Penyakit. Gempa. Banjir. Longsor. Angin topan. Kebakaran. 2020 sungguh tahun yang paling lengkap akan musibah.

Namaku Hinata, Hinata Hyuuga. Seorang gadis berusia 24 tahun. Tidak hanya sampai di sana semua yang terjadi di Negara ini, Jepang dan juga diriku sendiri. Ibuku, satu-satunya keluargaku yang tersisa telah meninggal meninggalkanku setelah ayah ketahuan berselingkuh. Ayah pergi bersama selingkuhannya meninggalkan kami dan aku ditinggalkan oleh seorang lelaki yang sangat aku cintai. Seolah Kesialan masih belum cukup menyiksaku, beberapa karyawan perusahaan tempatku bekerja termasuk aku di PHK dan rumahku kemalingan.

Bibirku tertarik menampilkan senyuman tapi dalam hati, sungguh aku tak berdaya. Apakah terlalu menyedihkan jika aku mengatakan aku ingin mati saja?

Daripada banjir setinggi lutut di dalam rumahku, mengapa tidak sekalian berikan aku penyakit yang telah membunuh banyak orang itu dan biarkan aku mati?

•••

"Yesh!" Lelaki berambut nanas itu memekik girang ketika berhasil menancapkan tajamnya anak panah tepat pada sasaran dalam jangkauan yang cukup jauh.

"Cih!" Lelaki bersurai kuning di sebelahnya berdecih sebelum mengangkat panah di tangannya. Dia mengatur posisi memanah dan

Anak panah yang melayang menancap lingkaran merah.

"Akh! Kau benar-benar berbakat, Naruto." Lelaki bersurai nanas itu memuji dengan raut wajah sedikit tidak terima. Harusnya tidak dia ragukan bakat memanah temannya. Dia memiliki halaman yang luas di belakang rumah, tempat di mana dia habiskan waktu untuk berlatih memanah.

Yang dipuji ingin menarik satu sudut bibir tapi langit yang tiba-tiba gelap mengalihkan perhatiannya.

Jedaarr

"Sial, alam benar-benar menggila tahun ini." Shikamaru, nama lelaki berambut nanas itu mengeluh. Petir menambah gelapnya langit siang dan angin meniup kencang membuat rambutnya terhembus ke belakang.

"Sebaiknya kita masuk." ujar Naruto.

•••

"Lol, lihatlah foto ini." Hinata menoleh ke layar ponsel yang temannya pamerkan.

Tercetak tahun 2020 dengan angka 0 terakhir diganti menjadi gambar masker. 2021 dengan angka satu diganti menjadi suntik dan 2022 dengan angka dua di belakang diganti menjadi huruf Z. Hinata yakin itu sebuah film tapi dia tak ingin film apa itu.

"Hah~ aku merasa seperti akan gila. Kita terkurung di dalam rumah dan orang-orang kehilangan pekerjaan." Eluhnya menjatuhkan punggung ke kasur tempatnya duduk.

"Kau benar, Sakura." Hinata menoleh ke arah lantai, di mana air masih mengenang di sana tapi beruntung tingginya ranjang queen size ini selamat dari air. "Para dokter bekerja keras untuk menyembuhkan sedangkan kita bekerja keras untuk tetap aman dan juga hidup."

Sakura mengulum senyum. Matanya menatap langit-langit kamar. "Satu tahun ini benar-benar kacau membuatku rindu akan tahun-tahun yang damai." 2021 akan segera datang dalam waktu tiga hari tapi karena keadaan yang ada, mereka bahkan dilarang memainkan kembang api ataupun berada dalam keramaian. Tempat hiburan ditutup, keadaan yang sama dengan pelabuhan. Tidak ada yang bisa datang ataupun pergi untuk sementara waktu.

"Aku berdoa semoga tahun depan menjadi tahun yang baik. Semua musibah pergi."

•••

"Ini benar-benar membosankan." Tidak bisa pergi jauh meninggalkan rumah, tidak bisa berkumpul. Padahal hari ini adalah malam yang sangat indah, ditambah malam tahun baru. Di mana biasanya orang-orang akan merayakan dengan BBQ, jalan-jalan dan lain-lain tapi tahun ini semua orang terkurung, layaknya di dalam penjara. Beberapa orang mungkin mengabaikan perintah dan berkumpul tapi jika tidak ingin mendapatkan sanksi ketika tertangkap, sebaiknya duduk diam dan menurut.

"Ayo ke belakang." Ajak Naruto. Jam sudah menunjuk pukul 23.45 sepertinya memang tidak akan ada kembang api malam ini tapi tidak ada salahnya menikmati bintang-bintang yang tengah bersinar terang.

•••

"Terima kasih." Sakura menerima segelas coklat panas yang Hinata sodorkan sebelum Hinata mengambil duduk di teras belakang rumah, sebelah Sakura.

Hinata menghela nafas panjang setelah menatap ke langit. Indah dan berkilaunya bintang membuat Hinata membisu. Kenangan bersama lelaki tercinta kembali memutar di dalam kepalanya. Dadanya tercubit karena ingatan indah itu.

"Sayang sekali tahun ini tidak ada kembang api." Sakura tersenyum, sedikit lirih. Namun, dia menikmati indahnya langit malam.

•••

"Akh, kamu benar. Aku benar-benar benci tahun ini." Shikamaru menggeleng kecil sebelum berbaring nyaman di kursi santai dengan menatap indahnya langit dari balkon.

"Tenang saja, semua akan kembali normal." ucap Naruto entah dengan nada apa. Matanya masih belum berkedip karena tidak ingin melewatkan indahnya kilauan bintang.

"Ya ya ya. Semoga saja." Seharusnya sekarang halaman akan dipenuhi oleh makanan dan teman-teman tapi hanya ada mereka berdua di sini, membayangkan betapa sepinya malam tahun baru. "Aku melihat Hinata kemarin."

"..." Topik baru yang Shikamaru bawa sedikit menyentak Naruto.

"Dia pasti sangat kacau sekali sampai berjalan dengan linglung." Semalam pagi, di saat Shikamaru melihat Hinata berjalan melewati rumah ini dengan langkah juntai. Jelas sekali gadis itu dalam keadaan hati yang sangat kacau.

"Jadi?"

•••

"Sakura, tidakkah kamu merasa bintangnya jatuh?" Hinata bertanya dengan alis tertaut. Mata bulannya semakin mengamati langit mencoba memastikan pertanyaannya sendiri.

"Hinata..." Sakura mengamati hal yang sama dan dia sedikit membeku. Rasanya mustahil tapi bintang-bintang yang berserakan di atas langit memang seolah terjatuh layaknya meteor. "Wah! Apakah bintang jatuh?!" Mata Sakura berbinar. "Buatlah permintaan, Hinata!"

•••

"Bintang jatuh itu sangat wajar tapi..." Alis Shikamaru berkerut, kepalanya sedikit miring. "Tidak wajar jika semua bintang jatuh di saat yang bersamaan." Dengan kecepatan itu, daripada bintang jatuh, malah terlihat seperti pecahan meteor.

"Shika..." Naruto tidak mau merasa khawatir tapi bintang-bintang tadi terjatuh semakin laju dan mulai mengeluarkan api.

"Lari! Lari Shikamaru!"

•••

"Kyaahh!"

"Sakura!" Sakura berjongkok dengan cepat menutup kedua telinga menggunakan kedua telapak tangan. Salah satu bintang jatuh memecahkan gelas yang dia letakkan di atas lantai.

Brack

Hinata menutup pintu yang dia buka tadi dengan cepat. Dia membuka tirai jendela di samping pintu, betapa terkejut dia mendapati bintang-bintang berapi menghantam halaman kecilnya.

Hinata menelan ludah. "Sebenarnya apa yang terjadi..." Bintang-bintang jatuh meninggalkan langit membuat malam menjadi semakin gelap.

•••

"Aaa! Apakah alam sudah gila?!" Shikamaru terpekik karena terkejut. Jendela pecah karena bintang berapi tadi menembus, hampir saja menghantam tubuhnya tapi beruntung bisa dia hindari.

"Menjauh dari sana." Shikamaru menurut, dia menjauh dari pintu dan juga jendela mengikuti Naruto.

"Bintang jatuh untuk mengabulkan permintaan, bukan membunuh!"

.

.

.

.

TO BE CONTINUE

Etto etto uhmmm maaaaapppp ada satu fic lagi blum siap kan hehe tapi malah buat baru. Author lgi Pengen buat fic yang menggambarkan putus asa. Tapi jangan khawatir! Fic itu akan author lanjutkan secepat mungkin! Ah, btw ide ini udh ada lama Cuma author lupa dan baru kembali keingat sekarang hehe

Next or delete?