Hinata membuka mata dan menatap lurus ke depan. 'Apa yang aku harapkan darinya?' Hatinya bertanya ketika menyaksikan Naruto pergi tanpa sepatah kata. 'Dia selalu seperti itu. Apa sangat susah baginya untuk menghampiriku dan menunjukkan betapa dia mencintaiku?'

Pelukkan Toneri tidak hangat, hanya Hinata berusaha menyembunyikan perasaannya dari Toneri yang terlalu memperhatikan. Hinata kesulitan menahan perasaan dan air mata, karena itu dia menyembunyikannya di pundak Toneri.

Rasa penasaran membuat Hinata mengangkat kepala untuk mengintip. Hati kecilnya meminta Naruto untuk berhenti dan kembali, tapi dia tidak mendengarkan. Punggung pria bersurai kuning itu semakin jauh dan tertindih batang pohon yang tetiba patah.

.

.

.

Disclaimer : Demi apapun, Naruto bukan punya saya, punya Masashi Sensei, saya hanya pinjam saja.

202DIE

(Hati hati typo, tulisan mendadak hilang, OOC, AU dan lain-lain. Udh usahain sebagus mungkin)

202DIE by Authors03

Please.. Dont like dont read.. Thanks.

.

.

Chapter 17

.

.

"Naruto!" Shikamaru memekik histeris, mengalihkan pandangan dari Naruto yang telah tak sadarkan diri menuju pohon. "Astaga. Untung aku tidak berjalan bersamamu!" katanya lega sembari menyentuh pucuk kepalanya yang baik-baik saja.

"Eh, tidak! Naruto!" Shikamaru kembali pada permasalahan utama. Buru-buru menghampiri untuk memindahkan batang pohon dengan ukuran lumayan besar di punggungnya. "Naruto! Bangun, Naruto!"

Apa yang terjadi di sana tidak luput dari mata Hinata. Dia tidak bisa mengendalikan dirinya untuk tidak mendorong Toneri dan buru-buru menghampiri. Toneri yang ditinggal hanya berbalik dan diam, membutuhkan sedikit waktu untuk mencerna keadaan.

"Naruto!" Shikamaru dikejutkan oleh keberadaan Hinata yang lebih cepat dari kilat. Karena bantuannya, mereka berhasil memindahkan batang pohon dari punggung Naruto dan merubah posisinya menjadi terlentang.

"Naruto, kau baik-baik saja?" Hinata menepuk-nepuk pipi Naruto. Kadar cemasnya melonjak drastis ketika menyadari bagian kening Naruto terluka hingga berdarah. "Naruto!"

"Naruto!!!"

"Naruto!"

Alis Naruto bergerak tak nyaman hingga akhirnya mata pun terbuka. Atap putih dan lampu adalah hal pertama yang dia lihat sebelum matanya bergerak menyusuri sekitar untuk mengamati. Beberapa kali Naruto mengerjap mata hingga akhirnya menyadari bahwa dia berada di dalam rumah sakit.

Seseorang tertidur di kursi di samping ranjang, tempatnya terbaring, dan itu adalah Hinata. Shikamaru berada di sofa samping ruangan dan juga terlelap seperti Hinata. Naruto mencoba mengingat apa yang terjadi tapi Hinata lebih menarik perhatian. Perempuan manis itu tidur lelap, tidak terganggu ketika Naruto menyentuh tangannya yang dijadikan pengganti bantal.

Tak sadar Naruto tersenyum bahagia, tidak menyangka Hinata ada di sampingnya ketika membuka mata. Rasanya seperti mimpi mengingat mereka menghabiskan banyak waktu untuk bertengkar setelah sekian lama tidak bertemu. Senyum itu pudar ketika Hinata bergerak perlahan dan matanya terbuka.

Hinata mengangkat kepala dan kontak mata pun bertemu. Tidak ada yang berbicara sampai tiga menit kemudian. Hinata bertanya, "Kau sudah merasa lebih baik?" Itu tujuan Hinata menunggu, dia ingin memastikan Naruto baik-baik saja.

Naruto menyentuh kepalanya yang terbalut perban, ekpresi wajahnya seolah mempertanyakan apa yang telah terjadi. Hinata yang paham menjelaskan, "Kau tertimpa batang pohon yang patah. Ada luka sobek di keningmu tapi syukurnya tidak parah. Shikamaru sangat panik dan mencemaskanmu, dia tidak pulang dari semalam karena ingin menjagamu."

"Bagaimana denganmu?" tanya Naruto, lebih penasaran pada alasan Hinata ada di dalam jangkauannya mengingat betapa Hinata membencinya.

"Aku …?" Hinata membisu seketika, tidak punya alasan kecuali mencemaskan Naruto. Hinata menggigit bibir bawahnya sebelum menghela nafas dan kambali mempertemukan kontak mata. Butuh beberapa saat sampai dia siap berbicara, "Sebenarnya aku cemas bahwa hantaman di kepalamu itu akan membuatmu lupa ingatan."

Jawabannya menyebabkan Naruto terkekeh kecil. "Kau di sini karena takut aku lupa ingatan dan melupakanmu?"

"Tidak!" sangkal Hinata segera tapi reaksinya membuat Naruto yakin bahwa dugaannya benar. "Tidak! Maksudku, aku mencemaskan Shikamaru karena dia sangat peduli padamu."

"Sungguh?" Naruto mentap sekitar sebelum mengubah topik pembicaraan, "Di mana yang lain? Sakura dan Toneri?" Yang sebenarnya ingin Naruto ketahui adalah soal Toneri tapi dia ragu-ragu.

Hinata jujur menjawab, "Sakura pergi bersama Gaara untuk memperbaiki hal-hal yang rusak dan Toneri di sini sebelumnya." Hinata terdiam sebentar untuk tersenyum kecut. "Aku memintanya pulang."

"Karena?"

"Karena?" Mereka saling menatap, sorot mata biru langit itu seolah mengatakan banyak hal tapi Hinata tidak mengerti. "Karena terlalu banyak orang di sini. Aku tidak butuh dia untuk menemaniku." Hinata berdiri sebelum menambahkan, "Dan karena kau juga sudah siuman, aku akan pergi."

Hinata melangkah laju tapi Naruto menghentikannya dengan cara mengenggam lengannya. "Mungkinkah kau sadar bahwa ini adalah pertama kalinya setelah beberapa tahun kau berbicara dengan tenang padaku? Kau tidak melotot, mengutuk dan mengumpat sedari awal aku membuka mata."

Hinata tidak sadar sampai Naruto mengatakannya. Dia terlampau cemas hingga melupakan semua amarah yang tertanam. "Aku tidak memiliki tenaga untuk bertengkar denganmu." Hinata ingin pergi tapi Naruto menahannya lagi. Dia menyentuh pelan punggung tangan Hinata dan menggengamnya. Sentuhan kecil itu seolah menyadarkan Hinata bahwa sebenarnya Hinata tidak ingin pergi. Dia ingin Naruto menahannya.

"Kau adalah hal yang paling aku takuti," ungkap Naruto. Hinata tidak merespon dan Naruto melanjutkan, "Kau perempuan tapi tidakkah kau terlalu galak? Tanganmu kecil dan pukulanmu tidak sakit tapi kau tidak pernah mundur jika itu soal amarah. Iya, aku bilang pukulanmu tidak sakit tapi bukan berarti kata-katamu tidak menyakitkan."

Hinata tidak yakin bahwa pikirannya dalam kondisi baik. Semua kata-kata Naruto entah mengapa terdengar intim, ragu-ragu dia bertanya, "Apa ini adalah bagian di mana kau akan mengikatku ketika aku menolak mendengarkan?"

"Iya."

"Oh …"

Lagi-lagi senyap. Naruto tidak melepas pandangan dari Hinata satu detikpun sementara perempuan itu terus menghindari kontak mata untuk suatu alasan.

"Aku selalu berpikir sudah terlalu lambat untuk minta maaf atau balikkan karena kau sudah terlanjur membenciku tapi aku menyadari suatu hal bahwa aku tidak bisa melihatmu bersama orang lain. 'Andai kau mendatangiku', aku selalu mengharapkannya." Naruto tersenyum tipis, dia menjadi lebih tampan dan mempesona dari yang Hinata ingat. "Aku senang karena kau baik-baik saja."

Naruto menarik Hinata ke dalam pelukkan, seketika membuatnya merasa canggung. Hinata tidak menolak, tapi cemas seseorang akan melihat mereka. Dia diam-diam melirik Shikamaru untuk memastikan lelaki itu masih terlelap. "Aku tahu ini tidak mudah karena kita telah perang dingin untuk sekian lama," kata Naruto ketika Hinata masih membisu. "Sebenarnya aku punya satu permintaan dan aku harap kau mau mengabulkannya."

Hinata mempertemukan kontak mata setelah pelukkan itu terlepas. Dia ragu-ragu bertanya, "Apa itu?"

"Permintaanku bukan hal yang besar … hanya … maukah kau … ikut aku pulang?"

"Kau sudah boleh pulang?" Suara Shikamaru menyentak semua yang ada di ruangan, dia terdengar bersemangat. "Akhirnya aku bisa tidur di kasur!" Shikamaru tidak menguping dan benar-benar tertidur hingga kata 'pulang' menusuk gendang telinganya. Itu adalah apa yang dia harapkan sedari semalam.

Hinata dan Naruto kompak menoleh. Hinata menatap langsung mata Shikamaru menggunakan lototan mematikkan yang khas sementara Naruto menampilkan ekspresi jengkel. Sial Shikamaru tidak mengerti situasi apa yang baru saja dia hancurkan.

TAMAT.

Akhirnya tamat huaa nangid. Meskipun gajelas ya, yg penting tamat.

Ok bye. Lope yiu guys