung Draco. "Nothing." Ia kemudian segera mengajak Draco untuk kembali ke penginapan mereka.
Besoknya, Harry dan Draco langsung menuju kanal Amsterdam yang sudah ramai. Mereka bahkan kesulitan setiap kali ingin bergerak. Draco sampai harus berteriak memanggil nama Harry saat pemuda itu hilang dari pandangannya.
"Jangan sampai kau nyasar!" Draco berhasil menarik Harry yang terjepit di tengah keramaian dan langsung memarahinya. Draco tidak ingin marah-marah sebenarnya, tapi ia sudah kehilangan Harry enam kali.
"Sorry," sesal Harry merasa bersalah. Ya, ia sudah meminta maaf untuk yang keenam kalinya.
Draco hanya menggeleng sambil menghela napas. Ia terus menarik Harry menuju tempat yang tidak begitu ramai. Ia sama sekali tidak melepaskan tangan Harry, bahkan saat mereka sudah tidak lagi terjebak di tengah kerumunan orang. Draco sepertinya tidak menyadari hal itu, karena Harry juga tidak keberatan.
Keduanya menikmati semua hal yang terjadi di sekeliling mereka. Mereka juga tidak lelah walau telah berjalan tanpa henti seharian. Hanya sesekali Harry dan Draco melarikan diri dari keramaian untuk mendapatkan camilan yang bisa mengatasi rasa lapar mereka.
Kali ini, pilihan Harry jatuh pada toko eskrim di depan mereka. Ia langsung menarik Draco tanpa mengizinkan pemuda itu menolak. Lagi pula, siapa yang akan menolak eskrim di cuaca sepanas ini?
Saat ingin keluar dari toko eskrim, Harry berpapasan dengan dua pemuda yang akan masuk ke toko. Ia langsung mundur, tapi kedua pemuda itu juga mundur untuk memberikan Harry dan Draco jalan. Mereka berempat tertawa bersama, dan Harry membiarkan mereka untuk masuk duluan.
Setelah masuk, kedua pemuda itu berterimakasih pada Harry dan Draco. "Thanks! And you guys look cute together!"
Harry dan Draco sampai hampir berhenti hanya untuk memastikan bahwa mereka tidak salah dengar. Keduanya kemudian bertukar pandang. Mereka hanya diam sambil terus saling menatap untuk waktu yang cukup lama.
Eskrim yang meleleh ke tangannya lah yang membuat Harry akhirnya mengalihkan pandangan. Ia segera kembali berfokus pada eskrimnya. Ia juga segera mengajak Draco untuk kembali berjalan-jalan.
Tanpa menoleh satu sama lain, mereka sebenarnya sama-sama sedang menyembunyikan senyum yang tidak bisa mereka tahan.
"Senang bisa melihat mereka tertawa seperti itu." Harry berkata setelah ia menghabiskan eskrimnya. "Pasti senang rasanya mengungkapkan rasa cinta tanpa mempedulikan pandangan orang lain."
Draco mengangguk setuju. Ia juga ikut memandang kapal-kapal yang melintasi kanal.
Lama berdiri diam, Harry melirik Draco dari sudut matanya. Ia berpikir sejenak dan kemudian merogoh kantongnya. Ia mengeluarkan sebuah gelang berwarna hijau. Tanpa bicara apa-apa, Harry menyenggol Draco, meminta perhatiannya. Saat pemuda itu menoleh, ia langsung memberikan gelang itu padanya.
Tentu saja Draco menerimanya dengan raut bingung. "Apa ini?"
"Gelang."
"Ya, aku tau. Tapi, untuk apa?"
Harry memasukkan tangannya di saku. Ia sedang berusaha menahan rasa malu yang tiba-tiba muncul. "Untukmu, tentu saja. Aku membelinya di toko semalam. Anggap saja sebagai ucapan terima kasih karena telah menemaniku."
Draco tidak punya pilihan selain tersenyum. Selain karena gelang pemberian Harry, ia juga tersenyum karena gelang merah yang dipakai Harry. Kedua gelang itu sama, hanya beda warna saja.
Draco kemudian menarik tangan Harry. Ia sama sekali tidak mempedulikan kebingungan Harry. Ia menggenggam tangannya dan kemudian sedikit membungkuk. Draco memberikan sebuah kecupan di pergelangan tangan Harry. Tepatnya pada gelang merah yang dikenakannya.
Harry terlalu terkejut dengan apa yang dilakukan Draco hingga tidak bisa berkata apa-apa. Alasan lainnya ia terdiam adalah, karena jantungnya yang berdebar kencang saat Draco tersenyum kepadanya.
"Thanks, Harry." Draco sama sekali tidak melepaskan tangan Harry. Ia masih terus menggenggamnya meskipun Harry berpaling dan memintanya untuk melepaskan tangannya. Draco tau, Harry bukannya tidak suka, ia hanya malu.
Akhirnya, mereka kembali berjalan-jalan dengan saling bergandengan tangan.
.
Apa yang terjadi kemarin tidak mengubah Harry dan Draco. Yah, mungkin tidak semuanya. Mereka masih terus mengobrol dan berjalan beriringan ke tempat-tempat yang tidak sempat mereka datangi kemarin. Yang berbeda mungkin hanya skinship yang terlalu banyak.
Bahkan sekarang, Harry dengan santainya menjatuhkan tubuhnya pada Draco. Ia mengaitkan lengannya pada lengan Draco untuk membawa pemuda itu mendekat. Kemudian Harry berhasil mengambil satu foto lagi bersama Draco.
Saat Harry ingin mengambil satu foto lagi, Draco bertanya. "Kapan kau akan kembali ke London?"
Harry melihat arlojinya. "Jam delapan. Masih ada beberapa jam lagi." Ia kemudian kembali menghadap Draco. "Kau sendiri, kapan kembali ke Paris?"
"Setelah kau pergi," jawab Draco tanpa ragu.
Jujur, Harry senang mendengar jawaban Draco.
Harry dan Draco masih bisa menghabiskan waktu bersama lebih lama lagi. Hingga setelah makan malam, sudah tiba waktunya bagi Harry untuk pergi menuju bandara. Draco pun mengantarkannya.
"Terima kasih karena sudah menemaniku." Harry benar-benar tidak merasa cukup berterimakasih pada Draco.
Draco hanya mengangguk sebagai balasan. "So, sampai jumpa di London, kurasa?"
Harry mendengus. "Memangnya kapan kau akan kembali ke London? Bukankah kau bilang kalau kau bukanlah mahasiswa pemalas yang selalu mengharapkan liburan?"
"Well, aku selalu pulang saat Natal." Draco membela dirinya.
Harry tertawa pelan. Ia kemudian terdiam. Harry bingung harus bilang apa lagi. Padahal ia punya banyak hal yang ingin dikatakan pada Draco.
Draco pun menyadari hal itu. Ia tidak meminta Harry untuk bicara, malahan Draco yang akhirnya bicara. "Sampai jumpa di kencan kita berikutnya di London."
Wajah Harry menampilkan semburat merah mendengar perkataan Draco. Ia mengangguk dengan malu-malu.
Draco tersenyum gemas. Tangan kirinya menggenggam sebelah tangan Harry. Ia mendekat, dan tangan kanannya berada di belakang kepala Harry, memintanya untuk mendekat. Memintanya untuk menerima ciuman manis darinya.
Keduanya tidak bisa menahan kekehan setelah ciuman mereka berakhir. Mereka hanya masih sulit mempercayainya. Perjalanan singkat ini ternyata bisa membawa hubungan baru diantara keduanya.
"Have a safe flight. And text me when you land," ucap Draco penuh perhatian.
Harry mengangguk. Ia kemudian memeriksa kembali barang-barangnya. "Kalau begitu, aku pergi sekarang." Ia berjinjit untuk memberikan kecupan di pipi Draco. Barulah kemudian Harry berbalik karena pesawatnya sebentar lagi lepas landas.
"Bye!" Harry melambaikan tangannya dengan senyum lebar di wajahnya.
Draco juga melambaikan tangannya. "Bye, schatje!"
Kaki Harry berhenti dan wajahnya terkejut. Namun melihat senyum di wajah Draco, Harry hanya bisa terkekeh. Ia kembali melambai dan akhirnya pergi.
Setelah Harry menghilang dari pandangannya, barulah Draco meninggalkan bandara. Ia benar-benar tidak bisa menyembunyikan rasa bahagianya. Ternyata pilihannya untuk melewatkan kelas musim panasnya tidaklah buruk.
.
Schatje — Completed
.
